Perpus
Reading Time: 2 minutes

Jika menilik data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), secara umum jenjang sarjana didominasi oleh Gen Z. Hal ini didasarkan pada rentang usia Gen Z di tahun 2023 yakni 11 hingga 26 tahun.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas Gen Z saat ini paling banyak adalah menempuh pendidikan hingga menyiapkan karier. Namun, bagi Gen Z yang menjadi mahasiswa semester akhir tentu kesibukan utamanya adalah menyusun skripsi.

Kira-kira topik apa yang menarik digali oleh Gen Z sebagai bahan penelitian skripsi atau tugas akhir? Salah satu caranya adalah dengan mencari isu yang tepat dan menarik bagi Gen Z dan tentu harus relate dengan kehidupan yang tengah dijalani.

Social issues atau isu-isu sosial menjadi sangat menarik digali oleh Gen Z mengingat karakternya yang cukup unik.

Melansir dari laman Oxford Royale, terdapat tujuh karakter unik yang dimiliki oleh Gen Z. Ciri khas tersebut antara lain Gen Z adalah penduduk asli digital, Gen Z merasa dunia yang ditinggali tidak aman, Gen Z cenderung menerima, Gen Z sangat aware dengan kesehatan, Gen Z menghargai privasi, Gen Z juga memiliki jiwa entrepreneur karena khawatir akan masa depan, hingga mampu menempatkan diri setelah menjadi dewasa.

Jika dikaitkan dengan karakter unik tersebut, berikut beberapa social issues yang berkaitan dengan Gen Z dilansir dari laman The Annie E. Casey Foundation (AECF), salah satu lembaga sosial di Amerika Serikat yang fokus menangani isu keluarga, ekonomi, dan anak.

5 Social Issues yang Relate untuk Skripsi Gen Z

  1. Isu Health Care

Health care atau perawatan kesehatan termasuk menjadi masalah utama bagi Gen Z. Riset-riset yang dapat digali antara lain terkait rencana asuransi, efisiensi layanan kesehatan, dan banyak isu lainnya.

Selain itu tren menggunakan layanan kesehatan online ternyata menjadi habit bagi Gen Z. Perusahaan Fierce Healthcare di Amerika menyebut, Gen Z lebih nyaman berbagi informasi pribadi secara virtual.

  1. Mental Health

Data dari American Psycological Association menunjukkan 35 persen Gen Z yang disurvei melaporkan kondisi kesehatan mental memburuk selama pandemi Covid-19. Kesehatan mental Gen Z yang memburuk terjadi karena beberapa alasan termasuk karena berita-berita buruk di dunia. Tentu isu ini dapat digali dalam perspektif kajian Ilmu Komunikasi

  1. Pendidikan Tinggi

Gen Z juga sangat memperhatikan isu pendidikan tinggi. Tak hanya berpendidikan tinggi, Gen Z juga harus memperoleh keterampilan karier. Tumbuh di era digital, wajib bagi gen Z untuk bekerja secara kreatif, praktis, dan melek teknologi. Untuk itu duduk diam mendengarkan dosen dalam kelas saja tampaknya tak akan cukup. Isu ini juga berkaitan dengan ekonomi dan masa depan karier. Isu ini cukup menarik jika dikaji dengan perspektif Ilmu Komunikasi.

  1. Racial Equality

Racial Equality atau kesetaraan ras menjadi masalah sosial utama bagi Gen Z. Tak heran jika Gen Z sangat menyadari kesenjangan antar ras dan etnis. Mereka lebih positif memandang keberagaman dibanding dengan generasi sebelumnya. Melihat keberagaman di Indonesia, tentu isu ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam dengan berbagai perspektif ilmu, termasuk kajian Komunikasi.

  1. Lingkungan

Gen Z sangat peduli dengan lingkungan. Ancaman perubahan iklim adalah bahaya bencana yang akan berdampak besar dalam kehidupan.

Menurut survei First Insight, Inc., platform analisis prediktif ini menemukan bahwa 73 persen responden Gen Z tidak keberatan membayar lebih mahal untuk produk yang berkelanjutan. Tak hanya itu, akhir-akhir ini kajian Komunikasi lingkungan juga menjadi isu yang diseriusi oleh prodi Ilmu Komunikasi UII, bahkan ada beberapa dosen yang fokus dengan riset tersebut.

Itulah beberapa social issues yang relate dengan kehidupan Gen Z dan cocok menjadi bahan skripsi. Bagaimana menurutmu Comms, tertarik dengan isu apa?

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Foto
Reading Time: 2 minutes

Akreditasi kerap menjadi pertimbangan calon mahasiswa dalam menentukan perguruan tinggi tujuan pasca lulus dari jenjang sebelumnya.

Bahkan akreditasi menempati persentase tertinggi sebagai alasan mahasiswa memilih perguruan tinggi. Hal ini dibuktikan dalam riset yang dipublikasikan pada Jurnal Penjaminan Mutu Volume 4 Nomor 2 terkait peran akreditasi dalam menarik minat mahasiswa memilih perguruan tinggi yang ditulis oleh Prama Widayat dari Universitas Lancang Kuning Pekanbaru.

Dalam riset tersebut, mahasiswa dibedakan berdasarkan kelas regular dan kelas karyawan. Mahasiswa kelas regular menempatkan akreditasi di posisi pertama dari 10 indikator dengan presentase 36,36 persen. Sementara mahasiswa kelas karyawan menempatkan akreditasi di posisi kedua dari 10 indikator dengan presentase 26,67 persen.

Jika melihat data di atas, artinya akreditasi menjadi sangat penting bagi setiap institusi. Lantas apa pengertian akreditasi dan perbedaan-perbedaan setiap akreditasi?

Melansir dari laman Jendela Kemdikbud, akreditasi adalah kegiatan penilaian yang menentukan kelayakan dari sebuah perguruan tinggi dan prodi. Bisa dikatakan akreditasi merupakan sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi.

Teranyar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-26 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Riset dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi menyebut bahwa penyerdahanaan akreditasi serta pengajuan ulang akreditasi.

Baru saja Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) meraih akreditasi Unggul berdasarkan Surat Keputusan Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT No. 3917/SK/BAN-PT/Ak.KP/S/X/2023. Keputusan ini ditetapkan sejak tanggal 3 Oktober 2023 sampai dengan 16 Juli 2024.

Sesuai dengan kebijakan Merdeka Belajar Episode ke-26, akreditasi yang diraih Prodi Ilmu Komunikasi UII yang ditetapkan oleh BAN-PT tetap berlaku selama lima tahun dan akan diperbaharui secara otomatis seluruh peringkat. Perguruan tinggi juga diperbolehkan mengusulkan ulang kepada BAN-PT sebelum waktu lima tahun berakhir, paling cepat dua tahun dengan kewajiban melakukan tracer study setiap tahunnya.

Perbedaan Akreditasi A dengan Unggul

Beberapa tingkatan nilai akreditasi yang diterbitkan oleh BAN-PT antara lain A, B, C. Namun, BAN-PT juga mengeluarkan predikat dengan sebutan Unggul, Baik Sekali, dan Baik. Lantas mana yang paling tinggi dari ketentuan di atas?

Berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh BAN-PT, akreditasi A menunjukkan nilai akreditasi antara 361-400 poin. Akreditasi B menunjukkan nilai akreditasi antara 301-360 poin. Terakhir akreditasi C dengan nilai akreditasui antara 200-300 poin.

Artinya, bagi perguruan tinggi yang memiliki nilai akreditasi di bawah 200 poin akan mendapat istilah “Belum Terakreditasi”.

Terkait predikat dalam akreditasi, predikat Unggul diberikan BAN-PT kepada perguruan tinggi yang mendapat nilai akreditasi A dan memenuhi syarat masuk predikat Unggul atau strata tertinggi dalam akreditasi.

