Desain grafis konten website nampaknya bukan perkara mudah bagi sebagian orang. Apalagi dilakukan oleh staf yang bukan spesialis desain grafis terutama pada konten website jurusan, unit, atau fakultas. Idealnya, website sebagai garda depan dan pintu masuk pertama institusi UII layaknya didesain dengan tampilan yang menarik juga artistik. Tak hanya butuh pembaruan konten berita dan informasi.

Berdasarkan itu Bidang Humas UII mengadakan Online Workshop Desain Grafis Konten Website pada selasa 30 November 2021. Pembicara pada kesempatan kali itu adalah Rifda Sakina Anshori yang sebelumnya adalah divisi desain grafis dalam Direktorat Pemasaran UII. Rifda, yang juga adalah alumni arsitektur UII, ini memberi materi tentang teknik desain grafis konten website dengan Corel Draw. Setelah memberi pengantar konseptual tentang filosofi dan tips desain grafis, Rifda juga mengajak para peserta praktik langsung membuat slider website menggunakan perangkat lunak Corel Draw langkah demi langkah.

Ratna Permata Sari, Dosen Komunikasi UII sekaligus Kepala Bidang Humas UII, mengatakan bahwa tampilan digital kini tak bisa dihindarkan di era digital saat ini. “Mbak rifda akan memberi tahapan desain grafis dan konsep-konsep dasar terutama masalah warna. Warna ini agak sensitif, ada yg bilang juga subjektif,” kata Ratna membuka pelatihan daring untuk semua pengelola website di lingkungan UII.

“Ada warna guideline. Ada warna untuk medium cetak. Ada warna yang perlu diperhatikan sesuai dengan warna UII. Mbak Rifda nanti bisa memberikan referensi gambar atau kartun yang bagus untuk bisa dijadikan bahan desain. Termasuk diinfokan ini berbayar atau tidak,” imbuh Ratna.

“Betapa untuk merawat website itu juga butuh penganggaran di level pimpinan. Meski tidak besar, pimpinan juga tetap harus menganggarkan perawatan website,” harap Ratna pada pimpinan di level unit, jurusan, dan fakultas.

Ratna mengatakan, tujuan pelatihan ini ingin mencapai tampilan webiste dapat terlihat menarik dan atraktif. “Selain soal desain website, kita juga perlu pemeliharaan dan pemutakhiran website.”

Rifda dalam materinya menyampaikan bahwa ada beragam tipe orang merancang grafis. “Bisa jadi ia memiliki kemampuan merancang sebuah grafik website, namun kurang peka dalam rasa. Atau bisa jadi sebaliknya,” kata Rifda. Tipe ini dipengaruhi oleh rasa dan kemampuan. Menurut Rifda, rasa adalah kompas seorang desainer dan kemampuan adalah kendaraanya.

Tipe pertama misalnya, ada orang yang merasa karyanya bagus padahal sebenarnya tidak. Baik rasa dan kemampuannya sama-sama kurang mumpuni. Ada lagi tipe kedua, sadar karyanya kurang bagus tetapi tidak punya kemampuan untuk membuatnya bagus. Tipe ketiga adalah eksekusi desainnya bagus tapi karyanya kurang baik. Sedangkan yang keempat, karyanya bagus dan rasa estetikanya menarik. “ini adalah seorang desainer idaman semua orang,” kata Rifda.

Rifda beserta Tim Humas juga menyediakan bahan latihan mendesain slider di Corel Draw. Latihan dimulai dari membuat objek di Corel, menentukan warna, mengenali Tools, memangkas foto, memilih gambar, hingga menyusun stok gambar untuk memperbarui slider website dari masa ke masa.

Good organizational governance is no doubt a prerequisite for achieving organizational goals. Organizations whose goals are accomplished are successful organizations. Governance is not only a matter of administration an sich, but also the management of resources, knowledge and planning activities.

In order to increase the young communication cadres HIMAKOM (Communication Student Association). UII Communication Studies Study Program held a “Workshop on Strengthening Himakom Organizational Governance” on Friday, 26 to 27 November 2021. This training was attended by representatives of Himakom Core Management, Himakom A Commission, Himakom B Commission, Himakom C Commission, and D Commission Representatives Student communities or clubs are also present. For example, representatives of the Dispensation Community (communication research and discussion), Klik18 (Community of Communication Science Lens Unit 18), Galaxy Radio, Red-action, and also Kompor (Communication of Communication Pilm People).

