Isu-isu mendesak yang diusulkan agar dapat dibincangkan dalam pertemuan Asikopti berikutnya beragam. Pertemuan pada agenda pelantikan pengurus Asikopti di Universitas Veteran Sukoharjo beberapa bulan lagi itu, adalah usulan Puji Hariyanti, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII dan Rama Kertamukti dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Puji menawarkan agar agenda berikutnya Asikopti bisa membahas konsep Kampus Merdeka yang baru saja dicetuskan oleh Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayan RI.

“Bagaimana konsekuensinya, apa efeknya, dan kajian konseptualnya dan implementasinya pada perguruan tinggi,” kata Puji Hariyanti. Terutama tentu penting membincang konsep tersebut pada perguruan tinggi yang berlandaskan pada nilai islam seperti perguruan tinggi islam anggota-anggota Asikopti. “Kami di UII sendiri juga masih menggodok implementasi konsep tersebut, perlu kajian yang matang dan menyeluruh,” tambahnya.

Isu lain yang penting juga didalami adalah kapasitas anggota Asikopti dalam pemanfaatan Big data. Rama kertamukti mengusulkan pada pertemuan berikutnya, Asikopti bisa menghelat workshop big data untuk pengembangan jurnal ilmiah. Workshop juga menjadi magnet bagi para peserta.

Pada kesempatan itu disusun susunan kepengurusan Asikopti yang komposisinya berasal dari beragam kampus. Misalnya ada pengurus perwakilan dari Prodi atau jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), UIN Sunan Kalijaga, Univet Sukoharjo, Unida Gontor, UAD, Unisba, UIN Suska Riau, Unisa, UIN Sumatera Utara, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Raden Fatah Palembang, UIN Alauddin Makassar, dan beberapa kampus lainnya.

Berita ini adalah lanjutan dari tulisan ini.

Sejak pagi pada Rabu, 12 Februari 2020, peserta-peserta yang mewakili perguruan-perguruan tinggi islam di Indonesia telah berkumpul di Auditorium Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII). Pada acara ini, Mereka akan berembug dalam acara yang diberi tajuk Rapat Formatur Kepengurusan Asosisasi Ilmu Komunikasi Perguruan Tinggi Islam (Asikopti) masa bakti 2019-2022. Komunikasi UII kali ini menjadi tuan rumah setelah sebelumnya Kongres Asikopti diadakan oleh Fikom Universitas Islam Bandung.

Agendanya, selain melengkapi personalia dan susunan kepengurusan, juga membahas rencana-rencana lain. Seperti rencana pelantikan pengurus paska ramadhan mendatang, isu-isu mendesak terkait perguruan tinggi islam, dan rencana peluncuran Asosiasi Dosen Ilmu Komunikasi Indonesia (Asdikom). Asdikom adalah inisiatif pertama di Indonesia sebagai asosiasi profesi yang mengkhususkan pada kajian dan profesi dosen Ilmu Komunikasi di Indonesia.

Erik Setyawan, Ketua Asikopti yang baru dari Fikom Universita Islam Bandung (Unisba), mengatakan Asikopti perlu menjadi garda depan perguruan tinggi islam yang membawa rahmat pada umat dan memberi manfaat pada anggotanya. Prodi-prodi yang tergabung bisa saling kerjasama untuk meningkatkan kualitas prodinya. Anggota asikopti bisa berjejaring dalam hal peningkatan kualitas jurnal, pengembangan kajian keilmuan dan kurikulum, kolaborasi riset, terutama pada kajian-kajian dengan nilai-nilai islam.

Bono Setyo, ketua Asikopti sebelumnya, juga mengakatakn bahwa tiap prodi anggota asikopti punya kelebihan masing-masing. Ada profesor dan doktor yang bisa menjadi inspirasi dalam kolaborasi dan kerjasama meningkatkan mutu kegiatan masing-masing prodi. Tiap prodi anggota Asikopti dapat bertukar jejaring sehingga manfaat asikopti betul-betul terasa. Ada potensi-potensi yang bisa dikolaborasikan dan penting didukung.

Dalam masa kepengurusan 2019-2022 ini, Ketua dan pengurus Asikopti juga merencanakan beberapa program untuk meningkatkan kebermanfaatan Asikopti untuk Kajian Nilai-Nilai Islam dan Keumatan. Rencana program yang diusulkan misalnya konferensi internasional, Jurnal Khusus Anggota Asikopti, Database anggota (termasuk kompetensi di dalamnya), dan soal kepindahan sekretariat Asikopti ke Unisba.

 

Pada Rabu, 12 Februari 2020, di Ruang Auditorium Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB), perwakilan dari beberapa perguruan tinggi islam di Indonesia melanjutkan gagasan mereka tentang pendirian asosiasi dosen ilmu komunikasi se-indonesia. Sebelumnya, dalam Kongres Asikopti di Universitas Islam Bandung 2019 lalu, beberapa dosen jurusan dan prodi Ilmu Komunikasi se-Indonesia mencetuskan perlunya asosiasi profesi untuk dosen-dosen ilmu komunikasi. Pada saat itu, lahir nama Asdikom, akronim dari Asosiasi Dosen Ilmu Komunikasi Indonesia.

