Sekelompok mahasiswa Ilmu Komunikasi FPSB Universitas Islam Indonesia mengadakan serangkaian kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan ini dinamakan Rangkul Ceria. Nama Rangkul Ceria bertujuan agar mahasiswa dapat merangkul anak-anak untuk ceria bersama. Rangkul Ceria merupakan program sosial yang diadakan di Yayasan Sayap Ibu 2 Yogyakarta. Acara digelar dengan beberapa kegiatan. Misalnyapenyuluhan gaya hidup sehat dan praktik cuci tangan yang benar. Selain itu Rangkul Ceria juga melatih kreatifitas anak-anak dengan melukis pot bunga. Setelah melukis, anak-anak diajak menanam tanaman obat pada pot yang telah mereka lukis. Ada juga pertunjukan dongeng cerita tradisional dan beberapa fun games sebagai pelengkap acara.

Program ini bekerjasama dengan beberapa komunitas untuk mewujudkannya. Komunitas-komunitas itu misalnya Komunitas Teh Tarik Rasa Vanta dan Komunitas Lebah Ceria. Lokasi pelaksanaan program kami pilih di Yayasan Sayap Ibu 2 Yogyakarta. Yayasan Sayap Ibu kami pilih karena yayasan ini merupakan lembaga dengan anak-anak disabilitas/ difabel yang tentunya membutuhkan banyak perhatian dan pembelajaran. Rangkaian kegiatan seperti diatas juga dipilih karena untuk memperingati beberapa peringatan nasional maupun internasional.

Anak-anak Yayasan Sayap Ibu 2 dan 3 Yogyakarta berjumlah sekitar 33 orang. Mereka terbagi menjadi tiga kategori yaitu mampu rawat, mampu didik dan mampu latih. Mampu rawat adalah kategori anak-anak yang memiliki disabilitas ganda dan hanya mampu dirawat oleh Yayasan. Mereka sulit dalam berinteraksi. Mampu didik dan mampu latih adalah kategori anak-anak yang mampu diberi keterampilan dan disekolahkan oleh Yayasan. Anak-anak dalam kategori ini memiliki disabilitas ringan atau satu jenis disabilitas. Program Rangkul Ceria ini diikuti oleh 18 anak gabungan Yayasan Sayap Ibu 2 dan 3 yang masuk dalam kategori mampu didik dan mampu latih.

Program ini berlangsung selama tiga pekan setiap hari sabtu, Pada minggu pertama, 16 November 2019, kegiatan kami beri tajuk “Rangkul Hidup Sehat.” Rangkaian kegiatan terdiri dari penyuluhan gaya hidup sehat dan praktik cuci tangan dengan benar.

Kegiatan ini bekerja sama dengan komunitas Lebah Ceria. Komunitas ini merupakan komunitas yang fokus pada kesehatan tubuh dan gizi anak. Pada pertemuan pertama ini, Komunitas Lebah Ceria mengajak anak-anak ikut senam sehat, praktik cuci tangan serta fun games sebagai pelengkap acara. Ada juga acara talkshow interaktif. Pemilihan rangkaian kegiatan ini diadakan bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional yang jatuh pada 12 November 2019.

Minggu kedua,pada 23 November 2019, kami beri tajuk “DORA (Dolanan Anak Rangkul)” dalam rangka memperingati Hari Anak Internasional pada tanggal 20 November 2019. Rangkaian kegiatan dibuka dengan senam sehat yang diikuti seluruh anak-anak. Kemudian acara dilanjutkan dengan kegiatan melukis pot sesuai dengan kreasi masing-masing. Melukis pot juga diselingi dengan fun games. Anak-anak dibiarkan berkreasi dengan berbagai warna cat dan menuangkan imajinasinya kedalam pot bunganya masing-masing.

Kemudian pada minggu terakhir pada 30 November 2019, rangkaian kegiatan dirancang mulai dari menanam tanaman obat pada pot yang telah dilukis pada minggu lalu, hingga menonton pertunjukan dongeng. Jenis tanaman obat yang ditanam ada empat macam. Misalnya, kumis kucing yang berfungsi sebagai obat darah tinggi, lalu daun ungu yang berfungsi untuk menyembuhkan wasir, brojolintang sebagai obat penurun panas, dan temulawak sebagai peningkat nafsu makan.

