Tag Archive for: uii

Jurusan Ilmu Komunikasi UII berkolaborasi dengan Puspita Bahari sebuah komunitas nelayan perempuan di Demak untuk melakukan workshop produksi berita di Instagram. Kegiatan tersebut dilakukan pada 30 hingga 31 Agustus 2025 di Sekretariat Puspita Bahari, Demak, Jawa Tengah.

Praktik pencarian informasi dan berita paling banyak dilakukan melalui Google Search, Youtube, dan Instagram. Data ini diungkap oleh We are Social pada awal tahun 2025. Tren tersebut sejalan dengan peningkatan pengguna internet di Indonesia, tahun 2025 dengan penetrasi 80,66 persen.

Riuhnya tingkat penggunaan Instagram, menjadi ruang yang tepat untuk menyuarakan berbagai isu di kampung nelayan. Beberapa wilayah pesisir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah mengalami persoalan yang kompleks akibat bencana banjir rob. Tak hanya berdampak pada lingkungan, kenaikan air laut pantai utara Jawa ternyata berpengaruh signifikan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi. Kemiskinan, beban ganda perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga pelecehan seksual menjadi polemik yang sulit diurai. Masyarakat yang terdampak banjir rob tersebar di beberapa wilayah seperti Sayung, Morodemak, Timbulsloko, Purworejo, dan Margolinduk.

Puspita Bahari yang dinahkodai oleh Masnuah, aktif mendampingi hingga melakukan berbagai upaya untuk mengentaskan berbagai persoalan tersebut. Suara-suara mereka harus terdengar luas, cerita-ceritanya perlu diawetkan agar tak terlewat begitu saja. Lemahnya dokumentasi membuat berbagai persoalan dan momentum penting tak tercatat. Sehingga perlu ada upaya dan kemampuan untuk melakukan kerja-kerja dokumentasi tersebut.

Menjawab persoalan tersebut workshop “Produksi Berita dengan Media Sosial” yang terbagi menjadi tiga sesi yakni Materi Produksi Foto Menggunakan Handphone oleh Marjito Iskandar Tri Gunawan (Laboran Ilmu Komunikasi UII), Materi Penulisan Artikel Informatif untuk Media Sosial oleh Meigitaria Sanita (Staf Media Sosial dan Website Ilmu Komunikasi UII), dan Materi Mendesain Konten Berita Pada Halaman Instagram oleh Iven Sumardiyantoro (Staf Asisten Laboran Ilmu Komunikasi UII).

“Workshop ini selain penyampaian materi juga dilakukan praktik turun ke lapangan mencari data dan informasi, mulai dari memotret realitas dan menulis. Terakhir menuangkannya dalam desain Canva. Meski penuh keterbatasan peserta berhasil menyelesaikannya,” ujar Iven Sumardiantoro.

Komunitas Puspita Bahari telah memiliki media sosial resmi di Instagram @puspita_bahari, namun karena keterbatasan SDM akun tersebut tidak terkelola secara maksimal. Hal tersebut terpantau dari konsistensi publikasi di akun tersebut.

Isu-isu yang disuarakan pada workshop tersebut antara lain Pemukiman dan Transportasi, Sampah, Hasil Tangkapan Nelayan, dan Cerita Perempuan Nelayan. Menariknya, salah satu isu tersebut terjadi karena dipicu kondisi politik sosial. Contohnya dalam penggalian informasi pemicu penumpukan sampah di wilayah Morodemak.

‘Sampah Menumpuk, Masyarakat Terkutuk’ Workshop Produksi Berita di Instagram untuk Masyarakat Korban Banjir Rob di Demak Jawa Tengah

‘Sampah Menumpuk, Masyarakat Terkutuk’ Workshop Produksi Berita di Instagram untuk Masyarakat Korban Banjir Rob di Demak Jawa Tengah

Workshop ini ditujukan kepada anggota komunitas Puspita Bahari yakni para perempuan nelayan, pemuda-pemudi, hingga para bapak-bapak yang tinggal di sekitar wilayah tersebut. Beberapa peserta mengaku kegiatan ini penuh makna.

“Sangat bermanfaat bagi kami yang masih benar-benar belum tahu teknologi dan pesannya semoga ada program dan pelatihan selanjutnya,” ungkap Uminatus Sholikah, anggota komunitas Puspita Bahari.

“Mendapatkan wawasan dan pengalaman yang sangat berguna dan bagi saya sendiri bisa tahu pelajaran yang disampaikan oleh kakak-kakak dari UII,” terang Listianti masyarakat Morodemak.

Dengan dilakukan workshop ini, diharapkan mampu menguatkan kemampuan anggota komunitas Puspita Bahari untuk memproduksi informasi yang layak dan relevan di media sosial. Selain itu, kegiatan ini selaras dengan visi Jurusan Ilmu Komunikasi UII yakni Communication for Empowerment.

Kunjungan dari Ilmu Komunikasi UMS ‘Benchmarking Pengelolaan Prodi hingga KTW Mahasiswa’

Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), menerima kunjungan dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Kunjungan pada 21 Agustus 2025 tersebut secara spesifik bertujuan untuk benchmarking pengelolaan program studi, strategi peningkatan kelulusan tepat waktu mahasiswa (KTW) mahasiswa, luaran skripsi berbasis karya, hingga pengelolaan laboratorium.

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UII, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D menyambut kedatangan rombongan dari UMS. Harapannya pertemuan ini mampu membuka berbagai peluang kolaborasi.

