Tag Archive for: workshop

Visiting Professor

Workshop bertajuk Writing for International Semiotic Journals menjadi penanda dimulainya perjalanan Magister Ilmu Komunikasi (MIKOM) UII. Mengundang Prof. Kristian Bankov pada visiting professor perdana, workshop ini adalah rangkaian soft launching yang digelar pada 15 Februari 2025.

Dalam sesi ini Prof. Kristian Bankov membicarakan berbagai kiat-kiat dalam menulis riset yang ditujukan untuk publikasi di jurnal internasional. Topik riset yang dibahas fokus terhadap kajian semiotik sesuai kepakarannya.

Kristian Bankov tercatat sebagai profesor dari Southeast European Center for Semiotic Studies, New Bulgarian University. Ia menyebut jika memahami konteks secara menyeluruh menjadi hal utama yang mendukung pengembangan riset semiotik.

“Understanding the context the big turning point in the development of this large language model (your project) to discover this attention makes it easy in this is very semiotics project,” ungkap Prof. Bankov saat membuka workshop.

Kelihaian dalam menulis paper tidak bisa didapatkan secara instan, meski demikian menulis dan riset adalah hal fundamental bagi program master. Sehingga kolaborasi skala internasional bisa menjadi pendukung yang tepat.

Workshop

Visiting Professor Perdana di Program MIKOM UII. Foto: Lab Ilmu Komunikasi UII

Resume Workshop

  1. Penulisan akademis sangat penting bagi mahasiswa pascasarjana, dan pengalaman diperoleh melalui praktik, kolaborasi, dan keterlibatan kritis.
  2. Mengembangkan tesis yang jelas, menggunakan sumber-sumber yang dapat diandalkan, dan mempertahankan ketelitian akademis merupakan hal yang mendasar.
  3. Peran AI dalam meningkatkan kemampuan menulis, tetapi tidak menggantikan proses kreatif, diakui.
  4. Pentingnya memilih jurnal yang tepat berdasarkan profil dan fokusnya.

Aturan Dasar untuk Menulis Paper Akademik yang Baik

  1. Tentukan pertanyaan penelitian atau pernyataan tesis
  2. Lakukan melalui penelitian
  3. Kembangkan struktur yang logis
  4. Menjaga ketelitian dan objektivitas akademik
  5. Gunakan kutipan dan referensi yang tepat

Tentukan Pertanyaan Penelitian atau Pernyataan Tesis

  1. Pilihlah topik yang jelas, terfokus, dan dapat diteliti
  2. Rumuskan pernyataan tesis yang kuat yang mengekspresikan argumen utama atau tujuan riset
  3. Pastikan pertanyaan penelitian orisinil, penting, dan dapat dijawab dengan ruang lingkup makalah

Menjaga Ketelitian dan Objektivitas Akademik

  1. Gunakan bahasa yang formal, jelas, dan tepat
  2. Hindari klaim yang terlalu subjektif kecuali secara eksplisit diperlukan
  3. Dukung argumen dengan bukti yang kredibel, bukan opini pribadi
  4. Mengakui argumen tandingan dan mengatasinya secara logis

Di sesi terakhir Prof. Kristian Bankov mengajak para peserta untuk berfikir realistis, tak masalah memiliki ide yang cemerlang namun mengelola ekspektasi perlu menjadi perhatian.

“I mean you think you discovered something great and this is very good. It’s the beginning but very often your enthusiasm meets the reality the real world is that there are so many writing about this topic or that you are not consistent enough in identifying the research potential of this topic lack of experience goes to the gap between expectations and how selfconfidence and reality,” tegasnya.

Workshop sekaligus soft launching MIKOM UII dihadiri oleh kolega dari berbagai universitas antara lain Universitas Gadjah Mada, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, UPN Veteran Yogyakarta, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, hingga Universitas Pakuan.

Sebelumnya, salah satu dosen MIKOM UII Muzayin Nazaruddin S.Sos., MA., Ph.D juga turut mengisi sesi workshop dengan berbagi topik-topik disertasi di Tartu University, Estonia yang mengambil kajian semiotic kebencanaan.

Benchmarking

Rencana benchmarking ke salah satu industri kreatif skala internasional telah digagas hampir dua tahun terakhir. Hingga akhirnya tim Laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi UII berksempatan mengunjungi Industri Kreatif di “Objectifs” Singapura pada 8 November 2024.

Objectifs adalah ruang seni visual di Singapura yang fokus pada pengembangan fotografi dan film. Berdiri sejak 2003, Objectifs telah melakukan aktivitas seni kreatifnya melalui program exhibitions, screening film, workshop, talks series, mentorships and residencies untuk mendorong dialog tentang budaya visual serta praktik apresiasi fotografi dan film.

Dr. Zaki Habibi, Ketua Laboratorium mengungkap benchmarking ini perlu dilakukan sebagai daya dukung (Laboratorium Komunikasi). Selain kelengkapan dan kemutakhiran alat, aspek kecakapan dan kapasitas sumber daya manusia juga perlu mendapatkan wawasan dari berbagai pengalaman.