Asdikom adalah gagasan yang muncul akibat beberapa kegelisahan. Selama ini asosiasi yang telah ada, seperti Aspikom dan Asikopti, tidak mengikat dosen melainkan perguruan tinggi dan program studi/ jurusan ilmu komunikasi. Efek dan manfaatnya berbeda. Keduanya pun bukan termasuk asosiasi profesi dosen. Mulanya, asosiasi ini diikuti oleh keanggotan personal bagi seluruh dosen yang menjadi anggota ASIKOPTI. Rencana ke depan, menurut Fajar Iqbal, sekretaris Asdikom, ke depan Asdikom tidak hanya terbatas pada dosen anggota Asikopti.

Asdikom yang diketuai oleh Ani Yuningsih, doktor dari Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, memiliki potensi lebih besar dari asikopti. “Karena keanggotaannya bersifat personal akademisi dosen,” kata Fajar Iqbal yang juga dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Bono Setyo dan Fajar Iqbal – keduanya adalah dosen ilmu komunikasi UIN Sunan Kalijaga- dan seluruh peserta pada hari itu bersepakat bahwa asosiasi dosen ini akan fokus pada pada orientasi pengembangan dosen secara personal. Baik dalam keilmuan maupun kapasitas individu guna meraih karir terbaik anggota-anggotanya. Secara tidak langsung, itu akan meningkatkan kajian keilmuan dan manfaat di tengah masyarakat.

communication department UII Commnunication for empowerment

Cerita Literasi Buku Baca (Ciluk-Ba): Dari Komunikasi UII Untuk Mereka Oleh Rima Natasya, Vania Taufik R., Arvannya P. Sagala, M. Valiant D., M. Imam Akbar Pohan (Mahasiswa Komunikasi UII angkatan 2017)

Cerita literasi buku baca atau Ciluk-Ba merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang disusun oleh lima orang mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia. Kegiatan ini bertempat di Panti Asuhan Sinar Melati, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Topik utamanya tentang pentingnya membaca buku bagi remaja di era digitalisasi.

Kegiatan ini memfasilitasi santri panti asuhan agar memeroleh materi dari orang-orang yang ahli dalam bidangnya . Tak hanya materi, kegiatan ini berlanjut hingga pada tataran praktek. Praktiknya beragam, misalnya, bagaimana cara membaca buku dan meningkatkan minat dalam membaca buku.

Panti Asuhan Sinar Melati yang menjadi lokasi kami mengadakan program ini kekurangan buku bacaan yang bermutu. Terutama tema agama dan pengetahuan umum. Maka kami selaku pelaksana kegiatan berinisiatif mengumpulkan beberapa buku. Harapannya, ini dapat menambah koleksi dan persediaan buku di perpustakan Panti Asuhan Sinar Melati. Tentu saja, secara tidak langsung kegiatan ini juga ikut mendukung program literasi. Kami juga memberikan beberapa kegiatan yang menunjang program dan menjadikan siswa-siswi Panti Asuhan Sinar Melati tersebut lebih sadar akan pentingnya membaca.

Sebagai panti asuhan yang menampung remaja, literasi membaca diperlukan untuk menunjang kebutuhan pendidikan baik formal maupun non formal. Dengan adanya kegiatan ini juga diharapkan mampu membuat siswa dan siswi Panti Asuhan Sinar Melati lebih kritis dalam memperoleh dan mengumpulkan informasi. Nantinya, kami berharap agar mereka dapat mengetahui dengan sendirinya mana informasi yang harus diterima dan mana yang tidak boleh diterima. Inilah peran buku sebagai jendela dunia agar senantiasa dapat menyaring kualitas informasi.

Kami melaksanakan 4 pertemuan dalam sebulan., Terdapat 4 agenda pula yang berbedasetiap harinya. Kami juga memberikan materi berupa teori dan bedah buku bersama untuk mengurangi rasa bosan siswa dan siswi Panti Asuhan tersebut. Hari demi hari pun kami lalui sesuai kegiatan yang sudah kami rencanakan.

Menjadikan remaja pada kisaran usia 11 hingga 16 tahun untuk menjadi target sasaran memang cukup berat. Faktor umur mereka yang masih ingin bermain-main menjadi salah satu faktor penghambat dalam membimbing dan memberikan arahan pada mereka. Terlebih kurangnya intensi bertemu orang-orang luar panti membuat mereka kurang terbuka dengan orang baru.

Namun, hal tersebut tidak lantas menjadikan kami menyerah dalam melaksanakan program. Kami terus melakukan pendekatan secara perlahan agar mereka dapat mengerti dan paham seluruh prosesi kegiatan..

Sejak awal kedatangan kami dalam menyalurkan donasi buku, siswa-siswi memperlihatkan antusiasmenya terhadap buku-buku tersebut. Terlebih pada buku berbentuk novel. Hal ini memberikan kami kesadaran, bahwa mereka lebih tertarik pada novel fiksi maupun non fiksi yang keberadaannya masih jarang di panti asuhan tersebut. Pada sesi pemberian materi oleh beberapa pemateri memang terlihat sedikit siswa yang memperhatikan, khususnya siswa laki-laki.

Namun, ketika agenda kegiatan bedah buku, antusiasme nampak cukup besar. Kemudian asa kami timbul agar di dalam diri mereka muncul ketertarikan membaca. Pada sesi tanya jawab, kami bertanya: apa yang membuat mereka ingin membaca? Banyak yang menjawab untuk mengisi waktu luang dan sebagai bahan hiburan. Dari jawaban mereka ini, kami sebagai pelaksana kegiatan sangat bahagia mendengarnya, karena tidak sedikit yang suka membaca hingga menunjukkan antusiasme yang tinggi.

