Don’t Panic! It is not the real meaning. It’s not panic, as you know. But the real meaning of Panic is PANIK as an acronim of “Premium Exhibition of Klik18 Photo Community”. Childhood is the theme of the exhibition chosen by Communication Science student who are members of student activities in the Communication Science Lens Community in this Unit 18 building. The regular exhibition, which is commonly called Panik, is an creation that becomes a place for the exhibition of the young generation of Klik18. Called Panik2018 because this time the one who had an interest in the exhibition was the turn of the class of 2018. The theme of childhood, or “My Little World” as stated in its promotional poster, tried to present differences in the game and childhood memories when we were growing up.

The exhibition which was held for three days from September, 19 till 21, 2019 at the Central Library of UII was attended by approximately 35 photos of the work of one generation. Childhood is known to be always noisy, often even panic. It was just right for the committee’s design that was lively and full of noise from the first day of the exhibition, to the climax there was Awarding Night or the best night awarding of the photos. In addition to the exhibition, the event was also enlivened with the Workshop “Basic Landscape and Portrait Photography” with Yosafat YK on September 20, 2019. There were also performances by guest stars Kavca Dio and Wafi.

“There were 350 visitors,” said Winesti Rahayu, the 2018 Panic Committee, when contacted separately. On the eve of the awards ceremony the winner of the best photos was announced. The winner won 1st place by Syahrul (class 2018), Then Rissa was 2nd place from class 2018, and 3rd place was Finda from the 2017 class.

“So it was the photo contest from the photos exhibited. Then the winner was also taken from the results of the exhibition visitors vote,” said Winesti explaining the awarding mechanism.

Agaknya anda sebagai mahasiswa Komunikasi UII, tak bisa tidak, segera harus mengalihkan fokus pada ide dan gagasan Bang Amir. Ya, anda harus meluangkan waktu barang setengah jam saja untuk menyelami kenikmatan berwacana dan merasakan keindahan idealisme yang tegak dan lurus dari seorang pendiri tempat Anda kuliah hari ini. Betul, anda memang jangan sia-siakan waktu untuk segera fokus pada pemikiran Bang Amir, tentu di tengah kesibukan mengerjakan tugas kuliah, menyiapkan kepanitiaan ini itu, mengatur jadwal agar tak ketiduran saat jam kuliah, hingga masalah romantisme pemuda kekinian lain,  dan tentu bisa saja membaca ide Bang Amir disambi memutar lagu kesukaan di spotify. Anda bakal tahu istilah baru yang jadi kata kunci hampir seluruh mata kuliah soal media, ekonomi politik dan demokrasi di Komunikasi tanpa harus mengerutkan dahi. Tiga hal itu adalah: diversity of ownership, diversity of voices, dan diversity of content. Namun, pertama kali, anda harus memertanyakan ketika anda (akan) membaca tulisan berikut di awal buku ini:

Demokrasi termasuk di dalamnya demokrasi media tidak pernah datang dari langit. Demokrasi bukanlah sesuatu yang terberi (Given). Sebaliknya, demokrasi harus terus menerus diperjuangkan, bahkan di negara yang sudah maju sekalipun.”

Begitulah salah satu kutipan yang ditulis oleh Puji Rianto, orang dekat Amir Effendi Siregar, salah satu pendiri Ilmu Komunikasi UII. Pengantar itu ia letakkan di awal tulisan untuk mengantarkan pembaca memasuki ruang intelektual yang hadir lewat tulisan-tulisan dan karya Bang Amir dalam buku berjudul “Media, Kapitalisme, dan Demokrasi dalam dinamika politik indonesia kontemporer.” Ini adalah buku himpunan gagasan-gaasan Bang Amir, nama panggilan Amir Effendi Siregar, yang terserak dan tersebar di beragam kesempatan dan sempat terarsip di Prodi Ilmu Komunikasi UII dan belum sempat terpublikasikan. Guna merawat ide-ide di dalamnya, maka menerbitkannya menjadi sebuah buku adalah salah satu upayanya, selain juga mendiskusikan dan membuka siapapun untuk membedahnya dalam tulisan-tulisan lain selain tulisan kali ini.