“Kita sama-sama belajar proses pertemuan ini membuka peluang kolaborasi yang strategis dan saling melengkapi. Tidak ada kampus yang serba sempurna, oleh karena itu kita perlu berdiskusi untuk membuka peluang kerja sama baik dalam aspek praktis maupun akademis, serta saling melengkapi kekurangan masing-masing. Beberapa inovasi dan keberhasilan lulusannya dapat menjadi bahan pembelajaran bersama,” ungkapnya.

Merespon sambutan, Sidiq Setyawan, M.I.Kom selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi UMS memaparkan situasi di lembaganya. Khususnya terkait proporsi mahasiswa dan dosen, serta berbagai hambatan dalam kurikulum dan pengelolaannya.

“Kami memiliki 21 dosen (homebas), beberapa di antaranya sedang dalam proses melanjutkan studi,” jelasnya.

“Fakultas Komunikasi dan Informatika mendirikan Pusat Studi Informatika Sosial yang terbuka untuk kolaborasi riset, pengabdian masyarakat, skripsi, serta revisi kurikulum setiap lima tahun sekali guna mempersiapkan lulusan yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan informasi,” tambahnya.

Strategi Jurusan Ilmu Komunikasi Mempersiapkan KTW Mahasiswa

Poin dalam diskusi tersebut bertujuan untuk mengaplikasikan berbagai strategi kelulusan tepat waktu mahasiswa. Dr. Zaki Habibi, sebagai Kaprodi Ilmu Komunikasi UII menjelaskan secara detail penanganan persoalan tersebut.

Dimulai dengan proporsi dosen dan staf dengan berbagai keahlian termasuk sistem perekrutannya. Keterlibatan staf dalam kerja-kerja pendampingan mahasiswa serta pengelolaan laboratorium dan PDMA Nadim yang mendukung tugas akhir mahasiswa.

Di tengah regulasi dari pemerintah yang dinamis, kurikulum di Jurusan Ilmu Komunikasi UII mengacu pada kurikulum 2023.

“Kami terus belajar dan bertumbuh dengan pendekatan strategis dan kultural sekaligus, serta memahami logika dan regulasi kurikulum dan akreditasi yang kerap berubah,” jelasnya.

Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa dan zaman, hasilnya dapat diketahui melalui tracer study (survei). Jika pada beberapa institusi menempatkan magang sebelum tugas akhir, Jurusan Ilmu Komunikasi UII justru menempatkan di akhir. Selain membuat mahasiswa lebih fokus dengan tugas akhir, magang yang bersifat praktik kerap membuat mahasiswa lanjut untuk melakukan kerja profesional.

“Dalam merancang program dan regulasi, kami jujur bahwa kurikulum kami masih bersifat trial dan harus adaptif serta dapat disesuaikan. Kurikulum 2023 menghadirkan perubahan alur mata kuliah, namun bukan berarti substansinya hilang. Kami menempatkan skripsi dan magang di bagian akhir. Perubahan dari konsentrasi menjadi bidang minat ini kami evaluasi melalui hasil tracer study untuk memastikan cakupan kurikulum sudah memadai,” paparnya.

Strategi lainnya adalah menciptakan jalur kelulusan yang beragam mulai dari skripsi, projek karya komunikasi, karya bersama mitra internasional, penulisan artikel jurnal, hingga magang yang laporannya setara skripsi. Hal itu dilakukan untuk memperluas pilihan dan minat mahasiswa.

Usai berdiskusi, rombongan UMS diajak berkeliling dan melihat langsung bagaimana fasilitas pendukung untuk mahasiswa, mulai dari PDMA Nadim dengan berbagai karya dan koleksi, laboratorium, hingga ruang audio visual.

Pidato Pengukuhan Prof. Subhan Afifi: Komunikasi Publik Bidang Kesehatan ‘Kajian Empiris dan Arah Strategis di Era Digital

Komunikasi publik dalam bidang kesehatan di Indonesia masih termarjinalkan. Tak populer seperti komunikasi politik maupun ekonomi. Padahal komunikasi publik merupakan kunci pada mitigasi krisis. Gagasan ini tertuang dalam pidato pengukuhan Guru Besar Prof. Subhan Afifi, S.Sos., M.Si pada 14 Agustus 2025 di Auditorium Kahar Mudzakir UII.

Beliau merupakan dosen sekaligus Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, UII yang beberapa tahun terakhir fokus dalam kajian komunikasi publik bidang kesehatan. Dalam pidatonya yang bertajuk Komunikasi Publik Bidang Kesehatan ‘Kajian Empiris dan Arah Strategis di Era Digital kegagalan komunikasi publik pada pandemi Covid-19 memicu ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah.

“Komunikasi publik merupakan pilar penting dalam mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk menjaga kesehatan bersama. Namun, meskipun krisis kesehatan kerap muncul akibat kegagalan komunikasi, kajian komunikasi publik di Indonesia masih termarjinalkan, kalah dominan dibandingkan ekonomi politik dan health communication. Padahal, pengembangan kajian ini sangat krusial untuk menghadapi persoalan kompleks kesehatan secara efektif,” ujar Prof. Subhan Afifi.

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia tahun 2020 hingga 2022 menjadi krisis besar yang tak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga sosial, ekonomi, dan politik. Di Indonesia, tantangan komunikasi publik selama pandemi menunjukkan adanya pesan kontradiktif, ketidakkonsistenan, campur tangan politik dan ekonomi, hingga ketidakmampuan pemerintah membangun narasi yang efektif dan empatik.

