Tag Archive for: diskusi nadim

Fenomena Desa Wisata kian marak. Terlebih di abad instagram kini banyak orang yang ingin menyambangi berbagai tempat yang instragramable. Selain untuk healing-healing dari kepenatan, juga agar tetap eksis di dunia maya dengan update story dan laman feed.

Namun, mengembangakan desa wisata bukanlah hal mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dan dipersiapakan. Mulai dari sumber daya manusia, infrastruktur dan juga sumber pendanaan. Maraknya desa wisata ini menjadi daya tarik tersendiri untuk ditelisik lebih jauh bagiaman mengupayakan pembentukan desa wisata tersebut serta apa kendala dan cara mengatasinya.

Untuk mengetahui bangaimana masyarakat dan pemerintah desa Karangrejo membangun desa wisata ini, Zubaidah Nur Oktafiani, mahasiswa Ilmu Komunikasi mengangkatnya sebagai sebuah tema untuk menyelesaikan tugas akhirnya sebagai mahasiswa. Temanya adalah Komunikasi pemberdayaan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Desa Wisata di Wilayah Borobudur Magelang. Zubaidah memaparkan ini dalam diskusi bulanan yang diselenggrakan oleh Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) NADIM Prodi Ilmu Komunikasi Universitas islm Indonesia (UII) pada Kamis, 9 Juni 2022.

Ia menceritakan tahap-tahap pemerintah desa dan masyarakat yang paling utama yang harus dilakukan adalah perencanaan yang meliputi penggalian potensi desa, membuat masterplan rencana pembangunan, dan membentuk organisasi penunjang.

Menurut Zubaidah, ada beberapa prinsip dasar yang sering lalai dipertimbangkan dalam proses pembentukan desa wisata. Dalam pembentukan desa wisata karrangrejo Borobudur prinsip-prinsip yang dijaga dan diaplikasikan adalah prinsip tersebut antara lain kesetaraan, partisipasi seluruh komponen masyarakat, kemandirian dengan tidak bergantung bantuan dari pihak pemerintah maupun pihal lain, serta prinsip keberlanjutan.

Ada tujuh upaya pemerintahan desa menuju pengembangan desa wisata. Pertama adalah Desa melakukan pengembangan SDM dengan cara membuat kegiatan edukasi, pelatihan keterampilan, diskusi dan studi banding. Kedua, desa menjalin kerjasama dengan beragam pihak. Contohnya kemitraan dengan instansi pemerintah, LSM, agen travel, bahkan perusahaan negara.

Upaya ketiga, desa juga menyelenggarakan aktivitas-aktivitas pemerintahan di desa dengan mengadakan rapat, acara tahunan, dan juga pertemuan. Sedangkan usaha keempat yang dilakukan pemerintah desa adalah menguatkan citra dan promosi lewat sarana online maupun offline.

Empat upaya ini akhirnya mendukung bagaimana upaya kelima bekerja efektif. Desa menyelenggarakan festival atau kegiatan lain yang menarik kunjungan dan popularitas. Selain festival, misalnya, juga diadakan pertandingan voli dan festival budaya yang dihelat rutin.

Tentunya, upaya keenam ini juga penting mendukung upaya lainnya. Upaya keenam ini juga dilakukan agar ada penunjang pariwisata. Upaya ini dilakukan untuk membentuk organisasi warga sebagai support system pariwisata. Upaya ketujuh adalah dengan bermitra dengan perguruan tinggi. Beberapa kampus yg menjadi mitra adalah ISI, UGM, UNY, Sekolah pariwisata Sahid, UMS, Dll

Dampak positif pemberdayaan masyarakat desa wisata Karangrejo terlihat pada beberapa hal. Menurut Zubaidah, misalnya adalah dampak dengan adanya perbaikan kelembagaan di lingkup desa, perbaikan lain misalnya perbaikan iklim usaha, perbaikan pendapatan di sektor ekonomi, perbaikan lingkungan misalnya dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan hidup bersih dan sehat yang mendukung lokasi wisata yang bersih. Ada juga dampak dengan meningkatnya taraf kehidupan masyarakat, dan perbaikan kondisi sosial masyarakat yang menjadi lebih guyup dengan adanya beberapa lembaga masyarakat yang menopang pariwisata.