Maksud Rianto menulis itu, bahwa demokrasi meski ia hadir di negara maju, bahkan di negara berkembang, tetap butuh generasi muda yang mengawal dan meneruskan perjuangan. Rianto ingin mengajak pembaca, terutama dosen dan mahasiswa Komunikasi UII, tempat pembaca portal ini berada, meneruskan dan mengawal demokrasi yang telah dikerjakan Bang Amir. Jika begitu, maka ide-ide Bang Amir yang selama ini telah ia gaungkan selama hidup, bergerak, juga dalam membangun Komunikasi UII,  bisa terus mengabadi. Ya, karena generasi muda merawatnya.

Buku yang merupakan pijar pemikiran Bang Amir selama paska reformasi ini beberapa masih relevan hingga saat ini dalam kajian komunikasi kontemporer. Misalnya, Bang Amir menulis bersama Rahayu, soal digitalisasi yang hingga sampai hari ini belum kunjung usai. Ada tarik meanarik kepentingan antara swasta, publik, dan tentu saja pemerintah yang belakangan ini kian liberal saja dalam pengelolaan media, komunikasi dan demokrasi.

Bila anda membaca buku ini, anda akan menemukan sajian lengkap penting kajian soal regulasi dan regulator media, kondisi media dan demokrasi hari ini, dan juga soal bagaimana ekonomi politik memandang media dan demokratisasi media di Indonesia secara kontemporer. Misalnya, dalam tulisan berjudul “Mengefektifkan Peran-Peran Lembaga Pers”, dengan satu paragraf kuat, Bang Amir, yang juga adalah pentolan Pers Mahasiswa Himmah UII era 70an ini, menegaskan bahwa menjaga kebebasan pers dan pers itu sendiri bukan semata tugas media/ pers, melainkan publik masyarakat. Kebebasan pers juga penting, karena tanpanya, demokrasi dan kebebasan masyarakat bermedia tak akan terwujud.

Ini pesan kuat pada dosen dan mahasiswa Komunikasi UII bahwa tugas gerakan literasi media, pemantauan media dan demokratisasinya, ada di pundak warga akademik pula. Sebab, bagaimanapun, warga akademiklah yang bisa memandang media dan demokratisasi media secara jernih dan berjarak, ketimbang pers dan regulatornya sendiri, bahkan. Bang Amir menulis:

Kita menyadari bahwa peranan lembaga dan institusi pers belum cukup baik. Semuanya masih dalam proses untuk memaksimalkan efektivitas lembaga dan institusi pers. Beberapa kelemahan yang terjadi selama ini bukan alasan untuk membunuh kemerdekaan pers karena tanpa kemerdekaan pers, demokrasi akan mati. Perlu usaha bersama semua komponen masyarakat untuk meningkatkan profesionalisme dalam dunia kerja pers.

Selain tulisan Bang Amir, ada juga testimoni kolega, sahabat, dan mantan mahasiswa Bang Amir, di akhir buku. Semuanya berkesan. Jika anda membacanya, sejenak anda akan merasa kehilangan dengan Bang Amir meskipun belum pernah kuliah bersama dosen cerdas ini. Sebab dari penuturan di testimoni ini, anda juga akan merasa Bang Amir adalah sosok dosen yang diidamkan, mencerdaskan, tak menggurui, teguh memegang prinsip tapi sekaligus menghargai pendapat orang lain. Bukan saja soal media, komunikasi dan demokratisasi media, tapi anda juga akan memahami dan mengamini bahwa apa yang dikerjakan Bang Amir adalah soal kebenaran dan kemanusiaan, yang harus anda lanjutkan!

#FREEWORKSHOP Semakin mudahnya akses internet menjadikan arus informasi dapat diterima dengan sangat mudah. Setiap orang mampu dengan cepat mengakses segala hal di tengah derasnya arus informasi. Hal tersebut juga termasuk berita palsu atau hoaks yang semakin sulit untuk ditahan penyebarannya.Tak sedikit warga yang sering terjatuh dalam informasi yang salah. Tingkat kepercayaan warga pada keberadaan media arus utama yang turut menjembatani informasi pun semakin dirasakan menurun. Di lain sisi, hal tersebut tidak diimbangi dengan keberadaan media alternatif yang akurat dan kredibel.

