Amir Effendi Siregar tak hanya menjadi pemikir, ia juga adalah inisiator banyak gerakan dan aktivis media, juga ideolog demokrasi penyiaran. Inilah yang tak mudah ditemukan kini. Pemikiran AES sangat luas dan beragam. Ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi generasi penerus, terutama di Komunikasi UII.
Kristiawan mengatakan, pemikiran AES membentang dari ekonomi politik, regulasi, penyiaran dan termasuk pers dan regulator media. Menurut Kristiawan, AES juga adalah yang memotori KIDP (Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran).
“Ada dua praksis Bang AES yang menurut saya unik dari tipologi bang AES, yang pertama praksis advokatif,” kata Kristiawan dalam diskusi buku Melawan Otoritarianisme Kapital, Amir Effendi Siregar Amir Effendi Siregar dalam Pemikiran dan Gerakan Demokratisasi Media, jilid pertama, pada Zoom Meeting Sabtu, 26 Juni 2021.
“Ini terus terang, Bang Amir bilang, ini gara-gara kamu, Wan. Aku udah hidup tenang-tenang kamu tarik ke sini. Itu sekitar tahun 2009. Aaat itu saya masih di yayasan Tifa. Saya menggalang aktor-aktor baru di demokrasi penyiaran,” kata Kristiawan menceritakan. “Kalau kita tarik ke tahun-tahun itu, gerakan demokratisasi penyiaran saat itu hampir nol. Waktu itu mulanya Maksi (masyarakat komunikasi dan informasi indonesia), ini sebelum KIDP. Lalu berikutnya kami bikin KIDP,” ungkap Kristiawan.
Menurut Kristiawan, ini adalah milestone dalam demokratisasi penyiaran. Saat itu gerakan KIDP adalah mengangkat isu kepemilikan media di Indonesia sebagai problem sejak awal, “dan saya bersyukur gerakan ini sangat masif dan kuat lalu berujung di uji tafsir di Mahkamah Konstitusi (MK). Itu praksis pertama bang AES.”
Sedangkan praksis kedua, menurut Kristiawan, adalah adalah praksis manajerial. AES mau dan mampu mengelola majalah Warta Ekonomi. “Ini menuntut keterampilan berfikir yang lain. yang satu tujuannya mengkritik, yang satu tujuannya jualan. Saya kira ini unik. dan ini menegaskan, kalau kita tarik ke atas lagi, bahwa memang corak berpikir Bang Amir ini corak sosial demokrat,” ungkap Kristiawan kemudian.
Menurutnya, AES tidak menolak industri, tidak menolak kapitalisme, tetapi bagaimana menjinakkan kapitalisme itu agar menunjang kualitas kehidupan bersama, “atau istilahnya decent capitalism, itu yang sering diangkat Bang Amir.”
Selain itu, Kristiawan juga mengatakan model berpikir AES. “Saya di forum ini ingin menegaskan, bangunan pemikiran Bang Amir tidak hanya berhenti dalam level mikro dan meso, tapi sampai level makro. Istilah saya, kuda-kuda ideologisnya sangat kuat,” papar Kristiawan. Secara epistemologis, katanya, pemikiran AES ini sangat kuat dan konsisten tidak hanya dalam tindakan tapi juga dalam logika.
“Saya kira satu yang tidak jadi fokus Bang Amir itu di content analysis yang sangat mikro. Saya lihat bang AES tidak tertarik ke sini, kecuali saya tidak tau,” imbuh Kristiawan.
Nina Mutmainnah, sebagai editor buku ini juga urun cerita tentang AES. “Ini penting sekali dalam sejarah penyiaran di Indonesia, karena kelompok ini (KIDP) pada 2011 melakukan uji tafsir terhadap aturan kepemilikan dalam UU Penyiaran ke Mahkamah konstitusi. Kita tahu isu kepemilikan media juga jadi isu yang dikawal oleh Bang Amir,” kata Nina Mutmainnah, Dosen di Departemen Komunikasi UI, saat menjadi pembicara bersama Kristiawan.
Buku yang diluncurkan seturut dengan Milad 17 Tahun Komunikasi UII dan 11 Tahun PR2Media ini memuat tulisan banyak penulis yang mewakili murid, rekan, sahabat, dan bahkan guru. Misalnya ada R. Kristiawan, Puji Rianto, Ade Armando, M. Heychael, Ignatius Haryanto, Nina Mutmainnah, dan Eduard Lukman, yang bicara di level pemikiran AES soal ekonomi politik. Wisnu Martha Adiputra, Masduki, Hermin Indah Wahyuni, Darmanto, Ezki Soeyanto, Rahayu, dan Iwan Awaluddin Yusuf menulis soal Kepublikan dan Penyiaran Publik. Sedangkan Wisnu Prasetya Utomo, dan A. P. Wicaksono menulis pemikiran Bang AES tentang pers mahasiswa.
Topik Bagian pertama didiskusikan pertama kali pada Sabtu, 26 Juni 2021. Topik diskusi kali ini menghadirkan wakil penulis R. Kristiawan (Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran), dan wakil Editor Buku yaitu Dr. Nina Mutmainnah (Dosen Komunikasi UI). Dr. Eni Maryani dari Komunikasi UNPAD, juga hadir sebagai pembahas sekaligus dipandu oleh moderator Mufti Nur Latifah, MA (Dosen Komunikasi UGM).
Menurut Nina, AES juga berulang-ulang menyampaikan dalam berbagai tulisannya, bahwa ia meyakini satu indikator negara yang demokratis adalah terdapatnya jaminan Freedom of Expression, Freedom of speech, freedom of the press, diversity of voices (Keberagaman suara), diversity of content (keberagaman konten), dan diversity of ownership (keberagaman kepemilikan). AES menekankan hal ini bahwa hal ini harus terus dijaga dan dikawal. Seperti apa yang ia tulis pada 2014 pada bukunya yang berjudul Mengawal Demokratisasi Media.