Reading Time: 2 minutes

22 Oktober 2019 lalu, Ida Nuraini Dewi hadir di Gedung PKK Yogyakarta, membagikan tips dari materinya berjudul Teknik Negosiasi dan Komunikasi Bisnis di depan ibu-ibu Kelompok Usaha Gandeng Gendong. Negosiasi tak mudah, tapi juga bukan berarti sulit. Ada tips yang perlu dimengerti sehingga ibu-ibu dapat melewati komunikasi bisnis dengan jalan keluar yang solutif, dan tentu profit ujungnya. Menurut Ida, Dosen Komunikasi UII, ini ada faktor kasat mata dan tak kasat mata yang mesti dipahami dalam negosiasi. Dan selalu, yang tak kasat mata bisa jadi masalah dan mempengaruhi hasil negosiasi. Hal yang kasat mata itu seperti harga, etika negosiasi, dan perjanjian. Sedangkan yang tak kasat mata seperti dasar motivasi psikologis misal kebutuhan untuk menang, kebutuhan tampak baik, kebuthan untuk memepertahankan prinsip samapi kebutuhan untum memepertahankan hubungan baik.

Tentu seluruh peserta dalam pelatihan usaha kerjasama Komunikasi UII dan DPMPPA hari itu ingin belajar negosiasi agar meraih keuntungan. Namun Ida, yang juga spesialis di bidang Teori Komunikasi, Jurnalisme dan public speaking, ini mengatakan, bukan hanya itu tujuan negosiasi. Ia harus mencapai apa yang biasa disebut win-win solution. Solusi yang sama-sama untung. Tak ada yang dapat rugi intinya.

Ibu Yanti, dari salah satu kelompok usaha, itu angkat tangan. Masih ada kendala di negosiasi kelompok, katanya.”Tadinya udah oke, tapi kok akhirnya jadi tidak, jadinya malah mempengaruhi yang lain dalam forum negosiasi di kelompok,” katanya. Menurutnya ini menghambat. Ida menyarankan teknik negosiasi dapat digunakan. Kita sebaiknya mengendalikan emosi dan tetap tenang, kenali tujuan mereka yang belum bersepakat, dan cari solusi dengan pendekatan sama-sama menang, jawab Ida. Itu salah satu trik negosiasi.

ibu Fauzan urun pendapat dan berbagi kisah. “Dalam pengambilan keputusan, kami negosiasi, jika kami buntu, kami ambil pengambilan suara terbanyak,” katanya.

“Ada nggak yang tipikal kayak kasus bu yanti,” tanya Ida.

“Ada sih, tapi kita tinggal,” jawabnya lagi.

Ida kemudian juga menawarkan siapa yang hendak berbagi trik. Negosiasi juga identik dengan tawar menawar. Salah satu peserta seperti Ibu Susilowati berbagi trik dalam tawar menawar dan negosiasi harga. “kita sudah harga tetap masih ada aja ditawar. jadi kami naikkan dulu, baru turun ke harga dasar. jadi naikkan dulu baru kasih potongan. tp itupun kalau ada event aja,” katanya.

Cerita lain dari Ibu paryanti. “Sebelu transaksi ada negosiasi. kita sebelumnya ada uang muka dan pelunansan. Namun sulitnya kalau masuk instansi itu pelunasan susah. negosiasi sudah jadi, tapi jalannya pembayaran nggak lancar. tertama kalau instansi pemerintah,” ungkapnya.

Ada teknik-teknik yang perlu dipelajari dan tentu dipraktikkan kemudian kata Ida menjawab beberapa cerita peserta yang lain. Misalnya, kita harus memutuskan seberapa tinggi tawaran kita dan mendata semua hal terkait product termasuk mengetahui tujuan pihak lawan yang sebenarnya. Menentukan deadline dan menwarkan beberapa pilihan sebaiknya juga bisa dipakai sebagai tips. Kadang, negosiasi berjalan tidak mulus karena minim pilihan, tak pakai deadline, dan tak dapat mengontrol emosi diri dan lingkungan, kata Ida.