 

Pada era semakin derasnya informasi di internet dan semakin banyaknya pengguna media sosial di Indonesia, kejahatan didunia maya pun semakin beragam, salah satunya adalah pembajakan akun pribadi dan pencurian data digital.Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII dan Aliansi Jurnalis Independen bekerjasama dengan Internews dan Google News Initiative akan mengadakan serangkaian halfday basic workshop yang diperuntukkan untuk  mahasiswa, akademisi, pegiat lembaga pers mahasiswa, mengenai bagaimana mendeteksi berita palsu, hoax, atau misinformasi, serta bagaimana pengamanan diri di dunia digital yang sehat dan aman. Peserta juga akan diajak untuk mengumpulkan data fake news maupun hoax untuk dilaporkan ke website Mafindo (https://www.turnbackhoax.id/lapor-hoax/)

Tujuan
1. Membangun kesadaran publik atas pentingnya verifikasi dan fact-checking kepada semua informasi yang diperoleh di Internet.
2. Berbagi praktik terbaik dalam pengamanan diri di dunia digital dan verifikasi informasi.
3. Mengampanyekan program Google News Initiative Training Network yang sedang dijalankan.

Peserta
Peserta adalah 50 orang yang terdiri dari akademisi, mahasiswa, dan pegiat lembaga pers mahasiswa.
Panitia akan menyediakan konsumsi selama acara, Trainer handal, sertifikat, dan berbagai materi pendukung. Panitia tidak menyediakan akomodasi serta transportasi.

Panitia akan menghadirkan dua trainer yang tersertfikasi oleh Google News Initiative, untuk memberikan pelatihan mengenai pengamanan diri di dunia digital dan bagaimana meningkatkan pemahaman terhadap berita yang belum terverifikasi di dunia maya.

Waktu dan Tempat
Hari/ Tanggal          : Sabtu/ 28 September 2019
Pukul                      :  08.00 – Selesai
Tempat                    :  Lantai 2 RAV, Gedung Perpustakaan Pusat, UII
                                   Jalan Kaliurang Km. 14,5 Ngaglik, Sleman, Yogyakarta
Pendaftaran daring
Sila mendaftar pada tautan berikut (Pastikan memilih “Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta (28 September 2019) sebagai pilihan Lokasi Halfday Workshop) di http://bit.ly/halfdayGNI2019
Narahubung
Yudi Winarto +62 856-4300-6961

Pada kesempatan sebelumnya, telah dilakukan Welcoming Day untuk menyambut mahasiswa IP Komunikasi UII pada 30 Agustus 2019. Pada saat itu, Sekprodi IP Komunikasi UII, Ida Nuraini Dewi K. N. Menyambut dengan memerkenalkan diri, dan memberi saran pada para mahasiswa, “Kalau ada apa-apa soal akademik, study, dan lain-lain, boleh kontak saya.” Kalau mahasiswa IP Komunikasi UII ada kendala, Ida Nuraini membuka diri untuk bisa mendiskusikan setiap kendala yang muncul.

“Jangan memikirkan kuliah di IP terlalu serius. IP itu menyenangkan. Ada program rutin nya IP. P2A misalnya.  Mulai sekarang, menabunglah karena kita akan banyak kegiatan internasional. Bisa buat paspor dari sekarang,” Jelas Lulusan Chinese Culture University, Taiwan, ini dengan semangat.

Welcoming day berlanjut pada hari berikutnya, 31 Agustus 2019, dengan tajuk Academic Skill Study. Studi Keterampilan Akademik ini berisi beberapa poin kunci untuk jadi pegangan para mahasiswa IP Komunikasi UII mengarungi pesona pengetahuan di prodi ini. Ada beragam sesi dalam kesempatan Academic Skill Study.

Misalnya seperti yang diungkapkan oleh Ida, “Ada sesi motivasi yang maunya menimbulkan keakraban biar mahasiswa ngerasa belong to IP,” katanya. “Memang tujuannya kegiatan itu mau membentuk karakter dan motivasi sejak dini. Academic skill study di awal sebelum perkuliahan biar ada orientasi dan pembekalan. Numbuhin motivasi untuk belajar,” tambah Ida. Materi yang dirancang juga beragam merentang  dari Manajemen Diri, Why IP, hingga Academic Writing dan creative thinking.

Rancangan kegiatan ini memang dibuat untuk memberikan pengantar pemula bagi mahasiswa IP komunikasi UII. Kegiatan ini juga menjadi jembatan bagi mereka yang baru saja lulus dari sekolah menengah dan masuk ke dunia mahasiswa yang serba mandiri. Ada kekagetan dan culture shock tentu, yang diharapkan harus dihadapi oleh tiap mahasiswa, bukan dihindari. Misal, berhadapan dengan tugas bejibun, apalagi disertai dengan pengantar bahasa inggris dan beragam aktivitas kemahasiswaan yang lain.