Setelah menanam pohon obat, kemudian anak-anak menyaksikan pertunjukan dongeng cerita daerah rakyat Bali yang berjudul I Belog. Pertunjukan ini adalah hasilkerjasama Rangkul Ceria dengan komunitas dongeng Teh Tarik Rasa Vanta. Instrumen yang digunakan pada saat mendongeng adalah boneka, ukulele dan nyanyian. Dan juga ditutup oleh kegiatan pentas seni yang ditampilkan oleh anak-anak yayasan, seperti menari, menyanyi dan baca puisi.

Program ini memberikan poster-poster cuci tangan yang ditempel di beberapa wastafel di sekitar Gedung Yayasan Sayap Ibu. Poster juga dilengkapi sabun cuci tangan dan lap agar anak-anak dapat terus menerapkan ilmu yang telah dipelajari. Tanaman obat juga disimpan di pekarangan bangsal putra yang sebelumnya gersang. Kami juga memberikan sembako dan kebutuhan sehari-hari yang sangat dibutuhkan oleh yayasan. Sebagai penutup, kami memberikan kenang-kenangan juga berupa rangkuman rangkaian kegiatan selama tiga minggu.

 


Seri Manajemen Komunikasi Non Komersil. Mulai Desember 2019 hingga Maret 2020, kami akan mengunggah tulisan-tulisan mahasiswa seri tentang manajemen komunikasi non komersil di bawah supervisi Puji Hariyanti, S.I.Kom, M.I.Kom. Puji Hariyanti adalah dosen spesialis kajian klaster Komunikasi Pemberdayaan. Ia telah berkali-kali mendapatkan hibah-hibah dan riset soal pemberdayaan. Berikut ini adalah tulisan-tulisan mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi UII tahun angkatan 2017 ketika mengambil mata kuliah Manajemen Komunikasi Non Komersil. Karya ini adalah bimbingan Puji Hariyanti dan suntingan A. Pambudi W.

 

             Teman-teman IPM Madrasah Mu’allimin Yogyakarta baru saja melahirkan Bidang Media mereka pada tahun 2019. Hal ini membuat kami memiliki inisiatif untuk membuat sebuah kegiatan berupa edukasi media. Gunanya untuk memberi mereka pengetahuan mengenai hal-hal tentang media, terutama media dalam organisasi. Di antaranya pemahaman terkait apa itu media, bagaimana media berperan, fungsi dan posisi media di dalam organisasi.

Program ini adalah berbentuk pelatihan dan edukasi terkait hal-hal yang mereka butuhkan dalam bidang media. Kami menggunakan beberapa metode dalam pelatihan, seperti sosialisasi, workshop dan Diskusi Kelompok Terarah (Focussed Group Discussion/ FGD). Pemateri-pemateri yang hadir adalah Komisi B HIMAKOM (Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi UII) UII sebagai pemateri terkait pemahaman media dalam organisasi,dan komunitas/ klub mahasiswa di  Komunikasi UII sebagai pemateri terkait pengetahuan fotografi, editing video dan lainnya.

Program yang terbagi menjadi empat pertemuan ini dimulai dengan pertemuan pertama yang membahas tentang pengolahan konten di media social. Materi ini diampu oleh sub-komisi Kominfo dan Kewirausahaan dari Komisi B HIMAKOM . Materi kali ini disambut baik oleh para pelajar pengelola Bidang Media di IPM Mu’allimin. Mereka merasa bahwa materi ini memang diperlukan.. Pertemuan kedua dilanjutkan dengan pembahasan mengenai dasar fotografi dan videografi. Sadar akan estetika sebuah konten itu penting, materi ini mencoba untuk lebih mengenalkan teori fotografi dan videografi kepada para peserta agar karya foto dan video mereka berikutnya menjadi lebih baik

Materi di pertemuan ketiga tentang Web dan Dasar penulisan. Materi ini penting untuk dibagi agar dalam melengkapi sebuah konten, peserta dapat menuliskan sebuah keterangan dengan tepat. Pertemuan terakhir diakhiri dengan materi podcast. Podcast memang sebuah hal baru, namun secara fungsi, podcast dapat dijadikan sebuah media penting untuk menyampaikan apapun dalam bentuk suara.