Benchmarking Industri Kreatif di ‘Objectifs’ Singapura

Benchmarking Industri Kreatif di ‘Objectifs’ Singapura – Image: Desyatri Parawahyu Mayangsari

“Arti penting agar semua infrastruktur fisik tersebut mendapatkan nilai kebermaknaan yang optimal tetap terletak pada aspek kecakapan dan kapasitas sumber daya manusianya (human capital),” jelasnya.

Sebelumnya, salah satu pameran bertajuk Hybridity yang digelar pada November 2023 mendapat antusias positif dari pengunjung. Selengkapnya: https://communication.uii.ac.id/hybridity-presentasi-seni-dari-dosen-dan-staf-prodi-ilmu-komunikasi-uii-isu-lingkungan-yang-dikemas-unik/

Sehingga penting untuk terus menambah wawasan dalam ranah karya kreatif, terutama sisi-sisi mutakhir yang dilakukan pelaku industri kreatif dalam skala internasional untuk menjadi rujukan inspirasi yang sesuai dengan tantangan zaman dan situasi sosial dan kultural secara kontemporer.

Desyatri Parawahyu Mayangsari dan Rizka Aulia Ramadhani selaku asisten Laboratorium Komunikasi membagikan pengalamannya, mereka bercerita jika banyak hal yang bisa dipelajari dan menjadi inspirasi.

“Membangun relasi ke industri kreatif skala global sehingga karya-karya yang sedang dirintis, diproduksi, dan dikembangkan dapat menjangkau publik di kancah internasional,” ujar Desyatri Parawahyu Mayangsari.

Ia juga menyebut jika Objectifs memiliki keunikan yang terlihat sederhana, namun di Indonesia jarang ditemui.

“Studio foto dengan metode konnvensional (cuci foto) masih eksis dan berfungsi secara maksimal. Ini menarik karena di Indonesia masih ada namun ya sekedar sebagai display,” tambahnya.

Sementara Rizka lebih menyoroti terkait organisational culture, yang banyak memberinya insight saat kembali ke Indonesia,

“Banyak yang bisa saya ambil, manjemen mereka keren tertata. Tidak hanya budaya kerja, penataan  ruangan dan display dikerjakan secara detail,” ungkapnya.

Baginya, bekal tersebut sangat layak untuk mendukung beberapa program yang akan dilakukan Laboratorium Ilmu Komunikasi di tahun 2025. Salah satunya kejutan baru pada program rutin Kaliurang Festival Hub edisi selanjutnya.

Dalam perjalanan itu juga turut bergabung Marjito Iskandar Tri Gunawan (Laboran) dan Iven Sumardiyantoro (Asisten Laboran). Uniknya, ternyata Objectifs juga salah satu rekanan Gueari Galeri tempat dimana kru Laboratorium turut memproduksi buku foto. Selengkapnya: https://communication.uii.ac.id/buku-foto-karya-dosen-dan-laboran-ilmu-komunikasi-uii-dipamerkan-keliling-dunia/

Penasaran dengan kejutan dari Laboratorium Komunikasi, tunggu program-program menarik di tahun 2025.

British Museum

Perjalanan menuju London telah dipersiapkan dengan matang oleh Marjito Iskandar Tri Gunawan sejak sebulan sebelumnya. Ia berkesempatan menjadi salah satu dari 23 peserta workshop di British Museum pada 9 hingga 13 September 2024.

Laboran di Prodi Ilmu Komunikasi UII itu berkesempatan mendalami salah satu metode riset yakni Visual Etnographic Documentation Training. Menariknya, tantangan dalam misi itu justru bukan soal sulitnya memahami materi melainkan bagaimana berkomunikasi dengan peserta dari lintas benua.

“Dari Asia ada 7 orang, saya satu-satunya orang Indonesia. Sisanya dari Afrika, Amerika, Australia, dan Eropa,” terang Gunawan.

British Museum

Workshop in British Museum. Photo: Marjito Iskandar Tri Gunawan

Dari cerita pembuka, Gunawan menekankan jika London adalah jarak tempuh terjauh dari pintu rumahnya. Ada kekhawatiran namun harapan besar mengalahkan nyali ciutnya. Ini terbukti dari beberapa minggu sebelum berangkat ia aktif speaking English bersama teman-teman di kantor.

Lantas apa yang didapatkannya, memang penting bagi laboran jauh-jauh ke Eropa?

Peluang Workshop di British Museum

Peluang bertandang ke British Museum merupakan rentetan program dari perolehan grant riset Endangered Material Knowledge Program (EMKP) dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, Dr. Muzayin Nazaruddin, S.Sos., M.A.

Selengkapnya: https://communication.uii.ac.id/dosen-prodi-ilmu-komunikasi-terima-grant-riset-dari-british-museum/

Riset berjudul “Documenting the Endangered ‘Pet Uno’, ‘Canang Ceureukeh’, and ‘Alee Tunjang’ as Indigenous Forest and Farm Culture in Post-Conflict and Post-Tsunami Aceh, Indonesia” melibatkan beberapa staf termasuk Gunawan.