Selama dua hari berturut-turut, 30 sampai 31 Agustus 2019, Pengelola IP Komunikasi melakukan kegiatan Welcoming Day dan Academic Skill Study untuk seluruh mahasiswa IP komunikasi angkatan 2019. Acara yang berlangsung masing-masing di Blangkon Resto (hari pertama) dan Ruang Audio Visual (RAV) Lt. 3, Komunikasi UII, ini juga melibatkan para pengajar IP seperti Puji Rianto, Herman Felani, Holy Rafika, Ali Minanto, dan tentu saja Sekretaris Prodi IP Komunikasi, Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih.

Ali Minanto memberi sambutan mewakili Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UII, di awal acara. Jogja adalah city of culture, katanya. Ia juga sekaligus city of art tentu dapat merangsang daya nalar kreatifitas mahasiswa Komunikasi IP UII. Ada atmosfer yang baik dan kreatif di Jogja.  “Selamat anda sudah bergabung bersama kami. Anda mendapat banyak peluang dan kesempatan saat berbagi di beberapa negara. Anda bisa bergabung dengan banyak aktivitas mahasiswa seperti Klik18, Klub film Kompor.Kom, ‘Dispensi’ untuk intelektual dan Red-Aksi  dan Galaxy untuk Jurnalisme dan Radio,” katanya.

Ali Minanto menambahkan, Komunikasi UII juga membuka peminatan studi pada fokus Jurnalisme, media studies, dan PR. “Kita di Komunikasi, juga punya beberapa dosen yang filmnya diputar di beberapa negara, di jepang, di estonia, dan juga ada perjalanan lintas negara dengan tajuk P2A.”

Acara juga berlangsung akrab setelah perwakilan mahasiswa IP komunikasi angkatan pertama membagikan ceritanya. Cerita itu diwakili oleh Ilyasa Alvin Abadi, mahasiswa IP angkatan 2018, “Waktu masuk saya belum punya teman, bahkan persahabatan, tapi akhirnya seiring berjalannya waktu, dan berproses bersama, saya bisa mendapatkannya sekarang,” katanya dengan bahasa campuran Inggris dan arab.  “Kalau gabung di IP kalian juga bisa ikut merasakan pengalaman perjalanan di cambodia, thailand, Vietnam dan juga bisa mengerti dan mengasah kepekaan,” kata Ilyasa. Kepekaan yang dimaksud adalah kepekaan menganalisa problem sosial. “I want to say welcome to our family, Ahlan wa sahlan,” tutup Ilyasa dengan Bahasa Inggris dan Arab sekaligus.

Perkenalan berlanjut dengan model permainan. “Challenge game how to introduce with a unique way,” kata Herman Felani, Dosen IP Komunikasi UII. Setiap kelompok, yang dibagi berdasar mahasiswa, dosen, staf, dan angkatan kuliah harus membuat sebuah perkenalan dengan cara seunik mungkin. Ada yang memperkenalkan diri dengan dua bahasa. Arab inggris, ada juga kelompok yang memerkenalkan diri dengan bersahut-sahutan menggunakan bahasa daerah. Menarik juga jika melihat kelompok dosen yang membuat tebak-tebakkan nama dengan sebuah isyarat dan petunjuk khusus yang berhubungan dengan diri dan makna nama mereka.

On the previous occasion, a Welcoming Day was held to welcome the students of International Program (IP) Communication Department on August 30, 2019. At that time, the Secretary of Communication Department IP, Ida Nuraini Dewi KN welcomed by introducing themselves, and giving advice to students, “If there is anything about academic, study, and other matters, you may contact me.” If there is an obstacle for IP Communication students, Ida Nuraini opens herself to be able to discuss any obstacles that arise.

“Don’t think about studying at IP too seriously. IP is fun. There are routine IP programs. P2A for example. From now on, make a saving, because we will have many international travel and activities. You can make a passport from now on,” explained Her who was the graduate student of Chinese Culture University, Taiwan, with enthusiasm.

Welcoming day continues in the next day, 31 August 2019, under titled: Academic Skill Study. This Academic Skills Study contains several key points to be used as a guide for IP students. They can  explore the taste of knowledge in this department. There are various sessions on Academic Skill Study opportunities.

