Mencari Ide Tema untuk sebuah karya sering kali membuat pusing dan memakan banyak waktu. Namun, ide bisa saja muncul di tengah-tengah kondisi yang tak terduga dan bahkan dalam keterbatasan.

Pengalaman tersebut diceritakan Denty Piaway Nastitie, Jurnalis dan Fotografer Kompas Media yang sedang melanjutkan Studi di London, UK. Webinar P2A  (Passage to Asean) Ice Cream 2021, International Course on Creative Media (Ice Cream) Inspiring the World with Creative Production, ini diprakarsai oleh Program Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia pada 16 November 2021.

Denty menceritakan kisahnya saat ia di karantina di sebuah hotel di Inggris. Beberapa minggu ia bosan tak bisa keluar dari hotel. Ia hanya menonton netflix sepanjang hari. Tapi lama-kelamaan ia merasa bosan. Hanya bisa jungkir balik di kasur menatap langit-langit hotel dan sesekali melihat keluar melalui jendela.

Setelah sekian hari frustasi, ia melihat keluar dan membayangkan bahwa jendelanya adalah layar yang membingkai orang-orang yang lewat di jalanan London. “Saya berimajinasi mereka adalah model yang sedang berlenggak lenggok layaknya seorang model yang sedang fasion show,” kata Denty.

Mengaktifkan imajinasi seperti Denty tersebut adalah satu dari sekian cara untuk membantu menemukan tema untuk foto cerita. Selain itu, Denty juga membagikan bagaimana cara kita menemukan tema yang pas.

Find the story

Cara pertama adalah dengan menemukan cerita. Di sini, Denty menyarankan untuk menemukan dulu cerita atau memory yang ingin disampaikan. Misalnya ingin menceritakan tentang masa kecil, tempat yang memorable, atau peritiwa menarik, keindahan alam, pengalaman menyedihkan, dan lainnya.

Identify the Audience

Ketika sudah menemukan tema, kita juga harus memikirkan tentang untuk siapa foto ini akan diperlihatkan. Untuk diri sendiri, masyakat lokal setempat, media nasional atau media international. Hal ini akan membuat fotografer memikirkan tema atau foto apa yang akan diambil.

Decide the order

Fotostory adalah cerita, dan kita harus memikirkan bagaimana cerita ini akan dimulai, bagaimana konflik dibangun, dan diakhiri. Kita harus menyusun gambarnya. Apakah dengan cerita yang kronologis, atau dengan mengasosiasikan satu cerita dengan sebuah event tertentu yang sudah dikenal publik.

Selain menceritakan prses kreatifnya dalam mengambil tema dan memotret selama masa karantina, Denty juga menceritakan bagaimana ia memotret perjalanan hidup seseorang dengan gangguan mental (mental illness). Ia memotret bagaimana hidup kesehariannya, bagaimana ia berjuang dengan penyakitnya, hidup dengan masyarakat sekitar, orang-orang yang mendukungnya, dan suasana batinnya.

Untuk melukiskan suasana batin kehidupan seorang dengan gangguan mental teryata tidaklah mudah. Denty ingin menampilkannya dalam sebuah foto orang yag melihat bisa seolah merasakan kondisi psikologis yang rumit. “Gambar orang dengan bayangan hitam, dan warna hitam putih ini, saya ingin orang lain ikut merasakan apa yang ada dalam suasana psikologisnya. Marah, senang, sedih, kecewa, manusia merasakan berbagai pikiran dan perasaaan yang berbeda dalam satu waktu. Suasananya psikologis manusia itu kan seperti multi layer.”

Kolaborasi International memang sudah menemui jamannya sekarang ini. Dunia Kreatif sudah menemukan salurannya untuk muncul dan tampil di muka publik lewat berbagai media dan sarana. Tak perlu lagi merasa takut akan dijajah budaya asing. Teknologi kini justru membantu semua eleman untuk ambil peran sesuai dengan kapasitasnya.