“(Workshop) salah satu bagian dari paket grant pembiayaan, untuk membekali serta mendapatkan wawasan. Penyedia hibah, ingin memastikan hasilnya sesuai harapan maka menyediakan training,” jelasnya.

British Museum

British Museum, Photo: Marjito Iskandar Tri Gunawan

Artinya, workshop ini memang tidak dibuka untuk umum. Melainkan fasilitas bagi tim yang telah lolos EMKP. Menariknya, riset ini menekankan pada objek atau wawasan yang hampir punah. Untuk mendukung itu, beberapa materi yang didapatkan antara lain workshop videografi, fotografi, editing, penggunaan Elan, hingga bagaimana membentuk peta data.

Urgensi untuk Kajian Ilmu Komunikasi

Projek riset yang tengah digarap oleh tim dari Prodi Ilmu Komunikasi UII menggunakan pendekatan etnografi visual, yakni dengan mengandalkan teknik wawancara mendalam, obrolan informal, observasi semi partisipan, serta perakaman foto dan video.

Metode tersebut mencoba memahami secara mendalam praktik komunikasi dalam konteks budaya dan sosial. Tidak sederhana, metode ini memerlukan waktu dan sumber daya yang cukup, memerlukan keahlian dalam analisis data visual, namun perlu mempertimbangkan etika privasi subjek.

“Beragam pelatihan tentang bagaimana kita bisa mengelola projek agar bisa engage dengan komunitas di lokasi riset. Riset ini bisa berdampak (kepada kedua pihak) bisa mutual,” jelas Gunawan.

Misi British Museum adalah hasil riset yang dilakukan penerima grant nantinya dapat diakses oleh masyarakat dunia. Hasil riset menjadi koleksi masyarakat umum, warga dunia bisa mengakses melalui Gudang digital British Museum.

Selain untuk mendalami metode riset dalam kajian komunikasi, workshop ini menjadi ruang menjalin relasi dalam lingkup global.

Konferensi internasional

Program Studi Ilmu Komunikasi UII telah berkomitmen menyelenggarakan konferensi internasional sejak tahun 2014. Tercatat sebanyak 7 kali Conference on Communication, Culture and Media Studies (CCCMS) terlaksana dan menjadi branding yang melekat pada institusi.

Untuk merawat dan transfer knowledge, Prodi Ilmu Komunikasi UII melakukan workshop bertajuk Pengelolaan Event Konferensi Internasional untuk para dosen beserta staf pada 29 November 2024 di Gedung RAV FPSB UII.

Muzayin Nazarudin, S.Sos., M.A dan Dr. Zaki Habibi keduanya merupakan dosen sekaligus inisiator konferensi internasional di Prodi Ilmu Komunikasi bertugas menjadi fasilitator pada momen tersebut.

Memulai konferensi internasional dibutuhkan perencanaan yang matang, setidaknya dibutuhkan dua tim yakni tim konsep dan tim teknis untuk merealisasikannya.

“Beberapa panduan yang perlu diketahui salah satunya soal tim. Harus ada tim teknis yang memulai lebih awal biasanya ini tim kecil. Selanjutnya tim teknis melaksanakan dengan tim besar,” ujar Muzayin Nazarudin, S.Sos., M.A.

Mengingat konferensi internasional merupakan forum intelektual yang mempertemukan antara akademisi hingga praktisi dalam membahas isu tertentu ataupun memaparkan hasil riset yang tengah dijalankan, tentu hal detail yang berkaitan dengan partisipan menjadi concern utama.

“Konferensi esensinya adalah perjumpaan dan perbincangan. Forum akademik yang melibatkan banyak partisipan, membahas topik-topik yang beragam,” ujar Dr. Zaki Habibi.

Beliau juga menambahkan bahwa lima hal yang perlu diperhatikan antara lain:

  1. Reputasi dan kiprah kualitas kekaryaan pembicara utama (keynote speaker)
  2. Tema dan topik-topik call for paper
  3. Akses menuju dan selama di kota penyelenggaraan konferensi
  4. Kesempatan bertemu dan berbincang dengan dan para peserta
  5. Potensi publikasi dan kolaborasi pasca konferensi

Beberapa panduan teknis yang perlu digarap secara matang sebagai berikut.

Tiga Fase yang Wajib Diketahui tentang Konferensi Internasional

  1. Fase call for abstract, anggota tim yang dibutuhkan (konseptor lebih dari satu, desainer-web managemen, publisis, kesekretariatan.
  2. Fase persiapan teknis – pelaksanaan konferensi
  3. Fase paska konferensi

Merumuskan Hal-hal Mendasar

  1. Tema utama, deskripsi dan turunan tema.
  2. Keynotes (satu luar, satu dosen prodi). Hal ini dilakukan sebagai potensi kolaborasi jangka panjang.
  3. Waktu dan lokasi, target audiens, ketersediaan ruang, pastikan pelaksanaan dilakukan di kampus.
  4. Rencana publikasi, koordinasikan dan buat perjanjian yang jelas dengan pihak pengelola jurnal.
  5. Time line, berkaitan dengan penjadwalan dan perhitungan waktu.
  6. Event pendamping, selain tour di tempat wisata, salah satu daya tarik yang bisa dilakukan adalah memberikan workshop-workshop pendamping.