Tidak hanya menyajikan materi tentang pentingnya membaca, kami juga membuat lomba puisi. Tujuanna mengasah imajinasi dan kemampuan menulis yang selama ini tidak disalurkan.Hasil karya puisi-puisi yang diciptakan menunjukkan siswa-siswi Panti Asuhan Sinar Melati juga bisa menciptakan puisi yang indah. Puisi juga ditulis dengan kata-kata yang indah dan penuh dengan makna. Kami memberikan penghargaan pada siswa siswi yang dinilai memiliki keunikan dan makna yang menarik dalam puisi buatannya.

Kami berharap tingkat membaca di Panti Asuhan Sinar Melati mampu meningkat. . Pada akhirnya, kami mencatat beberapa pembelajaran sebagai pelaksana kegiatan. Sebagai pelaksana kegiatan, diharapkan mampu lebih banyak belajar bagaimana mendidik dan memberikan arahan kepada siswa-siswi yang masih menduduki usia ‘remaja’. Harapannya, dari kegiatan ini, remaja memiliki semangat untuk berkarya lewat ekspresi tulisan. Pada gilirannya, tulisan mereka dapat menjadi sesuatu yang berharga dan bermakna bagi masyarakat luas.

Kami menyimpulkan bahwa literasi mengenai pentingnya membaca bagi remaja memerlukan dorongan dari orang-orang sekitar. Baik dari orang tua maupun para guru di sekolah. Caranya dengan memberi kesempatan para remaja untuk membaca. Minimal bisa dengan membudayakan membaca minimal 10 menit perhari.

Selain itu, penyediaan sarana untuk melakukan aktivitas membaca baik di kalangan masyarakat dan sekolah juga penting. Misalnya dengan memperbaiki kualitas perpustakaan atau menjadikan perpustakan tempat yang menarik agar membaca tidak menjadi kegiatan yang membosankan melainkandan hiburan.

Senin (10/2), Mutia Dewi hadir sebagai pembicara dalam Workshop Menulis Proposal Pengabdian Masyarakat untuk Dosen Ilmu Komunikasi UII. Workshop yang dilaksanakan pagi hari di Prodi Ilmu Komunikasi UII ini diikuti belasan dosen Ilmu Komunikasi UII. Mulai dari dosen yang fokus pada kajian media, gender, visual culture, jurnalistik hingga regulasi komunikasi. Workshop ini bertujuan agar para dosen dapat mengoptimalkan pengabdian masyarakatnya selama ini dengan dukungan dana yang cukup juga, misalnya support dari Dikti dan Instansi swasta lain. Workshop berjalan dengan konsep diskusi dan cerita pengalaman dan praktik baik dari beberapa dosen lain juga.

Mutia memaparkan pengalaman-pengalamannya menembus hibah pada seluruh dosen Komunikasi UII. Hibah yang dimaksud adalah hibah pengabdian masyarakat baik di Dikti maupun lembaga lain. Mutia tercatat pernah menembus hibah dikti yang kompetitif pada 2015, hibah Direktorat Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat UII, dan hibah lainnya.

Beberapa dosen merasa pelatihan ini menjadi kunci untuk mereka yang selama ini kesulitan menembus hibah pengabdian dikti. Padahal hibah dikti adalah salah satu kunci tingginya derajat pengabdian masyarakat dalam dokumen akreditasi BAN-PT.

Salah satu yang ikut hadir dan berdiskusi adalah Narayana Mahendra, dosen Komunikasi UII (klaster penelitian jurnalisme dan komunikasi olahraga). Bagaimana detil atau kemasan proposal yang jitu untuk menembus hibah-hibah tersebut, tanyanya.

Mutia Dewi menjelaskan bahwa menurut pengalamannya, buatlah proposal dengan kemasan yang mudah dibaca. “Jadi tulislah persoalan yang dihadapi masyarakat atau mitra, analisis situasi, dan solusi dengan rigid, mudah, dan jelas,” jawab Mutia.

Selain itu ada pula yang wajib masuk dalam proposal yaitu luaran (output) dan kelayakan pengabdian. “Dalam setiap proposal saya yang tembus itu saya selalu menambahkan luaran sehingga pemberi hibah akan merasa jelas memberi hibah. Hasilnya jelas terlihat,” katanya. Sedangkan bagian ‘kelayakan pengabdian’ sangat penting ada di proposal agar meyakinkan pemberi hibah.

Tentu saja surat kesediaan mitra menjadi kunci diterimanya proposal. Jika mitra sudah bersedia, kesuksesan jalannya program sudah setengah jalan. Workshop ini juga membahas tips dan trik juga dalam merancang dan mengelola anggaran pengabdian masyarakat. Selain anggaran, ada juga trik mengemas keluaran (output) yang menarik seperti dengan video after movie atau poster summary pengabdian. Keluaran seperti ini bisa memermudah dan merangsang agar khalayak terinspirasi untuk melakukan pemberdayaan.