Selanjutnya predikat Baik Sekali, diberikan ole BAN-PT kepada perguruan tinggi yang mendapat nilai akreditasi A namun belum memenuhi seluruh syarat predikat Unggul.

Terakhir predikat Baik, diberikan kepadapa perguruan tinggi yang mencapai nilai akreditasi B dengan nilai akreditasi di atas 200 poin.

Sementara perbedaan akreditasi A dengan Unggul adalah, setiap perguruan tinggi yang meraih predikat Unggul sudah pasti meraih nilai akreditasi A. Namun, perguruan tinggi yang mendapat nilai akreditasi A belum tentu mencapai predikat Unggul.

Pencapaian nilai dan predikat akreditasi diukur dengan berbagai indikator antara lain kurikulum pendidikan, standar sarana dan prasarana pendidikan, sistem tata kelola akademik, kualitas SDM, hingga pencapaian tri dharma.

Itulah informasi terkait akreditasi yang perlu mahasiswa ketahui. Bagaimana Comms apakah sudah tercerahkan tentang akreditasi sebuah perguruan tinggi?

Plagiarisme
Reading Time: 3 minutes

Menjadi bagian dari masyarakat digital tentu sangat dimudahkan dalam mengakses segala informasi hingga referensi berbagai materi. Saking mudahnya, kerap kali kita luput dari tindakan terlarang yakni plagiarisme.

Terlebih dalam institusi pendidikan, plagiarisme bisa jadi tak disadari oleh beberapa mahasiswa. Padahal, plagiarisme merupakan tindakan yang mengabaikan etika dan melanggar hukum.

Mengutip dari laman University of Oxford, plagiarisme merupakan tindakan mencuri atau menjiplak karya orang lain tanpa mencantumkan pencetus ide. Tindakan ini juga dianggap sebagai pelanggaran integritas akademik yang mencederai nilai kejujuran intelektual.

Meski tampak sepele dan jarang disadari, ternyata tindakan ini merupakan indikator bahwa pelaku dianggap gagal dalam menyelesaikan proses pembelajaran. Dalam komunitas mahasiswa di University of Oxford, meyakini sanksi sosial akan berlaku termasuk dalam masa depan karier.

Dalam laman resmi, pihaknya menyebut bahwa plagiarisme sama halnya dengan merendahkan standar institusi dan gelar yang dikeluarkan untuk pelaku.

Di Indonesia terdapat aturan yang jelas terkait plagiarisme. Berdasarkan peraturan yang dipublikasikan di laman BPK terkait Undang-undang (UU) No. 28 Tahun 2014 tentang Perlindungan Hak Cipta menyebut, perlindungan ini dilakukan dengan waktu yang relatif panjang sejalan dengan aturan yang berlaku di berbagai negara, dengan durasi tertentu selama pencipta masih hidup ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Penyelesaian atas tindak plagiarisme dapat dilakukan melalui proses mediasi, arbitrase, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana. Mengenai peraturan tersebut selengkapnya dapat diakses melalui link berikut https://peraturan.bpk.go.id/Details/38690.

Jika kita mengintip laman resmi Direktori Putusan Mahkamah Agung, kasus plagiarisme dapat berujung pembayaran ganti rugi senilai ratusan juta bagi pelaku pelanggaran hak cipta.

Namun, di tengah-tengah percepatan digital dan pesatnya perkembangan Artificial Intelligence (AI) yang memfasilitasi pembuatan artikel, hingga karya tulis ilmiah di ruang lingkup akademik nampaknya akan sedikit sulit menemukan karya yang original. Benarkah plagiarisme akan sulit terdeteksi?

Bahkan ada berbagai sistem dan aplikasi AI yang mampu memproduksi artikel ilmiah lengkap dengan sumber referensi. Hal ini tentu “mempermudah” seseorang tak terdeteksi melakukan pelanggaran.

Budaya di Prodi Ilmu Komunikasi UII

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) telah menetapkan sistem yang cukup ketat bagi mahasiswa agar terhindar dari tindakan plagiat. Sebelum melakukan sidang pendadaran, mahasiswa wajib menyerahkan bukti lolos plagiarism checker yang dikelola oleh pihak Pusat Dokumentasi Media Alternatif (PDMA) Nadim.

Pengecekan dilakukan maksimal tiga kali dengan tingkat plagiarisme maksimal 20 persen. Jika melebihi batas yang ditetapkan, mahasiswa diminta untuk memperbaiki selama 1 bulan. Jika melebihi masa yang ditentukan, artinya skripsi yang telah digarap batal maju pendadaran dan ada kewajiban untuk mengulang.

“Maksimal 3 kali (cek plagiasi melalui sistem), maksimal tingkat plagiarisme 20 persen. Jika lebih dari ketentuan maka akan diberlakukan jeda selama satu bulan untuk melakukan perbaikan,” jelas Putri Asriyani selaku staf PDMA Nadim.

Meski demikian, Putri menyebut bahwa plagiarism checker belum mampu mendeteksi karya orisinal mahasiswa atau hasil dari AI karena cenderung rapi.

Namun, hal ini akan terindikasi oleh dosen penguji ketika melakukan sidang pendadaran. Hal ini diungkap oleh salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom,.

“Hal itu akan terdeteksi ketika langsung berhadapan, dari kata-kata dalam teks yang bagus dan rapi misalnya dalam membahas digital marketing begitu. Tapi ketika dia menjawab pertanyaan tak mampu menjelaskan dengan baik. Ya dosen akan tahu itu bukan hasil pekerjaanya,” tuturnya.

Ia juga menambahkan, keberadaan PDMA Nadim diharapkan mampu memberi ruang bagi mahasiswa dengan staf untuk saling berdiskusi. Staf sengaja dilibatkan dalam proses tersebut untuk mendukung tujuan menjaga integritas akademik.

“Fungsi PDMA Nadim juga memfasilitasi hal tersebut. Tak hanya itu, Nadim menjadi wadah dan tempat interaksi dan diskusi antara staf dan mahasiswa,” tambahnya.

Dampak Plagiarisme pada Individu dan Institusi

Akan ada konsekuensi bagi pelaku plagiarisme, berdasarkan artikel yang dimuat dalam media online Kumparan pada tahun 2018 dengan judul “4 Akademisi Tanah Air yang Terjerat Kasus Plagiarisme” disebutkan telah mencoreng nama institusi. Bahkan dalam artikel tersebut ada yang harus mundur dari jabatan akademisnya. Lantas apa dampak plagiarisme secara detail?

Mengutip dari The Law Dictionary, bagi mahasiswa yang melakukan plagiarisme biasanya akan mendapatkan peringatan, gagal mendapat nilai, hingga sanksi berat mengulang mata kuliah tersebut karena dianggap gagal. Bagi pelaku plagiarisme dengan kasus ekstrem bisa jadi akan diberhentikan oleh institusi.

Sementara bagi seorang profesional, yang dipertaruhkan jauh lebih tinggi mulai sanksi sosial hingga berakhirnya suatu karier. Hal ini akan menyulitkan pelaku untuk mendapat pekerjaan baru di bidang yang sama. Bahkan, kasus plagiarisme yang dilakukan profesional dapat dikenai tindakan hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Itulah beberapa hal yang perlu diketahui oleh mahasiswa tentang plagiarism. Meski akses informasi sangat mudah dan AI cukup memudahkan untuk di-copy paste, ada dampak sosial yang akan diterima. Bagaimana menurutmu, Comms?

Pernikahan dini
Reading Time: 6 minutes

Angka pernikahan dini di Kabupaten Sumenep, Madura, relatif tinggi. Alasan utama yang kerap dilontarkan adalah atas dasar agama, yakni menghindari zina. Ironisnya, anak-anak perempuan usia 14 tahun dinikahkan hingga harus disuntik KB atau memasang alat kontrasepsi lainnya untuk menghindari kehamilan sebelum ijab kabul dilakukan.

