Pidato pengukuhan

Berbagai gagasan disampaikan oleh Prof. Dr. rer. soc. Masduki, S.Ag., M.Si., MA dalam rapat terbuka pengukuhan jabatan tertinggi “Profesor” pada 25 Juni 2024 di Auditorium Kahar Mudzakir UII, Yogyakarta. Pidatonya bertajuk Kebebasan Akademik dan Resiliensi Otoritarianisme di Indonesia mengungkap banyak fenomena tak ideal dalam dunia akademik.

Beliau merupakan profesor bidang Ilmu Media dan Jurnalisme yang telah menerima gelar Guru Besar pada September tahun lalu. Riset-risetnya soal jurnalisme, demokrasi, hingga kebijakan dikemas dalam pidato 30 menit.

Secara umum pidato pengukuhan profesor hari itu menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait, mengapa perguruan tinggi absen dalam advokasi pelanggaran HAM? Siapa sejatinya akademisi? Serta apa makna perguruan tinggi dalam kehidupan sosial yang mengarah pada kerja-kerja kepublikan?

Toxic University

Kalimat toxic university menjadi bagian awal yang menggambarkan bentuk tak ideal dalam kerja dan fungsi perguruan tinggi di Indonesia. Kata tersebut mengindikasikan soal lingkungan tak sehat yang merugikan.

Toxic university terjadi karena fenomena resiliensi otoritarianisme, salah satu buku yang cukup provokatif ditulis oleh Mary Evans berjudul Killing Thingking, dilanjutkan penulis Peter Fleming yang menulis Dark Academia. Sementara yang cukup fenomenal adalah riset berjudul Educated acquiescence: how academia sustains authoritarianism in China.

“Bagaimana (pembahasan riset) sebetulnya para akdemisi yang harusnya menjadi agen pencerahan untuk pemberdayaan justru menjadi bagian yang melestarikan otoritarianisme politik,” ucap Prof. Masduki.

Salah satu contoh yang sangat eksplisit terjadi misalnya bagaimana konferensi komunikasi menjadi ruang ekonomi dan politik bukan kepentingan akademik. Studi-studi komunikasi di Indonesia mengalami dark academia, mengalami jalur kgelapan.

Contoh lain dari toxic university adalah persaingan melalui segi kuantitas terkait rangking hingga publikasi tertentu yang berdampak pada remunisasi dalam setiap kerjanya.

“Universitas mengalami toxic university orang-orang di dalamnya dan para pemimpinnya mengalami zombie leadership jadi fisiknya ada tapi jiwanya nyaris tidak ada. Jadi ada badan yang bergerak tanpa rasionalitas. Sementara para dosen digambarkan sebagai academic rockstar, jadi biasanya dipuja-puja karena punya ranking-ranking tertentu. sekarang ada perlombaan indeks scopusnya berapa kemudian remunisasi yang dilihat angka-angka membuat orang seperti rockstar penyanyi suara keras tapi menghibur saja tapi tidak punya makna-makna yang lebih relate dengan kehidupan sosial yang lebih holistic,” jelasnya.

Resiliensi Otoritarianisme dan Kondisi struktural

Indonesia sebagai negara yang sempat mengimani sistem otoriter telah menganut sistem demokrasi. Sayangnya praktinya tak cukup melegakan. Salah satu tuntutan bersikap netral kepada dosen-dosen berstatus PNS justru langkahnya dalam sosial advokasi terkungkung.

“Apalagi dosen yang pegawai negeri (Status PNS) harus memiliki kepatuhan punya netralitas tapi itu artinya bukan berada netral tapi menjaga jarak dengan penyintas atau korban-korban,” jelasnya.

Selain kondisi tersebut, beban administrasi yang dibebankan membuat para akademisi absen dari berbagai peran kemanusiaan.

“Perguruan tinggi academia boro-boro memperhatikan isu pelanggaran HAM justru kita mengalami penyibukan luar biasa untuk urusan-urusan domestic pelaporan-pelaporan sebagaianya,” tambahnya.

Ditambah kebijakan dan regulasi yang diterapkan cenderung berujung ketidakpastian. Demokrasi di Indonesia seolah menjadi bingkai hibrida neoliberal. Artinya pendidikan tinggi bermula dari kebijakan semi publik disertai kontrol birokrasi yang terpusat di Kementerian.