Konferensi internasional yang telah dilakukan harapannya menjadi ruang untuk menjalin kolaborasi, memperluas koneksi antar akademisi dan praktisi. Selain itu, momen ini bisa menebalkan expertise para dosen di Prodi Ilmu Komunikasi UII.

“Konsensus yang ingin kita buat, sudah banyak doktor sudah saatnya promot teman sendiri expert di bidang tersebut, sehingga ini menjadi ruang yang tepat,” tandas Muzayin Nazarudin, S.Sos., M.A.

AWG

It was recorded that throughout 2024 the number of reports of sexual violence cases collected by the Ministry of PPPA reached 23,294 cases. Of these, women are the most victims with a percentage reaching 86 per cent. (Data up to 20 November 2024)

Ironically, gender-based violence does not stop at that issue. The media has a big role, one of which is by publishing articles whose language actually complicates and normalizes gender-based violence (GBV).

Numbers and facts cannot be underestimated, to respond to gender-based violence (GBV) the International Program Communication (IPC) held The5th Annual Workshop on Globalization 2024 which took the topic Voices for Change ‘Media’s Role in Ending Gender-Based Violence’ on 19 November 2024 at Main Library UII.

This topic explores the intersection of globalization, feminism, and media in shaping gender-based violence (GBV) and its impact on women’s empowerment.

How Media’s Role in Ending Gender-based Violence?

Interestingly, this workshop did not only present perspectives from women’s voices, but also from men’s voices. The three speakers presented included Dr. Katrin Bandel (Faculty member of the Department of Cultural Studies, Sanata Dharma University, International Scholar with expertise in media and gender studies), Indiah Wahyu Andari (Director of Rifka Annisa Women’s Crisis Center, a gender specialist with expertise in gender-based violence), and Iwan Awaluddin Yuyuf, Ph.D. (Faculty member of the Department of Communications, Universitas Islam Indonesia, an expert on media and gender studies).

Dr. Katrin Bandel delivered a presentation on ‘Sexual Violence Narratives in the Mass Media and in Fiction’. She explained how the narratives in the media are more likely to tell things that do not consider the trauma of victims to be unbalanced.

Sexual violence is an experience that ruins the victim’s life, it is also tough to tell. However, at the same time, the media actually makes news that explores the profile of the perpetrator and compares his condition with the victim. Until the public is led to sympathize with the future of the perpetrator if they receive severe punishment.

“But even therapeutic or feminist narratives can become problematic, if they are normalized, so that a rape victim not fitting into the narrative feels marginalized and not represented,” she said.

In addition, rape culture normalizes rape and sexual violence through the assumption that it is normal for men to be very aggressive and unable to control their desires. Unfortunately, another habit is victim blaming for the victim’s appearance, accusing the victim as a provocateur for the perpetrator’s actions.

This statement is supported by research conducted by Iwan Awaluddin Yusuf, Ph.D, the media in Indonesia in publishing GBV news often journalists use titles that are not in accordance with the context.

‘The problem starts with the use of words. Double victimization’ he said.

In the context of sexual violence against child victims, the choice of words that should use the phrase ‘rape and sexual abuse’ instead chooses ‘planning sex’. In the choice of words, children who should be positioned as victims instead seem to be sexual subjects.

By giving various examples of inappropriate word choice, he said that the position of journalists as important figures in the media should be a fair figure.

‘Journalists as mindful users of language, fix the misused word,’ he said again.

Indiah Wahyu Andari, a professional who has been helping GBV victims for years, said that the role of the media is very large. One of them is through GBV preventive campaigns.

She shared three stages of prevention, first primary prevention which refers to activities to do before sexual violence occurs through stopping conditions that support sexual violence and promoting positive behaviors to prevent sexual violence.

Then there is secondary prevention, which is the immediate response after sexual violence occurs to prevent and address both short-term and long-term impacts on victims through things like reporting, case handling, and recovery.

Finally, tertiary prevention is activities to prevent the recurrence of violence. Building structures, norms, and social practices that prevent the risk of recurrence of violence.

The hope is that the workshop will be able to offer a global perspective. The dual role of the media in perpetuating and overcoming violence against women, and the important role of feminist activism in shaping media narratives and promoting women’s empowerment.

Workshop Jurnal

Tugas akhir atau skripsi jika digarap dengan serius maka layak untuk dipublikasikan di jurnal bereputasi. Tentu bukan perkara mudah, lantas bagaimana cara mempublikasikan tugas akhir ke jurnal?

Dalam workshop bertajuk Strategi Publikasi Ilmiah di Jurnal Bereputasi Berbasis Tugas Akhir yang diinisiasi oleh Jurnal Cantrik bersama Prodi Ilmu Komunikasi UII pada 19 Oktober 2024 secara daring membahas detail terkait kiat-kiat menulis karya ilmiah berkualitas.