Puji Hariyanti, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UII, juga membagikan pengalamannya. Ia mengatakan dengan anggaran subsidi pengabdian masyarakat untuk dosen, dosen bisa menggaet mahasiswa juga agar terjadi kolaborasi. “Mahasiswa-mahaiswa kita kreatif dan variatif juga lho memilih mitra dan lokasi  Bisa dilihat saat mereka melakukan program pengabdian masyarakat pada saat mata kuliah desain program non komersil tahun lalu,” katanya. Saat itu, mahasiswa bisa menggaet beragam mitra, seperti institusi BUMN, komunitas masyarakat dan hobi, maupun kalangan pelajar di sekolah SMP dan SMA.

communication department UII Commnunication for empowerment

Indonesia adalah negara yang memiliki peringkat kedua dalam kategori negara penyumbang sampah terbesar. Sampah yang disumbangkan merupakan sampah yang sulit terurai salah satunya plastik. Plastik sendiri hadir di dalam kehidupan masyarakat masa kini untuk dijadikan bahan pengganti alat kebutuhan sehari-hari yang terbuat dari alam seperti kayu, rotan, dan besi.

Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang mulai mengalami kesulitan dalam mengolah sampah. Hal tersebut dibenarkan karena TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang berada di Piyungan justru semakin meluas. Artinya kota yang memiliki penduduk sebanyak 3,8 juta jiwa terus memproduksi sampah dan membuat TPA semakin meluas.

Berangkat dari keresahan itu, kami melalui matakuliah Manajemen Non Komersil mencoba untuk membagikan semangat sadar mengurangi produksi sampah dan mengolah sampah. Dengan itu kami menggandeng Jogja Garuk Sampah untuk memberikan kesadaran itu kepada kawan-kawan di SMP N 3 Kalasan dalam acara Everyday Is Earth Day.

Kami mengenalkan sekaligus mempraktikan pembuatan Ecobrick guna mengolah sampah dan ikut mengurangi produksi sampah rumah tangga. Tentunya diharapkan kegiatan ini dapat menginspirasi mengurangi beban TPA Piyungan.

 

Sampah plastik menjadi Ecobrick

Ecobrick merupakan produk olahan daur ulang yang menggunakan bekas botol minuman dan sampah plastik kemasan ataupun kantong plastik. Sesuai namanya, jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia, Ecobrick adalah batu-bata ramah lingkungan. Lebih jelasnya, ecobrick adalah batu-bata yang terbuat dari plastic dan dipadatkan ke dalam botol plastik bekas minuman. Seperti batu-bata, ecobrick juga dapat dijadikan pengganti batu-bata dan dijadikan barang berguna lainnya seperti tempat duduk ataupun meja.

SMP N 3 Kalasan merupakan sekolah yang juga peduli terhadap lingkungan. Kami memperkenalkan ecobrick ini agar setiap anak mampu menyadari pentingnya menjaga lingkungan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada akhirnya kami harap bisa tertanam dalam jiwanya sebuah kesadaran ramah lingkungan. Dari pihak sekolah pun, turut antusias karena pada dasarnya siswa-siswi di SMP N 3 Kalasan belum mengenal dan mengetahui mengenai Ecobrick.

17 November 2019, merupakan hari pertama kami melakukan pengenalan dan sosialisasi bersama kawan-kawan SMP N 3 Kalasan. Pada hari pertama, kami mulai dengan menjelaskan mengapa penting untuk menjaga lingkungan terutama peduli terhadap sampah. Kemudian sesi selanjutnya kami lanjutkan dengan pengenalan Ecobrick dan mempraktikkannya.

Lalu pada pertemuan kedua, dengan menayangkan film dokumenter mengenai sampah yang ada di TPA Piyungan, diharapkan menjadi tamparan untuk semakin sadar terhadap sampah. Pada pertemuan kedua, kawan-kawan siswa SMP N 3 Kalasan ini juga melanjutkan ecobrick yang telah dibuat pada pertemuan pertama.

Dan pada pertemuan terakhir adalah awarding (penghargaan). Kami mulai menimbang untuk menilai apakah ecobrick yang telah kawan-kawan buat sesuai dengan standar. Kami juga menentukan kelompok mana yang mendapatkan hadiah sebagai bentuk apresiasi dalam pembuatan ecobrick terbanyak dengan standar terbaik.

Semoga hal kecil yang kami lakukan dapat menularkan hal baik kepada kawan-kawan SMP N 3 Kalasan. Harapannya hal itu terus berkelanjutan untuk menularkannya kepada masyarakat sekitar. Langkah kecil ini harapannya bisa menjadi solusi atas karesahan sampah yang terus bertambah. Dan semoga kita selalu ingat untuk terus memberi atas apa yang kita dapat dari alam semesta ini.

communication department UII Commnunication for empowerment

Eksplorasi Kreatifitas Anak bersama Sekolah Pantai Oleh Edward M.Simanjuntak, Arwan Zubair, Imam Ar Razy

Program Eco.Project merupakan serangkaian kegiatan yang di selenggarakan di pesisir Pantai Pacer kabupaten Pacitan. Jawa Timur. Tujuannya mengajak anak-anak rentan sekolah dasar untuk mengurangi penggunaan gawai. Tingginya penggunaan gawai berakibat pada berkurangnya interaksi antar sebaya mereka. Program ini juga mencoba menumbuhkan rasa kepedulian anak-anak terhadap lingkungan dan memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan.