For example, as stated by Ida, “There is a motivational session that wants to create intimacy so that students feel belong to IP,” he said. “Indeed, the aim of the activity is to form character and motivation early on. Academic skill study is start at the beginning of the courses, before lecturing, so there is orientation and briefing. Grow motivation to learn,” added Ida. The material workshop are designed also varies such as Self Management, Why IP, to Academic Writing and Creative Thinking for IP Students.

The design of this activity was indeed made to provide a beginner introduction for Communication Department of IP students. This activity is also a bridge for those who have just graduated from high school and entered the world of students who are completely independent. There is shock and culture shock of course, which is expected to be faced by every student, not avoided. For example, dealing with a bucket of assignments, especially accompanied by an introduction to English and a variety of other student activities that perform with English introduction.

Bagaimana Jerih Payah Imam dari Komunikasi UII dan Tim PSM MV UII Berbulan-bulan Berbuah Kemenangan

“Bass berisik muluk nggak bisa diem,” sentak Irene Vista pada kelompok laki-laki posisi bass yang malah bercanda saat ikut berlatih waktu itu. Satu waktu, Irene juga tegas memberi wejangan pada seluruh Choir, “kalau bisa kalian jangan konsumsi gorengan dan makanan pedas dulu sampai lomba selesai,” tambahnya tegas, kenang Imam Akbar Pohan salah satu Choir. Lelah, marah, capek, deg-degan, juga: semangat menggebu kata Imam. Namun demi menuju kompetisi 6th Singapore International Choral Festival 2019, itu semua choir Paduan Suara Mahasiswa Miracle Voices (PSM MV) Universitas Islam Indonesia (UII) itu patuh pada Irene, pelatih mereka.

Saat itu Imam, adalah salah satu yang ikut bercanda saat latihan itu. Maklumlah, lelaki asal Sumatera Utara itu, mungkin penat, dan juga lelah tak bisa terhindarkan bila latihan berlangsung berhari-hari, dengan lagu yang itu-itu terus, bahkan sebenarnya, berbulan-bulan. Belum lagi harus ikuti aturan-aturan dari pelatih. Apalagi soal makanan, tentu bikin pengin kucing-kucingan, sembunyi-sembunyi makan makanan kesukaan: gorengan dan makanan pedas. “Ya awalnya kayak nggak bisa semua kan, jadi ada beberapa yang pakai cheating day. Baru setelah itu kelihatan dampaknya (pada kualitas suara) langsung sadar diri kami. Kalau sudah begitu jadi bisa mematuhi,” cerita Imam menggali memori saat-saat latihan. Namun sepertinya lebih banyak menggebu dan semangat daripada lelahnya jika melihat prestasinya kelak.

PSM MV UII menyanyikan beberapa lagu pada perhelatan 6th Singapore International Choral Festival itu. Imam, Mahasiswa Komunikasi FPSB UII angkatan 2017, itu adalah salah satu choir dengan posisi bass. Bersama beberapa rekannya PSM, membawakan beberapa lagu untuk berkompetisi di 6th Singapore International Choral Festival (SICF) 2019 pada 1-4 Agustus 2019. Tak tanggung-tanggung, Imam dan rekam PSM MV UII berhasil menggondol Golden Award dan Silver Award di SICF.

“Waktu pengumuman kita dapet Gold di situ rasanya campur aduk ingat semua hal waktu latihan dulu. Kadang dimarahin, terus harus jaga makanan demi suara yang bersih, dan kayak nggak nyangka juga dapat Gold,” cerita Imam. “Soalnya kita first timer dalam lomba ini dan standarnya lebih tinggi dari lomba-lomba yang pernah PSM ikutin sebelumnya.”

Bagi Imam, raihan PSM MV UII ini bukan dicapai dengan hanya berpangku tangan. Ada peluh di balik torehan hingga sampai ke negeri singa ini. Selain juga ada tangan dingin Irene Vista, sang pelatih yang berjasa menggembleng mereka. Imam, katanya, harus berlatih setiap hari. Tak hanya itu, “malam Minggu sama Senin ngamen, he-he-he,” kata Imam. Persiapannya bukan main-main karena peserta yang berangkat banyak dan butuh biaya tak sedikit, “kami harus ngamen itu buat nambah-nambah uang.” Ada juga PSM bikin jasa paid promote di akun Instagramnya untuk penggalangan dana. Tidak sehari dua hari, semua persiapan itu bahkan mencapai lima bulanan, kata Imam.