Di tengah masifnya keculasan dalam dunia akademik dan dugaan-dugaan jurnal predator, tentu workshop ini menjadi angin segar bagi mahasiswa dan para akademisi untuk menambah pengetahuan.

Hal tersebut sempat disinggung oleh Kaprodi Ilmu Komunikasi UII, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D, dalam membuka sesi workshop.

“Di tengah kecurangan praktik akademik masih ada orang yang peduli dengan urusan mengelola jurnal, naskah, edit, mengurus akreditasi jurnal dengan penuh dedikasi,” ujarnya

“Apreasiasi untuk rekan para penyelamat sistem akademik yang berintegritas bukan seperti yang itu, jangan ya dek ya seperti yang kita lihat praktik-praktik yang tidak bagus dalam konteks integritas akademik,” tambahnya.

Diikuti lebih dari 200 peserta yang tersebar dari penjuru negeri, workshop tersebut menghadirkan tiga pembicara yakni Prof. Rajab Ritonga (Ketua APJIKI), Dr. Fuad Nashori (Dosen Psikologi UII), dan Puji Rianto, M.A (Editor in Chief Jurnal Mahasiswa Cantrik).

Prof. Rajab Ritonga menyampaikan materi terkait Standar Penulisan Artikel Jurnal Nasional Terakreditasi. Dalam penjelasanya beliau menyebut jika salah satu ciri jurnal yang bereputasi baik adalah proses penerbitan yang prosesnya cukup panjang.

“Jurnal yang baik akan selalu melalui proses review, oleh sebabnya jurnal perlu waktu menerbitkan artikel minimal 6 bulan bahkan 1 tahun. Belum lagi proses balik setelah direview dikembalikan ke author untuk dilakukan perbaikan,” ujarnya.

Hal ini selaras dengan materi yang disampaikan oleh Puji Rianto, M.A, Memahami Selingkung Jurnal sebagai Strategi Penting Menembus Jurnal. Mengawali materi dengan menjelaskan detail alur kerja redaksi jurnal yang begitu panjang, ditambah para banyak penulis yang tidak memperdulikan selingkung jurnal sehingga berujung penolakan.

“Para penulis banyak yang kurang memperdulikan selingkung ini, sehingga kalau di Jurnal Komunikasi antriannya setahun bisa 300 artikel dan yang kami publish hanya 20. Kalau selingkungnya tidak sesuai akan kami tolak,” ungkapnya.

Sementara Dr. Fuad Nashori memberikan saran dalam materinya Publikasi Tugas Akhir, agar para mahasiswa mencari jurnal yang sesuai dengan riset yang tengah dilakukan.

“Tentu saja menyesuaikan topik, fokus dan scope harus tahu. Karena missal sama-sama jurnal komunikasi atau psikologi kalau di riset banyak nama-nama yang umum.” Pungkasnya.

Berikut berbagai tips terkait menulis tugas akhir agar berpeluang terpublikasi di jurnal berintegritas:

Tips Menulis Tugas Akhir untuk Diterbitkan di Jurnal

  1. Judul penting untuk menarik perhatian editor, sebaiknya mempresentasikan isi, informatif (highlight dan finding)
  2. Judul maksimal 14 kata
  3. Abstrak Mengandung latar belakang (jika ada), tujuan penelitian, metode penelitian, finding/hasil penelitian dan simpulan. Selain itu dilengkapui maksimal 5 kata kunci.
  4. Introduction memuat state of the art, serta menyatakan dan merumuskan masalah penelitian.

Tahap Awal Memilih Jurnal

  1. Kesesuaian topik TA dengan fokus scope jurnal
  2. Kesesuaian jenis artikel hasil riset dan non riset, riset kuali kuanti mix method
  3. Memutuskan jurnal sasaran dengan skala prioritas 1 sampai 3

Sistematika/Selingkung (Jurnal Cantrik)

  1. Judul
  2. Abstrak
  3. Pendahuluan
  4. Teori
  5. Metode
  6. Hasil dan Pembahasan
  7. Kesimpulan
  8. Daftar Pustaka

Soal pelanggaran akademis selengkapnya dapat dibaca pada laman berikut:

https://communication.uii.ac.id/pelanggaran-akademis-di-tingkat-universitas-mengapa-sering-terjadi/

CCCMS

Rangkaian agenda pada 7th Conference on Communication and Media Studies (CCCMS) menghadirkan beberapa workshop unik sebelum forum akademik itu berlangsung. Konferensi internasional yang diinisiasi oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII menyuguhkan beberapa workshop gratis untuk para presenter.

Menariknya workshop-workshop itu tak melulu berbau akademik yang memusingkan, melainkan kegiatan unik yang memicu ide-ide baru. Ada empat workshop dalam program pre-konferensi antara lain Urban Walking, Photobook and Design Thingking, Environmental Communication, dan Writing Class for International Journal.

Semua workshop dilaksanakan di hari yang sama yakni 27 Agustus 2024. Peserta berhak memilih dan bergabung pada salah satu workshop dan bertemu dengan fasilitator professional.