Hal ini dimunculkan oleh Iwan Awaluddin Yusuf, salah satu dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII). doktor bidang media, gender, dan jurnalisme. Dalam panel International Webinar on Cultivating Values with Creative Media. Kolaborasi antara Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) dan School of Creative Industry Management & Performing Art (SCIMPA), Universiti Utara Malaysia (UUM), Ilmu Komunikasi UII diwakili oleh dua doktor yakni Iwan Awaluddin Yusuf dan Zaki Habibi.

Iwan yang bersanding dengan beberapa doktor dari UUM pada Kamis, 18 November 2021, ini mencoba memberikan poin penting. Dalam slide presentasinya yang berjudul Communicating “Now” Creativity in the Digital Disruption Era, ia mencoba memaknai kreatifitas era ini melalui pemusik lokal Indonesia seperti Gamelawan, Didi kempot, dan DJ Alffy.

Youtube sebagai hosting platform penyedia konten paling besar menyediakan ruang yang begitu besar untuk kreatifitas, termasuk musik. Tiga musisi besar di Indonesia tadi, Gamelawan, Didi Kempot, DJ Alffy Reff mendapat apresiasi yang sangat besar di Indonesia.

Iwan mengajak pesertanya dengan melihat untuk memberikan gambaran tentang Gamelawan melalui beberapa karya video Gamelawan yang diunggah di Youtube. Gamelawan adalah grup dari Jawa Timur. Mereka menyanyikan ulang lagu-lagu yang sudah populer agar mudah dinikmati masyatakat luas. Mereka mengaransemen ulang lagu tersebut dengan gamelan. Nelongso, salah satu judul.lagu yang mereka aransement ulang dari lagu “See You Again”. Selain itu mereka juga menyanyikan ulang dan mengaransemen lagu populer lain yang diintepretasi dengan nuansa hidup kesehariannya dalam perpektif Jawa ndeso (rural).

Pemusik berikutnya adalah Didi Kempot, Legend Sobat Ambyar ini adalah pemusik yang sempat redup yang booming lagi dengan menarik ribuan pencinta musik dari generasi kekinian.

Fenomena berbeda dengan DJ Alffy. Ia adalah DJ dengan talenta yang komplit. Ia adalah pemusik yang juga memiliki kamampuan sinematografi, musik modern tradisional. Ia banyak memasukkan unsur seni dan nasionalisme dipadu dalam video artistik dengan musik moderen dan tradisional di dalamnya.

Bagi Gamelawan dan DJ Alffy, menyanyikan ulang lagu itu tak sekadar mencomot lagu untuk dinyanyikan ulang. Tapi juga turut andil menyebarkan aspirasi dan kelokalan budaya. “Lewat karya kreatifnya adalah bentuk partisipasi warga dunia. Juga menyuarakan dan menggugah nasionalisme dengan keindahan karya seni,” jelas Iwan.

 International Collaboration has indeed met its era today. The Creative World has found its channel to appear and appear in public through various media and means. There is no need to be afraid of being colonized by a foreign culture. Today’s technology helps all elements to take roles according to their capacities.

This was raised by Iwan Awaluddin Yusuf, one of the lecturers of Communication Studies at the Islamic University of Indonesia (UII). Doctorate in media, gender, and journalism. In the International Webinar on Cultivating Values ​​with Creative Media panel. Collaboration between the Communication Sciences of the Indonesian Islamic University (UII) and the School of Creative Industry Management & Performing Art (SCIMPA), Universiti Utara Malaysia (UUM), UII Communication Studies was represented by two doctors, namely Iwan Awaluddin Yusuf and Zaki Habibi.

Iwan, who was side by side with several doctors from UUM on Thursday, November 18, 2021, tried to give an important point. In his slide presentation entitled Communicating “Now” Creativity in the Digital Disruption Era, he tries to interpret the creativity of this era through local Indonesian musicians such as Gamelawan, Didi Kempot, and DJ Alffy.