This activity is motivated by problems that often arise when Himakom holds a program/event. The proposals submitted often receive a lot of evaluation from the Communication Studies Program at the Islamic University of Indonesia. This evaluation is generally related to three things: the problem of preparing a proposal or how program ideas are formulated in a proposal format, then the second is a matter of the substance of program needs. Are activities needed or just continuing the tradition without knowing the current goals and needs at the student level. Then the third is the lack of administrative order, starting from the submission of tight proposals to evaluations and reports that have not been completed in several program activities.

“The goal of this activity is to improve the organizational governance skills of the members/internal administrators of the Communication Science Student Association, and at least the community administrators and himakom present can design a short-term program and make it into a proposal format and TOR,” said Holy Rafika Dhona, Lecturer of Communications. UII, which is also the person in charge of Himakom capacity building activities on November 26, 2021. Another goal is the agreement on the TOR and Proposal formats that can be used as references in program submission. The committee from the Communication and Communications Lab, PSDM Nadim, Administrative Staff of the UII Communication Studies Study Program also hoped that the participants would understand the procedures in the Communications Study Program related to the program.

Therefore, the activity is designed with an online workshop model accompanied by practice. First, on the first day on November 26, 2021, Yudi Winarto from the Administrative Staff and Iskandar Gunawan of the UII Communication Laboratory Laboratory team became the first presenters. Yudi explained the financial and submission procedures with his infographic presentation, then Gunawan explained the procedures for borrowing tools and facilities that students should optimize to support improving communication skills.

After that, A. Pambudi W as a speaker in the second session, explained how to create and design an Action Plan based on the needs of members with SMART indicator measures (Specific, measurable, Achieveable, Reasonable, TImebound). The participants were then asked to practice in groups to design an action plan for activities starting from mapping out their needs and what programs could answer the participants’ needs. Furthermore, in the third session the next day on 27 November 2021, Holy Rafika became a speaker on how to make proposals and TOR/Term of reference (also terms of reference for activities/KAK). Holy explained the structure of the document and its philosophy.

In the end, there were several documents that were made in the practice session. Both action plan documents and proposals and TORs. In the future, community representatives and Himakom promise to use this format and template as a basis for preparing proposals and TORs during the activity submission period.

Some participants also appreciated this activity. For example, one of them thought that this activity was important for the managers of the student community at UII Communications. “It is better if activities like this are routinely held every change of management, both Himakom and the community so that later there will be a transfer of knowledge to the next management,” Maritza Khanza, the top management of HIMAKOM wrote in the suggestion column on the google form.

Galeri Foto Kegiatan

Tata kelola organisasi yang apik tak ayal adalah prasyarat menuju tercapainya tujuan organisasi. Organisasi yang tujuan-tujuannya terlaksana adalah organisasi yang sukses. Tata kelola pun tak melulu soal administrasi an sich, melainkan juga pengelolaan sumber daya, pengetahuan dan juga perencanaan kegiatan.

Dalam rangka peningkatan kader-kader komunikasi muda HIMAKOM (Himpunan Mahasiswa Komunikasi). Prodi Ilmu Komunikasi UII mengadakan “Workshop Penguatan Tata kelola Organisasi Himakom” pada Jum’at, 26 hingga 27 November 2021. Pelatihan ini diikuti oleh pewakilan Pengurus Inti Himakom, Komisi A Himakom, Komisi B Himakom, Komisi C Himakom, dan Komisi D. Perwakilan Komunitas atau Klub mahasiswa juga hadir. Misalnya perwakilan Komunitas Dispensi (diskusi dan penelitian komunikasi), Klik18 (Komunitas Lensa Ilmu Komunikasi Unit 18), Galaxy Radio, Red-aksi, dan juga Kompor (Komunitas Pilm Orang Komunikasi).

Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh masalah yang seringkali muncul ketika Himakom mengadakan sebuah program/acara. Proposal yang diajukan seringkali mendapat banyak evaluasi dari Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia. Evaluasi ini secara umum terkait tiga hal: masalah penyusunan proposal atau bagaimana ide program disusun dalam format proposal, lalu kedua adalah soal substansi kebutuhan program. Apakah kegiatan dibutuhkan atau hanya melanjutkan tradisi tanpa tahu tujuan dan kebutuhan terkini di level mahasiswa. Lalu ketiga adalah tertib administrasi yang kurang mulai dari pengajuan proposal yang mepet hingga evaluasi dan laporan yang tak kunjung rampung di bebebrapa program kegiatan.