“LP3ES (2020) mencatat adanya 37 pernyataan menyesatkan atau kontradiktif pada fase awal pandemi, yang berdampak pada erosi kepercayaan masyarakat,” ujarnya.

Kajian ini tak sekedar pertukaran pesan, melainkan sarana membangun kesadaran partisipasi masyarakat dalam mengubah perilaku kesehatan. Di era digital, komunikasi keseahatan mengalami berbagai tantangan seperti infodemic (terlalu banyak informasi), fragmentasi narasi, hingga misinformasi di media online. Dalam kondisi tersebut dibutuhkan solusi yang memadukan komunikasi risiko, literasi digital, hingga partisipasi masyarakat.

Prof. Subhan Afifi bersama tim telah melakukan kajian empriris bidang komunikasi kesehatan selama lima tahun terakhir. Penelitiannya telah dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi, jurnal nasional terakreditasi, dan prosiding konferensi internasional ini mengkaji perilaku pencarian informasi kesehatan di media sosial, khususnya terkait stunting dan kesehatan perempuan Gen Z. Studi menyoroti pentingnya kredibilitas sumber, kemudahan akses, serta adaptasi pesan dengan budaya lokal.

Penelitian lain fokus pada perilaku pencegahan COVID-19, penggunaan media digital dalam komunikasi kesehatan, dan kepuasan pengguna layanan kesehatan digital, menekankan peran kualitas komunikasi dokter-pasien dan kepercayaan pada platform.

Pandemi COVID-19 memacu perubahan strategi komunikasi kesehatan ke media digital yang efektif bila dirancang kontekstual dengan teknik persuasi emosional dan visual. Model perilaku kesehatan yang dikembangkan menggabungkan faktor psikologis, sosial, dan teknologi dalam memahami perilaku pencegahan dan pencarian informasi.

Secara keseluruhan, kajian ini menegaskan bahwa komunikasi kesehatan di era digital memerlukan sinergi antara riset empiris, adaptasi budaya, dan inovasi teknologi, sebagai dasar strategi komunikasi kesehatan berkelanjutan, terutama di negara berkembang.

Menjawab tantangan komunikasi publik bidang kesehatan, berikut beberapa rekomendasi kebijakan yang ditawarkan.

Poin-Poin Rekomendasi Kebijakan

  1. Pemanfaatan Ekosistem Digital:

Optimalisasi media sosial sebagai kanal utama informasi kesehatan dengan kurasi ketat dan mekanisme mitigasi disinformasi berkelanjutan.

  1. Integrasi Behavioral Insights:

Rancang pesan komunikasi yang tidak hanya informatif tapi juga mampu membentuk keyakinan dan memotivasi tindakan sehat berdasarkan wawasan perilaku.

  1. Standarisasi Layanan Digital:

Perkuat kualitas komunikasi profesional di layanan kesehatan digital dengan menjaga sentuhan humanis untuk meningkatkan kepuasan dan kepercayaan pasien.

  1. Penguatan Kapasitas Riset dan Inovasi:

Dukungan kebijakan untuk memperkuat riset komunikasi kesehatan digital, inovasi, dan kolaborasi internasional agar relevan secara lokal dan global.

  1. Pemanfaatan Figur Publik Berbasis Etika:

Gunakan figur publik kredibel dalam kampanye kesehatan dengan prinsip etika komunikasi dan kesinambungan pesan.

  1. Permanenisasi Strategi Cyber PR:

Jadikan strategi cyber public relations sebagai bagian permanen dalam komunikasi kesehatan dan krisis untuk interaksi dua arah yang berkesinambungan antara pemerintah dan publik.

  1. Pengembangan Kurikulum Lintas Disiplin:

Perkuat pendidikan komunikasi kesehatan di perguruan tinggi dengan pendekatan lintas disiplin (komunikasi, kesehatan masyarakat, kedokteran, TI, psikologi, kebijakan publik).

  1. Pembentukan Pusat Studi Komunikasi Kesehatan:

Dirikan pusat riset, pelatihan, dan advokasi yang menjadi penghubung antara dunia akademik, pemerintah, praktisi media, dan sektor swasta.

Webinar and Grand Launching of P2A 2025 ‘Creative Home of One ASEAN Community’

The International Program Communication (IPC) at UII held a webinar and grand launch of P2A ICE CREAM 2025 on 12 August 2025. This international mobility programme differs significantly from previous years, as while the 2024 edition was held in Indonesia and Malaysia, this year’s programme will take place in Malaysia and Thailand. The journey will commence from 18–30 August 2025.

With the theme ‘Choco’ or ‘Creative Home of One ASEAN Community,’ the train icon is highlighted as a symbol that the journey through Malaysia and Thailand will be undertaken via land routes.

The event was opened by Dr. Herman Felani, a lecturer from the Department of Communications Science at UII, who noted that amid the current challenging situation, crossing national borders has become a real-life experience.

“The world is not currently in a good situation; there are conflicts in many parts of the world, including areas very close to us in ASEAN. Therefore, I think the goal of P2A is to provide opportunities for the young generation in ASEAN to truly experience ASEAN by participating in mobility programs. One of the main concepts of P2A is land mobility traveling across borders,” explained Dr. Herman Felani.