As the most prominent hosting platform for content providers, Youtube provides a vast space for creativity, including music. The three great musicians in Indonesia, Gamelawan, Didi Kempot, DJ Alffy Reff, received great appreciation in Indonesia.

Iwan invites the participants to provide an overview of Gamelawan through several Gamelawan video works uploaded on Youtube. Gamelawan is a group from East Java. They sing back songs that are already popular so that the wider community can easily enjoy them. They rearranged the song with gamelan. Nelongso, one of the song’s titles, they re-arranged from the song “See You Again.” In addition, they also re-sung and arranged other popular songs, which were interpreted with the nuances of their daily life from a rural Javanese perspective.

The next musician is Didi Kempot, the Legend of Buddy Ambyar is a musician who was once dim and booming again by attracting thousands of music lovers from the current generation.

A different phenomenon with DJ Alffy. He is a DJ with complete talent. He is a musician who also has cinematography skills, traditional, modern music. He incorporates many elements of art and nationalism combined in artistic videos with modern and traditional music.

For Gamelawan and DJ Alffy, re-singing is not just picking a song to sing it over. But also contribute to spreading the aspirations and local culture. “Through his creative work, it is a form of participation of the world’s citizens. It also voices and inspires nationalism with the beauty of art,” explained Iwan.

Men have dominated photography. Every time Allmark sees a photographer, both in print and online, it is inhabited by a male figure. Even if you see female photographers, only a few. The resulting photos also tend to be framing born of patriarchal culture. Feminine photography was taken to critique and an alternative to capturing images that look from the feminine side.

Panizza Allmark, Professor of Visual and Cultural Studies from Edith Cowan University, Australia, presented the results of her study on feminine photography in a 2021 P2A Ice Cream Webinar, International Course on Creative Media. This year’s Passage to ASEAN (P2A) takes the theme Inspiring the World with Creative Production. P2A Ice cream 2021 was initiated by the Communication Science Program at the Universitas Islam Indonesia on November 16, 2021. 

Besides UII, other universities are co-hosts, for example, Universiti Utara Malaysia (UUM) and Duy Tan University Vietnam. At the same time, some of the official partners include AIC (Academy International Cambodia), Unika Atma Jaya Jakarta, Binus University, Genetic Computer School Singapore, University of Economic and Law Vietnam, Vietnam National University, Svay Rieng University, Victoria University College, and other.

In her presentation “Photography feminine and documentary photography,” Allmark explained a lot about what feminine photography is and why this perspective was born in the world of photography. “Feminine photography is a critique of patriarchal representation. The camera is usually behind the man and represents the male perspective. Because, so far, its history has been dominated by men.”

The camera, a shooting tool for framing photos, can now be seen from a feminine perspective. To show what feminine photography looks like, Allmark also displays pictures of her work. She wants to show that feminine photography is not just a photographer who is physically female because women can have a patriarchal perspective.

Some of the photos presented by Allmark are photos showing demonstrations of women with traumatized faces because authoritarian governments took their children. They are demonstrating demanding information and their child back. In one of the photos, two women are about to hug while still wearing the protest sign still wrapped around their shoulders during the demonstration.

She wanted to show how the psychological condition of women because their children were missing and when they supported each other during protests.

Other photos are photos that attempt to reframe photos produced by the patriarchy. She took photos randomly wherever she was.

“I want to show a different perspective. These photos try to appear as a critique of the existing photos,” She said.

Panizza also takes a photo in Bangkok, which is a photo which contains a picture of a woman who has won an academic degree, along with an image of a woman posing vulgarly in underwear.

Allmark sees a binary oppositional contrast in a photo he captured with feminine glasses in the image.