Menuju Himakom dengan Tata Kelola yang Apik dan Asik

“Goal dari kegiatan ini adalah meningkatkan skill tata Kelola organisasi anggota/pengurus internal Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi, dan setidaknya pengurus komunitas dan himakom yang hadir dapat merancang sebuah program jangka pendek dan menjadikannya dalam format proposal dan TOR,” kata Holy Rafika Dhona, Dosen Komunikasi UII, yang juga adalah penanggungjawab kegiatan peningkatan kapasitas Himakom pada 26 November 2021. Tujuan lain, adalah adanya kesepakatan format TOR dan Proposal yang bisa menjadi acuan dalam pengajuan program. Panitia yang berasal dari Lab Ilkom, PSDM Nadim, Staf Administrasi Prodi Ilmu Komunikasi UII berharap pula bahwa peserta memahami prosedur-prosedur yang ada di Prodi Komunikasi terkait dengan programnya.

Maka dari itu, kegiatan didesain dengan model workshop online disertai praktek. Mula-mula, di hari pertama pada 26 November 2021, Yudi Winarto dari Staf Administrasi dan Iskandar Gunawan tim Laboran Laboratorium Komunikasi UII menjadi pemateri pertama. Yudi menjelaskan prosedur keuangan dan pengajuan dengan presentasi infografisnya, lalu Gunawan menjelaskan tata kelola prosedur peminjaman alat dan fasilitas apa saja yang baiknya dioptimalkan oleh mahasiswa untuk mendukung peningkatan skill di bidang komunikasi.

Setelah itu, A. Pambudi W sebagai pemateri di sesi kedua, menjelaskan bagaimana membuat dan mendesain Action Plan yang berbasis pada kebutuhan anggota dengan ukuran indikator SMART (Specific, measurable, Achieveble, Reasonable, TImebound). Para peserta kemudian diminta praktik berkelompok untuk merancang rencana aksi kegiatan dimulai dari memetakan kebutuhan dan program apa yang bisa menjawab kebutuhan peserta. Selanjutnya, pada sesi ketiga esok harinya di 27 November 2021, Holy Rafika menjadi pembicara tentang bagaimana membuat proposoal dan TOR/ Term of referrence (juga kerangka acuan kegiatan/KAK). Holy menjelaskan struktur dokumen tersebut beserta filosofinya.

Pada akhirnya terdapat beberapa dokumen yang dibuat pada sesi praktik. Baik dokumen rencana aksi maupun proposal dan TOR. Ke depan, para perwakilan komunitas dan Himakom berjanji akan menggunakan format dan template ini sebagai landasan dalam menyusun proposal dan TOR di masa pengajuan kegiatan.

Beberapa peserta mengapresiasi kegiatan ini pula. Misalnya, salah satu dari mereka ada yang berpendapat kegiatan ini penting dilakukan untuk para pengelola komunitas mahasiswa di Komunikasi UII. “ada baiknya kegiatan seperti ini rutin diadakan setiap pergantian kepengurusan baik himakom maupun komunitas agar nantinya ada transfer pengetahuan ke kepengurusan yang selanjutnya,” tulis Maritza Khanza, Pengurus Inti Himakom, di kolom saran pada formulir google.

Galeri Foto Kegiatan

Banyak Mahasiswa dari berbagai jurusan saling berkompetisi untuk melolosan proposalnya menembus PIMNAS. Tapi banyak program yang gagal didanai Kementrian Riset Teknologi Pendidikan dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) itu. Apa sih sebenarnya kunci sukses untuk menembus Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional alias PIMNAS?

Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) Nadim menghadirkan Rizqiyah Yusrinawati, salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) yang berhasil lolos menjadi finalis di Pimnas ke-34. Pada diskusi Nadim 25 November 2021 ini, Yusrina menceritakan prosesnya dalam menggapai sukses di PiMNAS. “Prosesnya cukup panjang dan cukup mengguras perhatian. Tapi menyenangkan,” Ungkap Yusrina yang kerap dipanggil Yus itu.