What does P2A ICE CREAM CHOCO 2025 mean? It is an intercultural academic and creative mobility programme involving students from Universitas Islam Indonesia (Indonesia), Universiti Utara Malaysia (Malaysia), Suan Dusit University (Bangkok), and Chiang Mai Rajabhat University (Thailand).

In this project, students from Indonesia, Malaysia, and Thailand will collaborate to produce a digital magazine about Creative Communities in Yogyakarta, Penang, Kedah, Bangkok, and Chiang Mai. Audio-visual media will be incorporated into the magazines via QR codes. The team is divided into three divisions: copywriting, photography, and videography. The team must consult with their supervisors regularly. The topic of the project is Passage to ASEAN International Course on Creative Media: Creative Home of One Community in ASEAN (P2A ICE CREAM CHOCO)

Webinar Topic

To support this programme, students who join this programme will receive an overview of the material provided by Dr. Zaki Habibi and Dr. Asmidah binti Alwi.

Led by Dian Dwi Anisa, M.A., the discussion was interactive. The first material from Dr. Zaki Habibi, a lecturer in the Department of Communications Science at UII, focused on the topic titled ‘Creative Communities as alternative voices in the City: The concepts, the trajectories, and the methods’.

“Each of you, as participants of P2A, can actually stand by your own point of view. Do not leave it behind, because it can expand further during the programme,” he said, opening the discussion.

In general, the material he presented was based on his previous work, publications, and several studies related to a specific project called ‘Managed Urban Creative Activities in Southeast Asia’.

“Most of the cases are from Java as well as Malaysia, particularly Penang. You will see some examples from these places. Beyond that, the following insights also come from several research studies dealing with particular topics such as visual and sensory aspects, the urban environment, festivals, and artistic projects,” he added.

He also invited participants to reflect on various questions such as, “In your own opinion, what makes a city creative?”, “What do you want to see or experience in a creative city?”, and “How can people contribute creatively to make a vibrant yet liveable city?”.

The second presentation was by Dr. Asmidah binti Alwi, a lecturer at SCIMPA UUM, on the topic ‘From cyntok bhatiq to Batik Tanah Lembah Bujang: Creative Community Development’.

Specifically, the material described the process of a creative project that began in 2019. This project focused on creative experiments in designing batik motifs inspired by the unique flora around the University of Northern Malaysia (UUM). In 2020, the project received funding in the form of a grant from the Malaysian Ministry of Higher Education. This funding enabled the team to focus their attention and efforts on rural community development through the batik industry. In other words, the project is not only oriented towards art and design but also aims to create positive socio-economic impacts for rural communities through the development of the batik industry as a source of income and community empowerment.

“What started as an art project soon became a bridge between heritage, creativity, and economic opportunities,” said Dr. Asmidah.

‘From a small community initiative to a dynamic creative centre, the Cyntok Bhaiq project has sparked entrepreneurship, created jobs, and strengthened cultural identity through batik art, transforming heritage into opportunities and community pride,’ she said, concluding his presentation.

Support for P2A ICE CREAM Choco from Various Parties

At this grand launch, various forms of support were received. Also joining from P2A ICE CREAM were Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D., Vice Rector for Partnerships & Entrepreneurship, Prof. Masduki, Dean of FISB UII, as well as lecturers from Universiti Utara Malaysia (Malaysia), Suan Dusit University (Bangkok), and Chiang Mai Rajabhat University (Thailand).

“The peace campaign in Southeast Asia also involves knowledge exchange beyond the fields of communication, journalism, public relations, and so on. More importantly, there is a strategic programme related to the University of Islam Indonesia. I am confident that this programme will also be more involved in addressing global issues in Southeast Asia, particularly in the area of student mobility. Advancing our university means not only teaching but also involving our students domestically. However, we need to encourage them to venture abroad—to gain experience, build connections, and share, especially our students, both academics and social activists. This is how we bring Yogyakarta’s voice to the world.” Prof. Masduki

“Congratulations to the Department of Communication Studies on the launch of this exciting programme and the implementation of the three-step P2A concept: learning, knowledge, experience, and understanding.” Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D.

Three Malaysian Students Finally Complete ICT Programme

Three students from Universiti Utara Malaysia (UUM) have completed one semester of the International Credit Transfer (ICT) programme. The three students are Hareesh Ravi, Adam Danial bin Abdul Shukor, and Ku Mohd Fathi bin Ku Mohd Fauzi.

To mark the conclusion of the ICT program, the Department of Communication Studies at UII held a graduation ceremony on August 8, 2025.

As part of the International Programme Communication (IPC) at UII, the UUM students gained diverse experiences. In addition to academic activities, cultural immersion and exploration of tourist attractions were also conducted to support the ICT programme.

The Head of the Communication Studies, Dr. Zaki Habibi, extended his congratulations, hoping that the meetings and experiences at IPC UII would impart leadership skills.

“Congratulations on completing this programme. Personally, even though this programme has ended, I hope that the encounters, experiences, and the ups and downs, including learning about leadership, are the essence of every mobility programme,” said Dr. Zaki Habibi.

Some of the activities that took place in May 2025 included social engagement in Magelang, where they learned batik making and pottery crafting. A few months prior, the three of them also attended the wedding of one of their colleagues from the Department of Communications at UII. Interacting with the local community and experiencing their culture left a lasting impression on the ICT participants.