Reading Time: 2 minutes

Oleh-Oleh Pelatihan Wirausaha Gandeng Gendong

“Siap hadapi resiko, rugi, dan tuntutan kerja keras?” Mutia Dewi, Dosen Komunikasi UII, spesialis Komunikasi Pemberdayaan, Gender, dan Komunikasi Strategis, melempar tanya pada seluruh peserta yang hadir pada pelatihan wirausaha Kelompok Gandeng Gendong binaan DPMPPA Kota Yogyakarta, Senin (21/10). Kelompok Gandeng Gendong pada saat itu menghadiri pelatihan di Gedung PKK di Balai Kota Yogyakarta. Ada lebih dari 100 kelompok rintisan usaha dalam Gandeng Gendong.

Saat itu, ada 20 perwakilan yang hadir. Tak hanya ibu-ibu yang hadir, melainkan juga penganan dan kudapan produk salah satu kelompok juga turut menemani diskusi dalam pelatihan itu. Komunikasi UII bekerjasama dengan DPMPPA mengadakan kegiatan itu sebagai bentuk pengabdian masyarakat di Yogyakarta. Hampir semua Dosen hadir dalam pelatihan selama sepekan itu, termasuk Mutia, inisiator pengabdian masyarakat tersebut.

Ibu dari Noto Craft, yang memproduksi sulam bantal, sulam payet dan pita mengatakan selama usaha ini mulai, “alhamdulillah, belum pernah rugi.” Beberapa yang lain misalnya dari Batik Purwokinanti, Pakualaman, berseru resiko gagal tidak pernah mereka takuti. Belum lagi ada ibu-ibu yang mengaku selama ini belum pernah rugi. “Kalau keuntungan sudah bisa sampi 50%,” kata ibu dari kelompok usaha Batik. Tersirat bahwa semangat masih membara dalam membangun usaha rintisan ini. Sebuah tanda yang bagus. Meski begitu, tercatat belum ada yang mengoptimalkan pemasarannya menggunakan media baru/ media sosial. Ibu-Ibu berasalan sudah tua, miskin kreatifitas. Lalu apa kata Mutia?

“Seringkali kita lupa, usaha itu adalah, kegigihan kita bagaimana usaha itu mengalami pertumbuhan. seseorang yang berusaha dengan keberanian dan kegigihan sehingga usahanya mengalami pertumbuhan,” Kata Mutia menjelaskan definisi wirausaha sesungguhnya. kata “pertumbuhan” dan “kegigihan” tampak ditekankan oleh Mutia.

Semua peserta yang hadir adalah pengusaha, meski baru di awal perjalanan, menurut Mutia mereka tidak boleh lupa ada tiga hal yang menghambat usaha bisa maju. Seringkali pengusaha pemula terhambat oleh alasan ini: alasan usia, modal, dan kreatifitas. “Ingat lho ibu-ibu, Tidak Ada Kata Terlambat dan takut modal untuk mulai usaha. Kol sander (KFC) usahanya dimulai umur 70, Mustika ratu memulai usaha saat tua.”

Semangat ibu-ibu semakin terpompa apalagi setelah mendengar cerita usaha Mutia membangun usaha pulsa dan ponsel dari nol, dari etalase portable di bundaran UGM, produk jualan hilang, hingga bertumbuh seperti sekarang dengan kegigihannya. “Kuncinya berpikir perubahan: terbiasa mengubah dari pikiran negatif ke positif,” kata Mutia berbagi tips. “Berfikir kreatif: berorientasi pada tindakan, dan punya kepemimpinan visioner,” tambah Mutia dalam trik dan tipsnya pada ibu-ibu usahawan pemula di Yogyakarta.

Reading Time: 2 minutes

Kali itu mungkin tak ada yang mengira bahwa pelatihan wirausaha akan berbicara soal gosip, atau grenengan dalam organisasi. Pikir sebagian peserta, pelatihan wirausaha melulu soal profit, keuntungan atau semacamnya. Tapi tidak bagi Komunikasi UII. Dosen, staf, dan warga akademik Komunikasi UII pagi itu hadir berkolaborasi dengan kelompok Gandeng Gendong, rintisan usaha DPMPPA Kota Yogyakarta mebuat pelatihan wirausaha. Senin (21/10) itu, Puji Hariyanti, Dosen Komunikasi UII, spesialis studi Komunikasi Strategis dan PR, bicara dengan temanya yang khas: Komunikasi Organisasi.