Rangkaian kegiatan eco.project sendiri ialah berupa pemberian materi seputar isu lingkungan. Hasil dari materi tersebut akan langsung diterapkan di pinggir pantai dengan cara melakukan konservasi membersihkan sampah-sampah di sepanjang pantai itu.  Terdapat juga isu seputar kesehatan dan  literasi media yang kemudian dibungkus dalam sebuah ruang kelas di pinggir pantai. Model ruang kelas seperti ini membuat anak-anak dapat lebih leluasa belajar dan bercengkrama dengan teman sebayanya.

Program ini juga mengajak mereka mengasah keterampilan dan kreatifitas membuat kerajinan tangan dari kertas dengan bentuk hewan kesukaan mereka. Tak hanya itu, kegiatan lainnya adalah mengabadikan cap tangan anak-anak di atas kain sebagai bentuk kesepakatan mereka untuk mengurangi penggunaan gawai bersama-sama. Bentuk kegiatan lainnya adalah mengajarkan mereka melukis di atas totebag. Upaya ini berguna untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Alhasil kami mengharapkan ke depannya pengalaman ini dapat diimplementasikan oleh anak-anak dalam kehidupan sehari-harinya.

Kami tidak sendiri dalam menjalankan program ini. Ada mitra yang sukarela mau berkolaborasi bersama kami yaitu Project Child Indonesia. Mereka telah memberikan kontribusi banyak dalam hal mengajar serta mau berbagi pengalaman dan wawasan bersama kami. Hasil dari kolaborasi proyek ini telah menghasilkan output yang maksimal dan menambah antusiasme anak dalam belajar.

 ————–

Mulai Januari hingga Maret 2020, kami akan mengunggah tulisan seri
tentang manajemen komunikasi non komersil di bawah supervisi Puji Hariyanti, S.I.Kom, M.I.Kom.
Puji Hariyanti adalah dosen spesialis kajian klaster Komunikasi Pemberdayaan. Ia telah berkali-kali
mendapatkan hibah-hibah dan riset soal pemberdayaan. Berikut ini adalah tulisan-tulisan mahasiswa
Prodi Ilmu Komunikasi UII tahun angkatan 2017 ketika mengambil mata kuliah Manajemen Komunikasi Non Komersil. Tulisan diterbitkan dengan melewati proses bimbingan Puji Hariyanti dan tahap penyuntingan oleh A. Pambudi W.

communication department UII Commnunication for empowerment

Daerah Piyungan, Bantul, Yogyakarta terkenal dengan lokasi pembuangan sampah yang biasa disebut TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu). Di dalam TPST tersebut terdapat sebuah Pondok Pesantren kecil yang masih dalam tahap pembangunan. Pondok Pesantren tersebut bernama Daarul Furqon. Pondok Pesantren Daarul Furqan Piyungan ini dikelola oleh bapak Jauhari dan Istrinya yang tidak lain juga pendiri Pondok Pesantren tersebut. Kegiatan rutinnya adalah TPA setiap malam ba’da Maghrib. Murid-murid TPA tersebut adalah anak-anak sekolahan yang tinggal di sekitar TPST: dari PAUD hingga SMA.

Seiring perkembangannya teknologi dan perubahan zaman, dimana kita semua tahu bahwa sekarang ini segala aktivitas dan kebutuhan manusia sudah beralih ke digital dan semua kegiatan manual mulai tergantikan, bahkan terlupakan, termasuk membaca buku. Indonesia termasuk negara yang memiliki minat baca yang sangat rendah, maka dari itu kami ingin mengangkat kembali minat baca, terutama minat baca pada anak-anak agar menjadi generasi yang gemar membaca.

Di semester 5 ini, Program Studi Ilmu Komunikasi UII memberikan kesempatan pada mahasiswanya untuk mewujudkan dedikasinya kepada masyarakat. Bentuknya program pemberdayaan yang dituangkan dalam mata kuliah Manajemen Program Komunikasi Non Komersil. Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan kesempatan para mahasiswa untuk berperan dengan terjun langsung menangani permasalahan yang ada di masyarakat dan mahasiswa dituntut untuk melaksanakan program kerja yang tentunya bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri.

Salah satu bentuk program yang kami laksanakan adalah membentuk perpustakaan baca dengan target sasaran para santri dan anak-anak yang mempelajari ilmu agama di Pondok Pesantren Daarul Furqon tersebut. Tujuan kelompok kami membangun perpustakaan baca tersebut untuk membantu menambah fasilitas di pondok pesantren tersebut sekaligus menumbuhkan minat baca anak-anak yang sudah mulai pudar.

Program ini dilaksanakan selama empat hari dalam dua minggu. Adapun konsep kegiatan yang dilaksanakan yaitu membangun sebuah perpustakaan. Setelah melalui tahap diskusi, akhirnya kami sepakat untuk memanfaatkan botol-botol plastik bekas untuk dibangun menjadi sebuah rak buku, mengingat bahwa letak sasaran kegiatan yang kami laksanakan sangat dekat dengan TPST sehingga untuk mencari botol-botol tersebut pun mudah.

Tidak hanya itu, kami juga mengajak anak-anak disana untuk mengikuti beberapa lomba. Kami adakan beragam lomba seperti lomba adzan, membaca Al-Qur’an, dan hafalan surah pendek dalam rangka melatih keberanian dan mengasah kemampuan anak.