Yusrina yang juga adalah Ketua Komunitas Dispensi (Diskusi dan Penelitian Komunikasi) Ilmu Komunikasi UII, memberikan poin penting dalam prosesnya. Ia menceritakan bagaimana salah satu juri sangat mempertimbanhkan timnya untuk lolosa sebagai salah satu Finalis di PIMNAS. “Salah satu juri senang karena tim kami ini berbeda. Kami berani untuk berkolaborasi dengan jurusan lain,” cerita Yus.

Kolaborasi memberikan perspektif dan pandangan lebih luas dalam melihat sebuah masalah dengan lebih berbagai sudut pandang. Kolaborasi juga membuka cakrawala berpikir untuk melihat masalah dan memecahkannya dengan lebih komprehensif dari berbagai disiplin ilmu.

Namun, kolaborasi saja bukanlah hal yang spesial ketika tidak dibarengi dengan sebuah ide dan gagasan yang bermanfaat. Sebuah ide yang menarik adalah ide yang berangkat untuk menjadi solusi atas masalah yang banyak dialami banyak orang. Atau, ide inovatif dalam arti ide yang mampu menawarkan upaya untuk memempermudah pekerjaan manusia.

Yusnita dan timnya mengambil poin pertama, yakni mengatasi permasalahan yang kini sedang krusial. Masalah lingkungan adalah isu yang tensinya makin meningkat dalam satu dekade ini. Ia menawarkan solusi untuk memurnikan kembali air limbah dari mesin cuci. Jumlah air makin berkurang, kualitas air kini makin kotor.

Pengetahuan tentang lingkungan ini bukanlah hal yang sehari-hari ia geluti sebagai mahasiswa komunikasi. Ia justru mengerti bahwa ini krusial karena ia banyak berteman dan berdiskusi dengan mahasiswa dari jurusan teknik lingkungan.

Tetapi dalam prosesnya, menuju Finalis PIMNAS tak semudah pose foto instagram. Jatuh bangun dengan kekompakan tim harus dia lalui. Menyesuaikan jadwal, membangun mood dengan tim, mengatur prioritas antar tim, hingga disiplin pencatatan di log book harus dibangun dengan tak mudah. Mudah jika hanya satu dua hari. Tapi jika harus dilakukan dalam satu tahun itu jadi persoalan ketabahan dan kesabaran.

Berikut adalah beberapa tips yang diberikan oleh Yus. “Jalani dengan usaha maksimal bersama tim, ikuti setiap prosedur yang ada, isi log book setiap pengerjaan, gunakan dana secara optimal, kolaborasi dengan jurusan lain.”

Mengisi list tips tersebut jauh lebih mudah daripada menjalankan dari waktu ke waktu dalam hitungan tahun. Tetapi bisa dilakukan satu persatu meski harus gagal, gagal lalu bangkit.

Many students from various majors compete to pass their proposals through PIMNAS. But many programs failed to be funded by the Ministry of Research, Technology, Education, and Higher Education (Kemenristekdikti). What is the real key to penetrating the National Student Scientific Week, also known as PIMNAS?

The Nadim Center for Alternative Media Studies and Documentation (PSDMA) presented Rizqiyah Yusrinawati, a Communication Science student at the Indonesian Islamic University (UII) who successfully qualified as a finalist at the 34th Pimnas. In Nadim’s discussion on November 25, 2021, Yusrina told her process in achieving success at PiMNAS. “The process is quite long and quite draining attention. But it’s fun,” said Yusrina, who is often called Yus.

Yusrina, the Head of the Communication Science Dispensation (Discussion and Research Communication) Community UII, gave essential points in the process. He told how one of the judges considered his team to qualify as one of the Finalists in PIMNAS. “One of the judges is happy because our team is different. We dare to collaborate with other majors,” said Yus.

Collaboration provides a broader perspective and view in seeing a problem with more various points of view. The partnership also opens the horizon of thinking to see the issues and solve them more comprehensively from multiple disciplines.

However, collaboration alone is nothing special when a helpful idea does not accompany it. An interesting idea is an idea that sets out to solve a problem that many people experience. Or innovative ideas in pictures that can offer efforts to simplify human work.

Yusrina and her team took the first point: overcoming the current crucial problems. Environmental problems are issues that have increased in tension in this decade. It offers a solution for re-purifying wastewater from washing machines. The amount of water is decreasing; the water quality is now getting dirty.