Sekira 20 orang peserta dari 20 kelompok usaha, yang tergabung di Gandeng-Gendong, bicara atau mungkin banyak dibilang curhat soal organisasinya. Gedung PKK balai kota Yogyakarta pagi itu menjadi saksinya. Meski sebelumnya, di sesi Mutia Dewi, mengaku optimis, ternyata ada juga keluhan. Keluhan ini, atau lebih baik disebut tantangan, mengemuka dan dibahas oleh Puji Hariyanti satu per satu dengan bantuan layar presentasi.

Ada peserta yang mengatakan seringkali kalau kumpulan (rapat), ada anggota kelompok usaha yang, “mereka cuma manut atau bikin produksi bahan jualan barangnya bukannya dijual, tapi dipakai sendiri.” Ada juga yang mulanya ikut dalam kelompok, lalu beberapa waktu kemudian membuat produk dan merk sendiri, menjadi rival. Akhirnya mereka harus bersaing dengan kelompok lain yang sebenarnya dari kelompok yang sama.

Tak hanya itu ada salah satu peserta yang cerita ada ketua yang ‘itu-itu aja’ terus yang mengikuti undangan pelatihan. Namun giliran diminta berbagi ilmu, malah bilang tak bisa menjelaskan karena susah. “Solusinya ya share materi saja kalau tidak bisa menjelaskan atau ceritakan,” kata Puji, yang juga adalah Ketua Prodi Komunikasi UII ini.

Tujuan Komunikasi Organisasi tidak hanya urusan pekerjaan terus, tapi bisa juga pembicaraan urusan anak, pendidikan. Tingkat komunikasi bisa saja diturunkan ke level yang lebih pribadi sehingga lebih dekat dengan emosi tiap anggota. “Sehingga mau tidak mau harus bisa menggeret anggota yang lain merasa nyaman menjadi anggota.” Materi ini harapannya dapat membuat Komunikasi Organisasi di kelompok usaha menajdi nyaman dan kelompok mudah mencapai tujuan organisasi.

Iklim organisasi juga dipengaruhi oleh cara anggota organisasi berperilaku dan berkomunikasi. iklim organisasi yang penuh persaudaraan mendorong anggota organsiasi berkomunikasi secara terbuka, rileks, ramah tamah dengan anggota yang lain. “Ketika berbicara organisasi tidak lagi bicara ego mau tampil sendiri. nah bicara organsasi dia bicara keseluruhan,” papar Puji.

Puji menjelaskan satu teori yang bisa jadi inspirasi ibu-ibu peserta. “ada teori harapan Vroom,” kata Puji. Kata Vroom, Anggota organisasi akan termotivasi bila mereka “percaya” bahwa tindakan mereka akan “menghasilkan sesuatu yang diinginkan”. Bahwa hasil mempunyai “nilai positif” bagi mereka dan bahwa usaha yang mereka mau curahkan akan mencapai hasil. Ada perasaan dihargai dan rasa memiliki organisasi muncul dari situ, kata Puji.

Apa saja yang harus dipikirikan ketika bicara Komunikasi Organisasi? Pertama, kata Puji, perlu dirancang sususnan organisasi yang sesuai keterampilan masing-masing individu dalam organisasi. TUjuannya agar seluruh anggota mencapai konsepsi akhir dari yang di sepakati oleh seluruh anggota untuk organisasi. Kedua, teknologi: penggunaan mesin untuk mendukung organisasi. Ketiga, Lingkungan. Lingkungan berarti keaddan fisik tertentu, yang meliputi wilayah, kebudayaan, kondisi sosial, sehingga organisasi dapat menyesuaikan diri dan bertumbuh. “organisasi tidak bisa berjalan dengan ketuanya terus yang wira wiri, anggotanya harus berjalan juga. Berbicara organisasi berbicara dengan sekelompok orang yang berkumpul dan yang menyatukan adalah tujuannya yang sama,” tutup Puji dalam sesi pelatihan Komunikasi Organisasi Jilid pertama itu.