“Sebenarnya membonceng kebijakan-kebijakan neoliberalisasi perguruan tinggi belakangan ini. perubahan menjadi BHMN ada perubahan kontraktual menjadi dosen yang tadinya tetap menjadi musiman dan sekarang ini yang paling rumit tidak ada yang tahu kapan kita bisa menjadi guru besar, kapan kita bisa naik Lektor Kepala karena ada kondisi peraturan jabatan fungsional bisa berubah setiap dua tahun dan menimbulkan ketidakpastian terhadap karier akademik dosen (fenomena neoliberalisasi),” tambahnya.

Akibatnya penyeragaman terhadap budaya kerja dilakukan demi menjaga stabilitas politik penguasa. Dosen dipaksa melakukan tumpukan kerja domestik administratif.

“Dibalik ini semua ada politik otoriter yang tumbuh subur menjaga engineering stability. Menjaga stabilitas politik otoriter dengan menjadikan perguruan tingginya menganut pola kerja-kerja liberal. Rangkingnya tinggi, dosennya sibuk melakukan tugas-tugas domestik.” tambahnya.

Jika di Indonesia akademisi ruang geraknya terbatas, berbeda dengan akademisi di Amerika dan Eropa Utara. Belakangan akademisi di negara tersebut megkampanyekan pelanggaran HAM dan genosida di Palestina walaupun mereka direpresi secara digital tapi berani menyuarakan ini ada masalah human rights secara global.

“Akademisi Di Indonesia tidak ada yang memperhatikan ini karena kita disibukkan oleh persoalan domestik,” pungkasnya.

Kebebasan Akademik

Perguruan tinggi idealnya menjadi ruang yang otonom dan progresif untuk melawan sistem kekuasaan yang tidak sehat. Alih-alih mewujudkan hal tersebut, pemaknaan kebebasan akademik di Indonesia masih cukup rumit.

Setidaknya ada tiga pemaknaan akademik yang menimbulkan masalah. Pertama sciencetific freedom yakni dosen bebas mengajar, meneliti, dan publikasi kemudian melaporkan secara administratif.

“Dalam bahasa lain dosen adalah birokrat (mengerjakan tugas dan melaporkan),” ujarnya.

Makna kedua adalah kebebasan akademik dengan perspektif utilitarian pragmatic. Artinya dosen harus bebas mengajar, meneliti, namun harus fokus menyiapkan lulusan atau mahasiswa yang siap kerja.

Terakhir, sebagai perspektif kepublikan atau demokrasi, tugas akademisi sejatinya memfasilitasi persoalan sosial ekonomi politik. Akademisi dan universitas adalah rujukan moral warga negara.

“Yang menjadi problem adalah pemaknaan atas kebebasan akademik terutama di Indonesia berhenti di kategori satu dan dua. Direduksi menjadi kebebsan otonomi akademik dalam mengembangkan IPTEK dosen bebas tapi harus bertanggung jawab. Mayoritas memahami kebebasan akdemik sebagai kebebasan scientific bukan yang bervisi kepublikan, implikasinya ketika ada represi negara terhadap akademisi untuk berbicara diluar kewenangannya itu dianggap tidak masalah itu tidak masuk dalam kebebasan akademik,” ucap Prof. Masduki.

Sementara pada jurusan Ilmu Komunikasi di Indonesia justru fokus pada tingkat pemaknaan kedua, dan minim ilmu yang memberdayakan.

“Ilmu yang diarahkan murni scientific dan belakangan diarahkan ke utilitarian tapi tidak diarahkan sebagai ilmu yang memberdayakan alumninya memberikan otonomi alumninya. Aktivis kebebasn pers jarang dari lulusan Ilmu Komunikasi. Komunikasi selalu berhubungan dengan kuasa, era kolonialisme sebagai propaganda, era pembangunan Soeharto sama, sekarang Ilmu Komunikasi sebagai agen propaganda bisnis platform digital,” ujarnya lagi.

Catatan Rekomendasi

Setidaknya ada tiga catatan rekomendasi dalam menanggapi persoalan tersebut antara lain:

“Pertama perlu otoritas pendidikan, kemeterian baik institusi dibawahnya untuk berupaya keras mengembalikan Haluan pendidikan kita supaya sesuai dengan konstitusi agar mencerdaskan kehidupan bangsa bukan justru membodohkan.”

“Kedua, akademisi perlu menjaga kewarasan jangan sampai menjadi intelektual yang berkolaborasi tanpa kritik dengan pihak yang selama ini melakukan represi. Perguruan tinggi perlu segera meninjau berbagai standar penyelenggaraan kebebasn akademik. Banyak yang buat tapi tidak ada yang demokrasi.”