Pada akhirnya, output yang dihasilkan cukup beragam. Dimulai dari teman-teman IPM yang membuat sebuah essay mengenai empat materi yang telah diberikan. Salah satu contoh adalah di instagram mereka sudah mulai mengaplikasikan salah satu materi dari pengolahan konten. Ini merupakan sebuah kemajuan yang dilahirkan oleh bidang media IPM Mu’allimin walaupun baru terlahir tahun 2019.


Seri Manajemen Komunikasi Non Komersil. Mulai Desember 2019 hingga Maret 2020, kami akan mengunggah tulisan-tulisan mahasiswa seri tentang manajemen komunikasi non komersil di bawah supervisi Puji Hariyanti, S.I.Kom, M.I.Kom. Puji Hariyanti adalah dosen spesialis kajian klaster Komunikasi Pemberdayaan. Ia telah berkali-kali mendapatkan hibah-hibah dan riset soal pemberdayaan. Berikut ini adalah tulisan-tulisan mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi UII tahun angkatan 2017 ketika mengambil mata kuliah Manajemen Komunikasi Non Komersil. Karya ini adalah bimbingan Puji Hariyanti dan suntingan A. Pambudi W.

 

 

Reren Indranila Radar Jogja JAwa Pos di UII

“Kalau biasanya orang kasih 5W + 1H, saya tambahkan jadi 6W + 1H,” kata Reren Indranila dalam Workshop How to Create and Manage Impactful Website Content.

Begitulah salah satu tip yang dibagikan Reren, Pemimpin Redaksi Radar Jogja, salah satu pembicara dalam workshop yang dilaksanakan oleh Humas UII pada 4 Desember 2019 di Lantai 4, Gedung H. GBPH Prabuningrat. Kegiatan yang diikuti lebih dari 40 pengelola website di seluruh program studi dan unit di UII ini dibuka oleh Ratna Permata Sari, S.I.Kom, MA, Kepala Bidang Humas UII. Menurut Ratna, kegiatan ini dilaksanakan untuk membuat garda depan UII di laman daring dengan konten yang kuat secara citra, dan konsisten.

Pelatihan ini juga bermaksud meningkatkan kualitas website di UII. Selain kualitas, soal jumlah domain web juga penting diperhatikan. Ratna berharap, semakin sedikit website di UII, penanganan keamanannya juga semakin mudah.  Begitu pula jika konten semakin konsisten dan berkualitas, maka semakin bagus juga citra UII di mata publik. “Intinya ketika menulis, kedepankan UII lebih dahulu, meskipun itu kegiatan kerjasama dengan pihak lain, karena ini garda depannya UII,” kata Ratna.

Citra dan konten  yang berkualitas itu seperti apa? Reren menyarankan pengelola website prodi bisa mengoptimalkan apa saja potensi prodinya. “Ada dosen prestasi dan riset bagus, ya itu dinaikkan. Ada mahasiswa yang pintar juga konten kreator youtuber nah itu juga bisa dinaikkan. Kalau konten ini naik, nanti kan bisa jadi rujukan jurnalis. Bisa masuk media tanpa cost yang berarti. Ini bisa jadi publikasi gratis. dan secara nggak langsung ini juga sudah menjalankan fungsi kehumasan juga kan?” saran Reren.

Selain tingkatkan kualitas, Reren bagikan juga soal tingkatkan keterbacaan konten kita. menambahkan bahwa kita bisa bermain di penjudulan untuk tingkatkan keterbacaan berita website. Kita bisa kaitkan dengan konteks saat ini. “Ini penting dalam SEO (Search Engine Optimizer), misalnya kita mau menulis soal gubernur DIY, kita mau pakai gubernur DIY atau HB X? Orang akan lebih populer cari HB X daripada Gubernur DIY,” kata Reren.

Reren juga menyarankan penggunaan judul hanya 5 sampai 7 kata minimal. Jika terlalu banyak, di dunia daring orang sudah malas membaca. Lalu, Bagaimana membuat artikel kita diklik banyak orang, kata Reren. “Kita bisa berkolaborasi dengan media sosial lain. Jadi kita link-kan artikel kita di story instagram. Bikin foto yang menarik, karena foto itu mempengaruhi orang mau klik atau tidak. kalau di twitter kita bisa memancing dengan tulisan atau link  yang gaya menulisnya bukan khas robot. Sangat manusia, sehingga tidak kaku dan orang tertarik, katanya. Angkat kisah-kisah mahasiswa dan dosen karena itu menarik.