Beberapa waktu lalu, Yayasan Tunas Bakti Nusantara (YTBN) menggandeng Program Studi Ilmu Komunikasi UII untuk menjalankan misi kemanusiaan di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) tepatnya di Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, Madura. Selain sulitnya akses air bersih berkepanjangan di wilayah tersebut, ada masalah pelik yang belum terputus yakni pernikahan dini.

Secara geografis, Kecamatan Batuputih berada di sisi Timur Pulau Madura wilayah pesisir dengan perbukitan kapur yang cukup gersang. Dari pusat Pemerintahan Provinsi Jawa Timur setidaknya membutuhkan waktu selama 4-5 jam perjalanan. Meski masuk dalam daerah 3T, akses menuju Batuputih cukup mulus, meski jalan terjal masih ditemui di beberapa akses masuk desa. Namun secara umum, akses tak terlalu menyulitkan.Meskipun secara infrastruktur pembangunan jalan sudah cukup baik, ada masalah serius yang perlu mendapatkan penanganan secara intensif yakni kasus pernikahan dini yang angkanya masih tinggi.

Pernikahan dini

Psikoedukasi pernikahan dini oleh relawan YTBN kepada anak-anak di Batuputih, Sumenep
Foto: Yunilson

Data dari Pengadilan Agama (PA) Sumenep menunjukkan 313 dispensasi pernikahan dini diajukan di tahun 2022, sementara tahun 2023 sejak Januari hingga Juni sudah mencapai 122 permintaan dispensasi. Angka ini terbilang cukup fantastis dan perlu mendapat penanganan serius.

“Mereka calon suami atau istri yang usianya di bawah umur ini mengajukan keringanan atau dispensasi ke Pengadilan Agama untuk melangsungkan pernikahan,” jelas Ketua PA Sumenep, Palatua, dilansir dari laman resmi RRI.

Definisi pernikahan dini adalah akad nikah yang dilakukan pada usia di bawah aturan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan menyebut perkawinan diizinkan apabila kedua mempelai pria dan wanita sudah mencapai usia 19 tahun.

Pernikahan dini

Potret anak-anak di Batuputih yang mengikuti psikoedukasi pernikahan dini
Foto: Rizka Aulia Ramadhani

Siapa sangka anak-anak dan remaja yang semestinya berhak belajar dan meraih mimpi setinggi-tingginya justru tak berdaya karena pernikahan dini yang telah menjadi budaya. Di Batuputih Daya seorang perempuan berusia 33 tahun telah memiliki 3 orang anak dan 1 cucu. Ia mengaku telah dinikahkan di usia 15 tahun, setahun setelahnya melahirkan seorang putri.

Seolah tak putus budaya pernikahan dini, sang putri dinikahkan di usia 17 tahun dan memiliki anak di usia 19 tahun. Fahria sosok ibu sekaligus nenek berusia 33 tahun itu merupakan satu dari banyak perempuan yang mampu berdaya dari segi sosial dan psikologis akibat pernikahan dini.

Ia tampak legowo menerima takdirnya, sekarang ia bekerja menjadi pengajar di salah satu sekolah untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Batuputih Daya, Batuputih, Sumenep. Sambil mengajar tentu ia menyalurkan energi positif dalam pengasuhan anak. Fahria dianggap sebagai sosok yang telaten dan sabar mengurus anak.

Selain fenomena suntik KB atau pemberian kontrasepsi sebelum ijab kabul, fenomena nikah siri juga menjadi hal yang umum terjadi. Fahria menceritakan tentang anak perempuan berusia 14 tahun dinikahkan secara siri.

“Ada (menikah dini) yang berusia 15 tahun, 16 tahun, bahkan ada yang 14 tahun. Tapi yang 14 tahun (perempuan) itu nikah siri. Laki-lakinya ada yang berusia 16 tahun”, ungkap Fahria.

Sementara dalih yang dilontarkan Fahria juga seolah tak menepis budaya nikah dini yang dibalut dengan nama agama. Kata haram menjadi kunci utama atas pernikahan dini di Batuputih Sumenep.

“Cuma menjaga kalau dibonceng takut haram karena bukan mahrom. Walaupun nikah itu tidak tidur berdua gitu. Menjaga saat dibonceng di Hari Raya biasanya dijemput (istri oleh suami),” jelasnya.

Pernikahan dini berlangsung dengan dua kemungkinan pertama atas dasar kemauan orang tua yang tak menginginkan anak-anaknya hamil diluar nikah, kedua atas dasar keinginan anak karena telah memiliki hubungan khusus dengan lawan jenis. Tak jarang anak-anak yang menikah dini tetap melanjutkan sekolah ke bangku SMA.

“Iya ada memang di sini murid SMA, sekarang sudah lulus SMA anaknya sudah masuk PAUD. Pengalaman di sini ada. Tapi sudah jarang sekarang. Ada yang perjodohan, ada yang keinginan anak. Orangtua itu menjaga takut terjadi hal-hal di luar nikah karena melihat anak sudah gimana ya, sudah akrab gitu dengan tunangannya,” tambahnya lagi.

Pernikahan dini

Psikoedukasi pernikahan dini yang dilakukan relawan YTBN kepada masyarakat di Batuputih
Foto: Rizka Aulia Ramadhani

Keakraban antara kedua anak tentu bukan tanpa alasan, budaya perjodohan sejak dini telah melekat pada masyarakat di Batuputih, Sumenep. Sejak kecil anak-anak sudah mengetahui siapa calon pasangannya kelak.

Padahal dampak pernikahan dini ini tak main-main, melansir dari Kementerian Kesehatan dampak kesehatan jasmani rentan dialamai anak perempuan adalah kondisi rahim yang terlalu dini dapat menyebabkan kandungan lemah karena sel telur yang belum sempurna hingga berisiko kelahiran prematur dan cacat.

Kedua, dampak psikologis, usia remaja merupakan masa transisi dengan gejolak emosi yang belum stabil. Kondisi itu akan berpengaruh terhadap hubungan suami istri hingga memicu konflik karena kesulitan mengendalikan diri.

Ketiga, dampak terhadap perkembangan anak yang akan terpengaruh karena pola asuh orang tua pada anak. Anak mengasuh anak merupakan kondisi yang tidak ideal. Padahal pada fase perkembangannya, anak membutuhkan lingkungan harmonis dan aman agar tumbuh secara optimal.

Terakhir, dampak terhadap sikap masyarakat. Memutuskan menikah dini artinya memiliki peran suami dan istri tentu memiliki beban dan tanggung jawab berubah dari segi sosial.

Meski beberapa pengakuan anak-anak yang dinikahkan dini tak tinggal bersama, salah satu dokter yang praktik di Rumah Sakit Umum Sumenep yakni dr. Susanti Rosmala Dewi, Sp.D.V menyebut banyak pasiennya yang menikah dini dan tinggal bersama.

“Saya tidak yakin, sudah menikah tidak bersama itu bagaimana? Pasien saya (datang periksa) ada yang masih dini (pasangan),” ungkap dr. Susanti yang turut memberi edukasi di wilayah Batuputih.

Dampak nyata yang terjadi di Batuputih diungkapkan oleh Imam Ali Fikri seorang Kepala Sekolah di wilayah tersebut. Ada siswanya yang dinikahkan dini dan berujung tak mampu berkonsentrasi bahkan putus sekolah karena beban ganda sebagai suami atau istri dan sebagai siswa.

“Kalau saya sendiri melihat, sebagai yayasan di sini kadangkalanya itu tidak konsentrasi. Kadangkalanya yang istri keluar duluan, suaminya menunggu. Kalau suaminya keluar duluan, istrinya menunggu. Intinya kurang konsentrasi. Lebih baik menurut saya pernikahan dini itu dihentikan saja,” tegas Imam Ali Fikri.