“Terakhir, kita perlu satu gerakan global (global movement) karena ada terminologi yang disebut the suistanibility of academic life. Perlu ada keberlanjutan kehidupan akademik yang sehat yang diawali kesadaran bahwa (foucalt) pengetahuan diciplinary power discourse bahwa pengetahuan akademi perguruan tinggi itu bukan sebagai alat untuk penundukan kritisisme politik. Dia bukan hanya homoeconomicus tapi homo ploticus yang kritis dan otonom.”

Milad

Tema besar dalam agenda milad Prodi Ilmu Komunikasi UII ke 20 tahun adalah “Bertransformasi dan Memberdayakan”. Tema ini merupakan bagian dari landasan Communication for Empowerment yang digagas sepuluh tahun silam (2014).

Serangkaian agenda digelar sejak 21 Juni hingga 16 Juli 2024 mendatang, perayaan dibuka dengan Angkringan Guyub Keluarga Prodi Ilmu Komunikasi. Momen ini dihadiri oleh mahasiswa dan sivitas akademika di lingkungan FPSB.

Perjalanan menuju 20 tahun merupakan upaya dan kerja keras dari berbagai pihak, dalam sambutannya Kaprodi Ilmu Komunikasi, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D menyebutkan bahwa pencapaian ini perlu disyukuri. Prodi Ilmu Komunikasi terus bertumbuh, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Transformasi ini adalah wujud kerja keras kolektif, dengan semangat pemberdayaan harapannya Prodi Ilmu Komunikasi mampu hadir sebagai solusi dan pemecahan masalah ketidakadilan sosial, serta peningkatan kapasitas SDM melalui berbagai pemberdayaan dan riset.

“Perjalanan (pencapaian) dari tidak terakreditasi, akreditasi C, akreditasi A, akreditasi Unggul, dan kita Insya Allah akan membuka S2 dan seterusnya itu adalah pencapaian-pencapaian yang harus kita syukuri,” ujarnya memberi sambutan.

Menurut Wakil Dekan FPSB Bidang Keagamaan, Nizamuddin Shadiq, S.Pd., M.Hum, Ph.D. inovasi yang dilakukan Prodi Ilmu Komunikasi cukup progresif.

“Saya kira Prodi Ilmu Komunikasi salah satu pionir di fakultas (FPSB) yang geraknya itu sangat mantap. Beragam inovasi, kegiatan, program sudah dilakukan dan buktinya selalu bertumbuh, bergerak dan kita saksikan InsyaAllah tahun ini semoga program S2 bisa segera dibuka dan menerima mahasiswa baru,” jelasnya.

Usai merefleksikan perjalalan Prodi Ilmu Komunikasi selama 20 tahun, acara dilanjutkan dengan membunyikan kentongan. Sebanyak 20 kentongan dibunyikan serentak oleh mahasiswa, dosen, dan staf secara serempak.

Menurut Prof. Dr. rer. soc. Masduki, S.Ag., M.Si., MA. aksi ini dipilih karena kentongan adalah simbol untuk terus bergerak dan bangkit.

“Ini bukan hanya art tapi simbolis, jumlahnya 20 aslinya 26 tahun reformasi tapi hari ini cukup 20 karena kita merayakan 20 tahun Program studi Ilmu Komunikasi. kentongan adalah simbol untuk selalu bangkit, bergerak,” tuturnya.

Meski banyak capaian yang telah diraih, harapannya Prodi Ilmu Komunikasi terus memperbaiki kualitasnya.

“Biasanya dipakai kalau ada kejadian emergency, peristiwa yang memaksa kita bersama-sama untuk bergerak. Hari ini 20 tahun maknanya Komunikasi UII, UII Indonesia dalam situasi yang harus bergerak, harus terus melihat ke depan. 20 tahun mungkin tidak terlalu muda tapi bisa jadi masih milenial. 20 tahun adalah suatu pencapaian, 20 tahun adalah kerinduan semangat untuk bergerak lebih baik lagi dari sekarang,” tandasnya.

Perayaan itu tentu disambut suka cita oleh seluruh sivitas akademika FPSB, setelah doa bersama agenda dirayakan makan siang bersama secara sederhana. Angkringan yang merakyat, duduk lesehan tanpa sekat.

Milad

Memasuki usia ke 20 tahun, Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar agenda yang berbeda. 21 Juni 2024 menjadi momen pertama kalinya perayaan milad, rangkaian agenda telah disusun hingga tema disiapkan dengan matang. Tajuk Bertransformasi dan Memberdayakan dipilih sebagai bentuk komitmen Communication for Empowerment yang selama ini menjadi landasan.