Pada hari pertama kegiatan yaitu pada tanggal 09 November 2019, kami mengumpulkan botol-botol bekas lalu memilah-milah yang mana layak untuk digunakan, kemudian kami cuci bersih dan dikeringkan. Kami mendapatkan botol-botol bekas tersebut dari juragan botol bekas yaitu Pak Heri.

Hari kedua yaitu tanggal 10 November 2019, masih melanjutkan membersihkan botol-botol bekas lalu dibantu dengan anak-anak lain disana, kami mengumpulkan batu kerikil sebanyak-banyaknya untuk dimasukkan ke dalam botol. Tujuannya agar botol mempunyai beban berat dan kuat untuk dijadikan kerangka rak buku. Selain itu, kami membeli beberapa triplek yang kemudian dipotong menjadi beberapa bagian. Triplek yang sudah dipotong ini berguna sebagai alas untuk menaruh buku-buku.

Pada hari ketiga tanggal 16 November 2019, kami melanjutkan mengumpulkan kerikil dan memasukkan ke dalam botol bekas, dibantu dengan adik-adik santri di Pondok pesantren tersebut. Setelah melakukan pekerjaan tersebut, setelah sholat maghrib kami melanjutkan kegiatan perlombaan.

Lomba membaca Al-Qur’an yang memiliki dua kategori yaitu kategori anak-anak dan kategori remaja. Selanjutnya ada lomba menghafal surah yang juga terbagi menjadi dua kategori yaitu kategori anak-anak dan kategori remaja. Lomba yang terakhir yaitu lomba Azan yang hanya ada satu kategori yaitu kategori remaja.

17 November 2019 merupakan hari terakhir bagi kami melaksanakan kegiatan ini. Kami semua datang lebih awal dari waktu yang sudah ditentukan. Kami membagi tugas untuk semua kelompok. Ada yang membeli hadiah untuk para pemenang lomba dan ada juga yang melanjutkan tahap akhir pembuatan rak dari perpustakaan mini yang kami bangun. Sembari menyelesaikan rak buku, pada siang harinya dua orang kelompok kami menjemput buku yang ada di pantai parangtritis. Tahap akhir pembuatan rak buku berlangsung cukup lama mengingat kami hanya menggunakan lem tembak untuk menyatukan kayu dengan botol yang sudah di isi dengan batu kerikil.

Acara peresmian dan penutupan yang dilakukan setelah ba’da ashar mundur hingga setelah ba’da maghrib dikarenakan banyak yang tidak hadir di ba’da ashar. Setelah maghrib seluruh anak-anak berkumpul di masjid Pondok pesantren tersebut untuk memenuhi panggilan dari surat yang sudah kami sebarkan.

Acara pertama yang dilakukan adalah pembukaan dari kami sebagai mahasiswa yang melakukan program kerja untuk pondok pesantren. Lalu disambung oleh bapak Jauhari sebagai pengurus sekaligus pendiri dari Pondok Pesantren Daarul Furqon tersebut. Selanjutnya yaitu pembacaan surah Al-Fatihah dan doa yang dipimpin oleh Pak Jauhari sebagai tanda peresmiannya perpustakaan baca Pondok Pesantren Daarul Furqon. Acara terakhir yaitu pengumuman serta pemberian sertifikat dan hadiah pemenang lomba.

Untuk buku-buku sendiri, kami mendapatkannya baik melalui sumbangan secara personal maupun dengan menjalin kerjasama beberapa mitra yaitu Perpustakaan Pusat Jogja dan Komunitas Buku Berbagi. Perpustakaan Pusat Jogja menyumbang 1 dus yang berisi 50 eksemplar buku. Namun tidak semua buku kami sumbangkan di perpustakaan baca melihat terdapat beberapa buku yang tidak sesuai untuk dibaca anak-anak.

Komunitas Buku Berbagi sendiri menyumbangkan dua tas penuh berisi buku dan disumbangkan semua ke perpustakaan yang kami bangun. Selain bantuan dari beberapa mitra, sumbangan buku-buku juga didukung penuh oleh beberapa mahasiswa Universitas Islam Indonesia yang dengan penuh suka cita untuk menyumbangkan beberapa buku.

Semoga niat baik yang sudah kami laksanakan, menjadi berkah untuk anak-anak Pondok Pesantren Daarul Furqon. Kami juga berhadap semua yang sudah kami berikan dapat berguna untuk hari ini maupun di masa yang akan datang.

 

communication department UII Commnunication for empowerment

Gerakan Ramah Lingkungan SD Candirejo: Daur Ulang Sampah Plastik Menjadi Piring Plastik oleh Anung Trihastiwi, Aspri Anggi Luthfiyah, Bayu Purwarama, Harti Puspa Yunita, dan Siti Meysa Adisti

Dampak plastik terhadap lingkungan merupakan akibat negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah plastik. Dampak ini ternyata sangat signifikan. Sebagaimana yang diketahui, plastik yang mulai digunakan sekitar 50 tahun silam, kini telah menjadi barang yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Diperkirakan ada 500 juta sampai 1 milyar kantong plastik digunakan penduduk dunia dalam satu tahun. Ini berarti ada sekitar 1 juta kantong plastik per menit. Untuk membuatnya, diperlukan 12 juta barel minyak per tahun, dan 14 juta pohon ditebang.