The ICT programme not only provides students with experiences but also strengthens the relationships and collaborations established between UII and UUM. This was highlighted by the Head of the Department of Communications, Iwan Awaluddin Yusuf, Ph.D.

“ICT is not just about the friendship between three students but also the good relationship between UII and UUM,” said Iwan Awaluddin Yusuf, Ph.D.

During the farewell event, the three ICT programme students shared their impressions and expressed their gratitude.

For Hareesh Ravi, the ICT programme was a turning point in his life. The Indian-born UUM student said, “Thank you for allowing us to study here. Studying here is not just about learning; it is an experience that has been a turning point for us,” he said.

Meanwhile, his colleague, Ku Mohd Fathi bin Ku Mohd Fauzi, noted that communication in Indonesia is very different from his previous learning experiences in other countries. At UII, communication between lecturers and students is conducted on an equal footing.

“I am happy because here, lecturers and students are very close, the best thing. It’s not just the place but the people—how everyone here strives to do their best, and I will miss that,” he concluded.

Lastly, Adam Danial bin Abdul Shukor expressed his pride in being part of the ICT programme at UII, “I am very proud to study here; the friends, lecturers, and environment are amazing,” he stated.

International Seminar

The Department of Communications, Universitas Islam Indonesia, successfully held an international seminar titled “Citizen Parliament on Media and Democracy: A Tool for Democratic Renewal” on Thursday, 24 July 2025, Auditorium Room, 3rd Floor, Faculty of Social and Cultural Sciences (FISB), Universitas Islam Indonesia (UII). This seminar featured two esteemed speakers from Charles University, Czech Republic: Prof. Nico Carpentier and Assoc. Prof. Vaia Doudaki. The event aimed to introduce the concept of citizen parliament as a democratic tool and to explore the intersection of media, participation, and democratic renewal.

The event began with welcoming remarks from Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D., Head of Department, and Prof. Masduki, Dean of the Faculty of Social and Cultural Sciences. They expressed gratitude to the organizing team and highlighted the significance of citizen-driven dialogue in the digital age.

Following this, Dr. Zaki Habibie presented an overview of UII’s Master’s Program in Digital and Environmental Communication, providing context for how digitalization and environmental concerns intersect with communication studies, and the courses within the 4 semesters of this degree . This seminar was part of a broader Visiting Professor initiative designed to enrich academic discourse and curriculum development at UII.

It started by exploring how citizen parliaments—participatory forums where ordinary people discuss public issues—can strengthen democracy, especially in the context of media systems. Drawing from the European MEDEMA Project, Professor Carpentier explained that these forums allow citizens to deliberate, propose solutions, and offer recommendations on how media should function in a democratic society.

Building on this, Associate Professor Vaia Doudaki shared findings from a citizen parliament in the Czech Republic, where a diverse group of 20 citizens gathered to discuss media participation, representation, and regulation. They proposed 51 resolutions, with 31 accepted through consensus. These included calls for more inclusive media, stronger media literacy, protection from monopolies, and increased citizen involvement in public broadcasting.

Things to highlight as a communication student:

One of the most insightful parts of the seminar was when Professor Nico Carpentier explained that democracy is not a fixed concept, but rather an ongoing struggle. He highlighted that while most democracies are built on two core principles—representation and participation—there is often an imbalance between them. When participation is weak or absent, a political gap forms, leaving citizens disconnected from decision-making. Carpentier stressed that this imbalance becomes the subject of continuous political struggle, as different groups try to shape democracy in ways that either expand or restrict participation. In this context, citizen parliaments offer a practical response—creating spaces where ordinary people can deliberate and co-decide, ultimately working to close that gap and renew democratic practice.

It highlighted how democratic renewal is possible when citizens are given real opportunities to engage, and a call to imagine more participatory futures for media and democracy.

This seminar exemplifies UII’s commitment to fostering critical, international, and interdisciplinary dialogue. By introducing the concept of citizen parliaments, the event contributed valuable insight into how democracy can be revitalized through inclusive communication processes.

 

Written by: Thrya Abdulraheem Motea Al-aqab

Edited by: Meigitaria Sanita

Melacak Jejak Sejarah Penyiaran: Prof. Masduki Berbagi Ilmu di University of Amsterdam

Pada tanggal 17 Juni 2025, Prof. Masduki, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), diundang sebagai pembicara dalam sebuah seminar yang dihelat oleh Amsterdam School of Historical Studies di University van Amsterdam (UvA), Belanda. Berlangsung di gedung bersejarah Bushuis, Kloveniersburgwal 48, pusat kota Amsterdam, agenda ini menjadi ruang dialektika akademik bertema “Politics of International Broadcasting on the End of Dutch Colonialism, Japanese Occupation, and Post-Independence Period in Indonesia.”

Turut hadir para peneliti media, mahasiswa doktoral, dan dosen senior, termasuk Vincent Kuitenbrouwer, akademisi UvA yang selama ini aktif meneliti sejarah media cetak-radio pada era kolonial di Afrika dan Asia.

Prof. Masduki mengawali presentasi berdurasi 1,5 jam tersebut dengan mengajak peserta untuk menyegarkan kembali ingatan tentang perjalanan sejarah, struktur, dan dinamika politik penyiaran di Indonesia sejak akhir masa kolonial hingga pasca-kemerdekaan. Ia menyoroti bagaimana struktur politik kolonial membentuk orientasi dan tata kelola dunia penyiaran, menciptakan kontestasi abadi antara negara, media, dan masyarakat.

