Reading Time: < 1 minute

Apa saja tipologi konflik yang bisa muncul dalam organisasi?

Puji Hariyanti banyak menjelaskan soal konflik dalam organisasi, tipenya, dan bagaimana menghadapinya. Pemaparan itu ia terangkan dalam sesi Komunikasi Organisasi (Jilid 2) di Pelatihan dan Pengabdian Masyarakat Gandeng Gendong  pada Jumat, 25 Oktober 2019. Pelatihan di Gedung PKK balai kota Yogyakarta ini adalah hari yang ke 5 dari total 9 hari materi terstruktur Workshop Kewirausahaan yang dihelat oleh tim Pemateri dari Komunikasi UII. Kegiatan ini juga adalah kerjasama dengan DPMPPA Kota Yogyakarta.

Sebelum menyelesaikan konflik, Puji harap para peserta memahami tipologi konflik yang sedang dihadapi. Menurut Puji, ada beragam tipe konflik. Misal Ada yg konflik substantif. Ia terjadi karena hal-hal yang mendasar tentu solusinya membenahi suatu yang prinsip misalnya dasar atau tujuan organisasi.

Ada pula konflik yang sifatnya konflik emosional. Biasanya konflik emosional disebakan oleh masalah psikologis. Misalnya ketidakpercayaan, perasaan takut atau terancam.

Konflik juga harus dilihat apakah ia destruktif, merusak, atau konstruktif. Konflik yang destruktif tentu memberikan kerugian setidaknya pada yang berkonflik. Ada perasaan tidak nyaman, tidak aman.

“Konflik konstruktif membawa perbaikan, keuntungan bagi pihak yang berkonflik berupa peningkatan kreatifitas,” terang Puji. Konflik yang membawa keuntungan ini bisa jadi sebuah momen untuk peningkatan kreativitas, peningkatan produktivitas, hingga peluang bertumbuhnya solidaritas dalam organisasi.

Bagaimana menghindari konflik kemudian

Meski telah mengenali tipologi konflik, layaknya patut dikenali juga gaya dalam manajemen konflik. Yang manakah kita. Misalnya, kata Puji, gaya “competitor” yang lebih mengelola konflik dengan pendekatan kompetisi dan tantangan dalam organisasi. Kita perlu menciptakan kompetisi yang sehat dalam organisasi.

Pendekatan dan gaya “accomodation” Melihat apakah dapat mengakomodasi beragam kepentingan dalam konflik. Atau mungkin gaya selanjutnya yaitu gaya “compromiser” yang memilih kompromi untuk memanajemen konflik. Ada juga gaya “collaborator” yang mengelola konflik dengan menakar Mungkinkah kolaborasi dilakukan untuk meminimalisir konflik. Gaya “avoider” justru sebaliknya: menghindari konflik.

Reading Time: < 1 minute

20 Kelompok rintisan usaha yang tergabung dalam nama Gandeng Gendong di Kota Yogayakarta rampung mengikuti pelatihan merancang konten berita website bersama Narayana Mahendra Prastya, Dosen Komunikasi UII yang fokus kajiannya ada di klaster jurnalisme dan komunikasi krisis. Kegiatan yang berlangsung pada 24/10 ini dilaksanakan di Gedung PKK di Komplek Balai Kota Yogyakarta.

Sebanyak 20 perwakilan rintisan usaha ibu-ibu di kodya Yogyakarta mengikuti paparan Narayana. Selain menjelaskan soal urgensi, fungsi, dan tips menulis berita di website, para ibu pengusaha umkm ini bahkan juga latihan menulis rancangan konten website. “Konten tersebut sebisa mungkin konten yang dapat memancing pembeli,” kata Narayana, yang juga sering meneliti di tema komunikasi olahraga. “Bayangkan ibu-ibu menulis konten website mengenai edukasi, tips, dll yang “memancing” orang untuk menggunakan produk/jasa anda,” tambahnya.

Strukturnya, kata Nara, bisa dimulai dengan Judul yang merangkum keseluruhan isi tulisan. Kelebihan, keuntungan, dan manfaat dari produk atau jasa yang dijual wajib untuk ditulis juga. Selain itu, dan yang sering penjual lupa adalah: edukasi.

