Berpulangnya Prof Muhammad Alwi Dahlan menjadi kabar duka bagi seluruh civitas akademik Indonesia termasuk kolega Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia. Sosok yang dijuluki Bapak Komunikasi Indonesia itu meninggal pada Rabu, 20 Maret 2024.
Meninggal di usia 90 tahun, sosok yang dikenal sebagai tokoh politik sekaligus pakar ilmu komunikasi itu tercatat menjabat sebagai Menteri Penerangan era Presiden Soeharto. Sementara dalam kepakaran Ilmu Komunikasi, Prof Alwi Dahlan menyelesaiakan studi master di Standford University tahun 1962 dan 1967 meraih gelar doktor di Illinois University, Amerika.
Raihan gelar doktor saat itu menempatkan beliau menjadi orang pertama bergelar doktor Ilmu Komunikasi, hal ini membuatnya dijuluki sebagai Guru Besar bidang Komunikasi Massa.
Melansir dari berbagai sumber beliau tercatat menjadi aktivis di berbagai organisasi sosial serta tergabung dalam organisasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, HIPIIS (Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial), serta PERHUMAS (perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia).
Perannya untuk prodi Ilmu Komunikasi UII dan Indonesia
Prof Alwi Dahlan juga turut menjadi tokoh berpengaruh dalam perkembangan Program Studi Ilmu Komunikasi UII. Hal ini dikisahkan oleh Prof Masduki dan Kaprodi Ilmu Komunikasi UII yakni Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D.
Bagi Prof Masduki, kepergian Bapak Komunikasi Indonesia meninggalkan pelajaran berharga bagi akademisi di Indonesia terutama bidang Ilmu Komunikasi.
“Atas nama pribadi dan Prodi Ilmu Komunikasi UII menyampaikan duka cita mendalam karena almarhum bisa dikatakan sebagai salah satu tokoh yang berkontribusi dalam pendirian dan pengembangan prodi Ilmu Komunikasi UII. Kita sangat kehilangan sosok yang nyaris sempurna untuk menjadi role model dalam karier dan peta jalan yang harus ditempuh oleh para akademisi komunikasi di Indonesia,” ujar Prof Masduki.
Pada awal pendirian Prodi Ilmu Komunikasi UII, Prof Alwi Dahlan turut memberikan sumbangsih pemikiran-pemikiran yang progresif terlebih pada bidang kajian manajemen media kala itu. Tercatat pada tahun 2009 beliau menjadi narasumber kegiatan rutin yang dilakukan Prodi Ilmu Komunikasi bertajuk “SiNAMA”.
“Waktu itu Prodi Ilmu Komunikasi UII menyelenggarakan simposium kajian-kajian manajemen media di Indonesia. Salah satu ciri khas Prodi Ilmu Komunikasi di awal masa berdirinya adalah konstentrasi manajemen media sebagai keunggulan. Untuk membuktikan keunggulan itu, kita didukung oleh para praktisi di bidang manajemen media, seperti almarhum Pak Amir Effendi Siregar dan juga Pak Alwi Dahlan. Beliau membantu menjadi pembicara dari forum-forum yang diadakan Prodi Ilmu Komunikasi di awal berdiri, salah satunya SiNAMA itu. Selain sebagai narasumber, beliau juga bersedia memberikan sumbangsih saran untuk pengembangan Prodi Ilmu Komunikasi. Beliau juga rekan dekat Pak Amir Effendi Siregar, salah satu pendiri Prodi Ilmu Komunikasi UII. Saat itu saya baru selesai S2 dari Univeritas Indonesia sehingga cukup dekat dengan Pak Alwi Dahlan yang telah mengajar saya langsung selama dua semester,” terang Kaprodi Ilmu Komunikasi UII Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D.
Menempuh studi di Amerika, menjadikan pengembangan Prof Alwi Dahlan bidang Ilmu Komunikasi menjadi kiblat kajian komunikasi di Indonesia.