Tak jarang pernikahan dini berujung perceraian karena ketidakmampuan dalam menanggung beban ekonomi keluarga.

“Yang saya ketahui kalau pernikahan dini kadang kalanya ada yang terus ada yang cerai, cuma kebanyakan pernikahan dini di sini ada yang cerai kalau tidak disetujui oleh pihak orang tua. Kalau misalnya orangtuanya setuju pernikahan dini itu ada terus. Kalau setuju dari orangtuanya itu tidak keberatan, kalau orangtuanya memberi nafkah di rumahnya kepada dua anak itu ya tidak keberatan,” tambahnya lagi.

Pernikahan dini yang tumbuh subur di Sumenep juga terjadi karena minimnya edukasi. Masyarakat nyaris tak tersentuh dengan pemahaman dampak pernikahan dini.

“Penyampaian edukasi pemahaman pernikahan dini dari pihak sekolah itu ada, namun masyarakat itu sebagian besar masih belum mengerti,” punkasnya.

Peliknya kondisi pernikahan dini itu menjadi salah satu persoalan yang wajib diselesaikan. YTBN yang menjalankan misi kemanusiaan melakukan pendampingan Psikoedukasi Pernikahan Dini kepada masyarakat dan siswa. Angela Pontororing, sebagai person in charge (PIC) pendampingan tersebut menjelaskan bahwa anak-anak sebenarnya memiliki mimpi tinggi. Namun budaya telah merenggut cita-cita tersebut.

“Sebenarnya sudah sadar bahaya pernikahan anak dan juga mereka memiliki mimpi yang sangat tinggi. Ada yang ingin menjadi guru, YouTuber, influencer, mereka mempuanyai mimpi yang tinggi dan ingin menyelesaikan pendidikan mereka. Cuma mungkin lebih banyak edukasi kepada orang tua dan masyarakat pelan-pelan untuk mengubah kebiasaan menikahkan anaknya di usia dini,” tutur Angela Pontororing.

Pernikahan dini

Potret keceriaan anak-anak di Batuputih, Madura
Foto: Rizka Aulia Ramadhani

Meski demikian, banyak kendala yang dilakukan oleh edukator maupun fasilitator seperti kendala bahasa dan budaya. Sebagian besar masyarakat di Batuputih kurang terampil dalam berbahasa Indonesia, mereka hanya menggunakan bahasa daerah. Sehingga YTBN menggandeng berbagai stakeholder lokal.

Menurut pengakuan Teguh Dwi Nugroho selaku Ketua YTBN, ada kendala dalam menangani masalah sosial di daerah 3T karena kondisi masyarakat yang homogen.

“Namanya daerah 3T, namun kalau kita menuju daerah tersebut tidak mau dipanggil daerah tertinggal, terpencil. Dan kita tahu kesenjangan pembangunan nyata antara di perkotaan, pedesaan, apalagi sampai ke daerah 3T, pembangunan di sana tidak dirasakan sama sekali. Pembangunan yang kita maksud adalah pembangunan hak dasar tadi. Untuk kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan,” jelas teguh.

“Dan biasanya di daerah 3T itu partikular atau spesifik penduduknya adalah homogen, Mereka semua satu: satu suku, satu agama, satu ras. Mereka semua sama dan biasanya mereka akan susah kita dekati karena biasanya kita datang dengan kebhinekaan kita datang dengan perbedaan. Tapi menurut saya itulah inti dari Bakti Nusantara datang ke daerah 3T, kita mau memberi tahu kalau berbeda itu tidak apa-apa. Kebaikan yang kita tanam dengan sangat dalam di daerah 3T. Dengan dasar kebaikan, kita mau memberikan mereka insight atau masukan bahwa kebaikan itu bisa dilakukan oleh semuanya dengan dasar berbeda tidak apa-apa,” pungkasnya.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Akreditasi Unggul
Reading Time: 3 minutes

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil meraih akreditasi “Unggul”. Pencapaian ini menjadi momen yang membahagiakan bagi seluruh civitas akademika di lingkungan UII. Memasuki usia yang ke-20 tahun, predikat “Unggul” menjadi kado yang sangat istimewa.

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT No. 3917/SK/BAN-PT/Ak.KP/S/X/2023 secara resmi menyatakan Program Studi Ilmu Komunikasi, pada Program Sarjana Universitas Islam Indonesia memenuhi syarat peringkat Akreditasi “Unggul”. Keputusan ini ditetapkan sejak tanggal 3 Oktober 2023 sampai dengan 16 Juli 2024.

Untuk mencapai posisi saat ini dibutuhkan proses yang tak mudah. Sejak berdiri pada 17 Juni 2004, dibutuhkan waktu 19 tahun untuk meraih akreditasi “Unggul”.

Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D. menyebut bahwa pencapaian ini merupakan hasil kerja keras dari semua pihak, serta menjadi pengingat untuk terus berjuang dan mempertahankan sebuah pencapaian.

“Prodi Ilmu Komunikasi tentu sangat bersyukur atas pencapaian akreditasi ISK dengan predikat Unggul ini, karena ini kerja keras dan doa dari semua pihak, tim, dan bantuan dari UII sehingga ini bisa sesuai dengan apa yang kita inginkan yakni terakreditasi Unggul. Ke depan, Prodi Ilmu Komunikasi tentu saja berkomitmen untuk mempertahankan pencapaian ini bahkan berharap lebih baik lagi dengan kemungkinan kita akan menjajaki akreditasi internasional,” terang Kaprodi Ilmu Komunikasi UII.

Proses menuju Unggul

Proses akreditasi A menuju akreditasi “Unggul” Prodi Ilmu Komunikasi telah dipersiapkan secara matang oleh berbagai pihak. Pak Iwan, sapaan akrabnya, menyebut bahwa proses yang dilalui sepanjang pengajuan ini dibutuhkan berbagai dokumen penting sebagai penunjang utama.

Pengajuan dilakukan secara daring tanpa adanya visitasi, setidaknya butuh waktu 1,5 bulan untuk mengetahui hasil pengumuman dari BAN-PT.

“Untuk proses kemarin ini, karena akreditasi dengan ISK tidak perlu dilakukan visitasi karena semua berbasis dokumen yang di-assessement dan dinilai oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau BAN PT. Sehingga kami seluruhnya melakukan proses submit di aplikasi akreditasi SAPTO (Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi Online) yang kira-kira hasilnya sudah keluar kurang dari satu setengah bulan. Hari itu dinyatakan Unggul, besoknya sertifikat dan SK sudah langsung keluar,” jelasnya.

Sementara, dalam keterangan sertifikat yang diterbitkan BAN-PT tertera jika masa berlaku antara tanggal 3 Oktober 2023 hingga 16 Juli 2024. Tertulis tak sampai satu tahun, sedangkan secara umum masa berlaku akreditasi adalah 5 tahun.

“Akreditasinya berlaku sampai tahun 2029. Benar expired-nya tertulis 2024 karena mengikuti status akreditasi lama (A) yang belum habis. Nanti otomatis menjadi tambahan satu periode IPEPA (Instrumen Pemantauan dan Evaluasi Peringkat Akreditasi). Akreditasi yang lama pun (A) sebenarnya sudah lolos IPEPA akan tambah satu periode akreditasi lagi (A),” jelasnya terkait masa akreditasi.

“Proses ini akan berlanjut dengan pemantauan yang artinya selama beberapa tahun ke depan Prodi Ilmu Komunikasi Alhamdulillah status akreditasinya sudah Unggul. Jadi kami merasa aman dari segi itu sembari kami meningkatkan beberapa hal yang akan semakin memperkuat branding dan juga kualitas pembelajaran di Program Studi Ilmu Komunikasi,” tambahnya.

Sejarah Akreditasi Prodi Ilmu Komunikasi

Butuh waktu setidaknya 11 tahun bagi Prodi Ilmu Komunikasi UII untuk meraih akreditasi A di tahun 2015. Sebelumnya akreditasi C dari tahun 2004-2015, akreditasi A tahun 2015-2023, dan kini mencapai akreditasi Unggul.