Edukasi berarti informasi yang sifatnya “did you know”. Konten “Did You Know”/”tahukah anda” memenuhi rasa ingin tahu pembaca sehingga pembaca terpancing membeli produk atau menggunakan jasa.

Semua peserta menulis rancangan konten berita websitenya dalam secarik kertas folio. Narayana juga rajin membahas satu per satu hasil karya peserta sembari memberi masukan dan saran di sana-sini.

Reading Time: 2 minutes

Holy Rafika, Dosen Komunikasi UII, itu sudah hadir di depan ibu-ibu peserta pagi-pagi (24/10). Ia sudah menyiapkan materinya dengan tajuk Copywriting: Seni Menjual Lewat Tulisan (2) atau sederhananya, “Menulis di socmed,” katanya.  Ruangan, di Gedung PKK komplek Balai Kota Yogya, dengan 20an peserta dari komunitas gabungan Gandeng Gendong itu penuh dengan antusiasme dan ibu-ibu yang sedari pagi tak sabar mengulik sosmednya.

Holy dan para peserta sedang menjalankan kelas dalam program pengabdian masyarakat hasil kerjasama Komunikasi UII dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat  Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Yogyakarta yang dihelat dari 21 Oktober 2019 hingga 6 November 2019. .

“Apa yang berbeda menulis di sosmed?” Kata Holy di depan peserta yang semuanya ibu-ibu. Copywriting itu menulis bertujuan, tujuannya marketing. Pemasaran. Memasarkan barang jualan kita. Menurut Holy, copywriting ssebenarnya mudah. Ada tiga tips copywriter handal: (1) Mengenali social media yang akan digunakan untuk memasarkan, (2) Memahami product, (3) Memahami target audience.

‌Mengapa harus mengenal saluran media sosial? Karena itu menentukan panjang pendek, ruang, dan batas sampai mana tulisan yg akan digunakan. Saluran menentukan audience dan content yg kita gunakan. Facebook mungkin audience-nya banyak orang dewasa. Sedangkan Instagram (IG) diisi oleh banyak remaja.

‌Paling tepat memang mendeteksi akun-akun yg mengikuti berada dalam jaringan akun yg anda gunakan. Saluran menentukan ruangan/isi tulisan dan saluran akhirnya menentukan juga gaya tulisan dalam copywriting.

‌‌Selain mengenali saluran media sosial yang akan digunakan, kita juga perlu memahami produk kita (product knowledge). Sebuah pemahaman mengenai barang atau layanan yang kita jual setidaknya mengandung informasi: Penggunaan, Fungsinya, Penampilan, dan Kelengkapan pendukung. Produk menentukan cara mengkomunikasikan/menjualnya. Jika kita menghadapi customer yang berbeda, penguasaan terhadap produk, penyusunan pesannya juga mestinya berbeda.

‌Salah satu yang juga jangan sampai terlewat adalah “Menentukan target pasar”: panjang tulisan, gaya bahasa, bentuk font, huruf ditentukan oleh pasar kita.

‌”komunikasi pemasaran terutama ditentukan oleh target (pembeli) dan bukan oleh pembuat pesan komunikasi (penjualnya),” kata Holy.

‌Tak hanya teori, peserta juga praktik melatih diri menulis menjual lewat tulisan. “Yuk latihan menulis. Mari kita menuliskan produk kita dengan: menentukan saluran media, product knowledge, dan target pasar,” kata Holy.

Ada tanya jawab, diskusi, ada juga peserta yang kreatif membuat konten sedikit genit dan sangat anak muda. Padahal rata-rata sudah di atas kepala tiga, masih banyak yang bisa menulis kreatif, lucu, dan bahkan puitik. “Oh saya baru mengerti kalau copywriting itu promosi produk lewat tulisan,” kata salah satu peserta dari Purbayan Kotagede saat diminta testimoninya.

Reading Time: 2 minutes

Tak ada orang yang akan tertarik membeli bila tulisan anda tak menjual. Ya, menjual lewat tulisan ada seninya. Itulah yang coba dibagi oleh Sumekar Tanjung, Dosen Komunikasi UII, pada kesempatan Workshop wirausaha di Gedung PKK, Kota Yogyakarta, pada Rabu (23/10). Temanya “Copywriting: seni menjual Lewat Tulisan” kata Sumekar Tanjung pagi itu.