Agenda pembuka pada Jumat siang itu adalah Angkringan Guyub Keluarga Prodi Ilmu Komunikasi dihadiri oleh mahasiswa, dosen, hingga staf di lingkungan FPSB. Dibuka oleh Kaprodi Ilmu Komunikasi UII, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D. sebuah puisi dibacakan sebagai bagian refleksi perjalanan dan perjuangan 20 tahun terakhir.

Beliau juga menyebut jika pencapaian yang telah diraih Prodi Ilmu Komunikasi merupakan kerja kolektif berbagai pihak.

Puisi ini menyiratkan bagaimana Prodi Ilmu Komunikasi sebagai ruang saling bertukar gagasan demi sebuah inovasi menembus zaman.

PUISI MILAD 20 Tahun Prodi Komunikasi UII

Oleh: Iwan Awaluddin Yusuf

Dari lereng Merapi tumbuh bersemi, Dua dasawarsa terus berinovasi

Betransformasi menempa diri, dengan semangat pemberdayaan untuk mengabdi

Berpikir kritis mengakar kuat, meskipun tak selalu lahir sepakat

Berkembang, bergerak,

Berbalut riak dan gejolak,

Seperti guntur dan kilat yang bergemuruh saat hujan

Prodi adalah rumah yang selalu memberi kehangatan

Lewat gagasan dan mimpi

Bersama berkolaborasi menajamkan visi

Berakhir satu muara, memohon ridho Ilahi, Agar prodi komunikasi semakin diberkahi, Selamat Milad Prodi Komunikasi UII.

Kaliurang, 21 Juni 2024

 

Rangkaian Agenda Milad ke-20

21 Juni 2024

Angkringan Guyub Keluarga Prodi Ilmu Komunikasi

25 Juni 2024

Peluncuran buku “Negara, Media, dan Jurnalisme di Indonesia Pasca Orde Baru”

25 Juni – 16 Juli 2024

Pameran Artefak Museum Digital Harian Kedaulatan Rakyat “Transisi Politik 1946, 1948, 1965, 1998, 2012”

27 – 28 Juni 2024

Kaliurang Festival Hub – Seri 5 bersama Festival Film Bahari, Cirebon

2 Juli 2024

Research Day “Media and Communication”

3 Juli 2024

Orasi Kebudayaan “Teknologi Digital dan Masa depan Manusia”

Itulah persembahan puisi dari Kaprodi Ilmu Komunikasi pada pembukaan rangkaian milad ke-20. Dua dasawarsa merupakan momentum yang patut dirayakan namun inovasi tetap terus dilakukan demi memperbaiki kualitas sebagai institusi pendidikan.

Milad

Perjalanan Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) selama 20 tahun tentu tidaklah sederhana. Mulai beroperasi pada 17 Juni 2004, institusi ini telah meluluskan lebih dari 1300 mahasiswa. Tak hanya itu, berbagai pencapaian telah diraih untuk menyempurnakan kualitasnya dalam bidang pendidikan.

Mimpi Prodi Ilmu Komunikasi UII di tahun 2030 yang tersurat pada visinya adalah menjadi program studi terkemuka di Asia Tenggara dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat pada bidang kajian Ilmu Komunikasi.

Mimpi tersebut diwujudkan perlahan namun pasti melalui semangat “Communication for Empowerment” atau komunikasi pemberdayaan sejak 2014 lalu.

Sementara, inovasi yang diluncurkan tahun 2023 yakni “Follow Your Passion, Explore Your Opportunity” menjadi sugesti pamungkas untuk mahasiswa dan calon mahasiswa Gen Z yang memiliki jiwa dinamis untuk bertumbuh bersama Prodi Ilmu Komunikasi UII.

Inovasi akan terus dilakukan untuk mencapai target-target yang telah direncanakan, berikut berbagai catatan pencapaian yang telah dilalui Prodi Ilmu Komunikasi UII dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.

Timeline Perjalanan Prodi Ilmu Komunikasi

Tahun 2004

Pada 17 Juni Prodi Komunikasi UII resmi beroperasi.

Tahun 2007

Untuk pertama kalinya Prodi Ilmu Komunikasi UII menerima mahasiswa asing pertama yakni Onn Mohd Zin asal Malaysia. Ia merupakan lulusan program diploma dadi salah satu universitas di Australia. Informasi terakhir alumni asal negeri Jiran bekerja sebagai Direktur Keuangan Les’ Copaque.

Tahun 2010

– Deretan dosen, staf, dan mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi berperan dalam kerelawanan Jalin Merapi saat erupsi Gunung Merapi.

– Menerbitkan buku Potret Manajemen Media di Indonesia, kala itu Prodi Ilmu Komunikasi UII menjadi satu-satunya jurusan Ilmu Komunikasi di Indonesia dengan peminatan manajamen media.