Perjalanan dari akrediatasi C menuju A tidak lepas dari situasi dan kondisi Prodi Ilmu Komunikasi yang baru seumur jagung dan belum memiliki lulusan.

Tak hanya itu, pada awal pendirian Program Studi ini, masih sedikit dosen bergelar S2 hingga S3. Tak dipungkiri jika jumlah dan jabatan akademik memberikan dampak besar dalam proses akreditasi sebuah institusi.

“Waktu itu kami menyegerakan akreditasi ya tentunya dengan hasil yang bisa dibayangkan kurang sesuai harapan karena belum ada lulusan. Dan waktu itu dosen Ilmu Komunikasi baik dari segi jumlah, dari segi kepangkatan akademik, jabatan akdemik dan fungsional termasuk gelar kesarjanaan ini masih belum banyak yang S2 bahkan pada waktu itu. Apalagi S3, pada saat itu belum ada sehingga tidak mengherankan jika hasilnya adalah C,” jelas Kaprodi Ilmu Komunikasi UII.

Bersyukur di tahun 2023, para dosen di prodi Ilmu Komunikasi sebagian besar telah menempuh pendidikan doktoral bahkan cukup produktif dalam hal karya ilmiah.

“Untuk tahun 2023 kita sudah memiliki beberapa Doktor, kepangkatannya juga sudah meningkat dari Lektor dan Lektor Kepala sudah lebih banyak. Karya ilmiahnya juga lebih produktif, kemudian jumlah kinerja akademisnya melalui hasil tracer pelaksanaan pengajaran juga menunjukkan hasil yang baik sehingga ini berhasil terakreditasi Unggul,” tambahnya.

Memasuki usia 20 tahun, Program Studi Ilmu Komunikasi UII telah meluluskan lebih dari 1.300 alumni yang kini tersebar di seluruh Indonesia, Thailand, dan Malaysia.

Meraih akreditasi “Unggul” bukanlah akhir dari sebuah perjalanan, menurut Kaprodi Ilmu Komunikasi UII ada PR besar yang harus dikerjakan mulai dari mempertahankan kualitas, melengkapi kekurangan, hingga memperhatikan rasio jumlah dosen dan mahasiswa yang harus seimbang.

“Tapi untuk sementara kita menjaga apa yang kita raih dengan semangat untuk mempertahankan kualitas, melengkapi kekurangan-kekurangan seperti rasio dosen dan mahasiswa dan kualitas pembelajaran yang semakin lebih baik ke depannya.” tandasnya.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Buku foto
Reading Time: 3 minutes

Buku foto karya dosen serta laboran Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil dipamerkan keliling dunia. Setidaknya ada lima karya buku foto yang turut serta dalam Indonesian Photobook Tour 2023 ke beberapa negara yakni Singapura, Berlin, dan London.

Setelah melalui kerja kreatif pada workshop yang digelar oleh Gueari Gallery di Kuala Lumpur dan Jakarta, foto hasil kurasi dari dosen dan Laboran Prodi Ilmu Komunikasi UII menjadi sebuah karya buku foto yang unik dan tak biasa.

Lima buku foto yang dipamerkan antara lain Abandoned and Beyond dan Subtle Encounter karya Dr. Zaki Habibi, Messages in Silence milik Marjito Iskandar Tri Gunawan, Inside yang dibuat oleh Iven Sumardiyantoro, serta Mbrebeki hasil keresahan Desyatri Parawahyu Mayangsari yang dituangkan lewat foto dan kata.

Pameran buku foto

Persiapan pameran buku foto di Malaysia

Dr. Zaki Habibi menyebut karya-karya tersebut telah dipamerkan sejak 19 September 2023 hingga 3 Oktober 2023. Dibuka di Singapura dan ditutup di London hari ini.

“Buku foto Messages in Silence, Abandoned and Beyond, dan Subtle Encounter sedang dipamerkan di event pameran foto Internasional Exposure Photo di Kuala Lumpur, Malaysia,” ujar Dr. Zaki.

“Secara serentak dengan yang di Kuala Lumpur, buku foto mBrebeki, Inside, dan Abandoned and Beyond juga sedang dipamerkan di London,” tambahnya.

Proses Kreatif Buku Foto

Siapa sangka sebelum lahir menjadi buku foto, ide ini muncul seketika dari para staf Laboran di Prodi ilmu Komunikasi lewat diskusi di sela-sela membereskan Lab Komunikasi yang saat itu tengah dalam tahap renovasi.

“Semua ini bermula dari serangkaian sharing ide kawan-kawan kru Lab di ruang LabKom beberapa bulan lalu, sambil berdiri dan membereskan ruangan, karena waktu itu masih masa-masa berdebu dan acak-acakan renovasi interior,” cerita Dr. Zaki.

Dari ide itu akhirnya Dr. Zaki dan mengirimkan foto yang diberi judul “Abandoned and Beyond”, karya itu menyoroti isu ruang-ruang terbengkalai di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sementara karya Gunawan bertajuk “Messages in Silence” bercerita tentang keseharian hidup para santri dan guru di pondok pesantren khusus siswa tuli di Sleman, Yogyakarta. Hingga akhirnya, karya mereka terpilih dalam workshop “Making an Artist’s Photobook with Gueari Galeri” yang digelar selama empat hari yakni 8 hingga 11 Juni 2023 di Kuala Lumpur.

Foto

Hal serupa juga dilakukan oleh Iven dan Desya. Mereka akhirnya mengikuti workshop yang sama pada 7-10 September 2023. Inside adalah buku foto Iven yang diartikan sebagai “di dalam (perasaan maupun pikiran)” berisi gambaran manusia yang saling terkoneksi dengan manusia lain dengan hanya melihat ekspresinya. Sementara Mbrebeki milik Desya adalah karya yang awalnya dianggap sebagai media penyembuhan atas peliknya hidup yang dialami, luapan dalam kepalanya yang mengganggu, atau noise diekspresikan melalui karya.

Buku foto

Karya itu Akhirnya Lahir

Setelah melalui berbagai proses, akhirnya karya mereka mampu dipamerkan keliling dunia, pengalaman berharga bagi kreator ketika karyanya mampu dinikamati oleh pembacanya.

“Pengalaman yang luar biasa membuka mata, pandangan, wawasan terkait buku foti dengan pendekatan seni,” Marjito Iskandar Tri Gunawan, Laboran Prodi Ilmu Komunikasi

“Pengalaman yang sangat berharga dan kesempatan yang besar untuk saya. Semoga ada kesempatan lagi untuk berkarya,” Iven Sumardiyantoro, Laboran Prodi Ilmu Komunikasi

“Berkarya untuk sembuh membuatku ingin memberi tahu pada dunia bahwa kita bisa ‘melampiaskan’ luka kita dengan berkarya. Besar harapan bagi pembaca akan makna apa itu arti kata berjuang.” Desyatri Parwahyu Mayangsari, Laboran Prodi Ilmu Komunikasi

Lokasi dan Jadwal Indonesian Photobook Tour 2023

Singapura

Objectifs – Centre for Photography and Film, 19 September 2023

Berlin

Miss Road: The Berlin Art Book Fair & Festival, 22-24 September 2023

London

Photobook Café, 30 September – 3 Oktober 2023

Itulah karya-karya dari dosen serta kawan-kawan Laboran Prodi Ilmu Komunikasi yang dipamerkan keliling dunia. Sangat menginspirasi! Bagaimana menurutmu, Comms?

 

Penulis: Meigitaria Sanita

 

YTBN
Reading Time: 3 minutes

Yayasan Tunas Bakti Nusantara (YTBN) menggandeng Program Studi Ilmu Komunikasi UII untuk turut serta “Bakti Nusantara” di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Pada kesempatan ini, YTBN bertandang ke Desa Batuputih Daya, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, Madura.