“Saya tidak hanya mendapat pertanyaan tapi tambahan data dan analisa/kritik yang tajam,” ungkapnya.

Melalui pendekatan historical comparative, presentasi ini juga mengulas keberlanjutan nuansa persinggungan antara semangat resistensi Timur dan pengaruh Barat dalam regulasi penyiaran sejak era kolonial hingga revisi UU Penyiaran dalam 15 tahun terakhir.

Di tengah diskusi yang serius namun dinamis, kehadiran empat mahasiswa doktoral asal Indonesia menambah warna tersendiri, khususnya tiga di antaranya yang terinspirasi riset Prof. Masduki mengenai cybertroops di Asian Journal of Communication (2022). Mereka kini meneliti fenomena eco-Islam dalam gerakan anak muda ormas Islam di Indonesia salah satu bukti nyata pengaruh kajian lintas disiplin komunikasi-politik.

Lebih jauh, Prof. Masduki juga berbagi kisah penelitiannya yang tertuang dalam disertasi S3 di University of Munich, kini telah diterbitkan menjadi buku “Public Service Broadcasting and Post-Authoritarian Indonesia” (2021). Ia memperlihatkan pola-pola pengawasan mulai dari duopoli terbatas di era Belanda, monopoli di masa Jepang, hingga pola hibrida pada masa Sukarno, Suharto, dan era reformasi. Dinamika antara kontrol negara melalui anggaran dan sumber daya manusia dengan tuntutan kebebasan serta otonomi media menjadi benang merah sejarah berdarah penyiaran Indonesia.

Diskusi semakin menarik saat para peserta menyoroti pentingnya pendekatan dekolonial dalam membaca arsip-arsip suara dan visual, bukan sekadar teks. Vincent Kuitenbrouwer secara khusus menekankan pentingnya meneliti artefak audio-visual sebagai sumber sejarah dalam perspektif dekolonisasi, sekaligus merayakan situs-situs radio kolonial di Jakarta, Yogyakarta, dan Solo termasuk kiprah SRV Solo sebagai pusat perlawanan terhadap dominasi radio kolonial.

Seminar ini bukan hanya mempererat jejaring akademik lintas negara, melainkan menjadi pemanasan bagi proyek kolaboratif multiyears yang berjudul ‘Distant Voices: Uncovering the Agency of Indonesian Broadcasters at Radio Netherlands Wereldomroep (1945-1965)’, yang didanai oleh NWO Belanda dan melibatkan peneliti dari UII, UGM, Filipina, serta UvA. Dengan menjelajah situs sejarah tanpa bias romantisme atau jebakan Eurocentrism, Prof. Masduki dan kolega berkomitmen membuka horizon baru studi media lintas disiplin dan lintas bangsa.

Pengalaman Prof. Masduki di Amsterdam menegaskan betapa kolaborasi, kebebasan akademik, dan keterbukaan terhadap pendekatan kritis menjadi kunci untuk menghidupkan kembali sejarah media dan komunikasi di Indonesia. Segenap penghargaan layak disematkan kepada semua pihak terutama Vincent, Barbara, dan Amsterdam School of Historical Studies yang membuka ruang tersebut.

Pak Rektor Mengajar: Prinsip Etika dalam Pemanfaatan Akal Imitasi

Pemanfaatan artificial intelligence (AI) dalam dunia akademik nampaknya perlu mendapat perhatian khusus. Alih-alih menyelesaikan tugas secara efisien, justru AI semakin mengambil peran dominan dan menguasai cara berfikir. Bagaimana seharusnya?

Dalam sesi kuliah pakar bersama Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. pada Sabtu, 19 Juli 2025 keabu-abuan AI dalam bidang akademik dibahas mendalam dalam materi bertajuk “Prinsip Etika dalam Pemanfaatan Akal Imitasi”. Dibuka dengan ilustrasi suasana ruang kelas SD, salah satu siswa menggunakan kalkulator sementara siswa lainnya mengerjakan tanpa bantuan alat.

Sekitar lima menit ratusan mahasiswa Ilmu Komunikasi diajak menganalisis ilustrasi tersebut. “Bagaimana pendapat anda terkait ilustrasi yang saya buat dengan AI ini?” ujar Pak Rektor. Jawaban beragam, mulai dari cara cepat mendapatkan hasil, ketergantungan terhadap alat, hingga perspektif ketidakadilan.

Pertanyaan dilempar ulang, “kalau yang menggunakan kalkulator adalah pedagang di pasar?” seluruh mahasiswa sepakat menjawab tak keberatan. Sama halnya dengan AI, ada etika dalam pemanfaatannya.

Meski demikian, Pak Rektor menekankan bahwa kehadiran AI tidak untuk ditolak melainkan menempatkan AI sebagai mitra kolaborasi yang adil.

“Pendekatan etis dan kolaboratif untuk mengembangkan AI sebagai mitra, bukan pengganti,” ujarnya.

“Perlu perdebatan kritis dan partisipatif untuk arah perkembangan AI yang adil,” tambahnya.

Sementara realita penggunaan AI dalam bidang akademik semakin menjauh dari etika. Secara sadar beberapa mahasiswa memanfaatkannya untuk mengambil alih pengerjaan proyek riset. Riset dari Tirto.id bersama Jakpat tahun 2024 menunjukkan jika 86,21 persen responden (mahasiswa dan siswa SMA) menggunakan AI untuk meyelesaikan tugasnya.

