Sejarah Jurusan Komunikasi Universitas Indonesia: Unofficial History dari Ignatius Haryanto

Reading Time: 2 minutes

Sejarah Komunikasi UI tak bisa lepas dari dosen-dosen yang mewarnainya. Mulai dari pengaruh lulusan Amerika, Jurnalis profesional ternama, hingga angkatan-angkatan generasi baru yang memberi warna baru di era milenial. Meski pada 70-90an beberapa dosen Komunikasi UII pulang dari Amerika, tapi nyatanya Komunikasi UI justru tak mengekor mazhab Komunikasi Amerika.

Begitulah sekilas catatan dari diskusi dalam Forum Amir Effendi Siregar seri ke 3. Acara yang diselenggarakan PSDMA Nadim Prodi Ilmu Komunikasi UII ini mampu menarik lebih dari 80 peserta pendaftar. Forum AES yang dilaksanakan pada 18 Juli 2020 ini menghadirkan Ignatius Haryanto, Akademisi dari Universitas Multimedia Nusantara sekaligus kandidat doktor dari Universitas Indonesia.

“Ini studi kasus Komunikasi UI, jadi unofficial history-lah disclaimer-nya,” kata Ignatius Haryanto memulai Forum AES kali ini. Haryanto menjelaskan beberapa temuan riset sejarah komunikasi UI versinya.

Misalnya, ia menemukan sederet jumlah dosen dan mahasiswa di Indonesia yang diberhentikan paska kasus tergelap Indonesia pada medio 65. Haryanto, mengutip penelitian Abdul Wahid, mencatat ada 115 dosen UGM dikeluarkan. 3000 mahasiswa UGM juga.  Unpad 25 dosen yang diberhentikan.  “Sedangkan dosen UI tidak ada datanya,” katanya.

Haryanto menambahkan, gonjang-ganjing di kancah nasioanal sedikit banyak terpapar dan terpengaruh ke kampus. Sementara ini banyak yang tidak mau banyak bicara soal ini.

“Dalam kasus ini Abdul Wahid mau bicara soal tragedi-tragedi ini. UI masih tertutup soal tragedi ni,” ungkap Haryanto.

Banyak Sarjana Amerika Tapi tidak Mengekor Amerika

Mengapa UI tidak terpengaruh pemikiran Komunikasi dari Amerika? Mengapa corak positivistik tidak dominan di Komunikasi UI? Haryanto, dan kemudian dikuatkan dengan pendapat Dr. Pinckey Triputra, M.Sc. , Dosen Senior Komunikasi UI, justru Komunikasi UI banyak sekali dipengaruhi pemikiran kritis setelah pulangnya Prof. Dedy Nur Hidayat.

“Ada banyak pemikiran Prof Dedy di balik pergerakan mahasiswa di UI dari 80an. Ia fokus pada pemikiran kritis di UI. Ia bahkan sudah melesakkan pemikiran kritis  sejak ia kuliah S1, dan diteruskan setelah doktoral. Itu mewarnai fisip, tidak hanya komunikasi,” papar Pinckey. “Ia di awal berkarir sebagai dosen, yang pertama ia kenalkan adalah cara berpikir,” sambungnya.

Nina Muthmainnah juga menguatkan, bahwa pemikiran Wilbur Schramm dan murid-muridnya sebenarnya juga dibawa oleh Prof. Alwi Dahlan ketika kembali dari Amerika. “Ada cerita-cerita di kelas soal Pak Schramm yang jadi guru pak Alwi, yang itu percakapan-percakapan yang tidak ada di buku kadang.”

Pemikiran dan praktik-praktik jurnalisme bermutu juga didapat dari pengaruh dosen-dosen yang ebrasal dari praktisi jurnalis senior. Misalnya sebut saja Rosihan Anwar yang mengampu Bahasa Indonesia Jurnalistik, Aristides Katoppo, hingga Jacob Oetama yang kini diabadikan namanya menjadi salah satu gedung di UI.

Haryanto berhasil mengumpulkan data-data Komunikasi UI dari beragam sumber. Misal data guru-guru besar Profesor Komunikasi di UI beserta disertasinya, perubahan nama dan fakultas, dan tajam melihat kecenderungan tidak tajamnya ilmu sosial di Indonesia karena ketatnya pengawasan Orde Soeharto.

berlanjut ke Sejarah Jurusan Komunikasi UI (2)