Dalam sesi tanya jawab, Zarkoni, pengelola Website Komunikasi UII,  mengemukakan pertanyaan. “Kalau tadi disebut

“Ada dosen prestasi dan riset bagus, ya itu dinaikkan. Ada mahasiswa yang pintar juga konten kreator youtuber nah itu juga bisa dinaikkan. Kalau konten ini naik, nanti kan bisa jadi rujukan jurnalis.”

Soal standar, Jawa Pos juga sering mengeluarkan dan memerbarui standar penulisan, diksi, dan gramatikal bahasa yang dipakai seluruh wartawan Jawa Pos. Mengapa penting membuat standar bahasa ini? Media juga ikut mendidik pembaca, jurnalis jangan sampai mengedukasi pembaca dengan bahasa yang tidak baik. “Saya sering sarankan ke wartawan, setelah kamu tulis berita, kamu baca ulang, enak atau tidak. kalau kamu sendiri tidak enak bacanya, apalagi pembaca.” kata Reren.

Menulis sebisa mungkin ringkas, padat, jelas, tapi tidak mengurangi informasi yang ingin disampaikan. Gunakan kalimat tunggal yang efektif, satu subjek, satu predikat. Perhatikan juga apakah satu kalimat bisa dibaca satu nafas. Satu nafas adalah ukuran apakah tulisan ini enak dibaca atau tidak. Satu lagi katanya, “Kalau biasanya orang kasih 5W + 1H, saya tambahkan jadi 6W + 1H,” kata Reren. W tambahan Reren dalam 6W itu adalah “What Next”. “Pembaca perlu tahu apa lagi kelanjutan dari isu yang ditulis sehingga ia akan terus mengikuti perkembangan kegiatan berikutnya,” kata Reren.

Dua Dosen Ilmu Komunikasi UII, Mutia Dewi dan Ali Minanto, atas dedikasi dan konsistensinya pada riset dan pemberdayaan di bidang pemberdayaan perempuan dilantik menjadi anggota Puspa (Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak) Dinas PPMPA Kota Yogyakarta. Pelantikan tersebut atas dasar SK Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, pada 3 Desember 2019 di Balai Kota Yogyakarta. Mutia Dewi dilantik menjadi Wakil Ketua Puspa, sedangkan Ali Minanto dilantik sebagai Koordinator Penelitian dan Pengembangan Puspa Kota Yogyakarta.

Puspa sendiri adalah satua tugas yang terdiri dari beragam elemen yang peduli pada pemberdayaan dan perlindungan perempuan di Yogyakarta. Elemen-elemennya yang ikut juga terlibat dalam Puspa Kota Yogyakarta beragam. Misalnya ada baznas, peradi, PHDI, Lembaga swadaya masyarakat, dan Organisasi Keagamaan. Forum Puspa sendiri merupakan bentukan di tiga level. Prodi Komunikasi UII dilibatkan di level kota.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) telah sejak 2017 menugaskan Puspa bertugas mempercepat mengentaskan apa yang disebut Three Ends. Three Ends, menurut Kemen PPPA, dibentuk guna bertujuan membantu Kemen PPPA menyelesaikan kesenjangan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak. KemenPPPA membutuhkan kerjasama masyarakat, karena pemerintah tidak dapat bekerja sendiri tanpa bantuan berbagai elemen masyarakat. Tugas Mutia dan Ali di Puspa juga seturut ide dengan KemenPPPA dan Dinas PPMPA Kota Yogyakarta dalam menghapus Three Ends tersebut. Termasuk di dalamnya kekerasan pada perempuan, Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan mengatasi gap atau kesenjangan ekonomi.

Konten Narasi TV Mata Najwa Dahlia Citra

Dahlia Citra menjelaskan dalam kesempatan Kuliah Umum “How To Create Impactful Media” kali itu bagaimana Narasi TV menciptakan konten-kontennya. Pertama, pertimbangkan target audience. Citra waktu itu berpikir bersama tim, sepertinya klien butuh konten tentang perempuan. “Tapi tak mungkin memasang Najwa Shihab untuk konten tutorial make up, bukan?” Katanya. Maka setelah menganalisa target audience tadi, dilanjutkan analisis “busines potential”. Jadilah Program Sarah Seharian, kata Citra, sambil memutar tayangan Sarah yang bikin vlog tutorial make up dengan meniru tutorial make up dari MUA terkenal di Youtube. “Nggak mungkin Najwa bikin gitu. Persona yang kita bangun bukan kayak Sarah. Sarah bikin vlog kirim tiap minggu,” ungkapnya.