Selama dua hari, tepatnya pada 30 September hingga 1 Oktober 2023, para relawan yang berasal dari berbagai penjuru negeri diterjunkan untuk mengisi berbagai kelas edukasi untuk masyarakat di sekitar Kecamatan Batuputih. Empat relawan dari Prodi Ilmu Komunikasi UII antara lain Desyatri Parawahyu Mayangsari, Rizka Aulia Ramadhani, Meigitaria Sanita, serta mahasiswa Ilmu Komunikasi International Program, Lalu Muhammad Lutfi Maududy yang turut serta menjadi tim media dokumentasi.

Kecamatan Batuputih masuk dalam daftar daerah 3T dengan letak geografis di pesisir pantai dan perbukitan kapur, sehingga membuat warganya kesulitan mendapatkan air bersih. Bahkan masyarakat sekitar harus menadah air di musim penghujan di tandon rumah masing-masing. Namun, hal itu belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat sehingga fasilitas pengadaan air bersih sangat dibutuhkan.

YTBN

Kegiatan dalam fasilitas kesehatan
Foto: Lalu Muhammad Lutfi Maududy

Kesulitan ini tentu perlu mendapat penanganan segera. YTBN berinisiatif membangun sumur untuk masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih. YTBN merupakan organisasi inklusif penggerak bagi berbagai pihak yang turut serta bergabung dengan semangat kebersamaan, kepedulian, dan gotong royong yang berfokus pada pembangunan daerah 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan) di Indonesia.

Kegiatan besar yang digelar di Batuputih meliputi tiga program yakni Bangun Nusantara, Sehat Nusantara, dan Inspirasi Nusantara melalui semangat gotong royong.

Teguh Dwi Nugroho selaku Ketua YTBN menyebut bahwa seluruh kegiatan yang menjadi program YTBN demi pemerataan fasilitas di Indonesia terutama daerah 3T.

“Semangat bersatu bergotong-royong harus selalu dikobarkan mengingat kondisi kesenjangan pembangunan dan pemerataan fasilitas di Indonesia menjadi isu nyata yang masih memerlukan perhatian lebih. Akses fasilitas kesehatan, pendidikan, dan juga lahan pekerjaan di daerah 3T masih belum merata tersedia,” ungkapnya dalam sambutan.

Edisi Bakti Nusantara di Desa Batuputih meliputi penyediaan fasilitas air bersih yang menjadi program Bangun Nusantara. Selanjutnya Sehat Nusantara yang meliputi penyuluhan gizi dan pemberian paket gizi, pemeriksaan kesehatan, dan sunatan masal. Terakhir, program Inspirasi Nusantara yang mencakup tiga kegiatan yakni psikoedukasi pernikahan dini, peningkatan kapasitas guru bersama KGBN dan PGRI, serta kemah perdamaian bersama MoP Indonesia.

Peran Prodi Ilmu Komunikasi

YTBN

Tim Prodi Ilmu Komunikasi UII dalam dokumentasi Bakti Nusantara di Sumenep, Madura
Foto: YTBN

YTBN menggandeng Prodi Ilmu Komunikasi UII sejak tahun 2022, berawal dari Bakti Nusantara di Aik Mual, Lombok Tengah, NTB serta kegiatan fasilitasi literasi yang diinisiasi oleh dosen, staf, dan mahasiswa di Sekon, Insana Timor Tengah Utara, NTT. Hingga kini, prodi Ilmu Komunikasi UII masih aktif turut serta dalam kegiatan pemerataan pembangunan di daerah 3T.

Selain memberikan fasilitasi, pada beberapa kesempatan, Prodi Ilmu Komunikasi menjadi tim media dokumentasi utama pada kegiatan Bangun Nusantara yang dijalani YTBN. Kegiatan ini selaras dengan visi dan misi Prodi Ilmu Komunikasi yakni Communications for Empowerment atau Komunikasi untuk Pemberdayaan. Tagline yang telah diusung sejak 2014 ini dibuktikan dengan berbagai kegiatan yang dilakoni oleh para dosen, staf, serta mahasiswa.

YTBN

Kegiatan dokumentasi dan wawancara tentang pembangunan faslitas air bersih di Desa Batuputih Daya Sumenep
Foto: Desyatri Parawahyu Mayangsari

“Menjadi bagian dari Bakti Nusantara adalah kesempatan berharga, memotret kebaikan adalah kegiatan kemanusiaan yang tak mampu diukur dengan materi.”

Desyatri Parawahyu Mayangsari, relawan Prodi Ilmu Komunikasi UII.

“Kegiatan Bakti Nusantara di daerah 3T yang berlangsug di Sumenep ini tak hanya fokus pada pembangunan fisik daerah, melainkan juga pemberdayaan serta edukasi untuk masyarakat. Tujuan ini tentu selaras dengan visi misi Prodi Ilmu Komunikasi UII dengan basis Communication for Empowerment. Sebagai penulis, inilah saatnya menulis kebaikan untuk kemanusiaan.”

Meigitaria Sanita, relawan Prodi Ilmu Komunikasi UII.

“Kami tim di balik layar, menyaksikan berbagai aksi sosial yang begitu berarti untuk sebagian orang adalah kerja yang tak melelahkan dan justru menjadikan diri kita mendapat energi positif. Communication for Empowement ini begitu nyata. Semangat dan senyuman dari warga Sumenep Kecamatan Batuputih, mengartikan dengan kondisi apapun tetap harus mensyukuri segalanya.”

Rizka Aulia Ramadhani, relawan Prodi Ilmu Komunikasi UII.

“Masa menjadi mahasiswa tak datang dua kali, Prodi Ilmu Komunikasi memberi banyak kesempatan untuk saya bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Saya berharap kesempatan seperti ini tak datang sekali. Selain menambah skill dalam dunia fotografi, saya juga belajar kemanusiaan.”

Lalu Muhammad Lutfi Maududy, Mahasiswa relawan Prodi Ilmu Komunikasi UII.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Typing ganteng
Reading Time: 3 minutes

Ada saja hal baru yang mengiringi perjalanan Gen Z di media sosial, terutama soal typing atau cara mengetik. “Typing ganteng” atau “typing cantik” adalah tren yang menjadi identitas dan perjalanan Gen Z di media sosial.

Kronologi kemunculan istilah typing ganteng bermula sekitar tahun 2019 dipopulerkan oleh Ivan Lanin, seorang yang melabeli dirinya sebagai Wikipediawan pecinta bahasa Indonesia. Ivan membagikan ilmunya terkait tata bahasa Indonesia sesuai EYD melalui Twitter dan berbagai platform media sosial lainnya.

Mengutip definisi dari Oxford English Dictionary, typing adalah kegiatan menulis atau menyalin dengan menggunakan mesin ketik. Sementara pada kondisi saat ini kegiatan typing dilakukan dengan laptop, komputer, hingga smartphone.

Sementara typing ganteng yang dipopulerkan Ivan Lanin didefinisikan sebagai gaya menulis atau chat yang rapi sesuai kaidah penulisan EYD agar enak dibaca. Berkat mempopulerkan typing ganteng, Ivan Lanin dijuluki sebagai Bapak Typing Ganteng Nasional.

Lantas mengapa Gen Z kini memilih untuk mengikuti tren typing ganteng di media sosial? Menurut salah satu mahasiswa Sastra Inggris Universitas Brawijaya, Rida Bawa Carita yang merupakan Gen Z menyebutkan alasan mengikuti tren typing ganteng agar tak dianggap sebagai sosok yang tertinggal.

“Agar lebih kerasa santai (typing ganteng), soalnya kalau typing alay merasa chattingan dengan orang yang tertinggal banget. Kita sudah 2023 dia masih 2010,” ungkapnya.