Berangkat dari ini, kami berinisiatif membuat program pemberdayaan daur ulang plastik menjadi barang berdayaguna. Pada pertemuan pertama tanggal 11 November 2019, kelompok kami melakukan kegiatan sosialisasi pengolahan sampah plastik yang sekaligus menjadi pembuka dari serangkaian kegiatan yang akan kami laksanakan di SDN Candirejo. Sosialisasi ini kami dibantu oleh mitra kami yaitu projek B. Dalam kesempatan tersebut kami memberitahukan pada anak-anak tentang bahayanya sampah plastik, cara pengolahan sampah yang benar dan cara pemanfaatan kembali sampah yang sudah tak terpakai.

Dalam kesempatan tersebut kami juga menyelipkan selingan kegiatan berupa ice breaking. Hal ini kami lakukan supaya anak-anak tidak merasa bosan dengan materi sosialisasi yang kami bawakan.

Kami juga menyempatkan memberikan beberapa kuis berhadiah seputar materi yang kami bawakan. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana anak-anak menyerap informasi yang kami sampaikan dan juga sebagai motivasi bagi mereka agar mau belajar lebih. Pertemuan petama diakhiri dengan pemberitahuan bahwa anak-anak harus menyiapkan bahan berupa sampah tak terpakai untuk pertemuan selanjutnya dan merupakan tahap awal dari proses pembuatan piring plastik.

Pada pertemuan kedua  pada hari sabtu tanggal 16 November 2019, kami mulai melakukan kegiatan pembuatan piring dari botol gelas plastik. Sebelum memulai kegiatan tersebut kami memastikan kepada anak-anak apakah mereka sudah melaksanakan tugas yang kami beri untuk membawa gelas plasik yang sudah digunting. Lalu kami mengumpulkan terlebih dahulu 4 kelompok dan juga anak-anak yang sudah dibagikan pada pertemuan pertama. Kemudian setelah itu baru kami memulai pembuatan piring plastik tersebut dengan hanya menggunakan alat sambung sebuah tali saja.

Pada pertemuan ketiga di SDN Candirejo ini memusatkan pada penyelesaian hasil karya piring plastik oleh anak-anak kelas 3 SD. Selama pengerjaan berlangsung pun seperti minggu sebelumnya dimana sudah dibagi menjadi 4 kelompok. Setiap kelompok melakukan pengerjaannya sesuai masing-masing kelompok yang sudah dibagikan.

Pada saat kegiatan merangkai piring plastik, anak-anak terlihat sangat bersemangat dan juga memperhatikan baik-baik dan perlahan cara-cara memasang tiap ikatan pada piring plastik tersebut agar dapat kuat dan kokoh. Mereka memperhatikan dengan seksama agar menjadi ilmu untuk dipraktikan ke depannya baik itu untuk dirumah atau hal-hal lainnya.

Setelah kegiatan merangkai piring plastik selesai, tak luput seperti kegiatan-kegiatan sebelumnya, kami mengadakan ice breaking yang disambung dengan memberikan snack atau makanan ringan. Kami juga memberikan berbagai pertanyaan untuk pembelajaran dan juga guna mengasah kecepatan otak anak-anak kelas 3 SD: apabila berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh Tim kami, maka akan mendapat snack tambahan sebagai penghargaan bagi yang dapat menjawabnya. Ice breaking dilakukan dengan memberikan permainan-permainan seru, sehingga anak-anak pun tidak bosan dan dapat kembali bersemangat.

Setelah adanya sesi pertanyaan dan juga ice breaking, kami saling berfoto sesuai dengan kelompok masing-masing beserta pembimbingnya untuk saling mengapresiasi hasil kerja dari anak-anak kelompok. Serta, tim dan juga anak-anak kelas 3 SDN Candirejo berfoto untuk dokumentasi di pertemuan ketiga ini.

Pertemuan keempat dilaksanakan pada 30 November 2019 dan 02 Desember 2019. Pada tanggal 30 November 2019 kegiatan pertama yang dilakukan yaitu lomba puisi yang diwakilkan oleh masing-masing kelompok . Setelah mereka selesai membacakan puisi, kami beserta anak-anak yang lain melakukan pemungutan suara memilih pembaca puisi terbaik. Setelah melakukan voting kami mendapatkan satu pemenang yaitu Aisyah. Setelah itu kami memberikan hadiah kepada Aisyah sebagai bentuk apresiasi telah berani dan percaya diri dalam membawakan puisinya.

Kegiatan selanjutnya yaitu penyerahan hadiah pembuatan piring plastik yang dilakukan oleh keempat kelompok selama dua pertemuan. Dalam pembagian hadiah reaksi anak-anak sangat antusias dalam menerima hadiah yang kami berikan.

Kegiatan yang kami laksanakan juga yaitu penyerahan doorprize dengan cara menanyakan kembali materi yang pernah disampaikan saat kegiatan sosialisasi. Siapa yang dapat menjelaskan materi dengan lengkap mendapatkan doorprize dari kami.

Pada tanggal 02 Desember 2019 kami memberikan sertifikat kepada pihak sekolah sebagai bentuk apresiasi kami karena sudah ikut berkontribusi dalam kegiatan manajemen non komersil. Kami juga memberikan tumblr kepada anak-anak sebagai upaya dalam mengurangi sampah botol plastik. Botol minum tumblr ini adalah kenang-kenangan bahwa mereka pernah mengikuti kegiatan daur ulang sampah plastik menjadi piring plastik.