Ada juga cerita dari Program Tompi Glenn. Tim kreatif Tompy Glenn adalah andalan saya. “Alumni Komunikasi UII lho dia, namanya Tri Ghofur, itu tim kreatif andalan saya,” katanya, langsung disambut riuh hadirin. Dia, Tri Ghofur, jeli lihat ada kejadian di saat program Tompy Glenn ngamen.

Konten itu tidak direncanakan dan benar-benar ngamen saja di mal, Ada penonton yg dorong-dorongan.
Tim kreatif membaca peluang itu. Dibikinlah program khusus bincang-bincang dengan penonton yang dorong-dorongan itu. Besoknya, penonton itu juga muncul di TV lain. Bukti bahwa kreatifitas adalah kunci. Tak perlu sensasional, yang perlu kreatifitas.

Lalu bagaimana Narasi TV memilih talent-nya?

Mom Cit, panggilan akrab Dahlia Citra di kantor, mengatakan tentukanlah momentum, value, dan ‌market research. Ia bercerita di balik program kreatifnya “Maunya Maudy” yang mendapuk Maudy Ayunda sebagai talent. Tapi kan, Maudy masih kuliah S2 di Stanford? “Maudy lu harus belajar  Vlog. Bikin content. Dari Standford,” kata Mom Cit pada Maudy. Menurut narasi TV, Maudy adalah momentum yang pas kini di tengah anak muda. Secara value, Maudy punya nilai yang kuat. “Maudy itu sukanya belajar. Itu nilai yang kuat. Dia mau belajar bikin Vlog kita pandu dari Indonesia,” jelas Citra.    dahlia Citra kemudian memutarkan video proses maudy belajar di Narasi. Episode 1 Maunya Maudy benar-benar menunjukkan ia harus jatuh bangun bermumula bahkan dari memegang kamera dan mengoperasikannya dengan tripod.

Apakah kreatif tidak cukup? Ya, promo yang kreatif juga penting. Kata Dahlia Citra kita harus ciptakan, “Creative Promo to Let Many People Know,” kata citra sambil menyontohkan karya Narasi TV di program Tech IT Easy. “Apa yg mau saya sampaikan adalah soal creative impactful journalism,” katanya. Pilar kedua dari Narasi TV: collabotation. User Generated Content atau PGC (profesional generated content) juga ditempuh. Kami datangi 10 tempat bikin karya bersama. Buat workshop undang kreator konten salah duanya di Jogja, di Prawirotaman, dan Sorong. Setelah workshop kami undang mereka buat karya langsung. Bagaimana karya mereka yang hanya dibikin beberapa jam saja. Ternyata mencengangkan. Belum lagi Narasi TV juga membuat komunitas sebagai wadah kolaborasi. Semakin menguatkan nilai partisipasi dalam produksi konten Narasi TV.

Angkringan Lek Ghofar sepi pembeli. Ponsel menempel di telinganya seketika kemudian ia berbincang dengan penelponnya di ujung sana. “Gimana ini dab, kok ora ngangring, iki pie. Anak-anak UII kayaknya lagi nggak ada kiriman ini, belum lagi katanya SPP nya naik terus ini,” kata lek Ghofar sambil langsung disambut tepuk tangan riuh ramai hadirin ketika ia mengatakan kata “SPP naik terus.” Hadirin yang mayoritas mahasiswa itu mulai mengeluarkan derak tawa dan tepukan hangat.

Lek Ghofar, berakting menelepon mengundang banyak orang untuk nangkring di angkringannya. Orang-orang yang diundang ke angkringannya itu ternyata adalah pembicara-pembicara dalam acara inisiatif dari Prodi Ilmu Komunikasi UII yaitu Bincang-bincang “How to Create Impactful Media” pada 28 September 2019 di Auditorium Prof. Abdul Kahar Mudzakkir UII. Lek Ghofar adalah tokoh buatan panitia, khususnya ikon dari program Serial Ramadhan 2019 Uniicoms TV dari Komunikasi UII.

