Gandeng-Gendong: Berpikir Perubahan, Berpikir Kreatif

Reading Time: 2 minutes

Oleh-Oleh Pelatihan Wirausaha Gandeng Gendong

“Siap hadapi resiko, rugi, dan tuntutan kerja keras?” Mutia Dewi, Dosen Komunikasi UII, spesialis Komunikasi Pemberdayaan, Gender, dan Komunikasi Strategis, melempar tanya pada seluruh peserta yang hadir pada pelatihan wirausaha Kelompok Gandeng Gendong binaan DPMPPA Kota Yogyakarta, Senin (21/10). Kelompok Gandeng Gendong pada saat itu menghadiri pelatihan di Gedung PKK di Balai Kota Yogyakarta. Ada lebih dari 100 kelompok rintisan usaha dalam Gandeng Gendong.

Saat itu, ada 20 perwakilan yang hadir. Tak hanya ibu-ibu yang hadir, melainkan juga penganan dan kudapan produk salah satu kelompok juga turut menemani diskusi dalam pelatihan itu. Komunikasi UII bekerjasama dengan DPMPPA mengadakan kegiatan itu sebagai bentuk pengabdian masyarakat di Yogyakarta. Hampir semua Dosen hadir dalam pelatihan selama sepekan itu, termasuk Mutia, inisiator pengabdian masyarakat tersebut.

Ibu dari Noto Craft, yang memproduksi sulam bantal, sulam payet dan pita mengatakan selama usaha ini mulai, “alhamdulillah, belum pernah rugi.” Beberapa yang lain misalnya dari Batik Purwokinanti, Pakualaman, berseru resiko gagal tidak pernah mereka takuti. Belum lagi ada ibu-ibu yang mengaku selama ini belum pernah rugi. “Kalau keuntungan sudah bisa sampi 50%,” kata ibu dari kelompok usaha Batik. Tersirat bahwa semangat masih membara dalam membangun usaha rintisan ini. Sebuah tanda yang bagus. Meski begitu, tercatat belum ada yang mengoptimalkan pemasarannya menggunakan media baru/ media sosial. Ibu-Ibu berasalan sudah tua, miskin kreatifitas. Lalu apa kata Mutia?

“Seringkali kita lupa, usaha itu adalah, kegigihan kita bagaimana usaha itu mengalami pertumbuhan. seseorang yang berusaha dengan keberanian dan kegigihan sehingga usahanya mengalami pertumbuhan,” Kata Mutia menjelaskan definisi wirausaha sesungguhnya. kata “pertumbuhan” dan “kegigihan” tampak ditekankan oleh Mutia.

Semua peserta yang hadir adalah pengusaha, meski baru di awal perjalanan, menurut Mutia mereka tidak boleh lupa ada tiga hal yang menghambat usaha bisa maju. Seringkali pengusaha pemula terhambat oleh alasan ini: alasan usia, modal, dan kreatifitas. “Ingat lho ibu-ibu, Tidak Ada Kata Terlambat dan takut modal untuk mulai usaha. Kol sander (KFC) usahanya dimulai umur 70, Mustika ratu memulai usaha saat tua.”

Semangat ibu-ibu semakin terpompa apalagi setelah mendengar cerita usaha Mutia membangun usaha pulsa dan ponsel dari nol, dari etalase portable di bundaran UGM, produk jualan hilang, hingga bertumbuh seperti sekarang dengan kegigihannya. “Kuncinya berpikir perubahan: terbiasa mengubah dari pikiran negatif ke positif,” kata Mutia berbagi tips. “Berfikir kreatif: berorientasi pada tindakan, dan punya kepemimpinan visioner,” tambah Mutia dalam trik dan tipsnya pada ibu-ibu usahawan pemula di Yogyakarta.