Menulis dalam publikasi internasional adalah keniscayaan bagi seorang dosen. Menulis karenanya, adalah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan rekognisi dosen dalam kancah pemikiran global. Semakin banyak menulis, semakin banyak kemungkinan keterbacaan. Apalagi ini dilakukan oleh dosen cum pengelola jurnal. Tidak hanya dirinya yang diakui oleh komunitas akademik internasional, melainkan juga reputasi jurnal yang dikelolanya juga mendapat peningkatan pengakuan global.

Maka dari itu, Unit Pengelolaan Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah FPSB UII mengadakan Workshop Pengelola Jurnal dengan tajuk Strategi Penulisan Jurnal Internasional Bereputasi. Workshop diselenggarakan dengan cara memotivasi dan sekaligus meningkatkan pengetahuan pengelola jurnal. Workshop juga berusaha meningkatkan kemampuan para pengelola jurnal untuk menulis artikel di jurnal internasional bereputasi. Acara yang dilaksanakan melalui Zoom meeting ini dihadiri oleh seluruh pengelola jurnal di FPSB UII dan beberapa dosen internal FPSB UII.

Prof. Subandi, dari Psikologi UGM, hadir sebagai widyaiswara kali ini. Ia membagikan pengalamannya menembus menulis dan menembus jurnal internasional bereputasi. Pengalamannya selama ini melanjutkan studi di luar negeri nampaknya juga turut menyumbang kapabilitasnya untuk bersilaturahmi di dunia akademik global lewat jurnal internasional.

Ada tiga hal pokok yang dibahas oleh Prof. Subandi pada 12 November 2021 via Zoom. Pada sesi workshop ini, tiga hal pokok itu adalah, pertama, bagaimana strategi menulis artikel di jurnal internasional bereputasi. apakah menulis artikel jurnal internasional dimulai dari pencarian jurnal yang sesuai ataukah dari riset atau artikel yang sudah ada.

Lalu Kedua, worshop membahas Hal-hal pokok apa saja yang harus diperhatikan dalam penulisan jurnal internasional bereputasi. Semua berdasar pada pengalaman Prof Subandi sebagai seorang doktor psikologi dari UGM dan Lulusan universitas di Australia. Kemudian, poin ketiga yang juga jadi bahasan adalah bagaimana strategi pemilihan jurnal sehingga memudahkan dalam proses publikasi.

Yang menarik adalah, selain ada upaya-upaya rasional yang dijalankan untuk menembus jurnal internasional, Prof. Subandi juga mengaku melakukan upaya-upaya spiritual. Upaya itu misalnya adalha rutinitasnya menulis Al-quran. “Ya, menulis Quran dari ayat ke ayat. Itu menjadi rutinitas saya, menulis quran dengan tulisan tangan,“ katanya.

Writing in international publications is a necessity for a lecturer. Writing, therefore, is also part of an effort to improve lecturers’ recognition in the global thinking arena. The more you write, the more readability possible. Moreover, this is done by lecturers and journal managers. Not only has he been recognized by the international academic community, but the reputation of the journal he manages has also received increased global recognition.

Therefore, the Journal Management Unit and Scientific Paper Publication of FPSB UII held a Journal Management Workshop under the title Strategy for Writing Reputable International Journals. The workshop was held by motivating and, at the same time, increase the knowledge of journal managers. The workshop also seeks to improve the ability of journal managers to write articles in reputable international journals. The event, held through a Zoom meeting, was attended by all journal managers at FPSB UII and several internal lecturers at FPSB UII.

Prof. Subandi, from Psychology UGM, was present as a resource person this time. He shared his experience through writing and penetrating reputable international journals. His experience to continue his studies abroad also seems to have contributed to his capability to stay in touch with the global academic world through international journals.

There are three main things discussed by Prof. Subandi on 12 November 2021 via Zoom. In this workshop session, the three main points are delivered. The first was how to write articles in reputable international journals. Whether writing international journal articles starts from searching for appropriate journals or from existing research or articles.