Mahasiswa Sastra Inggris itu menyebut, typing ganteng wajib dilakukan kepada orang yang baru saja ia kenal untuk menciptakan kesan positif.

Typing ganteng untuk yang baru kenal, minimal tidak chat “aku” dengan “aq”. Minimal sesuai EYD,” tambahnya.

Hal ini juga diamini oleh Iven Sumardiyantoro selaku Gen Z awal yang lahir di tahun 1997. Ia berani melakukan typing alay ketika bersama sahabatnya, sementara bersama pacarnya yang sama-sama Gen Z wajib typing ganteng.

Typing alay hanya sama sahabat dekat, kalau sama pacar typing ganteng. Dia (pacar) selalu chat sesuai EYD, menulis nama dengan awalan huruf kapital,” ujarnya.

Dalam berbagai artikel populer yang diterbitkan oleh beberapa portal media online menyebut bahwa typing ganteng adalah tips untuk mendapatkan citra positif dalam langkah pendekatan dengan gebetan.

Seperti dalam artikel yang terbit pada Kumparan.com berjudul “Pengertian Typing Ganteng dan Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan agar PDKT Lancar” lalu artikel berjudul “Apa Sih Arti Typing Ganteng? Benarkah Bisa Bikin Netizen Jatuh Hati?” pada portal Grid Kompas Gramedia, hingga “7 Cara Typing Ganteng yang Bikin Lancar PDKT Sama Cewek Gen Z” di laman IDN Media yang memberi framing bahwa cara mengetik yang baik dan benar akan memberi kesan positif dan tidak berlebihan di mata calon gebetan.

Selain berbagai artikel tersebut, viral di TikTok berbagai kalimat “muka gak harus ganteng, tapi kalau typing harus ganteng” yang telah ditonton 1,9 juta pengguna TikTok, “ganteng itu bonus, typing ganteng itu harus” yang ditonton sekitar 2,8 juta pengguna TikTok.

Typing ganteng identitas bagi Gen Z?

Jika menulis dengan gaya alay sempat tren di tahun 2000an hingga 2010 dan menjadi identitas bagi generasi pengguna Facebook awal, tampaknya typing ganteng menjadi identitas Gen Z dalam perjalanan di media sosial.

Mengutip dalam Psychology Today, identitas mencakup nilai yang dianut oleh seseorang yang menentukan pilihan dan keputusan yang diambil. Identitas dalam diri seseorang akan terus berkembang sepanjang hidup berdasarkan pengalaman.

Berdasarkan data yang dipublish GWI, salah satu lembaga market research di Amerika Serikat, menyebut bahwa salah satu karakter Gen Z adalah menggunakan media sosial dengan cara yang unik, 11% Gen Z menyebut bahwa media sosial adalah tempat mencari inspirasi.

Sehingga tren positif dengan typing ganteng ini bisa menjadi motivasi dan inspirasi untuk membentuk citra positif pada diri Gen Z.

Ciri-ciri typing ganteng

Bagi Anda yang masih bingung dengan typing ganteng yang dipopulerkan Ivan Lanin, berikut empat ciri-ciri yang mudah dikenali dan dapat dilakukan agar tak dianggap alay di media sosial.

  1. Tidak menyingkat kata

Ciri utama dalam typing ganteng adalah tidak menyingkat kata. Gunakan kata yang benar sesuai EYD, seperti kata “banget” tidak disingkat “bgt” dan singkatan-singkatan lainnya.

  1. Mengakhiri kalimat dengan titik

Konsep typing ganteng adalah rapi dan enak dibaca, untuk mengakhiri kalimat gunakan tanda titik untuk menampilkan kesan cool dan berwibawa.

  1. Tanda baca sesuai fungsi

Ciri typing ganteng selanjutnya adalah menggunakan tanda baca sesuai fungsi baik seperti koma, titik, tanda seru, hingga huruf yang tidak dobel. Kata “iya” tidak ditulis “iyaaa!”.

  1. Menggunakan kata sesuai EYD bukan kata alay

Typing alay mungkin sangat populer di tahun 2000an awal, namun hal ini benar-benar haram pada konsep typing ganteng. Penulisan kata “aku” bukan “aq” semua kata ditulis sesuai kaidah EYD.

Demikian informasi terkait typing ganteng yang menjadi identitas Gen Z di media sosial. Lantas bagaimana menurutmu, Comms? Apakah typing ganteng akan menjadi identitas yang Gen Z di media sosial?

 

Penulis: Meigitaria Sanita

AI
Reading Time: 2 minutes

Membahas Artificial Intelligence (AI) memang tak ada habisnya karena berbagai penelitian menyebutkan, setidaknya enam bulan sekali teknologi AI akan mengalami perubahan dan peningkatan. Perkembangan yang begitu cepat dan masif pada AI ternyata memunculkan banyak pro dan kontra.

Pada laman NPR, salah satu organisasi media independen dan non profit di Amerika Serikat, disebutkan bahwa para pemimpin teknologi mendesak jeda dalam perlombaan kecerdasan buatan yang tidak terkendali.

Untuk menyeimbangkan pola pikir dan kreativitas manusia dengan AI, sudah selayaknya kita terus menambah wawasan terkait AI. Tentu saja, AI bukan hanya penting bagi orang-orang yang mendalami bidang teknologi, melainkan juga seluruh lapisan masyarakat yang turut menjadi pengguna.

Dalam bidang Ilmu Komunikasi, AI menjadi salah satu materi yang selalu disampaikan sebagai wawasan dasar. Untuk memperdalam pengetahuan terkait AI, salah satu komunitas Diskusi Penelitian Ilmu Komunikasi UII (Dispensi) bersama Pusat Dokumentasi Media Alternatif Komunikasi UII (PDMA Nadim) menggelar diskusi bertajuk “AI dan Ilmu Komunikasi” pada 22 September 2023 menggandeng Iwan Awaluddin Yusuf, Ph.D yang tengah mendalami isu AI sebagai pembicara

Meski banyak membantu pekerjaan manusia, AI ternyata memiliki peluang yang perlu diantisipasi. Lantas bagaimana cara memanfaatkan AI serta prediksinya di masa depan?

Pentingnya AI dalam Ilmu Komunikasi

Dalam diskusi tersebut, Iwan menyebutkan berbagai alasan yang mendasari pentingnya mempelajari AI dalam konteks Ilmu Komunikasi, sikap yang perlu disiapkan, hingga kekhawatiran akibat dampat pesatnya AI terhadap dunia akademik.

Bahkan keseriusan Ilmu Komunikasi terhadap AI juga dituangkan dalam berbagai riset mendalam, salah satunya New Media and Society “Journal of Knowledge, Culture and Media”. Dalam riset tersebut dibahas pula AI yang mengubah dunia jurnalisme hingga keseharian manusia dipengaruhi AI.

“Posisi kita sebagai orang komunikasi membahas AI, kita adalah akademisi, ilmuwan Ilmu Komunikasi. Kita bukan data scientist bukan programmer. Sehingga ketika kita bicara AI dalam bahasa yang dipahami sebagai pembelajar komunikasi,” ujarnya membuka diskusi.

Selain itu, cabang AI sungguh sangat luas mulai dari konteks psikologi, bahasa, hingga komunikasi. Terbaru, AI yang sering menjadi dilema dalam lingkup akademik adalah ChatGPT yang dikembangkan oleh Open AI yang sering dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai esai.

Sebenarnya tak hanya ChatGPT, AI telah mengubah banyak industri di dunia termasuk perfilman, public service, hingga ranah Ilmu Komunikasi lainnya. Artinya AI memang bisa menjadi solusi suatu masalah, namun ada etika yang perlu dipahami dalam pesatnya perkembangan AI.