This knowledge of the environment is not something he is involved in every day as a communication student. He understands that this is crucial because he makes a lot of friends and discusses with students from the environmental engineering department.

But in the process, getting to the PIMNAS Finalists is not as easy as posing for Instagram photos. He had to go through the ups and downs with the team’s cohesiveness. Adjusting the schedule, building the mood with the team, setting priorities between groups to the discipline of recording in the logbook must not be created easily. Easy if only one or two days. But if it has to be done in one year, it becomes a matter of fortitude and patience.

Here are some tips are given by Yus. “Go with maximum effort with the team, follow every existing procedure, fill in the logbook for every work, use funds optimally, collaborate with other majors.”

Filling out the list of tips is much easier than running it from time to time in a matter of years. But it can be done one by one even if you have to fail, fail and then get up.

Selama ini jurnal internasional dimonopoli oleh pemikiran dan wacana yang dominan barat. Padahal penyeimbang wacana dari pemikiran ketimuran juga penting. Pemikiran dan wacana akademik ‘timur’ harus juga bisa menjadi referensi wacana akademik global. Wacana timur sudah barang tentu bisa juga menjadi referensi yang andal bagi pengembangan keilmuan.

Bagaimana strategi agar de-westernisasi jurnal dapat dilakukan? Para dosen di Indonesia, terutama di UII, dan juga para Pengelola jurnal, harus berusaha menulis publikasi terindeks scopus. Jika sudah begitu, maka mudah terjadi rekognisi dosen Indonesia di kancah global. Masduki memberikan tips dan strategi untuk meraih publikasi internasional. Masduki sebagai narasumber menjelaskan dan berbagi strategi menulis jurnal di jurnal bereputasi internasional. Tak hanya itu, Masduki yang tulisannya telah tersebar di beragam jurnal berindeks scopus, dan kini telah mencapai H-Indeks 2 Scopus.

Masduki, yang juga adalah Penulis Artikel & Buku, Tim Penilai Kepangkatan Dosen UII, dan Reviewer Jurnal Internasional terindeks SCOPUS, mengatakan penting sekali menulis di jurnal internasional. Alasannya, “Kita perlu berbagi hasil riset untuk mengurangi ketimpangan informasi dan analisis akademik antara ‘Barat’ dan ‘Timur’,” katanya di acara Sharing session pada Sabtu, 20 November 2021, di Hotel Eastparc. Acara yang diadakan oleh Unit Pengelolaan Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah FPSB UII ini berusaha meningkatkan kapasitas para pengelola jurnal sehingga menjadikan jurnal-jurnal di FPSB semakin bereputasi.

Strategi pertama adalah para dosen harus menulis artikel di jurnal internasional terindeks. Para pengelola jurnal juga sudah saatnya, “menulis buku berbahasa Inggris sebagai bahasa internasional pada penerbit terindeks artikel dalam buku berbahasa internasional pada penerbit terindeks,” kata Masduki. Masduki juga menambahkan strategi lain agar karya terndeks scopus. Misalnya, kata Masduki, dosen perlu menulis artikel dengan sasaran pada prosiding konferensi internasional terindeks Scopus.

Menurut Masduki, dalam materinya yang berjudul ‘Menembus Jurnal Internasional Bereputasi’, menulis di jurnal internasional juga sebagai, ”bentuk ‘silaturrahmi’ akademik internasional, memperkuat basis komunitas pada minat studi serupa.” Selain itu ia juga dapat meningkatkan karir akademik seperti menjadi lektor kepala dan guru besar. Menulis di jurnal internasional bisa menambah pula jumlah penghargaan. “Baik bentuknya finansial maupun sosial,” kata Masduki.

Para Dosen di lingkungan FPSB UII mengikuti acara ini. Para dosen lintas jurusan telah melakukan diskusi kelompok dan berkolaborasi menentukan tema dan strategi untuk menembus jurnal internasional. Secara umum, telah terkumpul empat sampai lima kelompok dosen lintas jurusan yang bersepakat menulis jurnal internasional Bersama. Para peserta yang juga adalah pengelola jurnal di FPSB ini pada gilirannya akan menjadi role model dan menguatkan reputasi jurnal di FPSB.