Copywriting, atau mengemas tulisan dalam penjualan dan promosi di media sosial butuh trik. Setidaknya itulah salah satu cara mengail pembeli selain kekuatan produk anda. Sumekar bicara hal itu di depan para peserta yang semuanya adalah ibu-ibu pengelola rintisan usaha kampung yang selama ini masuk dalam program pemberdayaan DPMPPA Kota Yogyakarta.

Tanjung, panggilan sehari-hari Sumekar, yang juga adalah pakar di bidang Komunikasi Visual, ini mengatakan ada beberapa trik menulis untuk menjual produk. Pastikan tulis penawaran dengan menarik dan menyita perhatian khalayak. Ada banyak pesan berseliweran kini di media sosial, tentu penawaran anda harus mencuri perhatian.

Kedua, tentukan pasar, kebutuhan dan fokus pada produk anda. Poin tersebut juga menentukan tulisan macam apa yang akan kita tulis. Memahami media promosi juga penting. Media dengan Instagram perlu foto menarik, media promosi dengan twitter tentu tulisan yang dominan.

Tapi yang paling penting adalah Call to action (CTA). Tulisan promosi harus punya ajakan untuk membeli produk atau menggunakan jasa. Misalnya, kata Tanjung, CTA bisa seperti, “apalagi yang anda tunggu? telepon sekarang juga.” atau, “Sekarang adalah saat yang terbaik,” dan “Buktikan sendiri.” bisa juga “Anda harus mengambil keputusan penting.” dan lain sebagainya.

Tanjung juga menyarankan agar ibu-ibu memberi Bonus, Garansi, dan jangan lupa minta testimoni pembeli. Trik terakhir membuat calon pembeli terpancing untuk membeli. Meskipun tak membeli, setidaknya orang sudah berhenti untuk membaca promosi anda. Ia bisa mereferensikan pada orang lain atau mencoba produknya di lain waktu.

Tentu saja, tidak ada orang yang tidak tertarik pada Bonus dan Garansi. Terstimoni pun akan pembeli berikan bila pembeli puas dan senang dengan produk dan layanan kita. Terakhir, Tanjung mengingatkan jangan sekali-kali lupa dengan cek ulang tulisan: proofread. Proofread penting dilakukan dengan cara mengecek ulang tulisan, salah ketik, apakah ada kemungkinan salah paham, cek typo, dan lain sebagainya. Proofreading menunjukkan keseriusan, ketelitian, kredibilitas dan profesionalitas pengusaha dan produknya.

Reading Time: 2 minutes

Mengapa harus media sosial? Pertanyaan itu muncul dalam benak ibu-ibu peserta pelatihan usaha untuk kelompok usaha Rintisan Usaha Kampung yang tergabung dalam Kelompok Gandeng Gendong Yogyakarta. Ratna Permata Sari, Dosen Komunikasi UII spesialis di Klaster Komunikasi Visual, menjadi pembicara kunci dalam pengabdian masyarakat ini, dengan tema “Pengelolaan Media Sosial Untuk UMKM” pada 23 Oktober 2019 itu. Materi Ratna menjadi yang ditunggu-tunggu ibu-ibu yang tak sabar melejitkan usahanya lewat alat dunia digital: media sosial.

Meski media sosial telah dimiliki oleh hampir semua peserta, tampaknya ibu-ibu masih belum banyak yang menggunakan, bagaimana media sosial dimaksimalkan untuk meraih rupiah dan pelanggan. Ratna berbagi kunci-kunci pentingnya pagi itu di Gedung PKK Kota Yogyakarta.

Apa kunci-kunci itu? Mari kulik satu per satu.

Ratna mengatakan sejatinya, iklan terbaik justru adalah produk yang baik. Ketika produk anda baik, dengan sendirinya dia akan terpromosikannya. bagaimana bisa? Anda bisa melakukan analisis dengan melihat konsep bauran pemasaran 4P: Product, Price, Place, Promotion.

Lewat presentasinya di layar depan 20an ibu-ibu pengusaha itu, Ratna ingin menunjukkan bahwa analisis pada 4P itu harus dilakukan. Soal produk atau jasa yang ditawarkan, apakah ia memiliki pesaing, dan yang paling penting, “Apakah ia memenuhi kebutuhan masyarakat?” tulis ratna dalam presentasinya. PErtanyaan lain: Apakah merk produk sudah mudah diingat?