Bagaimana AI di Masa Depan

Seperti diungkap berbagai media, kecepatan perkembangan AI ternyata memunculkan banyak desakan untuk memberi jeda karena alasan kekhawatiran. Ada sebuah pertanyaan besar yang sangat urgen, salah satunya apakah perusahaan-perusahaan teknologi yang mengembangkan AI dengan percepatan yang pesat akhirnya akan menggeser peran bahkan mengakali manusia.

Mengutip dari laman NPR, sekelompok ilmuwan komputer, tokoh-tokoh industri teknologi seperti Elon Musk hingga Steve Wozniak menyerukan jeda 6 bulan dalam pengembangan aplikasi AI serta risikonya.

Seruan itu direalisasikan melalui petisi dalam menanggapi rilisnya GPT-4 yang dikembangkan OpenAI.

“Kami menyerukan kepada semua laboratorium AI untuk segera menghentikan sementara pelatihan sistem AI yang lebih kuat dari GPT-4 selama setidaknya 6 bulan,” tulis surat tersebut.

“Jeda ini harus bersifat publik dan dapat diverifikasi, serta melibatkan semua aktor kunci. Jika jeda seperti itu tidak dapat diberlakukan dengan cepat, pemerintah harus turun tangan dan melembagakan moratorium.”

“Jeda adalah ide yang bagus, tetapi surat itu tidak jelas dan tidak menanggapi masalah regulasi dengan serius,” kata James Grimmelmann, profesor hukum digital dan informasi dari Cornell University.

Pertanyaan serupa juga muncul pada peserta diskusi, seperti bagaimana AI di masa depan serta bagaimana AI mempengaruhi psikologis mahasiswa hingga menggantungkan tugasnya pada kreativitas AI.

Lantas apa jawaban terhadap berbagai keresahan tersebut?

Tonton selengkapnya melalui akun Instagram @nadimkomunikasiuii

Atau klik laman https://www.instagram.com/p/CxfZR-3LEaR/

 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

AI
Reading Time: 3 minutes

Artificial Intelligence (AI) telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia. Berkat teknologi AI pekerjaan manusia mampu diselesaikan secara efisien. Bahkan fakta terbaru muncul terkait kreativitas AI yang mampu melampaui manusia. Benarkah fakta tersebut?

Berdasarkan laporan dari Future of Jobs Report 2023 yang diterbitkan oleh World Economic Forum (WEF), keterampilan paling penting bagi pekerja di tahun 2023 adalah keterampilan kognitif untuk berpikir secara analitis dan kreatif. Bahkan disebut-sebut pemikiran kreatif lebih penting jika dibandingkan dengan pemikiran analitis untuk memecahkan suatu masalah.

Fakta terkait kreativitas AI yang berhasil melampaui manusia ini diamini dari hasil riset yang dipublikasikan oleh University of Montana pada Juli 2023. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa AI khususnya GPT-4 terbukti menyamai 1% di atas kreativitas manusia.

Aplikasi AI ChatGPT yang dikembangkan dengan GPT-4 terbukti unggul dalam orisinalitas dengan alat ukur Torrance Test of Creative Thingking (TTCT), sebuah alat ukur yang telah diakui untuk menilai kreativitas.

“Untuk ChatGPT dan GPT-4, kami menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa AI ini berada di posisi 1% teratas untuk orisinalitas. Hal ini merupakan sesuatu yang baru,” ungkap Erik Guzik, asisten profesor Klinis Fakultas Bisnis di University of Montana, dikutip dari laman resmi universitas.

Para peneliti mengirimkan delapan respons yang dihasilkan oleh ChatGPT dan mengumpulkan jawaban dari 24 mahasiswa University of Montana yang tergabung dalam kelas kewirausahaan dan keuangan. Selanjutnya dibandingkan dengan 2.700 mahasiswa (nasional) yang mengikuti TTCT pada tahun 2016.

Hasilnya AI ChatGPT yang dikembangkan GPT-4 berada pada urutan atas dalam hal menghasilkan ide dengan jumlah yang lebih besar, orisinalitas, serta ide-ide baru. Meski demikian AI tak unggul dalam hal fleksibilitas dan jenis atau kategori ide.

“Kami sangat berhati-hati dalam konferensi tersebut untuk tidak menginterpretasikan data secara berlebihan. Kami hanya mempresentasikan hasilnya. Namun kami membagikan bukti kuat bahwa AI tampaknya mengembangkan kemampuan kreatif yang setara atau bahkan melebihi kemampuan manusia,” tuturnya.

Terlepas dari keunggulan ChatGPT dalam tes kreativitas pada mahasiswa, peneliti tetap mengakui perlunya alat yang lebih canggih demi mencari tahu perbedaan antara ide yang diproduksi oleh AI dan manusia.

“ChatGPT memberi tahu kami bahwa kami mungkin tidak sepenuhnya memahami kreativitas manusia, dan saya yakin itu benar. Hal ini juga menunjukkan bahwa kita mungkin membutuhkan alat penilaian yang lebih canggih yang dapat membedakan antara ide yang dihasilkan oleh manusia dan AI,” pungkas Erik Guzik.

Mengutip dari Psychology Today, kelemahan kreativitas AI juga didukung dengan teori yang dikemukakan oleh Simone Grassini seorang Profesor di Department of Psychosocial Science, University of Bergen. Ia bersama rekan-rekannya menyebut bahwa model bahasa dan data adalah algoritma yang diadaptasi oleh AI yang diperoleh dari internet untuk menciptakan konten baru.

Model bahasa yang besar termasuk OpenAI Codex dan OpenAI LLM untuk chatbot AI ChatGPT (GPT-4 dan GPT-3), GPT-4 untuk chatbot AI Microsoft, Bing Chat, BLOOM oleh HuggingFace, Megatron-Turing Natural Language Generation 530B oleh NVIDIA dan Microsoft, Claude dari Anthropic (untuk chatbot AI Claude 2), LLaMA dari Meta, Salesforce Einstein GPT (Menggunakan OpenAI LLM), PaLM 2 yang mendukung Bard, chatbot AI Google, dan Titan dari Amazon.Psikolog Amerika J.P Guilford dalam teorinya structure of intellect menjabarkan kreativitas sebagai kemampuan pemecahan masalah dideskripsikan menjadi tiga hal yakni kefasihan (ideasional, asosiasional, dan ekspresif), dan fleksibilitas (spontan dan adaptif).

Berdasarkan hasil penelitian dari University of Montana yang menyebut kelemahan AI dalam bidang fleksibilitas, artinya dapat disimpulkan bahwa chatbot AI tidak memiliki konsistensi layaknya manusia.

Tak hanya itu, karya yang diciptakan AI dinilai tak memiliki kekhasan khusus. Hal ini diungkapkan oleh Wahyu Wijayanto salah satu alumni DKV ISI Yogyakarta yang menjalani profesi sebagai desain grafis lebih dari 10 tahun terakhir. Ia menyebut, ada “taste” yang tak bisa dimiliki oleh AI.

“Masih bisa (dibedakan karya AI dan manusia) untuk orang yang sudah tau, bedanya di taste,” ujar Wahyu Wijayanto.

Pesatnya perkembangan dan kreativitas AI baginya justru bukan lagi soal ancaman, melainkan kemudahan yang dapat dimanfaatkan. Namun ia juga menyebut terkadang karena terlalu kreatif AI tampak tak rasional dan mudah dikenali.

“Enggak menganggap sebagai ancaman, kita saja yang harus menyesuaikan. Justru dalam beberapa hal AI memang sangat membantu, tapi masih butuh kontrol dari manusia. Kalau kreativitas iya memang melebihi kemampuan manusia, tapi karena saking lebihnya justru itu gampang dikenali sebagi hasil dari AI. Itu untuk saat ini, gak tau untuk nanti,” pungkasnya.

Lantas bagaimana pendapatmu soal AI, Comms? Kira-kira mampukah AI melampaui pemikiran manusia mengingat teknologi akan selalu berkembang.

 

Penulis: Meigitaria Sanita