Then Second, the workshop discusses the main things that lecturers must consider in writing reputable international journals. All are based on Prof. Subandi’s experience as a doctor of psychology from UGM and a graduate of a university in Australia. Then, the third point discussed was how to choose a journal strategy to make it easier for the publication process.

Interestingly, apart from rational efforts to penetrate international journals, Prof. Subandi also admitted to making spiritual efforts. The effort, for example, is his routine of writing the Koran. “Yes, writing the Quran verse by verse. It became my routine, writing the Koran by hand,” he said.

It is not easy to create and share our stories through creative media. We can also share our stories with the audience through photo stories, video, or other creative production. But, how to engage more audience with more creative media? Hence, the International Program of Communication, Universitas Islam Indonesia, launch the P2A Ice Cream. P2A stands for Passage to ASEAN. On the other hand, 2021.’s P2A theme Ice Cream stands for International Course on Creative Media. Todays, P2A brought to all participants with the grand theme: Inspiring the World with Creative Production,

Daffa Urrofi, a creativepreneur, content creator, and filmmaker, speaking in a General Lecture entitled Creative Content and Creativepreneur, was initiated by the Department of Communications, Universitas Islam Indonesia on November 8th, 2021. Iven Sumardiantoro, videographer, and editor of Ikonisia TV, moderated the webinar for almost three hours.

“What you have to do to create video content is to find What the message of your video content is, what is the point of your video stories, and what is your purpose to the story,” said Urrofi answering Mimi’s question. Mimi is a participant from Vietnam, student of Duy Tan University, Vietnam.

How to do creative video? How to share your stories with the video?

Urrofi said you should make a straightforward breakdown in your content creation. “You must make first three-second content as intriguing as interesting as possible,” add Urrofi then. If you want to keep the audience hearing and watching your content, you must find what motivates you to make the video.

“If you can answer that question, you can make effective content. You have to make a hook content,” said Urrofi. Because the content is about creative content creation, it isn’t just making content but making a good hook for your content.

Some question is also came from some participants. For example, some students ask Urrofi what his motivation is to start a business. Especially in video production. Because video is more a lot of effort than photo content, what are the tips and tricks to do viral content?

Urrofi, the founder of URRO Film and URRO Academy, said he aims to create creative content to promote your idea and communicate what motivates you. How make a viral video? “We should find the best platform and media. Besides, we also have to learn the platform algorithm. Even Facebook and TikTok have different behavior of the algorithm. “When you know the algorithm, it can be viral too. If you talk about the platform, if we talk about TikTok, you should create the content well in the first three-second as interesting as possible to make people watch till the end,” urge Urrofi. “Consistency is the key to posting content on youtube. And Instagram is a different algorithm in each platform.”

Tidak mudah membuat dan berbagi cerita melalui media kreatif. Kita juga dapat berbagi cerita kami dengan penonton melalui foto cerita, video, atau produksi kreatif lainnya. Tapi, bagaimana cara melibatkan lebih banyak audiens dengan media yang lebih kreatif? 

Oleh karena itu, Program Komunikasi Internasional Universitas Islam Indonesia meluncurkan Ice Cream P2A. Ini bukan Es Krim merujuk pada makanan. P2A adalah singkatan dari Passage to ASEAN. Sedangkan Ice Cream adalah singkatan dari International Course on Creative Media. P2A menghadirkan seluruh peserta dengan tema besar: Menginspirasi Dunia dengan Produksi Kreatif.

Daffa Urrofi, seorang creativepreneur, content creator, dan filmmaker, menjadi pembicara dalam Kuliah Umum bertajuk Creative Content and Creativepreneur yang digagas oleh Departemen Komunikasi, Universitas Islam Indonesia pada tanggal 8 November 2021. Iven Sumardiantoro, videografer dan editor Ikonisia TV, memoderasi webinar selama hampir tiga jam.