————-

Mulai Januari hingga Maret 2020, kami akan mengunggah tulisan seri
tentang manajemen komunikasi non komersil di bawah supervisi Puji Hariyanti, S.I.Kom, M.I.Kom.
Puji Hariyanti adalah dosen spesialis kajian klaster Komunikasi Pemberdayaan. Ia telah berkali-kali
mendapatkan hibah-hibah dan riset soal pemberdayaan. Berikut ini adalah tulisan-tulisan mahasiswa
Prodi Ilmu Komunikasi UII tahun angkatan 2017 ketika mengambil mata kuliah Manajemen Komunikasi Non Komersil. Tulisan diterbitkan dengan melewati proses bimbingan Puji Hariyanti dan tahap penyuntingan oleh A. Pambudi W.

 

 

 

Kalangwan Inggil dan Sindu Aji asyik memperhatikan Ali Minanto dan M. Iskandar T. Gunawan menjelaskan materi fotografi jurnalistik sore itu. Bahkan keduanya juga aktif merespon lontaran-lontaran pertanyaan dari Ali. Misalnya saat itu Ali Minanto, salah satu pemateri yang juga Dosen Komunikasi UII, itu bertanya tentang pengetahuan foto dan fungsi foto pada peserta.

“Apakah ada yang punya Paspor?” tanya Ali Minanto.

“Saya pak,” jawab Sindu.

Katanya, ia akan pergi ke Bangkok untuk memaparkan hasil penelitiannya. Jawaban itu menjelaskan maksud Ali melempar pertanyaan tersebut. “Fungsi foto kan bisa sebagai informasi, dokumentasi, dan artistik. Nah, Foto dalam paspor kan itu fungsinya memberikan informasi identitas seseorang,” jelas Gunawan, salah satu pemateri Pelatihan kali itu.

“Siapa yang tahu genre-genre foto? Apakah ada yang biasa menerapkan genre-genre itu?” tanya Ali juga.

Kali ini Alisha Bahira dan Alang, nama panggilan Kalangwan, yang angkat suara. Menariknya adalah pernyataan Alang. Alang mengatakan bahwa ia sering dan biasa menerapkan street photography dalam aktifitas fotografi sehari-harinya. Ali dan Gunawan, yang juga redaksi Uniicoms TV, menyimpulkan, dari jawaban-jawaban ini menunjukkan beberapa peserta sudah bukan di level dasar lagi pengetahuan fotografinya.

Alang dan Sindu adalah dua dari 26 pelajar SMPN 4 Pakem yang mengikuti Pelatihan Fotografi Jurnalistik dengan Ali dan Gunawan sebagai mentor. Para peserta adalah pengelola ekstra kurikuler (ekskul) jurnalistik di sekolahnya. Pelatihan yang dihelat pada 23 Januari 2020 ini bertujuan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan foto jurnalistik pada redaksi buletin klub jurnalistik sekolah. “Selama ini kan mereka lebih ke keterampilan menulis, nah pelatihan ini mau dikuatkan skill fotonya,” kata Gunawan.

Tak hanya pemaparan dan diskusi foto, pelatihan juga dilengkapi dengan praktik foto dengan menggunakan ponsel pintar. SMP yang punya konsep sekolah berbasis digital ini membuktikan kelihaiannya. Para peserta diminta ambil gambar dan diunggah dengan tagar yang telah disepakati. “Hasilnya  mengejutkan, ada yang bagus, sudah ada yang sangat lihai main teknik ruang tajam sempit (depth of field), komposisi, dan framing yang bagus,” ungkap Gunawan.

Desyatri Parawahyu, salah satu staf Laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi UII, yang ikut mendampingi siswa-siswi praktik juga mengaku takjub dengan apresiasi dan antusiasme para peserta. “Mereka memperhatikan, bertanya, diskusi, dan mau ikut terjun praktik,” kata Desya. Sebuah kemewahan yang jarang ditemui di kelas mahasiswa bahkan, kata Gunawan. “Mereka mau tampil bicara di depan. Untuk mental SMP udah sangat bagus,” tambahnya.

Senada dengan Desyatri, Gunwan mengamini tim dari Prodi Komunikasi UII juga takjub dengan performa siswa-siswa ini. “Kami pikir mereka belum paham, kami akan beri materi dasar. Ternyata ada yang sudah mahir, ada yang bawa kamera semi profesional juga,” tambahnya. Beberapa bahkan sudah mengerti soal segitiga exposure, komposisi, dan ada juga yang bisa menjelaskan pengoperasian dan bagian-bagian kamera,” sambung Gunawan.

Punggawa Prodi Ilmu Komunikasi FPSB UII juga meraup banyak pesan dan kesan dari para pelajar tentang jalannya pelatihan. Lewat ponsel masing-masing, mereka mengunggah kesan ke Mentimeter, aplikasi presentasi interaktif berbasis daring. Ada yang menulis,”Seneng, bisa belajar banyak hal tentang fotografi. Jadi tau macem-macem kamera dan caranya foto pake smartphone.” atau ada pula yang menulis bahwa pelatihan berjalan menyenangkan, seru, dan memberi banyak pengalaman yang tidak pernah didapatkan sebelumnya. Ada pula yang menulis kesan dari pelatihan ini menjadi banyak belajar tentang fotografi, melihat ekspresi orang dan tempat mana yang bagus dan indah untuk didokumentasikan.