Menyerahkan sepenuhnya tugas pada AI sangat berdampak, secara umum manusia akan kehilangan otonomi berfikir.

“Membuat kalimat saja tidak otonom, membuat kalimat saja diserahkan ke AI. Kita kehilangan kemampuan pengambilan Keputusan,” jelas Pak rektor kepada mahasiswa.

Lebih luas, dampak dalam masyarakat akan menyebabkan terganggunya demokrasi, ekonomi, hingga keadilan. Di Hollywood beberapa pekerja seni, perawat, dan pekerja lainnya melakukan pemogokan kerja selama lima bulan lantaran sistem pengumpulan informasi pada mesin AI mengmbil karya dan riset mereka tanpa persetujuan.

“Karena model AI menggunakan rujukan karya mereka tanpa concern. Ada basis data untuk belajar, dari sini akan digunakan untuk rujukan. Memuat referensi karya-karya tanpa persetujuan,” jelasnya.

Etika Kecerdasan Buatan (AI): Nilai-Nilai Dasar

Empat nilai dasar yang menjadi landasan bagi sistem AI yang bekerja untuk kebaikan umat manusia, individu, masyarakat, dan lingkungan.

  1. Menghormati, melindungi, dan mempromosikan hak asasi manusia, kebebasan dasar, dan martabat manusia
  2. Hidup dalam masyarakat yang damai, adil, dan saling terhubung
  3. Menjamin keragaman dan inklusivitas
  4. Kesejahteraan lingkungan dan ekosistem

Etika Kecerdasan Buatan (AI): Prinsip-Prinsip

  1. Berproporsi dan tidak merugikan
  2. Keamanan dan keselamatan
  3. Keadilan dan non-diskriminasi
  4. Keberlanjutan
  5. Hak privasi dan perlindungan data
  6. Pengawasan dan keputusan manusia
  7. Transparansi dan keterjelaskan
  8. Tanggung jawab dan akuntabilitas
  9. Kesadaran dan literasi
  10. Pemerintahan dan kolaborasi multi-pihak yang adaptif

Lantas, apakah mahasiswa boleh menggunakan AI dalam menyelesaikan tugasnya? Jawaban Pak Rektor “jangan sampai kehadiran AI menginjak martabat manusia,” jawabnya lugas.

Wajah Baru Jurusan Ilmu Komunikasi UII: Launching FISB dan FP

Pengembangan organisasi terus dilakukan di Universitas Islam Indonesia (UII). Tepat di hari Rabu, 2 Juli 2025 secara resmi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) berkembang menjadi dua lembaga. Hal ini diresmikan dalam tajuk Launching Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Sosial Budaya.

Suasana haru penuh kehangatan begitu terasa, satu keluarga FPSB kini ingin bertumbuh dan berkembang semakin kuat dalam nama baru Fakultas Psikologi (FP) dan Fakultas Ilmu Sosial Budaya (FISB).

Tak hanya jajaran pengurus, mahasiswa dari dua fakultas menyambut dengan suka cita momen bersejarah di Auditorium Kahar Mudzakir.

Dekan FISB, Prof. Dr. rer. soc. Masduki, S.Ag., M.Si., M.A. menjelaskan bagaimana momen peluncuran tersebut akan menjadi sejarah nantinya. Secara administrasi terbentuknya dua fakultas tercatat pada 1 Juni 2025, lalu diluncurkan pada 2 Juli 2025.

“Hari ini peluncuran, bulan lalu pelantikan. Saya merujuk filsuf Prancis tentang eksistensi, aku ada SK maka aku ada. 1 Juni kelahiran eksistensi prosedural, lalu ada esksistensi secara substansi menurut saya hari ini,” jelasnya.

Pengembangan menjadi dua fakultas harapannya mampu memberi kontribusi yang lebih bermakna sesuai dengan tiga mantra UII yakni universitas sebagai rumah produksi pengetahuan. Kedua, Islam sebagai value dan kajian. Ketiga, Indonesia lokus atau local genius.

“Ilmu Sosial adalah lintas disiplin, visinya investasi pengetahuan karena tugas perguruan tinggi adal civil engagement,” tambahnya.

Senada dengan Prof. Masduki, Dekan Fakultas Psikologi menekankan bahwa pengembangan ini akan membawa masa depan yang lebih cemerlang.

“Sarana layanan umat kontribusi nyata, membawa keberkahan menuju masa depan yang cemerlang,” tambah Dr. Phil. Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si., Psikolog.

Analogi dari Rektor UII, Prof. Fathul Wahid menjadi ungkapan yang begitu mewakili, disebutnya tumbuhnya FP dan FISB ibarat penyangkokan. FPSB yang berakar kuat dikembangkan, dan tumbuh bersama-sama.

“Saya memilih ini sebagai penyangkokan. Ini sudah berakar, dipotong kemudian ditanam. Harapannya dua-duanyanya membesar,” jelasnya.

“Kita berharap pemekaran ini menjadi ruang tumbuh baru bagi gak Fakultas Psikologi dan FISB. Tak betul-betul berpisah, tapi pembagian peran. Perpisahan ini dianggap Sebagai peran kolaborasi. Lintas riset disiplin, bagaimana membangun diskusi, kolaborasi antar disiplin,” tandasnya.