“Yang harus dilakukan untuk membuat konten video adalah mencari apa pesan dari konten video Anda, apa inti dari cerita video Anda, dan apa tujuan Anda dari cerita tersebut,” kata Urrofi menjawab pertanyaan Mimi. Mimi adalah peserta dari Vietnam, mahasiswa Duy Tan University, Vietnam.

Bagaimana cara membuat video kreatif? Bagaimana cara berbagi cerita Anda dengan video?

Urrofi mengatakan Anda harus membuat perincian langsung dalam pembuatan konten Anda. “Kamu harus membuat konten tiga detik pertama semenarik mungkin,” tambah Urrofi kemudian. Jika Anda ingin membuat penonton mendengar dan menonton konten Anda, Anda harus menemukan apa yang memotivasi Anda untuk membuat video.

“Jika Anda bisa menjawab pertanyaan itu, Anda bisa membuat konten yang efektif. Anda harus membuat konten yang menarik,” kata Urrofi. Karena konten adalah tentang pembuatan konten kreatif, itu bukan hanya membuat konten tetapi membuat pengait yang baik untuk konten Anda.

Beberapa pertanyaan juga datang dari beberapa peserta. Misalnya, beberapa peserta mahasisawa bertanya kepada Urrofi apa motivasinya memulai bisnis. Terutama dalam produksi video. Karena video lebih banyak usaha daripada konten foto, apa tips dan trik untuk membuat konten viral?

Urrofi, pendiri URRO Film and URRO Academy, mengatakan bahwa bisnis dia bertujuan untuk membuat konten kreatif untuk mempromosikan ide Anda dan mengomunikasikan apa yang memotivasi Anda. Urrofi juga bermaksud mengedukasi lewat Urro Academy. 

Bagaimana cara membuat video viral? Pastikan menggunakan video karena video adalah konten yang paling interaktif dengan khalayak. “Kita harus mencari platform dan media terbaik. Selain itu, kita juga harus mempelajari algoritma platform. Bahkan Facebook dan TikTok memiliki perilaku algoritma yang berbeda. “Kalau tahu algoritmanya, bisa viral juga. Kalau bicara platform, kalau bicara TikTok, tiga detik pertama harus membuat konten semenarik mungkin agar orang menonton sampai akhir,” imbau Urrofi. “Youtube dan Instagram punya algoritma yang berbeda di setiap platform.”

Jurnal Komunikasi UII mengundang Anda membaca edisi JURNAL KOMUNIKASI – VOLUME 16 NO 1 OKTOBER 2021 GRATIS dan bisa baca langsung dari ponsel.👏

🩺 Jurnal Komunikasi edisi ini memuat tujuh artikel dengan objek kajian dan tema yang beragam. Objek kajian merentang dari Aktivisme media sosial dan isu sustainibility, Jejaring radio swasta, Komunikasi Bencana, Wisata Halal, Resistensi Musisi Independen, hingga Branding Pariwisata.

🎙️Tujuh artikel kami sajikan pada edisi pertama, menemani akhir tahun 2021.

DAFTAR ARTIKEL EDISI INI KLIK DI SINI

Editorial
https://journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/view/21447/11764

Pembelajaran Sosial Termediasi dan Aktivisme Media Sosial untuk Pola Hidup Berkelanjutan di Indonesia
June Cahyaningtyas, Wening Udasmoro, Dicky Sofjan
https://journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/view/19142/11720

Jejaring Radio Swasta Sebagai Inovasi Merebut Pasar
Moh. Zaenal Abidin Eko Putro(1), Ade Haryani(2),
https://journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/view/18939/11756

Model Komunikasi Keluarga Etnis Betawi dalam Memotivasi Pendidikan Tinggi dari Perspektif Anak
Maulina Larasati Putri(1), Vera Wijayanti Sutjipto(2), Marisa Puspita Sary(3)
https://journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/view/16528/11758