Reading Time: 2 minutes

Seeing the tendency of the current photo quality of students to be far from aesthetic, prioritizing sensation rather than aesthetics, Klik18 held a Photo Aesthetic workshop. This workshop was held on October, 15 2019 in collaboration with Hurray Photography. Hurray Photography in Plosokuning provides a place and room for Klik18. The activity was carried out by inviting three key speakers. They are Ardani Kresna, who talks about taste, sensory sensitivity, and also the semiotics of photographs (meaning). While Damar Sasongko, a professional photographer, and Dian Ananta talk a lot in the realm of street photography.

Participants who participated in this workshop varied. Starting from the class of 2012, until 2016. “But the majority is intended for the class of 2018 and 2019. In total there are approximately 60 participants who attended,” said Achmad Jais Mustafa, Deputy Chair of Klik18. The man who is more often called Jais, said the workshop was aimed at improving the quality of the work, and the results will be exhibited at the end of the year exhibition. “The practice of shooting with camera is done at the 2019’s Basic Training, then the output is at the exhibition plan on December 22 this year,” said Jais explained the year-end exhibition. According to Jais, this workshop is Klik18’s annual workshop and this is the only workshop that is separate from the exhibition.

According to Jais, Ardani can explain the meaning of the beauty of a photograph. After that the participants were invited and directed to photo genres. “Brother Dani was presenting the material with a very artistic way, he can describe what cannot be portrayed, sound photos in the morning, for example. Photos of fog forests, birds. His characters are fine art,” Jais said, describing about the workshop. The essence of Dani, said Jais, “How can we interpret what cannot be captured by photographs.”

Meanwhile, according to Ardani, the crew and photographer of Klik18 have been able to capture the concept in the photo, “The only that Klik18 Club do is execution. No more arguing,” Dani said as imitated by Jais. According to this man of Ternate,  not only sharing tricks, in this training members were also dissected. “There is reciprocity, crew of Klik18 also sharing experiences how to take photos as well,” said Jais. For example, Jais said as an example, there is a photo by Atta Rahmaputra. Atta takes a picture of the colorful fans which is children usually play. Look smoke around. when Atta was asked why, “I have no plans, Atta said,” said Jais. Dani’s comment on the photo which became an example of discussion, “This is an art, but what is the message. The message is not from the caption, but directly from the photo. So they already know the message without having to look at the caption.” as Jais said. “Take photo as a routine so that you know the character of your photos,” Ardani said then gave a message and tips to the members of Klik18 this time.

Photo: Marcellino Bima / Klik18

Reading Time: 2 minutes

Melihat kecenderungan kualitas foto mahasiswa saat ini yang jauh dari estetika, lebih mengedepankan sensasi daripada estetika, maka Klik 18 mengadakan workshop Estetika Foto. Workshop ini diadakan pada 15 Oktober 2019 bekerjasama dengan Hurray Photography. Hurray Photography di Plosokuning menyediakan tempat dan wahana belajar bagi Klik18. Kegiatan dilaksanakan dengan mengundang tiga pembicara kunci. Mereka adalah Ardani Kresna, yang bicara soal rasa, pemekaan indra, dan juga semiotika foto (pemaknaan). Sedangkan Damar Sasongko, seorang fotografer profesional, dan Dian Ananta banyak bicara di ranah street photography.

Peserta yang mengikuti workshop ini variatif. Mulai angkatan 2012, hingga 2016. “Namun mayoritas memang ditujukan untuk angkatan 2018 dan 2019. Total ada sekira 60 orang peserta yang hadir,” kata Achmad Jais Mustafa, Wakil Ketua Klik18. Pria yang lebih sering disapa Jais, ini mengatakan workshop ini bertujuan meningkatkan kualitas karya, dan hasilnya akan dipamerkan pada pameran akhir tahun. “Praktik motretnya di makrab di Diksar 2019, lalu output-nya di pameran rencana 22 Desember,” ungkap Jais menjelaskan pameran akhir tahunnya. Menurut Jais, workshop ini adalah workshop tahunan klik18 dan ini adalah satu-satunya workshop yang terpisah dengan pameran.