Analisis berikutnya adalah analisis Harga, apakah ia sesuai segmen yang disasar produk kita? Lakukan juga analissi lokasi, apakah ia strategis? Mudahkah ia dijangkau. Analisis promosi juga baiknya dilakukan. Komponen promosi di media sosialnya seperti apa. Promosi yang baik di media sosial harus memperlihatkan foto kemasan produk yang utuh, pencahayaan dan gambar latar yang cukup mendukung.

Soal keterangan atau caption yang dampingi foto produk di media sosial juga harus jeli. “Baiknya tidak terlalu panjang karena khawatir tak terbaca, dan juga tidak terlalu pendek karena kurang menjual,” tambahnya. TIdak lupa ada kata-kata Call For Action, misal, “Gunakan,” katanya, atau, “Jangan sampai kehabisan,” tambahnya. Apalagi selipkan tagar atau biasa disebut hashtag untuk memudahkan khalayak melakukan pencarian produk tersebut.

Tak kalah penting juga perawatan media sosial. Pelanggan akan tak mudah lari dan selalu datang bila kita konsisten posting produk, respon cepat dan tanggap menjawab, dan tidak salah ketik.

Reading Time: 3 minutes

Sri Susilowati mulai bicara. Seluruh yang hadir di Gedung PKK, Komplek Balai Kota Yogyakarta, pada 22 Oktober, itu mendengarkan. Termasuk Puji Rianto, pemateri Pelatihan Usaha untuk Kelompok Gandeng Gendong kali itu. Sri Susilowati bilang, “SDM kita sudah tua-tua pak. bagaimana sebaiknya?” tanyanya pada Puji sebagai pemateri. Sri Susilowati adalah salah satu peserta dari kelompok usaha rintisan yang didampingi DPMPPA Kota Yogyakarta. Kenali potensi dan kemampuannya, bagi peran, dan raih tujuan organisasi, jawab Puji kira-kira begitu sederhananya.

Tak hanya itu, banyak lagi diskusi yang muncul dalam pelatihan yang dipandu Puji, Dosen Komunikasi UII, yang juga dikenal sehari-hari sebagai spesialis Kajian Klaster Kebijakan dan regulasi Media. Tujuannya sama, mencoba belajar dan meramu manajemen SDM yang pas untuk kelompok usahanya masing-masing. Puji mengajak menilai apakah manajemen SDM di kelompok usaha ibu-ibu peserta pelatihan usaha ini sudah sesuai untuk mencapai tujuan kelompok. atau selama ini tak ada evaluasi?

Puji memulai pelatihan dengan materi “Manajemen SDM untuk UMKM” itu dengan cerita manajemen SDM yang dijalaninya selama ini dalam Tim Risetnya di sebuah lembaga riset NGO tempat ia bernaung. Ia mulanya memetakan tujuan dan kebutuhan lembaganya, dan orang dengan kapasitas macam apa yang bisa membantunya mencapai tujuan lembaga itu. Ia akhirnya menemukan dua orang, dan dua orang dengan dua peran super itulah yang akhirnya membantu jalannya lembaga risetnya, tentu dengan tambahan banyak orang lain lagi sebagai peran peneliti.

Puji sedang menceritakan bagaimana Manajemen SDM perlu dan penting dilakukan untuk melihat apakah tujuan lembaga atau organisasi telah tercapai atau sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Puji menyerukan pada seluruh peserta pelatihan, manajemen SDM harus dilakukan karena manajemen SDM digunakan untuk mendayagunakan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.

Di sela-sela materi, diskusi dilanjutkan. Paparan salah satu peserta menyita perhatian. Beberapa kelompok misalnya, mengalami ada anggota yang hanya bisa melakukan satu aktivitas dan yang lain juga begitu, akhirnya tidak bisa mencapai pesanan makanan. Menurut Puji, menjawab peserta tersebut, kita harus memetakan kapasitas para anggota.

Kalau ia tidak bisa melakukan satu hal tersebut, ya cari apa yang dia bisa lakukan. Jika perlu dilatih, ya terjunkan. Apa tujuan kelompok usaha ya seluruh anggota (SDM) harus mencapainya dengan kapasitas dan kemampuannya yang beragam.