Lalu, bagaimana dengan kuliah dan aktivitas pribadi lain? “Kalau kendala pribadi sih paling agak susah bagi waktu kalau nugas (bikin tugas). Kan ilkom (Ilmu Komuniasi) banyak tugas kelompok jadi harus pinter bagi waktu dan kadang ada beberapa orang yang tidak ngemaklumin kesibukanku. Ya resiko,” ungkapnya. Akhirnya, ia mengakali kalau sedang tugas kelompok, ia bakal bagi waktu, dan mengusahakan berkontribusi walau tak bisa hadir. Ada juga beberapa yang nyeletuk, “Sibuk banget sih PSM muluk padahal nyanyi doang.” kata Imam menirukan.

Berlanjut ke Duit Cekak, Ngamen, dan Lagu Legenda (2)

How Imam’s Effort as Student Choir Club’s Leads to Victory

“Bass Team, shut up. You are all too noisy,” Irene Vista snapped at the group of male bass team who were joking when they were practicing at that time. One time, Irene also firmly advised all the Choir, “if possible you should not consume fried foods and spicy foods. first until the competition is over, ” She added firmly, recalled Imam Akbar Pohan, one of the Choir. Tired, angry, exhausted, excited, and also: passionate enthusiasm said Imam. But for the sake of The 6th Singapore International Choral Festival 2019, all the choir of the Miracle Voices, Student Choir (PSM MV) of the Universitas Islam Indonesia (UII) were compliant with Irene, their coach.

At that time, Imam was the one who was joking during the practice. Imam, who is come from North Sumatran, may be tired, and also exhausted, can not be avoided if the practice is happen for months. He also have to obey and  follow the rules of the coach. Especially with regard to food, of course, make you want to do cat and mouse, secretly eat their favorite foods: fried foods and spicy foods. “Yes, at first it didn’t work, right, so there were some who used cheating days. Only after that the impact (on voice quality) was immediately apparent to us. If so, you can obey,” Imam said, digging up the memory during practice. But it seems more passion and enthusiasm than fatigue if you see his achievements later.

PSM MV UII sang several songs at the 6th Singapore International Choral Festival. Imam, as Communication Student of  UII, class of 2017, it is one of the choir at bass position. Together with some of his colleagues, on PSM (UII’s Student Choir Club), performed a number of songs to compete at the 2019 Singapore International Choral Festival (SICF) on August, 1-4, 2019. Unmitigated, Imam and friends managed to won the Golden Award and Silver Award at SICF.

“When we heard that we won the Gold, it felt mixed up remembering all the things during almost six month training. Sometimes he is scolded, he must keep his food for a clean voice, and I even wonder we can get Gold too,” Imam said. “The problem is, we are the new comer in this competition and the standard is higher than the competitions that their Choir Club has participated in before.”

For Imam, the achievement of PSM MV UII was not achieved by just holding up. There is a sweat behind the incision to the Singapore. In addition there are also cold hands of Irene Vista, the coach who was credited with galvanizing them. Imam said, he must practice every day. Not only that, “Sunday night and Monday is time to street singing (busking), he-he-he,” said Imam. The Preparation is not easy, because participants who depart a lot and need a lot of money, “we have to busking to add money.” There is also Choir Club making paid promoting services on its Instagram account for fundraising. Not a day or two, all the preparations even reached five months, said Imam.

Then, what about lectures and other personal activities? “If it is a personal obstacle, it is most difficult for time to be tasked (making assignments). In Communication Science, it has a lot of group assignments so it must be clever for time management and sometimes there are some people who don’t understand my busy schedule. Yes this is the risk,” he said. Finally, he outsmarted when it was a group assignment, he would spend time, and try to contribute even though he could not attend. There were also some who cried out, “How busy is Choir Club, It just singing.” said the Imam imitating.

Continues to Lack Money, Busking, and Legend Songs (2)

For two consecutive days, August, 30th to 31th, 2019, International Program (IP) Communication Department’s Manager conducted Welcoming Day and Academic Skill Study activities for all IP communication students for class of 2019. The event took place at two place, each day, at Blangkon Resto (first day) and Audio Visual Room ( RAV) 3rd floor of Communication Department, this also involved IP lecturers such as Puji Rianto, Herman Felani, Holy Rafika, Ali Minanto, and of course the Secretary of IP Communication Department, Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih.