Menurut Jais, Ardani dapat menjelaskan pemaknaan keindahan sebuah foto. Setelah itu peserta barulah diajak dan diarahkan pada genre-genre foto. “Mas Dani itu penyampaian materinya sangat seni, dia bisa menggambarkan yang nggak bisa digambarkan, foto suara di pagi hari, misalnya. Foto hutan kabut, burung-burung. karakternya fotonya fine art,” kata Jais berpendapat tentang jalannya workshop. Inti dari Dani, kata Jais, “Gimana kita bisa menginterpretasikan apa yang tak bisa ditangkap oleh foto.”

‌Sedangkan menurut Ardani, kru dan fotografer Klik19 sudah dapat menangkap konsep dalam foto, “tinggal eksekusi aja,” kata Dani seperti ditirukan Jais. Menurut mahasiswa angatan 2017 asli Ternate ini, tak hanya berbagi trik, dalam pelatihan itu foto-foto anggota Klik18 juga dibedah. “Ada timbal balik, anak klik sharing pengalaman gimana cara ambil fotonya juga,” kata Jais. Misalnya, kata Jais mencontohkan, ada sebuah foto karya Atta Rahmaputra. Atta memotret kipas warna-warni yang biasa dimainkan anak-anak. Terlihat asap. saat Atta ditanya alasannya, “asal ngambil katanya,” ujar Jais. Komentar Dani atas foto yang jadi contoh diskusi,”ini sudah art, tapi pesannya apa. Pesannya bukan dari caption, tapi langsung dari fotonya. Jadi mereka sudah tau pesannya tanpa harus lihat caption.” seperti dituturkan Jais. “Sering2 motret biar kalian tau karakter foto kalian,” kata Ardani kemudian memberi pesan dan tips pada anggota-anggota Klik18 kali itu.

Foto: Marcellino Bima/ Klik18

Reading Time: < 1 minute

October 4, 2019 became a charming day. The reason was, HIMAKOM UII split the heat of the city of Jakarta in order to establish friendship and networking. Charming for meeting a lot new friends. On that occasion, Himakom UII visited to the secretariat of the Student Association of University of Indonesia’s Communication Sciences (HMIKUI). The event, which was given the theme of the National Visit, was a means of exchanging opinions and sharing anxiety and thoughts. Not only that, in the national agenda, HIMAKOM UII also learned and shared experiences with HMIK UI about organizational management, lectures and campus conditions and the latest communication issues.

The hope, this national visit can create inspiration and establish friendly relations between the two parties. And of course, both parties can also increase opportunities for cooperation in matters relating to communication, the media, and also of course the student movement especially in the scope of the Department or Communication Science Program.

This National Visit was also attended by representatives of the communities at  Communications Science. Such as Redaksi Komunikasi which was represented by the chairman and the board of management. There are also Klik18, Kompor.kom, Dispensi, and Galaxy Radio which also participated in enlivening and sharing in the forum.

Based on the records, this is the second time for Himakom UII’s visit to Himakom partners in Indonesia. Previously, a regional visit was conducted by Himakom UII to Komakom UMY. Previously, there were also many Himakom (Communication Student Association) from other campuses who came to gain experience from Himakom UII. Noted as a visit from Himakom UPN “V” Yogyakarta and Himakom UIN Yogyakarta and other himakoms who are members of the Indonesian Communication Studies Student Association (IMIKI)

Reading Time: < 1 minute

4 Oktober 2019 jadi hari yang cerah. Pasalnya, HIMAKOM UII membelah panasnya kota Jakarta demi menjalin silaturahim. Cerah ceria bertemu kawan baru. Pada kesempatan hari itu, Himakom UII melakukan kunjungan ke sekretariat Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (HMIKUI). Acara yang diberi tema Kunjungan Nasional ini merupakan sarana bertukar pendapat serta berbagi kegelisahan dan pemikiran. Tak hanya itu, dalam agenda nasional itu, HIMAKOM UII juga belajar dan berbagi pengalaman dengan HMIK UI soal pengelolaan organisasi, perkuliahan dan kondisi kampus dan isu komunikasi terkini.