Beruturut-turut kemudian naik ke atas panggung, tempat gerobak angkringan Lek Ghofar ditata, Moderator, Dahlia Citra, dan juga Mario dan Eda Duo Budjang belakangan di sesi kedua. Herman Felani, dosen Komunikasi UII yang berperan sebagai Lek Ghofar, itu menawarkan minuman dan hidangan pada undangannya. Sambil kemudian diceletuki oleh pembicara itu. “Kok sepi, nggak ada yang endorse ni?” tanya Dahlia Citra, Co-Founder Narasi TV, salah satu pembicara kali itu. Citra ingin mengatakan bahwa kini bisnis dan dunia digital harus disikapi dengan kreatif. Termasuk angkringan Lek Ghofar. Begitu juga dengan apa yang dilakukan Narasi TV.

Alumni Namche dan Fisipol UGM ini mengatakan cara mengonsumsi media kini telah berubah. Perkembangan teknologi begitu cepat. Meskipun konten banyak diproduksi, tiap hari tiap orang posting, “Sayangnya banjirnya konten digital tidak dibarengi dengan konteks,” katanya.
Prank misalnya, “konten tutorial masih mending, tapi prank (seperti) itu (saja) jutaan penontonnya. Maka narasi hadir untuk memberi konten yang punya konteks. Edukatif.”

Ada tiga nilai yang Narasi TV usung dalam konten-kontennya: Antikorupsi, Toleransi, dan Partisipasi. Nilai itu pula yang mewujud dalam mantra 3C seperti Content, Collaboration, Community. “Kami tidak harus pakar di semua bidang, kolaborasi yang utama.”

Kalau soal kecepatan semua TV sudah hadir seperti detik. Bedanya, kalau kami memberi konteks. Misalnya. Narasi newsroom hadir menjelang pilpres hadir menangkap dan memberi konteks atas curent isue. Semua TV mengadakan debat pilpres. “Kami berpikir bagaimana caranya dedek-dedek ini mau pakai kuotanya buat nonton Narasi TV. Kami bikin Nobar debat pilpres di bioskop 21 bersama Narasi TV waktu itu.”

“Adek-adek, kalau bikin konten harus kolaborasi. Mereka yang diajak bisa dapat exposure, dikenal, aspirasinya masuk. Kontennya pun jadi,” saran Citra. Itulah yang membuat narasi punya daya kreasi magis. Bagaimana caranya?

 

Sabtu, 30 November 2019, seluruh staf Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII bergabung bersama seluruh warga akademik FPSB UII di Hotel Santika, Jalan Surdirman, Yogyakarta. Pada hari itu, sekira 7 orang staf seharian mereka menjajal kemampuan menulis artikel. Tak tanggung-tanggung, artikel yang ditulis adalah artikel untuk kepentingan dakwah.

Acara yang diselenggarakan oleh jajaran pimpinan FPSB itu mendorong para tenaga akademik untuk ikut berdakwah. Salah satunya dengan cara menulis. Acara bertajuk Workshop Menulis Artikel Dakwah itu dipandu Muchamad Abrori dari UIN Sunan Kalijaga. Abrori akan berlaku sebagai redaktur dalam acara tersebut. Sebelumnya seluruh staf tendik sudah diminta untuk memilih judul, dan menulis untuk dikumpulkan saat pelatihan menulis.

Ada banyak judul artikel dakwah bermunculan. Temanya beragam. Misalnya ada tema tentang berbakti pada orang tua, keikhlasan, menolak riba, silaturahmi, dan tema-tema lain yang dipilih berdasarkan kemampuan dan kapasitas masing-masing staf. Pada akhirnya nanti, semua tulisan akan dikompetisikan. Tulisan terbaik akan mendapatkan penghargaan dan dapat masuk dalam jajaran tulisan terbaik yang diunggah pada laman web FPSB UII.

Di tempat yang berbeda, dosen-dosen Komunikasi UII bersama dosen se-FPSB UII juga mengikuti workshop dakwah serupa. Bedanya, jika tenaga akademik berlatih dakwah bil qolam, menulis artikel dakwah, dosen-dosen melatih kelancaran public speakingnya sebagai alat dakwah bil lisan. Pelatihan Public Speaking dipandu oleh Imam Mujiono, pakar public speaking kenamaan dari FIAI UII.