Urban Walking

Tak sekedar jalan-jalan, Urban Walking yang difasilitatori olerh Dr. Zaki Habibi menekankan pada sensory method selama proses perjalanan melintasi jalanan utama Yogyakarta. Mengawali titik di Tugu Golong Gilig sekitar Tugu Yogyakarta pada pukul 08:00 WIB, perjalanan dilakukan dengan menyusuri situs UNESCO World Heritage: mulai dari jalan Margo Utomo, Mangkubumi, melewati rel kereta, kemudian berakhir di Jalan Malioboro. Perjalanan sepanjang 2,5 kilometer itu usai pukul 12.00 WIB.

Workshop ini diikuti oleh peserta dari berbagai negara mulai dari Indonesia, India, Cina, dan Taiwan. Dr. Zaki mengajak peserta untuk mengamati hal-hal yang dilalui selama perjalanan dari hasil pandangan mata, suara, bau, sentuhan, dan rasa. Peserta diminta untuk membuat sensory mapping yang mendokumentasikan perjalanan tersebut serta hal-hal apa saja yang menarik perhatian. Sesampainya di area Jalan Malioboro, Dr. Zaki meminta peserta menggambar situasi jalan sesuai dengan yang menjadi perhatian peserta misalnya kombinasi antara modernitas dan tradisionalitas di jalanan Yogyakarta.

Salah satu peserta asal Indonesia yakni Lutviah menyebut jika workshop ini memberinya wawasan soal metode baru yang mendukung pekerjaannya sebagai peneliti.

“Sebagai peneliti sosial, menurut saya workshop Urban Walking dan Sensory Method ini sangat menarik karena workshop ini menawarkan pendekatan baru dalam penelitian sosial. Workshop ini melatih saya untuk melakukan pengamatan mendalam tentang hal-hal yang terjadi di sekitar saya dengan menggunakan seluruh panca indera yang saya miliki. Dari proses tersebut, saya mampu menemukan hal-hal menarik yang sebelumnya tidak pernah saya perhatikan, misalnya perpaduan antara modernitas dan tradisionalitas di jalanan kota Yogyakarta. Kemampuan observasi mendalam seperti ini menurut saya penting untuk dapat menangkap fenomena-fenomena sosial, khususnya fenomena komunikasi, serta menganalisis implikasinya terhadap masyarakat,” ujar Lutvia salah satu peserta workshop.

Photobook and Design Thingking: An Introduction

Workshop ini menggandeng Gueari Galeri yang merupakan publisher buku foto dari Indonesia. Bertajuk Photobook and Design Thinking: An Introduction workshop ini fokus dengan hasil jepretan peserta yang nantinya akan diubah menjadi buku foto.

Salah satu peserta yang aktif dalam menekuni hobi journaling, Sri Rahmawati tertarik untuk menerbitkan buku foto.

“Aku ingin bisa nerbitin buku foto archive, mungkin tentang academic journey-ku atau hal-hal simpel lain. Aku tuh suka ngumpulin kaya tiket kereta atau kalau aku makan sama orang yg spesial, aku bakal simpan nota-nya, mungkin hal-hal kaya gitu suatu hari bisa kujadikan buku foto,” pungkas Rahma.

Fasilitator dari Gueari Galeri, Caron Toshiko dan Andi Ari Setiadi, menyebutkan kegiatan ini merupakan pengantar kepada peserta untuk mengenal buku foto sebagai salah satu cara mengekspresikan diri.

“Kami melihat fotografi itu salah satu medium nonverbal yang bisa digunakan semua orang untuk menggali banyak hal dengan cara yang mudah dan menarik,” ujar Caron.

“Ada cerita, ada kegelisahan, atau ada kemarahan, bahkan dan foto bisa menjadi medium untuk mengeluarkan itu semua,” jelas Ari.

Environmental Communication

Tak sekedar workshop yang berhenti dalam waktu satu hari, program ini mengajak peserta untuk melakukan proyek panjang yang berkelanjutan.

Muzayin Nazaruddin, M.A selaku fasilitator workshop menginisiasi proyek tersebut untuk peserta  yang tertarik berkontribusi dalam sebuah buku yang disunting (dalam Bahasa Indonesia) tentang komunikasi lingkungan dan humaniora lingkungan. T

Topik-topik yang akan dibahas dalam buku ini meliputi risk and disaster communication, environmental crises, human-animal relations, nature-culture tensions, local ecological knowledge, environmental activism, dan tema-tema lain yang terkait.

Menyadari kompleksitas antara manusia, teknologi, dan alam saling berkontribusi dalam membentuk realitas dunia maka workshop ini tentu akan memunculkan banyak hal yang mengusik.

Workshop ini juga menghadirkan Achmad Choirudin dari Insist Press untuk membicarakan rencana penerbitan buku bertopik komunikasi lingkungan.

Writing Class for International Journal

Workshop Writing Class for International Journal yang difasilitatori oleh Prof. Masduki nampaknya menjadi program favorit. Puluhan akademisi dari berbagai negara antusias dan responsive selama workship berlangsung.