The phenomenon of Tourism Villages is increasingly widespread. Especially in the Instagram age, now many people want to visit various Instagram-able places. In addition to healing from fatigue, it continues to exist in the virtual world by updating Instagram stories pages and feeds.

However, developing a tourist village is not easy. There are many things to consider and prepare. Starting from human resources, infrastructure and also funding sources. The rise of this tourist village is the main attraction to investigate further how to seek the formation of a tourist village, what obstacles are, and how to overcome them.

To find out how the community and the Karangrejo village government built this tourist village, Zubaidah Nur Oktafiani, a Communication Department student, chose it as a theme to complete her final assignment as a student. Empowerment Communication in Improving the Welfare of Tourism Village Communities in the Borobudur Magelang Region is the theme. Zubaidah explained this in a monthly discussion organized by the Center for the Study and Documentation of Alternative Media (PSDMA) NADIM of the Communication Department at the Islamic University of Indonesia (UII) on Thursday, June 9, 2022.

She recounted the most important steps the village government and community had to take were planning, including exploring village potential, making a master plan of development plans, and forming supporting organizations.

According to Zubaidah, several basic principles are often neglected to consider when forming a tourist village. In the establishment of the Karangrejo Borobudur tourism village, the principles that are maintained and applied are, among others, equality, participation of all components of society, and independence without relying on assistance from the government or other parties, and the principle of sustainability.

There are seven village government efforts toward the development of tourist villages. The first is that the Village conducts human resource development through educational activities, skills training, discussions and comparative studies. Second, the Village cooperates with various parties. For example, partnerships with government agencies, NGOs, travel agents, and even state companies.

In the third effort, the Village also organizes government activities in the Village by holding meetings, annual events, and also meetings. Meanwhile, the fourth effort made by the village government is to strengthen the image and promotion through online and offline means.

These four efforts ultimately support how the fifth effort works effectively. The village hosts festivals or other activities that attract visits and popularity. Apart from festivals, for example, volleyball matches and cultural festivals are also held regularly.

Of course, this sixth effort is also important to support other efforts. This sixth effort is also carried out to support tourism. This effort was made to form a citizen organization as a tourism support system. The seventh effort is to partner with universities. Some partner campuses are ISI, UGM, UNY, Sahid Tourism School, UMS, etc.

The positive impact of community empowerment in the Karangrejo tourism village can be seen in several ways. According to Zubaidah, for example, is the impact of institutional improvements in the village scope, other improvements such as improving the business climate, improving income in the economic sector, improving the environment, for example by increasing public awareness of clean and healthy living that supports clean tourist sites. There is also an impact by increasing the standard of living of the community and improving the community’s social conditions, which are becoming more cohesive with the existence of several community institutions that support tourism.

Apa kabar desa wisata Borobudur Magelang?

Di kesempatan kali ini, PSDMA Nadim akan melaksanakan diskusi bulanan.

Tema yang dibahas adalah “Komunikasi Pemberdayaan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Pemerintah Desa Wisata Karangrejo Borobudur Magelang)”.

📅 Kamis, 9 Juni 2022
🕑 14.00 WIB
📍 Zoom Link at:

Jangan lupa untuk hadir, ya!

Pandemic The pandemic has changed work patterns. There have been many new challenges. Like what? Monthly discussions held by the UII Communications Nadim try to raise it and find answers to these questions. Starting from changing online media strategies, and looking for various strategies and content tricks to win over readers, even amidst the Coronavirus siege.

This time, Nadim’s discussion invited a resource person named Muhammad Diast Reyhan Rafif to become a discussion partner for students at UII Communications. Diast is an alumnus of the 2017 batch of UII Communication Studies. His final research in his thesis examined Editorial Management in Reporting on the Cancellation of the National Football League Competition. Several media are used as research objects. Among them are detik.com, and okezone.com. Bolasport.com, Jawapos.com.

According to Diast, several online media are quite responsive and creative in dealing with reporting amid a pandemic. “Detik.com, for example, raised the human interest side during the pandemic. Regarding salary uncertainty amidst competition uncertainty, also player activities during the pandemic, including news of league I and league 2 uncertainties,” said Diast revealing one of his research results on Tuesday, 15 February 2022.