Pada 28 November 2019 telah terlaksana Kuliah Umum dengan tema How To Create Impactful Media di Auditorium Prof. Abdul Kahar Mudzakkir UII. Acara yang dihadiri oleh lebih dari 500 mahasiswa dan akademisi ini menggaet Dahlia Citra dan Duo Budjang dari Narasi TV sebagai pembicara. Kegiatan atas inisiasi Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII ini dibuka oleh Dr. Drs. Rohidin, M.Ag., Wakil Rektor 3 UII.

Dalam sambutannya, Rohidin menekankan bahwa saat ini sangat susah meninggalkam internet. Akibatnya berdampak pada kehidupan sosial keseharian. “Begitu pentingnya, adek-adek saya mahasiswa berkata, lebih baik tidak makan daripada tidak punya kuota,” katanya disambut gelak tawa hadirin yang kebanyakan mahasiswa. Kata Rohidin, menurut data APJII, ada 30 Juta pemakai internet di Indonesia. Ini memnunjukkkan bahwa paparan internet begitu kuat sekali. “Kondisi ini harus terus dikaji dampak positif dan negatifnya,” kata Rohidin kemudian.

Acara yang dilaksanakan bekerjasama dengan Humas UII ini juga dimulai dengan penyerahan cinderamata dari UII pada perwakilan Narasi TV. Lalu juga ada pemberian Kenang-kenangan dari Narasi TV untuk UII. Acara dilanjutkan dengan foto bersama dan diskusi pemaparan bagaimana memproduksi media yang berdampak dipandu oleh moderator. Sedangkan Duo Budjang, terdiri dari broadcaster Mario dan Eda yang selama ini berkecimpung di Prambors Radio dan Narasi TV, mengemukakan beda antara Radio, Youtube, dan Podcast. Sebagai poscaster, Duo Budjang mendorong mahasiswa UII untuk bangga dengan konten lokal dan berani produsi podcast dengan konten lokal. “Setiap kalian adalah expert di bidang yang kaliah geluti,” kata Mario menyemangati.

Sudah sejak lama banyak media yang bermain api. Mereka hanya memberitakan konflik yang terjadi antar suporter dan tim sepak bola. Akibatnya, bukan solusi, melainkan friksi semakin membesar. Begitulah diskursus yang mencuat pada diskusi “Media dan Sepak Bola: Perspektif Media Massa dalam Melihat Rivalitas Sepak Bola Indonesia”.

 Diskusi ini diadakan di Halaman Parkir Student Area depan Gedung Unit 18 Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII. Diskusi media & sepak bola yang berlangsung pada 22 November 2019 ini menghadirkan Narayana Mahendra, Dosen Komunikasi UII, dan FX Harminanto, Jurnalis Kedaulatan Rakyat. Mereka adalah dua orang yang dipercaya sebagai pembicara oleh Panitia Diskomunikasi Komunikasi UII dan Militansi 04 dalam rangkaian Sesasi Diskomunikasi 2019. 

FX Harminanto, wartawan KR, yang jadi pembicara diskusi kali itu mengatakan bahwa rivalitas tetap penting dalam olahraga dan kehidupan supporter. “Rivalitas itu harus diimbangi dengan literasi. Jangan kurang baca. Saya pesan, mulai nanti share ke teman yang lain, harus share berita bola secara utuh. Bukan tidak dibaca tapi asal share,” katanya menanggapi berita konflik supporter dalam peristiwa sepak bola di Indonesia belakangan ini.

Sedangkan Narayana Mahendra Prastya, Dosen Komunikasi UII, spesialis klaster jurnalisme dan komunikasi olahraga, mengatakan tiap wartawan mungkin punya pemahaman berbeda-beda. “Supporter di kampus harus melakukan kritik dan jalurnya sesuai hukum. Memang prosesnya lebih lama daripada membalas sebuah kebencian dengan cara yang lebih kejam,” ungkapnya.

Diskusi dihadiri  mahasiswa komunikasi UII, perwakilan supporter, dan beberapa tamu undangan yang concern pada isu media dan sepakbola di Indonesia.

Alkausar misalnya, salah satu peserta mahasiswa Komunikasi UII, mencoba memertanyakan soal mengapa media tidak menggunakan Jurnalisme Damai dalam tiap peliputan konflik suporter dan laga sepak bola. “Untuk jurnalisme damai dalam media itu gimana seharusnya? Kalau kasusnya ada suporter yang meninggal, kalau kita hanya mencari yang salah, maka sampai kapan, tidak akan ada yang selesai. Bagaimana jurnalisme damai digunakan?” Kata Al, panggilan Alkausar.