Dalam kesempatan itu, Rektor UII menegaskan untuk terus mengingat garis besar dan jalan perjuangan. Bahwa kampus atau universitas adalah rumah inteletual yang memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan kebenaran melalui berbagai cara salah satunya pengembangan science. Selanjutnya tentang menyampaikan kebenaran, yakni melalui penyampaian narasi tandingan untuk mengungkap kebohongan pada publik.

Dengan pengembangan dua fakultas, kini FISB terdiri dari Jurusan Sarjana Ilmu Komunikasi, Magister Ilmu Komunikasi, Hubungan Internasional, dan Pendidikan Bahasa Inggris. Sementara pada FP terdiri dari Sarjana Psikologi, Magister Psikologi, dan Profesi Psikologi.

Cerita Alumni Ilmu Komunikasi UII Kerja Sesuai Passion hingga Liputan Sepak Bola ke Luar Negeri

Bekerja sesuai passion diyakini akan membawa kenyamanan, antusias, hingga dedikasi yang tinggi pada bidang yang digelutinya. Cerita inspiratif ini datang dari Mozaik Al Isamer, alumni Jurusan Ilmu Komunikasi UII angkatan 2013. Kecintaanya pada penulisan dan olahraga membawanya bergelut pada pekerjaan di bidang digital.

Salah satu kalimat magis yang membuka jalan lebar peluang kariernya ia bagikan dalam sesi wawancara. “Salah satu dosen pernah bilang bahwa lulusan Ilmu Komunikasi harus bisa dua dari tiga hal yakni ngomong (good communication), menulis, dan mengoperasikan alat,” ujarnya membuka sesi wawancara.

Dari pengakuan Ojik sapaan akrabnya, profesi yang dilakoninya cenderung saling berkaitan dari mulai magang hingga terjun ke dunia profesional. Baginya passion sangat penting, bahkan dengan passion ia berkesempatan untuk meliput berbagai pertandingan sepak bola hingga mancanegara.

Penasaran dengan cerita Ojik, simak wawancara berikut:

  • Pekerjaan apa yang kini digeluti, dan mengapa memilih pekerjaan tersebut?

Saya bekerja di bidang digital lebih tepatnya media olahraga. Dulu saat kuliah salah satu dosen pernah bilang bahwa lulusan Ilmu Komunikasi harus bisa dua dari tiga hal. Yang pertama ngomong, menulis, dan mengoperasikan alat. Nah ketika mengoperasikan alat devicenya agak mahal, jadi yang saya tajamkan menulis dan ngomong. Kebetulan saya suka sepak bola, setelah dikorelasikan ketemu bahawa saya suka sepak bola, bisa ngomong, dan nulis yang cocok kerja di media. Itulah kenapa saya memilih pekerjaan ini.

  • Awal mula menggeluti bidang media, apakah ada pengalaman saat kuliah?

Pertama kali magang dari promotion staff di Radio Swaragama FM Jogja, lalu lulus menjadi creative writer salah satu media online, selanjutnya pindah ke federasi bola PSSI, dan sekarang di Sport77.

  • Bagaimana awal membangun Sport77, artinya media ini dirintis dari nol?

Dari relasi teman di pekerjaan sebelumnya ada tawaran untuk membangun bersama, dibangun pada tahun 2021 mulai visi hingga roadmap. Lalu membentuk tim dan terbentuklah sport77. Inilah pentingnya membangun relasi yang kuat.

  • Pengalaman menyenangkan selama bekerja?

Bisa satu kantor dengan teman-teman satu angkatan. Karena membangun bareng-bareng kita bisa eksplor semua hal yang pengen kita lakukan dengan catatan bisa bertanggung jawab. Terus bisa ke Spanyol.

  • Dalam rangka apa datang ke Spanyol?

Ke Spanyol nonton bola, salah satu bagian dari pekerjaan. LaLiga ada representatifnya di Asia Tenggara kebetulan mereka ada campaign untuk memberangkatkan satu media. Kebetulan LaLiga kerjasama dengan TikTok. TikTok memfollow up kita sebagai salah satu media yang kerap kerjasama dan akhirnya kita yang dipilih untuk berangkat. Di Spanyol selama 7 hari di dua kota Barcelona dan Madrid untuk menonton pertandingan. Yang dipilih dari Indonesia hanya Sport77 dan satu orang.

  • Kenapa bisa dipilih, pertimbangan dari LaLiga?

Saya tanya ke LaLiga, kami cukup rajin untuk mengikuti campaign di TikTok, selama beberapa waktu ke belakang kita memang jalan bareng dengan TikTok meliput AFF ke Vietnam, MotoGP Mandalika dan beberapa campaign lainnya. Kebetulan di campaign ini yang pas untuk berangkat dari TikTok tentu memberi SOW kepada LaLiga. TikTok merasa yang paling capable sport77.

  • Apakah bekerja harus sesuai passion, apakah sepenting itu?

Kalau menurutku sebelum menuruti passion pastikan dapur kalian aman dulu. Ketika dapur sudah aman bisa mengejar passion dimana. Namun alangkah lebih baik jika memang passion kalian bisa jadi sumber rezeki yasudah karena yang penting adalah dapur, karena dapur adalah segalanya. Kalau hanya mikirin passion tapi dapur kalian belum keisi waktu terus berjalan, akan bersaing dengan banyak orang dan orang-orang lain stepnya sudah mulai duluan.

Itulah cerita inspiratif yang dibagikan oleh Ojik, harapannya mampu memberi motivasi bagi kalian ya Comms.