Beberapa kelompok yang sudah berhasil dibuat adalah Misalnya, Holy Rafika dan Banatul Murtafiah menulis naskah wacana pembelajaran dengan telekonferensi selama masa Covid-19. Kelompok Subhan Afifi menentukan tulisan jurnal soal Global Public Relation. Sedangkan Kelompok Puji Rianto berencana menulis tentang pasal defamasi dan persepktif psikologi.

Nowadays, international journals have been monopolized by dominant western thoughts and discourses. Though balancing the discourse of eastern thought is also essential. ‘Eastern’ academic thoughts and discourses must also reference global academic discourse. Indeed, the eastern discourse can also be a reliable reference for scientific development.

What is the strategy for the de-westernization of journals? Lecturers in Indonesia, especially at UII and journal managers, should try to write Scopus indexed publications. If that’s the case, then it’s easy to recognize Indonesian lecturers in the global arena. Masduki provides tips and strategies to achieve international publications. Masduki as a resource person, explained and shared his journal writing strategies in internationally reputed journals. Not only that, Masduki, whose writings have been published in various Scopus indexed journals, has now reached H-Index 2 Scopus.

Masduki, the Author of Articles & Books, the Assessment Team for the Ranks of UII Lecturers, and the Reviewer of International Journals indexed by SCOPUS, said that writing in international journals is very important. The reason is, “We need to share research results to reduce the gap in information and academic analysis between the ‘West’ and the ‘East’,” he said at the Sharing session on Saturday, November 20, 2021, at the Eastparc Hotel. The event, which was held by the Journal and Scientific Paper Publication Management Unit, FPSB UII, seeks to increase the capacity of journal managers to make the journals at FPSB more reputable.

The first strategy is that lecturers must write articles in indexed international journals. It is also time for journal managers “to write books in English as an international language at indexed publishers, articles in international language books to indexed publishers,” said Masduki. Masduki also added another strategy so that the work was Scopus indexed. For example, said Masduki, lecturers need to write articles to be Scopus indexed international conference proceedings.

According to Masduki, in his material entitled ‘Breaking Reputable International Journals’, writing in international journals is also as “a form of international academic friendship, strengthening the community base on similar study interests.

” In addition, publishing an international journal can also improve the lecturer’s academic career, such as becoming a head lector and professor. Writing in international journals can also increase the number of awards. “Both financial and social forms,” ​​said Masduki.

Lecturers in FPSB UII participated in this event. Lecturers across departments have held group discussions and collaborated to determine themes and strategies to penetrate international journals. In general, four to five groups of lecturers from across departments have agreed to write a joint international journal. The participants, who are also journal managers at FPSB, will become role models and strengthen the reputation of journals at FPSB.

Some groups that have been successfully created are, for example, Holy Rafika and Banatul Murtafiah, who wrote texts about learning by teleconference during the Covid-19 period. Subhan Afifi’s group decided to write a journal about Global Public Relations. Meanwhile, Puji Rianto’s group plans to write about defamation articles and psychological perspectives.

Finding Theme Ideas for work is often a headache and time-consuming. However, ideas can arise amid unforeseen conditions and even within limitations.

Denty Piaway Nastitie’s experience, a journalist and photographer for Kompas Group Media, Indonesia, studying in London, UK. Denty speaking in a Webinar entitled P2A (Passage to ASEAN) Ice Cream 2021, International Course on Creative Media (Ice Cream) Inspiring the World with Creative Production, was initiated by the Communication Studies Program, the Islamic University of Indonesia on November 16, 2021.

Denty told his story when she was quarantined in a hotel in England. Several weeks she was tired of not getting out of the hotel. She watches Netflix Apps all day. But over time, he got bored. Just somersault on the bed staring at the hotel ceiling and occasionally looking out the window.

After so many frustrating days, She looked out. She imagined that the windows were screens framing passersby on the streets of London. “I imagine they are models who are waddling like a model who is on a fashion show,” said Denty.

Activating imaginations like Denty’s is one of many ways to help find themes for story photos. In addition, Denty also shared how we found a suitable piece.

Find the story

The first way is to find the story. Here, Denty suggests first finding the story or memory you want to convey. For example, you want to talk about childhood, memorable places, exciting events, natural beauty, painful experiences, and others.

Identify the Audience

When you have found a theme, you also have to think about who this photo will be shown. For yourself, the local community, national media, or international media. This will make the photographer think about what theme or image to take.