Peserta diajak untuk lebih mengenal area riset yang diminati dan mendapatkan tips-tips berharga mengenai pemilihan jurnal yang tepat serta teknik penulisan yang efektif. Nico Carpentier dari Charles University yang juga menjadi Keynote Speaker dalam konferensi ini turut bergabung dan memberikan feedback.

You have to start writing, create narrative about your publication and connect your journals to one line expertise.” ujarnya.

Melalui Writing Class ini, diharapkan para peserta dapat meningkatkan kualitas penulisan ilmiah dan memperluas jaringan kerjasama di bidang penelitian. Acara ini juga menjadi bukti bahwa CCCMS terus berkomitmen untuk mendorong pengembangan ilmu pengetahuan di bidang komunikasi.

Di akhir acara, Prof. Masduki menutup sesinya dengan kalimat yang pamungkas “Consistency! It is to make advance move for your academic journey!”

Enviromental Communication Workshop

Enviromental Communication Workshop menjadi salah satu agenda sebelum perhelatan Conference on Communication, Culture and Media Studies (CCCMS) 2024 yang digelar oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII pada 27 Agustus 2024.

Workshop ini menjadi salah satu inovasi pada 7th CCCMS 2024, pasalnya selain penggalian ide dari peserta, diskusi ini akan berakhir pada rencana proyek jangka panjang yang berkelanjutan.

Dipandu oleh Muzayin Nazaruddin, workshop ini dirancang untuk peserta yang tertarik untuk berkontribusi dalam sebuah buku yang disunting (dalam Bahasa Indonesia) tentang komunikasi lingkungan dan humaniora lingkungan. Topik-topik yang akan dibahas dalam buku ini meliputi risk and disaster communication, environmental crises, human-animal relations, nature-culture tensions, local ecological knowledge, environmental activism, dan tema-tema lain yang terkait.

Menyadari kompleksitas antara manusia, teknologi, dan alam saling berkontribusi dalam membentuk realitas dunia maka workshop ini tentu akan memunculkan banyak hal yang mengusik.

Dalam sesi diskusi, pernyataan dari salah satu peserta cukup menarik untuk ditelisik yakni bagaimana bencana alam merupakan bahasa yang diciptakan oleh manusia, sementara bagi alam, peristiwa ini adalah sebuah fase yang alamiah. Perbincangan lain juga cukup unik terdengar, seperti strategi-strategi yang akan disusun oleh para ilmuan dalam menghadapi kehancuran bumi, salah satunya pindah planet. Dan hal tersebut menjadi kajian yang serius.

“Alam dan eksistensi manusia menjadi satu diskursus yang bisa dieksplorasi menggunakan berbagai pendekatan. Namun, di Indonesia, perspektif yang dominan masih sangat teknokratis. Butuh perspektif yang humanis utk memperkaya wacana terkait persoalan lingkungan di Indonesia. Hal inilah yang menjadi salah satu sorotan dalam workshop enviromental communication,” ujar Khumaid Sulkhan salah satu peserta workshop tersebut.

Muzayin Nazaruddin mengatakan bahwa rencana pembuatan buku tersebut akan menjadi proyek jangka panjang. Ia mengumpulkan ide dari para akademisi dan aktivis yang berkumpul dalam workshop.

Workshop ini juga menghadirkan Achmad Choirudin dari Insist Press untuk membicarakan rencana penerbitan buku bertopik komunikasi lingkungan.

Acara kemudian diakhiri dengan para hadirin sepakat untuk menulis berbagai isu lingkungan, tetapi disatukan lewat benang merah yang sama. Kesamaan tersebut berupa topik besar maupun perspektif yang dielaborasi.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

7th CCCMS 2024

Pre-conference workshops

Every registered participants can join one of these workshops (for free):

1. Writing class for international journal

    • Convenor​​: Masduki
    • Workshop language​: English
2. Urban walking & sensory methods
    • Convenor​​: Zaki Habibi
    • Workshop language​: English
3. Environmental communication – edited volume writing group
    • Convenor​​: Muzayin Nazaruddin
    • Workshop language​: Bahasa Indonesia
4. Photobook and Design Thinking: An Introduction
    • Convenor​​: Andi Ari Setiadi & Caron Toshiko Monica (Gueari Galeri)
    • Workshop language: English, mixed with Indonesian

More information: https://conference.communication.uii.ac.id/program/

7th CCCMS 2024

7th CCCMS 2024

Worshop

Menyajikan foto menjadi kolase dan buku yang penuh makna membutuhkan kerja kreatif yang tak sederhana. Workshop yang digelar Gueari Galeri pekan lalu memberi kesempatan kepada dua Laboran Prodi Ilmu Komunikasi UII untuk menciptakan buku foto dengan konsep unik untuk dipamerkan nantinya.

Iven Sumardiyantoro dan Desyatri Parawahyu berangkat dari Stasiun Tugu Yogyakarta menuju Jakarta untuk mengikuti workshop bertajuk “Making an Artist’s Photobook with Gueari Galeri” pada 7-10 September 2023. Berbekal foto-foto lama yang disimpan pada memori ponselnya, Iven dan Desya menaruh harapan besar untuk menjadi hasil jepretannya sebagai sebuah karya tak biasa.