Saran ini direspon dari kelompok usaha pepes, Tegalrejo. Meski ia kelompok usaha pepes, tidak semua bisa membuat pepes. “Kami produksi macam-macam. ada pepes tahu, jamur, dll. ada 20 orang anggota kelompok. tapi nggak semua bisa buat pepes, ada yang bisa buat snack. jadi kalau ada pesenan, kita semua bantu yang bisa buat. jadi kasih 5% dari keuntungan,” katanya.

Lalu apa langkah manajemen SDM yang efektif? Kata Puji, yang utama pastilah menentukan tujuan bisnis. Lalu mengidentifikasi struktur organisasi yang cocok. Barulah dari situ dilihat, denga tujuan dan model organisasi begitu, kebutuhan SDM macam apa yang sesuai. Keempat,konsultasi dengan SDM (anggota) tentang kebutuhan dan strategi apa yg perlu dilakukan untuk mencapai SDM yang pas untuk meraih tujuan organisasi. Jika sudah, buat strategi SDM seperti monitoring, evaluasi, pelatihan, bahkan sampai mekanisme pengalihan dan mungkin pemindahan peran atau pemberhentian anggota jika ada yang tidak lagi mendukung tujuan kelompok.

satu hal lagi yang dibagikan oleh Puji. Soal politik anggaran dan target. “usaha itu harus ada kenaikan. jadi kalau ibu2 tidak membuat target ya tidak naik-naik,” tuturnya. Menurutnya, salah satu hal penting untuk menghidupkan rintisan usaha kampung adalah pintar melobi dan memasukkan produk dan menawarkan produk agar dapat masuk dalam agenda anggaran kelurahan, atau dinas-dinas. “Itu namanya politik anggaran,” kata Puji sambil mencontohkan hotel-hotel yang seringkali menawarkan produk dan jasanya rutin sehingga orang bisa punya kemungkinan membeli dan memasukkkan nya dalam daftar rencana anggarannya.

Trik itu hampir mirip seperti yang dialamai Miyati dari kelompok usaha kampung Purbayan kotagede. “Kalau pas ada kegiatan pelatihan di kelurahan, pasti kuliner ambil di kami, karena kami ada di dalamnya. tapi kalau tidak ikut terjun apa-apa di dalamnya, kita belum pernah dipesanin,” katanya berbagi tips.

Reading Time: 2 minutes

22 Oktober 2019 lalu, Ida Nuraini Dewi hadir di Gedung PKK Yogyakarta, membagikan tips dari materinya berjudul Teknik Negosiasi dan Komunikasi Bisnis di depan ibu-ibu Kelompok Usaha Gandeng Gendong. Negosiasi tak mudah, tapi juga bukan berarti sulit. Ada tips yang perlu dimengerti sehingga ibu-ibu dapat melewati komunikasi bisnis dengan jalan keluar yang solutif, dan tentu profit ujungnya. Menurut Ida, Dosen Komunikasi UII, ini ada faktor kasat mata dan tak kasat mata yang mesti dipahami dalam negosiasi. Dan selalu, yang tak kasat mata bisa jadi masalah dan mempengaruhi hasil negosiasi. Hal yang kasat mata itu seperti harga, etika negosiasi, dan perjanjian. Sedangkan yang tak kasat mata seperti dasar motivasi psikologis misal kebutuhan untuk menang, kebutuhan tampak baik, kebuthan untuk memepertahankan prinsip samapi kebutuhan untum memepertahankan hubungan baik.

Tentu seluruh peserta dalam pelatihan usaha kerjasama Komunikasi UII dan DPMPPA hari itu ingin belajar negosiasi agar meraih keuntungan. Namun Ida, yang juga spesialis di bidang Teori Komunikasi, Jurnalisme dan public speaking, ini mengatakan, bukan hanya itu tujuan negosiasi. Ia harus mencapai apa yang biasa disebut win-win solution. Solusi yang sama-sama untung. Tak ada yang dapat rugi intinya.

Ibu Yanti, dari salah satu kelompok usaha, itu angkat tangan. Masih ada kendala di negosiasi kelompok, katanya.”Tadinya udah oke, tapi kok akhirnya jadi tidak, jadinya malah mempengaruhi yang lain dalam forum negosiasi di kelompok,” katanya. Menurutnya ini menghambat. Ida menyarankan teknik negosiasi dapat digunakan. Kita sebaiknya mengendalikan emosi dan tetap tenang, kenali tujuan mereka yang belum bersepakat, dan cari solusi dengan pendekatan sama-sama menang, jawab Ida. Itu salah satu trik negosiasi.

ibu Fauzan urun pendapat dan berbagi kisah. “Dalam pengambilan keputusan, kami negosiasi, jika kami buntu, kami ambil pengambilan suara terbanyak,” katanya.