Model Komunikasi dan Informasi Terpadu dalam Pengelolaan Bencana di Kabupaten Karo Berbasis Web
Puji Lestari(1), Eko Teguh Paripurno(2), Hikmat Surbakti(3), Dikau Mahardika Pratama(4),
https://journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/view/20742/11760

Komunikasi Pemasaran Wisata Halal Di Banyuwangi dan Gunungkidul
Yani Tri Wijayanti(1),
https://journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/view/18857/11761

Resistensi Musisi Independen terhadap Komodifikasi dan Industrialisasi Musik di Indonesia
Nurly Meilinda(1), Caesar Giovanni(2), Nunik Triana(3), Syanaz Lutfina(4),
https://journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/view/18148/11762

Pengembangan Branding Pariwisata Maluku Berbasis Kearifan Lokal
Noviawan Rasyid Ohorella(1), Edy Prihantoro(2),
https://journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/view/17917/11759

Jurnal Komunikasi
Published by Department of Communications, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Indonesia | Email: [email protected] | Phone: +62 274 898444 Ex 2136 | +62 813-2705-7776

Jika kita pergi ke perpustakaan kita bisa melihat berjejer ribuan karya skripsi. Karya tersebut paling banter sekadar dibuka oleh mahasiswa yang ingin merujuk atau mencari inspirasi untuk skripsi berikutnya. Bahkan banyak juga karya yang bahkan tak tersentuh. Sayang sekali rasanya. Tak sedikit hasil riset itu yang bagus dan layak untuk dipublikasi dalam jurnal, tapi hanya terpajang nyaris tak tersentuh.

Jurnal Cantrik dihadirkan untuk mewadahi penelitian mahasiswa yang berkualitas, memiliki tema menarik, kabaruan isu dan metode, ada muatan kepentingan publik yang ditulis dengan baik, juga dengan perpektif yang baik pula. Anggi Arifudin Setiadi, Managing Editor Jurnal Mahasiswa Komunikasi CANTRIK, cum dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) memperkenalkan Jurnal Cantrik dalam ngobrol santai bersama di acara Teatime, International Program of Communication UII pada 29 Oktober 2021. Dalam kepentingan praktisnya Jurnal Cantrik dapat membantu kepentingan akreditasi. Dengan mahasiswa telah memiliki publikasi di jurnal, ini adalah bukti bahwa mahasiswa komunikasi UII telah memiliki tradisi penulisan ilmiah akademik.

Jurnal Cantrik terbit perdana pada bulan Mei 2021. Dengan mempublikasi lima  naskah. Terkait tema publikasi, jurnal Cantrik terbaru fokus bertemakan media sosial. Namun kedepan, bisa dengan beragam tema sepanjang masih bersinggungan dengan tema-tema komunikasi dan media.

Proses seleksi

Bagaimana cara menerbitkan karyamu di Cantrik? Pertama, buka registrasi di laman Jurnal Cantrik berikut. Kemudian ikuti proses kirim naskah dengan pertama-tama menyesuaikan naskahmu dengan template dan selingkung Jurnal Cantrik. “Naskahnya diupload saja sesuai template yang sudah disediakan. Naskah akan kami review dan ada proses editing oleh tim jurnal,” jelas Anggi selaku managing Editor Jurnal Cantrik saat diwawancarai oleh Lana, host Instagram Live ip.communication.uii.

Prosesnya kurang lebih lima bulan. Mahasiswa harus selalu cek email dan akunnya di web, karena setiap revisi dan catatan review akan dikirim via email. Selama lima bulan ini mahasiswa dan administrator Jurnal akan terus berkomunikasi. Selama lima bulan tersebut pula, penulis akan diinfokan dan dipandu untuk memenuhi beberapa hal berikut: Submit naskah, cek oleh editor lalu dikirim ke reviewer, pengecekan selingkung, cek substansi, cek similaritas (cek plagiasi) dan cek kebaruan sitasi.