Harapannya, kunjungan nasional ini dapat menciptakan inspirasi dan menjalin hubungan silaturahim kedua belah pihak. Dan tentu saja, kedua belah pihak juga bisa meningkatkan peluang kerjasama dalam hal-hal berbau komunikasi, media, dan juga tentu saja pergerakan kemahasiswaan khususnya di lingkup Jurusan atau Program Studi Ilmu Komunikasi.

Kunjungan Nasional ini juga diikuti oleh perwakilan komunitas-komunitas yang ada di Komunikasi UII. Seperti Red-Aksi Komunikasi yang diwakili ketua dan jajaran pengurusnya. Ada juga Klik18, Kompor.kom, Dispensi, dan Galaxy Radio yang juga turut serta meramaikan dan berbagi dalam forum tersebut.

Berdasar catatan, ini adalah kali kedua kunjungan Himakom UII ke mitra Himakom se Indonesia. Sebelumnya kunjungan sifatnya regional dilakukan Himakom UII ke Komakom UMY. Meski begitu, bukan berarti tidak ada kemitraan. Sebelumnya juga banyak himakom dari kampus-kampus lain yang bertandang menimba pengalaman dari Himakom UII. Tercatat seperti kunjungan dari Himakom UPN “V” Yogyakarta dan Himakom UIN Yogyakarta serta himakom-himakom lain yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (IMIKI)

Reading Time: < 1 minute

Berikut adalah daftar judul dan Dosen Pembimbing skripsi untuk TA Ganjil 2019/ 2020. Sila lihat daftar berikut atau unduh di tautan ini.

Reading Time: 2 minutes

‌”Enaknya digital itu,” kata Tri Ghofur, tim Kreatif Narasi TV, “Judulnya clickbait tapi kontennya sesuai.” Ghofur memulai sesi diskusi dengan jawaban demikian. Clickbait boleh, tapi konten harus sesuai, bukan bombastis tapi isinya sama sekali tak berhubungan dengan judul. Teknik mengemas sajian produk siaran dengan kreatif menjadi penting di era digital kini. Begitulah yang dikemukakan Tri Ghofur dalam Workshop produksi program Uniicoms TV pada 30 September 2019 di Lab. Audiovisual Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII.

 

Ghofur, panggilan akrabnya, menceritakan bagaimana ia memulai karir di Narasi TV, sebuah televisi berplatform digital besutan Najwa Shihab, Dahlia Citra, dan Catharina Davy. Ia yang kini menjadi tim kreatif program Tompi Glenn di Narasi TV, mendorong para peserta workshop untuk selalu memanfaatkan potensi sekitar untuk menciptakan program yang kreatif.

 

Uniicoms TV misal punya target, “Aku kebayang misal tadi ada dimanfaatin aja seniman jogja, tokoh terkenal di jogja karena mereka udah jadi, jogja aja cukup. Bikin program dengan mereka,” kata Ghofur. Alumni Komunikasi UII ini mengatakan Uniicoms TV sudah harus memanfaatkan potensi Jogja yang berlimpah seniman, tokoh, budaya, dan potensi lain untuk menjadi daya dorong popularitas program Uniicoms TV.

 

Saran ini membuat peserta tertantang sekaligus berpikir. Bagaimana caranya? Misalnya salah satu peserta, Bagus,  menanggapinya di tengah diskusi. Ia bingung, tanpa bermaksud mendiskriditkan lembaga manapun,  mengapa acara-acara dengan konten judul ‘cinta-cintaan’ atau yang berlabel ‘hijrah’ justru lebih ramai. Namun jika isunya berat seperti soal kepentingan publik, malah sepi. Ghofur melihat fenomena itu bisa disikapi dengan membuat program yang kreatif dengan konten yang alternatif. “Harus berani sih (berpikir alternatif),” kata Ghofur.