“Ada nggak yang tipikal kayak kasus bu yanti,” tanya Ida.

“Ada sih, tapi kita tinggal,” jawabnya lagi.

Ida kemudian juga menawarkan siapa yang hendak berbagi trik. Negosiasi juga identik dengan tawar menawar. Salah satu peserta seperti Ibu Susilowati berbagi trik dalam tawar menawar dan negosiasi harga. “kita sudah harga tetap masih ada aja ditawar. jadi kami naikkan dulu, baru turun ke harga dasar. jadi naikkan dulu baru kasih potongan. tp itupun kalau ada event aja,” katanya.

Cerita lain dari Ibu paryanti. “Sebelu transaksi ada negosiasi. kita sebelumnya ada uang muka dan pelunansan. Namun sulitnya kalau masuk instansi itu pelunasan susah. negosiasi sudah jadi, tapi jalannya pembayaran nggak lancar. tertama kalau instansi pemerintah,” ungkapnya.

Ada teknik-teknik yang perlu dipelajari dan tentu dipraktikkan kemudian kata Ida menjawab beberapa cerita peserta yang lain. Misalnya, kita harus memutuskan seberapa tinggi tawaran kita dan mendata semua hal terkait product termasuk mengetahui tujuan pihak lawan yang sebenarnya. Menentukan deadline dan menwarkan beberapa pilihan sebaiknya juga bisa dipakai sebagai tips. Kadang, negosiasi berjalan tidak mulus karena minim pilihan, tak pakai deadline, dan tak dapat mengontrol emosi diri dan lingkungan, kata Ida.

Reading Time: 2 minutes

Oleh-Oleh Pelatihan Wirausaha Gandeng Gendong

“Siap hadapi resiko, rugi, dan tuntutan kerja keras?” Mutia Dewi, Dosen Komunikasi UII, spesialis Komunikasi Pemberdayaan, Gender, dan Komunikasi Strategis, melempar tanya pada seluruh peserta yang hadir pada pelatihan wirausaha Kelompok Gandeng Gendong binaan DPMPPA Kota Yogyakarta, Senin (21/10). Kelompok Gandeng Gendong pada saat itu menghadiri pelatihan di Gedung PKK di Balai Kota Yogyakarta. Ada lebih dari 100 kelompok rintisan usaha dalam Gandeng Gendong.

Saat itu, ada 20 perwakilan yang hadir. Tak hanya ibu-ibu yang hadir, melainkan juga penganan dan kudapan produk salah satu kelompok juga turut menemani diskusi dalam pelatihan itu. Komunikasi UII bekerjasama dengan DPMPPA mengadakan kegiatan itu sebagai bentuk pengabdian masyarakat di Yogyakarta. Hampir semua Dosen hadir dalam pelatihan selama sepekan itu, termasuk Mutia, inisiator pengabdian masyarakat tersebut.

Ibu dari Noto Craft, yang memproduksi sulam bantal, sulam payet dan pita mengatakan selama usaha ini mulai, “alhamdulillah, belum pernah rugi.” Beberapa yang lain misalnya dari Batik Purwokinanti, Pakualaman, berseru resiko gagal tidak pernah mereka takuti. Belum lagi ada ibu-ibu yang mengaku selama ini belum pernah rugi. “Kalau keuntungan sudah bisa sampi 50%,” kata ibu dari kelompok usaha Batik. Tersirat bahwa semangat masih membara dalam membangun usaha rintisan ini. Sebuah tanda yang bagus. Meski begitu, tercatat belum ada yang mengoptimalkan pemasarannya menggunakan media baru/ media sosial. Ibu-Ibu berasalan sudah tua, miskin kreatifitas. Lalu apa kata Mutia?

“Seringkali kita lupa, usaha itu adalah, kegigihan kita bagaimana usaha itu mengalami pertumbuhan. seseorang yang berusaha dengan keberanian dan kegigihan sehingga usahanya mengalami pertumbuhan,” Kata Mutia menjelaskan definisi wirausaha sesungguhnya. kata “pertumbuhan” dan “kegigihan” tampak ditekankan oleh Mutia.