Decide the order

A photo story is a story, and we have to think about how this story will begin, how the conflict will build, and end. We have to compose the picture. Is it with a chronological narrative or by associating one story with a particular event that is already known to the public?

In addition to telling about her creative process in taking themes and taking pictures during the quarantine period, Denty also told how he took photos of the life journey of someone with a mental illness. She takes pictures of his daily life, how he struggles with his condition, lives with the surrounding community, the people who support him, and his inner mood.

To describe a person’s inner life with a mental disorder is not easy. Denty wants to show it in a photo; people who see it can feel a complicated psychological condition. “This picture of a person with a black shadow, and this black and white color, I want other people to feel what is in their psychological atmosphere. Humans are angry, happy, sad, disappointed; humans feel different thoughts and feelings. The human psychological atmosphere is like multi-layered.”

 

Mencari Ide Tema untuk sebuah karya sering kali membuat pusing dan memakan banyak waktu. Namun, ide bisa saja muncul di tengah-tengah kondisi yang tak terduga dan bahkan dalam keterbatasan.

Pengalaman tersebut diceritakan Denty Piaway Nastitie, Jurnalis dan Fotografer Kompas Media yang sedang melanjutkan Studi di London, UK. Webinar P2A  (Passage to Asean) Ice Cream 2021, International Course on Creative Media (Ice Cream) Inspiring the World with Creative Production, ini diprakarsai oleh Program Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia pada 16 November 2021.

Denty menceritakan kisahnya saat ia di karantina di sebuah hotel di Inggris. Beberapa minggu ia bosan tak bisa keluar dari hotel. Ia hanya menonton netflix sepanjang hari. Tapi lama-kelamaan ia merasa bosan. Hanya bisa jungkir balik di kasur menatap langit-langit hotel dan sesekali melihat keluar melalui jendela.

Setelah sekian hari frustasi, ia melihat keluar dan membayangkan bahwa jendelanya adalah layar yang membingkai orang-orang yang lewat di jalanan London. “Saya berimajinasi mereka adalah model yang sedang berlenggak lenggok layaknya seorang model yang sedang fasion show,” kata Denty.

Mengaktifkan imajinasi seperti Denty tersebut adalah satu dari sekian cara untuk membantu menemukan tema untuk foto cerita. Selain itu, Denty juga membagikan bagaimana cara kita menemukan tema yang pas.

Find the story

Cara pertama adalah dengan menemukan cerita. Di sini, Denty menyarankan untuk menemukan dulu cerita atau memory yang ingin disampaikan. Misalnya ingin menceritakan tentang masa kecil, tempat yang memorable, atau peritiwa menarik, keindahan alam, pengalaman menyedihkan, dan lainnya.

Identify the Audience

Ketika sudah menemukan tema, kita juga harus memikirkan tentang untuk siapa foto ini akan diperlihatkan. Untuk diri sendiri, masyakat lokal setempat, media nasional atau media international. Hal ini akan membuat fotografer memikirkan tema atau foto apa yang akan diambil.

Decide the order

Fotostory adalah cerita, dan kita harus memikirkan bagaimana cerita ini akan dimulai, bagaimana konflik dibangun, dan diakhiri. Kita harus menyusun gambarnya. Apakah dengan cerita yang kronologis, atau dengan mengasosiasikan satu cerita dengan sebuah event tertentu yang sudah dikenal publik.

Selain menceritakan prses kreatifnya dalam mengambil tema dan memotret selama masa karantina, Denty juga menceritakan bagaimana ia memotret perjalanan hidup seseorang dengan gangguan mental (mental illness). Ia memotret bagaimana hidup kesehariannya, bagaimana ia berjuang dengan penyakitnya, hidup dengan masyarakat sekitar, orang-orang yang mendukungnya, dan suasana batinnya.

Untuk melukiskan suasana batin kehidupan seorang dengan gangguan mental teryata tidaklah mudah. Denty ingin menampilkannya dalam sebuah foto orang yag melihat bisa seolah merasakan kondisi psikologis yang rumit. “Gambar orang dengan bayangan hitam, dan warna hitam putih ini, saya ingin orang lain ikut merasakan apa yang ada dalam suasana psikologisnya. Marah, senang, sedih, kecewa, manusia merasakan berbagai pikiran dan perasaaan yang berbeda dalam satu waktu. Suasananya psikologis manusia itu kan seperti multi layer.”