 

Bisa saja uniicoms TV bikin program yang ‘ngepop’ dan itu ada nama besar di sana. “Talkshow sama siapa, itu nama besar yang bisa kita ‘do mpleng’namanya. Atau bahas isunya yang lagi tren. Tapi tetap berbobot konten dan kemasannya,” usulnya pada peserta yang kesemuanya adalah kru Uniicoms TV dan pendatang baru dalam dunia digital broadcasting. “Kan teman-teman mahasiswa waktu luang masih punya, manfaatkan. Misal dulu kan ada tuh program TV main-main ke rumah musisi TV . Bisa memodifikasi itu,” tambahnya lagi. Bisa juga, kata Ghofur, Ia dulu sering bertandang ke rumah Adam Sheila On 7, dari situ ia bisa membuat event dengan SO7 pengisinya. Berawal dari intensitas bertamu. Bisa saja diajak kerja bareng kolaborasi program kreatif tertentu. “Rumahnya (Mas Adam) deket banget di sini, main dulu aja.”

 

Selain berdiskusi, workshop juga diisi dengan praktik membuat program acara. Peserta berkelompok dan akhirnya menelurkan beberapa rancangan ide program berdasar prinsip STP (Segmentasi, Target, Positioning). Ide ditulis beserta konsep, dan rencana host yang potensial  termasuk sponsor apa yang potensial menjadi target. Misalnya ada peserta yang berencana membuat program olahraga yang ‘fun’, atau juga program obrolan santai dengan gaya anak muda, dan beragam rancangan program lainnya.

Reading Time: 2 minutes

“That’s the comfort of the digital world,” said Tri Ghofur, Creative team of Narasi TV , “The title is clickbait but the content is appropriate.” Ghofur began the discussion session with such answers. Clickbait may, but the content must be appropriate, not bombastic and unrelated to the title. The technique of packaging a presentation of a broadcast product creatively becomes important in today’s digital era. That was what Tri Ghofur said in the Workshop on TV Program Production of the Uniicoms TV on 30 September 2019 in the Audiovisual Laboratory of Communication Science Department of FPCS UII.

Ghofur, his nickname, tells how he began his career in Narasi TV, a digital television platform made by Najwa Shihab, Dahlia Citra, and Catharina Davy. He, who is now a creative team in the Tompi Glenn program on Narasi TV, encourages workshop participants to always utilize the potential around them to create creative programs.

For example Uniicoms TV has a target, “I imagine, for example, that there have been benefits from Jogja artists, famous figures in Jogja because they are ready, just enough. Make a program with them,” said Ghofur. Ghofur, the Communication Science Department Alumni, said that Uniicoms TV had to utilize Jogja’s abundant potential of artists, figures, culture and other potentials to be the driving force for the popularity of Uniicoms TV programs.

This suggestion makes the participants both challenged and think. How to? For example, one participant, Bagus, responded in the middle of the discussion. He was confused, without intending to discuss any institution, why events with the content title ‘love’ or labeled ‘Hijra’ were even more crowded. But if the issue is heavy as a matter of public interest, it is always quiet enthusiasts.

 

Ghofur sees that this phenomenon can be addressed by creating creative programs with alternative content. “You have to be brave (think alternative),” Ghofur said.

Uniicoms TV could make a program that is ‘snapping’ and there is a big name there. “Talkshow with whom, that’s a big name that we can use their popularity. Or maybe we can create program that discuss the issue that trending. But still weighing on the content and packaging,” he suggested to participants who were all Uniicoms TV crews. For example, there used to be a TV program playing to the house of a TV musician. We could modify it,” he added. It could also, said Ghofur, he used to come to the house of Adam Sheila On 7, from where he could make an event with SO7 fillers. Starting from visiting intensity. It could be invited to work with certain creative program collaborations. “The house (Mas Adam) is very close here, just come visit there first.”

In addition to discussions, the workshop was also filled with the practice of making program planning. Participants in groups and finally spawn some program ideas based on the principles of STP (Segmentation, Target, Positioning). Ideas are written along with concepts, and potential host plans including what sponsors are potential targets. For example there are participants who plan to create a ‘fun’ sports program, or also a casual chat program with a youth style, and various other program designs.