Another second, another dotcom media, and the rest. Bolasport, said Diast, provides football travel content, in the form of a timeline or memorable moments. That timeline is tracked year by year. Apart from that, bolasport also covers supporter activities during the pandemic. Even though it seems ordinary, you can see creative efforts meandering amidst the lack of events that could be sources of writing due to the cancellation of the National Football League competition.

Different Srategies from different medias

It’s no different, Okezone from the MNC group media has another strategy. “Okezone.com has soccertainment. It is a rubric that reports on player activities when the leagues haven’t started, for example, player support, federation support, health support when a player or coach is exposed to corona,” said Diast, who also served as Chair of the Communication Editor’s Journalism Club. this. According to Diast, this rubric talks a lot about international football because it still attracts a lot of interest from readers.

If Legal publishes a lot of international sports news because it is liked by many readers, Jawapos focuses more on national sports news. For example, the news raised is about the activities of coaching players outside the field. Or also the theme of the player transfer market because there are many players abroad. This includes not forgetting to also cover PSSI’s steps to run the league.

Ifa Zulkurnaini, the moderator of the discussion, also asked if there was further research that could be done in the context of sports journalism. Narayana, UII Communication Lecturer, who was also present as a participant in the discussion said that there was still something that could be researched about sports journalism. Not only what Diast did, in football, but other research could also be carried out on how other sports journalism media cover amid a pandemic, especially for sports other than football. “Football can still go on, but what about basketball, badminton, and others? How can sports journalists and the media cover and survive during a pandemic? Maybe that’s what can be continued,” said Nara trying to argue in the middle of the discussion.

Pandemi membuat pola kerja berubah, Ada banyak tantangan baru. Seperti apa? Diskusi bulanan yang digelar Nadim Komunikasi UII mencoba mengangkatnya dan mencari jawab dari pertanyaan-pertanyaan itu. Mulai dari strategi media online yang berubah, mencari ragam strategi, dan trik konten untuk merebut pembaca, bahkan di tengah kepungan virus Corona.

Diskusi Nadim kali ini mengundang Narasumber bernama Muhammad Diast Reyhanrafif untuk menjadi mitra berdiskusi para mahasiswa di Komunikasi UII. Diast adalah alumni Ilmu Komunikasi UII angkatan 2017. Penelitian akhirnya dalam skripsi meneliti Manajemen Redaksional dalam Pemberitaan Pembatalan Kompetisi Liga Sepakbola Nasional. Ada beberapa media yang dijadikan objek riset. Di antaranya Detik.com, okezone.com. Bolasport.com, Jawapos.com.

Menurut Diast, beberapa media online cukup responsif dan kreatif mengatasi pemberitaan di tengah pandemi. “Detik.com misalnya, mereka mengangkat sisi human interest selama pandemi. Mengenai ketidakpastian gaji di tengah ketidakpastian kompetisisi, Juga kegiatan pemain selama pandemi, Termasuk juga berita ketidakpastian liga I dan liga 2,” kata Diast mengungkap salah satu hasil penelitiannya pada Selasa, 15 Februari 2022.

Lain Detik, lain media dotcom sisanya. Bolasport, kata Diast, memberikan sajian konten perjalanan sepakbola, Bentuknya timeline atau momen memorable. Timeline itu dilacak dari tahun ke tahun. Selain itu, bolasport juga meliput kegiatan supporter selama pandemi. Meski terkesan biasa, tapi terlihat upaya kreatif berkelok di tengah minimnya peristiwa yang bisa jadi sumber tulisan karena adanya pembatalan kompetisi Liga Sepakbola nasional.

Tak beda, Okezone dari grup MNC punya strategi lain. “Okezone.com memiliki soccertainment, Itu adalah rubrik yangmemberitakan kegiatan pemain saat liga-liga belum mulai, Misalnya dukungan pemain, dukungan federasi, dukukangan kesetahan saat ada pemaian atau pelatih terkena corona,” papar Diast yang juga pernah menjabat sebagi Ketua Klub Jurnalistik Redaksi Komunikasi ini. Menurut Diast, rubrik ini banyak bicara bola international karena masih bayak diminati pembaca.