Semua peserta yang hadir adalah pengusaha, meski baru di awal perjalanan, menurut Mutia mereka tidak boleh lupa ada tiga hal yang menghambat usaha bisa maju. Seringkali pengusaha pemula terhambat oleh alasan ini: alasan usia, modal, dan kreatifitas. “Ingat lho ibu-ibu, Tidak Ada Kata Terlambat dan takut modal untuk mulai usaha. Kol sander (KFC) usahanya dimulai umur 70, Mustika ratu memulai usaha saat tua.”

Semangat ibu-ibu semakin terpompa apalagi setelah mendengar cerita usaha Mutia membangun usaha pulsa dan ponsel dari nol, dari etalase portable di bundaran UGM, produk jualan hilang, hingga bertumbuh seperti sekarang dengan kegigihannya. “Kuncinya berpikir perubahan: terbiasa mengubah dari pikiran negatif ke positif,” kata Mutia berbagi tips. “Berfikir kreatif: berorientasi pada tindakan, dan punya kepemimpinan visioner,” tambah Mutia dalam trik dan tipsnya pada ibu-ibu usahawan pemula di Yogyakarta.

Reading Time: 2 minutes

Kali itu mungkin tak ada yang mengira bahwa pelatihan wirausaha akan berbicara soal gosip, atau grenengan dalam organisasi. Pikir sebagian peserta, pelatihan wirausaha melulu soal profit, keuntungan atau semacamnya. Tapi tidak bagi Komunikasi UII. Dosen, staf, dan warga akademik Komunikasi UII pagi itu hadir berkolaborasi dengan kelompok Gandeng Gendong, rintisan usaha DPMPPA Kota Yogyakarta mebuat pelatihan wirausaha. Senin (21/10) itu, Puji Hariyanti, Dosen Komunikasi UII, spesialis studi Komunikasi Strategis dan PR, bicara dengan temanya yang khas: Komunikasi Organisasi.

Sekira 20 orang peserta dari 20 kelompok usaha, yang tergabung di Gandeng-Gendong, bicara atau mungkin banyak dibilang curhat soal organisasinya. Gedung PKK balai kota Yogyakarta pagi itu menjadi saksinya. Meski sebelumnya, di sesi Mutia Dewi, mengaku optimis, ternyata ada juga keluhan. Keluhan ini, atau lebih baik disebut tantangan, mengemuka dan dibahas oleh Puji Hariyanti satu per satu dengan bantuan layar presentasi.

Ada peserta yang mengatakan seringkali kalau kumpulan (rapat), ada anggota kelompok usaha yang, “mereka cuma manut atau bikin produksi bahan jualan barangnya bukannya dijual, tapi dipakai sendiri.” Ada juga yang mulanya ikut dalam kelompok, lalu beberapa waktu kemudian membuat produk dan merk sendiri, menjadi rival. Akhirnya mereka harus bersaing dengan kelompok lain yang sebenarnya dari kelompok yang sama.

Tak hanya itu ada salah satu peserta yang cerita ada ketua yang ‘itu-itu aja’ terus yang mengikuti undangan pelatihan. Namun giliran diminta berbagi ilmu, malah bilang tak bisa menjelaskan karena susah. “Solusinya ya share materi saja kalau tidak bisa menjelaskan atau ceritakan,” kata Puji, yang juga adalah Ketua Prodi Komunikasi UII ini.

Tujuan Komunikasi Organisasi tidak hanya urusan pekerjaan terus, tapi bisa juga pembicaraan urusan anak, pendidikan. Tingkat komunikasi bisa saja diturunkan ke level yang lebih pribadi sehingga lebih dekat dengan emosi tiap anggota. “Sehingga mau tidak mau harus bisa menggeret anggota yang lain merasa nyaman menjadi anggota.” Materi ini harapannya dapat membuat Komunikasi Organisasi di kelompok usaha menajdi nyaman dan kelompok mudah mencapai tujuan organisasi.