Ali Minanto gave a speech representing the Head of the Communication Department, at the beginning of the event. Jogjakarta is a city of culture, he said. He is also at the same time a city of art that can certainly stimulate the reasoning power of students of Communication Department . There is a good and creative atmosphere in Jogjakarta. “Congratulations for joining us. You will get a lot of opportunities to have experience in several countries. You can join many student activities such as Klik18, Kompor.Kom film club, ‘Dispensi’ for intellectuals and Red-Action and Galaxy for Journalism and Radio,” he said.

Ali Minanto added, Communication Department also opened specialization in studies focusing on Journalism, media studies, and PR. “We are also have several lecturers whose films are screened in several countries, in Japan, in Estonia, and there are also cross-country trips with the title Passage to Asean /P2A.”

The event also become more familiar after the first batch of IP communication student representatives shared their last year stories. The story was represented by Ilyasa Alvin Abadi, IP student class of year 2018, “When I entered to this campus, I did not have friends, not even friendship, but finally day by day, and we proceed together, I can get it now,” he said in a mix language of English and Arabic. “If you join IP Class, you can also try the experience of traveling in Cambodia, Thailand, Vietnam and also can understand and hone sensitivity and critical thinking,” said Ilyasa. The sensitivity is the skill to analyze social problems clearly. “I want to say welcome to our family, Ahlan wa sahlan,” Ilyasa closed with English and Arabic as well.

The introduction continues with the game. “This is a challenge of the game: how you introduce with a unique way in front of us,” said Herman Felani, Lecturer in Communication IP. Each group, which is divided up based on different group such as groups of students, lecturers, staff. Every groups have to make an introduction as unique as possible. At least, some introduced themselves in two languages: In Arabic English, there are also groups who introduce themselves by shouting using many traditional indonesian languages. It is also interesting to see a group of lecturers making “guesses game” about their names with a special sign and instructions related to themselves and the meaning of their names.

“I will develop my skills in film editing here, and many other things,” Sorlehah Pohleh said in her fluent Indonesian language. Sorlehah who is also a UII Islamic Boarding School student along with 5 other Thai students is the recipient of the UII Asian Scholarship scholarship. She is the first batch of Thai students at UII.

Sorlehah, her nickname, is from Pattani, who usually uses Malay. So it’s not too difficult to use Bahasa. Sorlehah is the first Communication Science student from Thailand to do an internship at Uniicoms TV. While Uniicoms TV is the first internet-based television at UII by raising the concept of inspiring and empowering content. As said PR Director of Uniicoms TV, Nurul Diva Kautsar, that the UniicomsTV tagline is “Inspiring and Empowering”. Uniicoms TV, established in 2018, accepts volunteers, interns, and students who want to develop themselves in the digital broadcasting and creative world.

The latest programs that have been made are for example the Ramadhan Web Series, Our “Sosok Kita” a documentary program of Chairperson of the Board of UII’s Wakaf Foundation, Elderly Boarding School Documentary Films, Coverage and News Programs, Inspiration Programs for food sovereignty from Gemah Ripah Bausasran Community, Diksi Program (Communication Discussion), and others.

Starting last August, Sorlehah was accompanied by a Uniicoms TV crew in carrying out internship work at Uniicoms TV. She will do internships like other student interns such as doing video editing, photo, video content production, social media content production, production meetings, including pre and post production activities.

Pre-production activities are important too. It start from the cultivation of scripts or program scripts, preparation of program tools and equipment, maintenance of equipment and studios, discussion and brainstorming of ideas, sharpening of ideas and program angles. Post-production activities are also commonly performed such as video editing, brand promotion, sharpening branding ideas and social media content, including routine evaluation and monitoring meetings.

Indeed, Sorlihah experienced several obstacles during her 4 years studying in Indonesia. “The obstacles are various. Starting from the language, studying culture, and also lectures and strict discipline at the Islamic Boarding School of UII.” Sorlehah also revealed that even though tuition fees are free, living costs and visas (and residence permits) are not cheap and the rates always go up. Even so, Sorlehah remains enthusiastic and will apply their knowledge so far that is learned in the classroom lectures.