Jika okezone banyak melansir berita olahraga internasional karena disukai pembaca banyak, Jawapos justru lebih banyak Fokus berita olahraga nasional. Misalnya berita yang diangkat adalah seputar aktifitas pemain pelatih di luar lapangan. Atau juga tema bursa transfer pemain karena banyak pemain di luar negeri. Termasuk tak lupa juga melakukan peliputan tentang langkah PSSI dalam upaya menjalankan liga.

Ifa Zulkurnaini, moderator diskusi juga sempat bertanya, apa ada lagi riset lanjutan yang bisa dilakukan dalam konteks jurnalisme olahraga ini. Narayana, Dosen Komunikasi UII, yang juga hadir sebagai peserta diskusi mengatakan, bahwa masih ada yang bisa diteliti berkaitan dengan jurnalisme olahraga. Tak hanya yang dilakukan Diast, di olahraga sepak bola, tapi juga bisa dilakukan riset lain bagaimana media-media jurnalisme olahraga lain meliput di tengah pandemi khususnya untuk olahraga selain sepak bola. “Sepak bola masih bisa jalan pertandingannya, tapi basket, badminton, dan lain-lain gimana? bagaimana jurnalis olahraga dan medianya meliput dan bertahan di tengah pandemi? mungkin itu ya yang bisa dilanjutkan,” kata Nara mencoba berpendapat di tengah diskusi.

[Diskusi NADIM] Menjadi Penulis Artikel dan Wartawan Sejak Mahasiswa

Ingin nulis artikel di media tapi bingung harus memulai dari mana? Jangan khawatir, PSDMA Nadim akan membahas hal ini.

Di hari Rabu, 15 Desember 2021 kita akan kembali mengadakan diskusi dengan tema yang berbeda dari sebelumnya.

Ke dua teman kita, @sitifauz_ dan @nfjrk akan berbagi pengalaman serta pengetahuan di dunia kepenulisan, sesuai dengan kiprah mereka selama menjadi wartawan dan kontributor di beberapa media.

Jangan lewatkan diskusi dengan tema Menjadi Penulis Artikel dan Wartawan di Media Sejak Mahasiswa! ini, ya!

Klik Zoom Link di:

 

So far, the maps we know are geographical maps: islands, regions, countries, continents, lakes, seas, land. However, if we get acquainted with history, the map may change color. For example, a geopolitical map where certain regions are supporters or opponents of a block or ally at a particular time. Then the map will change because there is a specific war or agreement ten years later.

Zaki Habibi offers a methodology for making new maps of specific cultural memories by walking. Collect, look for memory variations and then describe them in a narrative map. Maps, as a medium for telling stories.

Monthly Discussion Center for Alternative Media Studies and Documentation (PSDMA) NADIM invites Zaki Habibi, a lecturer in Communication Studies at the Islamic University of Indonesia (UII), who recently completed his doctoral studies in Sweden. The discussion on December 3, 021 offered a new method in studying geographic communication and cultural memory: “Narrative Cartography” works as a methodology for mapping cultural memory.”

The idea of ​​this narrative cartography departs from the critique of a single voice and a passion for seeking variety and diversity of cultural meanings for a particular region and culture. So far, the science and science studied are very anthropocentric, in the sense that all knowledge is used to help human interests: technology to facilitate humans, geology for human goods, agriculture to produce human prosperity.

“Well, the perspective that is built will be beyond the human world. This means that humans are not the only ones who live and live in prisons where all things are intended for human life and prosperity. But that humans are one entity related to other entities such as animals, plants, air, soil and other living entities in the ecosystem.”

For example, National boundaries are irrelevant because now there is interconnectedness and networking as citizens of a city. Those concerned with disaster certainly have a different map, or people with environmental concerns certainly have another map. For example, certain areas have certain geographical and geological conditions and potential disasters; they are associated with humans. In the future, it will be possible to map which areas are vulnerable, which areas are safe for settlement, which areas will be suitable for agricultural land, and so on.

So far, the map seems to be holding back. “This map regulates government-to-government relations but does not set creativity. People experience life on the coast. Differently, the north coast and the south coast have different lifestyles, and creativity to overcome various life problems simultaneously have certain similarities, “said Zaki.

Zaki emphasized that the task of a scholar is to be a part of connecting and understanding these differences.