Jurnalisme damai memang digunakan sering dalam konflik atau peperangan, kata Narayana. Rusuh suporter sepak bola bisa dilihat sebagai bencana sosial, dan ,”jurnalisme damai itu bisa digunakan sebenarnya,” kata Narayana. Belum ada media yang mengarahkan,”ini penting lho suporter ini dengan ini berdamai,” sambungnya.

Narayana menambahkan bahwa pemberitaan tentang suporter jangan berhenti soal sanksi. Tetapi media juga tak bisa menunggu soal fakta ini, perlu riset, perlu menggali.

Memang kecenderungannya media sering berhenti di sanksi dan konflik, kata FX Harminanto.  Menurutnya, ini disebabkan media sekarang dituntut cepat, dan yang paling cepat dimintai keterangan tentu kepolisian. “Belum sampai ke solusi harusnya gimana,” katanya menganalisis. Jika media berniat menuju ke sana butuh riset yang mendalam. “Sekarang kan media olahraga kebanyakan daring ya, dan klaim gaji kan dari jumlah berita yang dibikin. Jadi memang sulit bikin berita yang mendalam.”

Meski begitu, FX Harminanto menambahkan hal itu akan jadi masukan untuk dirinya dan media, “Jangan sepak bola hanya jadi komoditas.” 

Communication Field Trip (CFT) Tahun ke 12 kini menuju Jakarta lagi. CFT adalah kegiatan rutin HIMAKOM tiap tahun yang diikuti oleh mahasiswa komunikasi UII untuk mempelajari dunia industri dari dekat. Kegiatan ini dilaksanakan pada 7-8 November 2019. Kunjungan kali ini menimba banyak ragam pembelajaran dari beragam industri media dan komunikasi.

Pertama, Peserta mengunjungi kantor KOMPAS TV. Di sana, dengan didampingi Ratna Permata Sari, Dosen Komunikasi UII, dan Annisa Putri Jiany, Staf International Program (IP) Komunikasi UII, mereka bertemu juga dengan alumni Komunikasi UII yang kini berkiprah di sana. Kedua, para peserta CFT kali ini berkunjung ke tempat yang tidak biasa dilakukan pada agenda CFT tahun-tahun yang lalu. Misalnya, kunjungan ke Kementrian Pariwisata, dan kunjungan ke Remotivi, sebuah lembaga pusat kajian media dan komunikasi.

Remotivi ( @remotivi.or.id ) adalah salah satu organisasi non pemerintah (NGO/ Non Goverment Organization) yang sangat fokus dan termasuk gencar melakukan kajian media, pemantauan media (media watch) di Indonesia. Mahasiswa komunikasi UII jadi paham dunia aktivisme juga penting sebagai kontrol terhadap berjalannya demokratisasi media di Indonesia seperti yang dilakukan Remotivi. Meski sudah hampir tiap tahun berkunjung ke NET TV, tetapi kali ini tujuannya berbeda: Ini Talkshow. Banyak pengalaman yang didapat, misalnya peserta belajar bagaimana pola kerja yang dinamis di industri swasta seperti Kompas TV dan NET TV. Lalu juga belajar komunikasi strategis di lembaga pemerintah dan non pemerintah dalam melakukan kampanye dan advokasi sosial.

Fikri Alkausar, Sekjend Himakom UII, mengatakan memang baru pertama di CFT tahun ini ada kunjungan ke NGO dan Kementerian Pariwisata. “Tujuannya biar seimbang saja, antara industri dan aktivisme sosial. Kalau dulu sering ke industri terus, saat ini ada ke NGO supaya peserta juga paham soal dan problem sosial dan aktivisme sosial.”

Selain bertandang ke beberapa wadah praktisi berkegiatan, yang beda pada kesempatan kali ini adalah para peserta juga mengagendakan melakukan pertemuan temu alumni yang tergabung dalam Relasi UII, sebuah wadah alumni komunikasi UII. Relasi UII adalah kependekan dari Ruang Interaksi Alumni Komunikasi Universitas Islam Indonesia. Selain belajar dari praktisi sosial dan swasta, mereka juga tetap menjaga jejaring dengan alumni almamater.