Iklim organisasi juga dipengaruhi oleh cara anggota organisasi berperilaku dan berkomunikasi. iklim organisasi yang penuh persaudaraan mendorong anggota organsiasi berkomunikasi secara terbuka, rileks, ramah tamah dengan anggota yang lain. “Ketika berbicara organisasi tidak lagi bicara ego mau tampil sendiri. nah bicara organsasi dia bicara keseluruhan,” papar Puji.

Puji menjelaskan satu teori yang bisa jadi inspirasi ibu-ibu peserta. “ada teori harapan Vroom,” kata Puji. Kata Vroom, Anggota organisasi akan termotivasi bila mereka “percaya” bahwa tindakan mereka akan “menghasilkan sesuatu yang diinginkan”. Bahwa hasil mempunyai “nilai positif” bagi mereka dan bahwa usaha yang mereka mau curahkan akan mencapai hasil. Ada perasaan dihargai dan rasa memiliki organisasi muncul dari situ, kata Puji.

Apa saja yang harus dipikirikan ketika bicara Komunikasi Organisasi? Pertama, kata Puji, perlu dirancang sususnan organisasi yang sesuai keterampilan masing-masing individu dalam organisasi. TUjuannya agar seluruh anggota mencapai konsepsi akhir dari yang di sepakati oleh seluruh anggota untuk organisasi. Kedua, teknologi: penggunaan mesin untuk mendukung organisasi. Ketiga, Lingkungan. Lingkungan berarti keaddan fisik tertentu, yang meliputi wilayah, kebudayaan, kondisi sosial, sehingga organisasi dapat menyesuaikan diri dan bertumbuh. “organisasi tidak bisa berjalan dengan ketuanya terus yang wira wiri, anggotanya harus berjalan juga. Berbicara organisasi berbicara dengan sekelompok orang yang berkumpul dan yang menyatukan adalah tujuannya yang sama,” tutup Puji dalam sesi pelatihan Komunikasi Organisasi Jilid pertama itu.

Reading Time: 2 minutes

Seeing the tendency of the current photo quality of students to be far from aesthetic, prioritizing sensation rather than aesthetics, Klik18 held a Photo Aesthetic workshop. This workshop was held on October, 15 2019 in collaboration with Hurray Photography. Hurray Photography in Plosokuning provides a place and room for Klik18. The activity was carried out by inviting three key speakers. They are Ardani Kresna, who talks about taste, sensory sensitivity, and also the semiotics of photographs (meaning). While Damar Sasongko, a professional photographer, and Dian Ananta talk a lot in the realm of street photography.

Participants who participated in this workshop varied. Starting from the class of 2012, until 2016. “But the majority is intended for the class of 2018 and 2019. In total there are approximately 60 participants who attended,” said Achmad Jais Mustafa, Deputy Chair of Klik18. The man who is more often called Jais, said the workshop was aimed at improving the quality of the work, and the results will be exhibited at the end of the year exhibition. “The practice of shooting with camera is done at the 2019’s Basic Training, then the output is at the exhibition plan on December 22 this year,” said Jais explained the year-end exhibition. According to Jais, this workshop is Klik18’s annual workshop and this is the only workshop that is separate from the exhibition.

According to Jais, Ardani can explain the meaning of the beauty of a photograph. After that the participants were invited and directed to photo genres. “Brother Dani was presenting the material with a very artistic way, he can describe what cannot be portrayed, sound photos in the morning, for example. Photos of fog forests, birds. His characters are fine art,” Jais said, describing about the workshop. The essence of Dani, said Jais, “How can we interpret what cannot be captured by photographs.”

Meanwhile, according to Ardani, the crew and photographer of Klik18 have been able to capture the concept in the photo, “The only that Klik18 Club do is execution. No more arguing,” Dani said as imitated by Jais. According to this man of Ternate,  not only sharing tricks, in this training members were also dissected. “There is reciprocity, crew of Klik18 also sharing experiences how to take photos as well,” said Jais. For example, Jais said as an example, there is a photo by Atta Rahmaputra. Atta takes a picture of the colorful fans which is children usually play. Look smoke around. when Atta was asked why, “I have no plans, Atta said,” said Jais. Dani’s comment on the photo which became an example of discussion, “This is an art, but what is the message. The message is not from the caption, but directly from the photo. So they already know the message without having to look at the caption.” as Jais said. “Take photo as a routine so that you know the character of your photos,” Ardani said then gave a message and tips to the members of Klik18 this time.

Photo: Marcellino Bima / Klik18