Banyak mahasiswa yang mengira Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) Nadim adalah perpustakaan. Tak heran karena PSDMA Nadim sementara ini, secara fisik, dipenuhi dengan buku-buku. Sebenarnya, banyak hal yang Nadim lakukan. Seperti namanya, pusat studi dan dokumentasi, Nadim melakukan studi dan dokumentasi seperti diskusi, penelitian, dan juga pengumpulan media-media alternatif. Ia adalah Pusat Studi dan Pusat dokumentasi khusus media alternatif.

Perkenalan dengan PSDMA Nadim ini menjadi topik ngobrol santai teatime International Program Communication Department Universitas Islam Indonesia (UII). Teatime ini mengundang Ifa Zulkurnaini, seorang staf sekaligus peneliti di Nadim. Teatime kali ini dipandu oleh Lani Diana, mahasiswa IPC UII Angkatan 2018, pada Jumat, 24 September 2021.

Ifa menjelaskan bahwa PSDMA Nadim digagas salah satunya oleh Muzayin Nazaruddin, Dosen Komunikasi UII (Dosen spesialis Media, Bencana, dan Semiotika) yang saat itu menjabat sebagai Kepala Laboratorium Ilmu Komunikasi UII. “Beliau ingin ada wadah buat mahasiswa yang ingin penelitian, pengabdian masyarakat, sharing pengetahuan, atau diskusi. Janggal kalau diwadahi di laboratorium, nggak nyambung. Jadi dibikinlah PSDMA Nadim ini di tahun 2008,” Jelas Ifa.

Mengenai koleksi di PSDMA Nadim, tidak hanya buku yang dimilki, PSDMA Nadim lebih mengedepankan media alternatif, artinya bukan media yang banyak umum ditemui. Nama NADIM sendiri diambil dari nama seorang bibliografer ribuan manusrkrip di Bagdad bernama Ibn Al Nadim yang hidup pada tahun 990an. Selain mengumpulkan, ia juga membaca dan mengkatalogisasinya. Begitupun PSDMA Nadim, tidak sebatas buku saja yang dimiliki, tapi juga film, pamfet, tabloid, majalah, dan jurnal. “Kalau teman-teman pengin nonton film-film lama, tapi nggak bisa ke bioskop, bisa pinjam di Nadim,” kata Ifa saat cerita tentang koleksi Nadim yang beberapa bisa dipinjam secara online.

Selain mengkoleksi beberapa media alternatif, nadim punya kegiatan yang bisa diikuti oleh siapapun baik mahasiswa ataupun umum yakni diskusi yang dilakukan satu hingga dua kali sebulan. “Tiap bulan diisi oleh mahasiswa atau dosen baik dari UII maupun universitas lain.”

Many students think that the Nadim Center for Alternative Media Studies and Documentation (PSDMA) is a library. It’s no wonder that Nadim’s PSDMA is physically filled with books. Many things Nadim did. As the name suggests, a center for studies and documentation, Nadim conducts studies and documentation such as discussions, research, and alternative media collection. It is a Center for Studies and Documentation Center specialized in alternative media.

This introduction to PSDMA Nadim became a topic of casual chat at the International Program Communication Department, Universitas Islam Indonesia (UII). This teatime invited Ifa Zulkurnaini, a staff member and researcher at Nadim. The teatime was hosted by Lani Diana, a 2018 IPC UII student, on Friday, September 24, 2021.

Ifa explained that the PSDMA Nadim was initiated by one of them by Muzayin Nazaruddin, a UII Communications Lecturer (Lecturer specialist in Media, Disasters, and Semiotics) who at that time served as Head of the UII Communication Science Laboratory. “He wants a forum for students who want to do research, community service, share knowledge, or discuss. It’s odd if it’s accommodated in the laboratory, it doesn’t connect. So PSDMA Nadim was made in 2008,” Ifa explained.

Regarding the collection at PSDMA Nadim, it is not only owned books; PSDMA Nadim prioritizes alternative media, meaning that it is not media that is commonly found. NADIM itself is taken from a bibliographer of thousands of manuscripts in Baghdad named Ibn Al Nadim, who lived in the 990s. Apart from collecting, he also reads and catalogs them. Likewise, PSDMA Nadim has books and films, pamphlets, tabloids, magazines, and journals. “If you want to watch old films, but you can’t go to the cinema, you can borrow them from Nadim,” said Ifa when telling stories about Nadim’s collection, some of which can be borrowed online.