“Ada tiga hal yang bisa kita lihat istilahnya Bapak Ilmu Komunikasi Indonesia terutama yang menganut mazhab Amerika karena pendidikan S3 beliau di Amerika dan kembali ke Indonesia kemudian pengembangan-pengembangan kajian Komunikasi, khususnya di UI sehingga menjadi kiblat kajian komunikasi di Indonesia, maka otomatis dia yang mempengaruhi mayoritas penyelenggaraan akademik Ilmu Komunikasi di seluruh Indonesia,” jelas Prof Masduki.
Hal menarik lainnya, selain menjadi akademisi pihaknya juga terjun pada politik pemerintahan. Posisi strategis ini membuatnya berperan sebagai pengambil keputusan dalam suatu kebijakan.
Soal gaya mengajarnya juga patut dikagumi, pribadinya yang rendah diri dan humble membuat para proses pengajaran yang efektif.
“Kita belajar banyak gaya beliau mengajar, intensitas dalam mengembangkan ilmu beliau juga orang yang sangat peduli dengan para mahasiswanya baik yang ada di Jakarta maupun di kota-kota lain. Khususnya Prodi Ilmu Komunikasi adalah orang yang hadir di beberapa kegiatan konferensi manajemen media, kemudian kuliah umum. Guru yang humble, yang consent dengan mahasiswa yang hari ini sulit menemukan pengganti beliau,” ungkapnya.
Hal ini juga dibenarkan oleh Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D., yang berkesempatan menjadi mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi di UI. Baginya pengalaman yang dilalui Prof Alwi Dahlan dalam berbagai lintas zaman memberikan banyak perspektif.
Ditambah kajian komunikasi bermazhab Amerika atau positivistik memiliki pendekatan determinisme teknologi yang sangat kuat membuatnya tidak gaptek dengan perkembangan teknologi.
“Yang membuat saya merasa beruntung pernah diajar langsung karena saya melihat sendiri keunikan Pak Alwi beliau sangat update dengan perkembangan teknologi komunikasi, bahkan pemahamannya tentang perspektif teoretik perkembangan teknologi dalam Ilmu Komunikasi melampaui anak-anak muda. Biasanya kalau senior dianggap gaptek, beliau sangat maju dalam hal teknologi komunikasi,” jelasnya.
“Uniknya, beliau banyak mengoreksi tugas-tugas kuliah kami dan memberikan feedback secara langsung. Saya merasa kehilangan salah satu tokoh yang saya kagumi karena dedikasinya yang luar biasa,” tambahnya.
Profil Prof Muhammad Alwi Dahlan
Nama: Muhammad Alwi Dahlan
Tempat tanggal lahir: Padang, 15 Mei 1933
Pendidikan:
- SR Adabiah 1 Padang (1946)
- SMP Bukittinggi (1950)
- Fakultas Ekonomi UI Jakarta (Tidak selesai, 1958)
- American University, (Gelar Sarjana, 1961)
- Stanford University, (Gelas Master 1962)
- Illionis University, (Gelar Doktor 1967)
Karier:
- Menteri Penerangan
- Asisten Menteri Negara bidang Keserasian Kependudukan, Lingkungan, dan Kependudukan
- Guru Besar bidang Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
- Penulis Skenario
Beliau tercatat tak menyelesaikan studi sarjanananya di UI, hingga akhirnya pindah ke Amerika untuk menyelesaikan studi bidang Jurnalistik di American University pada tahun 1961.
Selain bidang Ilmu Komunikasi, ia juga aktif dalam pembuatan skenario film, salah satu karyanya adalah Harimau Tjampa, Tiga Dara, dan banyak lainnya. Tak hanya menulis untuk scenario film, karya buku anak berjudul Pistol Si Mancil dan Jenderal Kancil juga membawanya dikenal sebagai pengarang legendaris.