Proses kerja kreatif diceritakan Iven saat membuat konsep buku fotonya yang berjudul “Inside”. Semula ia terfikir untuk menciptakan buku foto dengan tulisan mirip caption. Namun, ide itu ternyata berubah total setelah mendapat arahan dari mentor.

Buku foto “Inside” diartikan sebagai “di dalam (perasaan maupun pikiran)” berisi gambaran manusia yang saling terkoneksi dengan manusia lain dengan hanya melihat dari ekspresinya.

Workshop

Dummy buku foto karya Iven Sumardiyantoro

Dengan menggunakan teknik crafting DIY Cut yang menghilangkan objek di dalam foto sehingga tampak berlubang tak sempurna, membuat pembaca harus mengintip lebih dekat tulisan di balik foto untuk menghilangkan rasa penasaran.

Treatment membaca tersebut sengaja dilakukan kreator sebagai bentuk pesan bahwa ketika kita ingin mengetahui perasaan seseorang, maka perlun usaha untuk mendekatkan diri dengan mereka.

Teknik tersebut juga menjadi hal pertama dalam karya buku foto sepanjang workshop Gueari Gallery sejak tahun 2015.

“Karya yang saya buat ini tidak seperti buku pada umumnya, karena banyak treatment untuk membaca dan menikmatinya. Untuk tema atau konsep menceritakan kita sebagai manusia mempunyai koneksi dengan manusia lainnya walaupun tidak saling kenal,” jelas Iven menceritakan buku fotonya.

Iven mengadaptasi konsep “Sonder” dalam setiap ekspresi objek foto yang ia potret. Ada simpati yang ia tangkap. Mengutip dari situs Gramedia, Sonder adalah emosi unik yang digambarkan sebagai suatu kesadaran bahwa secara acak setiap orang yang kita temui menjalani kehidupan yang sangat rumit seperti kerumitan kita. Entah soal rutinitas, ambisi, teman, kekhawatiran, hingga kegilaan.

Workshop

Proses pembuatan buku foto

“Seperti Sonder (ekspresi objek foto), kita sadar setiap individu di sekitar kita mereka memiliki masalah apapun yang gak bisa kita bayangkan, lalu kita memiliki simpati kepada mereka,” tutur Iven.

Sementara dalam proses kerja kreatif, Iven mengaku mendapat arahan dari tiga mentor yakni Andi Ari Setiadi selaku seniman bidang fotografi, Caron Toshiko yang menggali karya dari aspek psikologis para kreator, dan Setyo Manggala Putra yang focus pada bidang riset.

“Pendampingan dari para mentor itu adalah upaya dan usaha untuk jujur supaya karyanya dekat, personal, dan relate dengan si pemilik,” tambah Iven.

Karya lainnya adalah milik Desya yang berjudul “Mbrebeki”. Karya yang awalnya dianggapnya sebagai media penyembuhan atas peliknya hidup yang dialaminya justru itu adalah luapan dalam kepalanya yang mengganggu atau noise.

“Mbrebeki itu punya arti berisik atau bikin berisik. Jadi apapun yang bikin berisik si “penggembira kehidupan” dituliskannya melalui poem dan foto alam atau benda mati,” jelas Desya.

Workshop

Buku foto karya Desya berjudul “Mbrebeki”

Desya juga menjelaskan ada empat part dalam buku fotonya yakni Luka, Bangkit, Sembuh, dan Percaya. Empat part tersebut merupakan aktualisasi emosi dan siklus yang dilalui. Menariknya dalam karya yang dibuatnya, teknik meremas kertas pada buku fotonya seolah menyiratkan seberapa kalut dan amburadulnya setiap part.

“Setelah mengikuti workshop jadi tahu fokusnya kemana, setiap karya butuh keterbukaan dan fokus berkarya,” tutur Desya.

“Bagi Penulis karya ini untuk sembuh, dan sembuh untuk berkarya,” pungkasnya.

Workshop

Desya saat melakukan presentasi pada workshop Gueari Galeri

Dengan mengikuti workshop dan pembuatan buku foto tersebut, selain menciptakan karya dan mengeksplorasi diri dengan pengalaman baru, nantinya karya-karya tersebut akan dipamerkan pada pameran nasional dan internasional.

“Salah satu kebanggaan, bukti perjalanan hidup, dan dokumentasi karya. Dan ini pengalaman dan eksplorasi diri,” pungkas Iven.

Sebagai informasi, Gueari Galeri adalah galeri buku foto dan penerbit bebas yang berada di Jakarta dan Bekasi dengan tagline “Cerita Pribadi untuk Anda” dengan medium fotografi dan buku foto sebagai penerokaan diri, pemerkasaan dan agen perubahan dengan mempersembahkan kisah pribadi seseorang.

Didirikan tahun 2014, lalu tahun 2015 mengadakan kelas buku foto untuk memudahkan peserta mengembangkan cerita pribadi dalam medium buku foto.

 

Penulis: Meigitaria Sanita