In addition to collecting several alternative media, Nadim has activities that anyone can follow, whether students or the general public, namely discussions held once or twice a month. “Every month, students or lecturers from UII and other universities fill it.”

 

 

Manusia dan alam hidup berdampingan. Namun beberapa tahun belakangan ini, alam tidak baik-baik saja. Sifat manusia yang serakah membuat alam pun menjadi korban. Alam yang tadinya indah, sekarang mulai terusik. Sampah yang menumpuk di sekitar kita hingga deforestasi hutan yang menyebabkan ketidakseimbangan alam.

Berangkat dari ide tentang isu lingkungan ini, Gery Cahayanta Perangin Angin, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UII angkatan 2017, membuat proyek tugas akhir berjudul “Makhluk Hidup dan Lingkungan dalam Karya Fotografi Konseptual.” Karyanya menggunakan teknik foto multiple exposure atau double exposure. Pria yang biasa dipanggil Gery ini mengajak orang yang melihat karyanya menyadari penting menjaga alam melalui sebelas karya fotonya.

 Gery mengatakan bahwa tercetusnya ide projek ini berawal dari rasa kepedulian manusia terhadap lingkungan yang semakin tidak membaik. Butuh waktu kurang lebih lima bulan untuk menyelesaikan karya ini. Mulai akhir tahun 2020 hingga April 2021.

 “Saya sering main ke alam dan sering melihat kondisi alam yang rusak. Saya juga sering dihadapkan dengan masalah yang berkaitan dengan alam. Saya lalu mempelajari fotografi konseptual dan menyusun ide,” ujar Gery via Zoom, Rabu (04/08/2021), dalam Diskusi Karya Makhluk Hidup dan Lingkungan.

 Melihat angka pasien covid-19 yang kian hari makin bertambah, Gery memilih untuk melakukan pameran foto secara digital. Gery memikirkan dampak yang akan didapat jika ia melakukan pameran secara offline. Ia menggunakan website dan aplikasi ARTSTEPS untuk menampilkan karyanya agar bisa dinikmati oleh setiap kalangan. Gery juga menggunakan Zoom sebagai media diskusi tentang karyanya tersebut.

Diskusi: Fotografi Konseptual

 Dalam diskusi via Zoom yang berlangsung selama kurang lebih dua jam, seorang praktisi bernama Achmad Oddy Widyantoro ikut mengomentari karya Gery. Achmad Oddy Widyantoro atau yang biasa dipanggil Mas Oddy merupakan seorang praktisi yang sudah mempunyai pengalaman di bidang fotografi. Ia ditunjuk sebagai penguji tugas akhir karya Gery. Ia berpendapat bahwa sebagai salah satu bentuk komunikasi, pesan maupun bentuk kritik dari foto harus dapat tersampaikan ke khalayak.

 Dalam pengamatannya, karya Gery berusaha untuk menyampaikan keprihatinannya tentang kerusakan lingkungan seperti deforestasi, deformasi, banyaknya sampah plastik, hingga perubahan cuaca yang ekstrim. Menurutnya, usaha, eksekusi, dan visualisasi dari 11 foto yang dipersembahkan Gery sudah mampu menyampaikan pesan kepada penonton.

 “Karya ini berusaha untuk mengungkapkan ketidakpuasan terhadap lingkungan dengan menggunakan fotografi sebagai alat penyampaian pesan. Banyak yang tidak puas dengan keadaan alam sekarang namun hanya diam saja. Di sini Gery sudah take action melalui foto-foto ini. Secara effort, eksekusi, dan visualnya sudah bagus,” ujarnya.

 Oddy menambahkan bahwa karya Gery ini merupakan jenis fotografi konseptual ekspresi karena menyampaikan realita atau objektivitas dari sang fotografer. Karya ini ditampilkan melalui berbagai cara. Contohnya dengan berbagai objek yang unik seperti bungkus-bungkus bekas jajanan menggambarkan sampah dan beragam penggambaran lain tentang sampah plastik atau deforestasi. Fenomena inilah yang akhirnya dijadikan pengalaman dan sumber ide sebuah karya.