Tahun 2014

  • Setelah 10 tahun perjalannya dalam bidang pelayanan pendidikan, untuk pertama kalinya meraih akreditasi A.
  • CCCMS (Confecene on Communication, Culture and Media Studies), merupakan konferensi internasional pertama yang digelar 2 tahun sekali. Tahun ini merupakan gelaran ke-7.

Tahun 2016

  • Double degree pertama dengan Youngsan University, Korea Selatan yang diikuti 4 mahasiswa angkatan 2013.

Tahun 2018

Pembukaan International Program of Communication. Enam tahun berjalan program ini telah menerima mahasiswa asing dari berbagai negara mulai dari Thailand, Malaysia, hingga Yaman.

Tahun 2019

  • Kembali meraih dan mempertahankan akreditasi A yang diraih lima tahun sebelumnya
  • Doktor pertama di Prodi Ilmu Komunikasi UII

Tahun 2020

  • Pembentukan Forum Amir Effendi Siregar dibangun untuk merawat dan memperkaya wacana intelektual studi komunikasi dan media. Forum ini juga didedikasikan untuk Amir Effendi Siregar yang telah menghidupkan semangat intelektual, pegiat media, dan juga pendiri Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia.
  • Pojok Amir Effendi Siregar adalah daftar katalog buku warisan Amir Effendi Siregar. Mahasiswa, peneliti, dosen, jurnalis, aktivis, dan masyarakat umum dapat mengakses kekayaan intelektual ini. Sebagian besar di antaranya adalah karya tulis dan pemikiran Amir Effendi Siregar dalam berbagai tema: Pers Mahasiswa, Pers, Penyiaran, Media dan demokrasi, ekonomi politik media, media dan budaya, serta berbagai macam kajian komunikasi.

Tahun 2021

Tiga doktor lulus bersamaan dan kembali dari tugas belajar

Tahun 2022

  • Prodi dengan Kinerja Terbaik dalam Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Universitas Islam Indonesia TAhun 2021 (penghargaan SK Rektor Februari 2022).

Tahun 2023

  • Memperoleh akreditasi unggul
  • Profesor pertama di Prodi Ilmu Komunikasi sekaligus di FPSB

Tahun 2024

  • Milad ke-20

Itulah catatan timeline pencapaian-pencapaian yang diraih Prodi Ilmu Komunikasi UII sebagai institusi pendidikan dalam 20 tahun terakhir.

Ilmu Komunikasi

17 Juni 2024 menjadi momentum istimewa bagi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), pasalnya tepat di tahun ini menginjak usia ke 20 tahun.

Berdiri sejak 17 Juni 2004 telah membawa Prodi Ilmu Komunikasi UII mengalami banyak capaian yang signifikan. Mulai status akreditasi hingga prestasi-prestasi yang ditorehkan oleh mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan.

Dalam perjalanan hidup, 20 tahun adalah usia dewasa yang sangat dinamis. Meninggalkan masa akhir remaja tentu berbagai aspek sosial dan emosional dalam pertambahan usia akan mengubah banyak hal mulai dari aktivitas hingga peran. Menurut teori yang disampaikan George Vaillant, seseorang perlu memiliki dan menemukan makna di sepanjang hidupnya. Sementara makna dalam diri seseorang dapat ditemukan melalui pekerjaan (Sterns & Huyck, 2001).

Berbagai usaha untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan pengajaran terus dilakukan oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII, mulai dari inovasi kurikulum, kerjasama berskala nasional hingga internasional, mengoptimalkan kerja pengabdian dan riset demi pemecahan masalah ketidakadilan sosial, serta peningkatan kapasitas SDM.

Kerja-kerja tersebut dilakukan demi tercapainya visi 2030 menjadi program studi terkemuka di Asia Tenggara dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat di bidang keilmuan komunikasi dengan semangat keislaman dan keindonesiaan.

Milestone Prodi Ilmu Komunikasi 2034

Ada banyak mimpi untuk Prodi Ilmu Komunikasi UII 10 tahun mendatang. Mimpi-mimpi itu tengah diupayakan. Berikut beberapa catatan yang akan menjadi pengingat, berbagai mimpi yang disampaikan oleh Kaprodi dari masa ke masa.

“20 tahun itu artinya usia cukup dewasa ada hal yang sudah dicapai dan masih banyak yang belum. Organisasi yang sehat adalah yang terus punya mimpi terus punya ambisi apalagi ini organisasi akademik berarti harus punya visi besar. apa yang harus dikontribusikan terutama ilmu komunikasi itu untuk kehidupan masyarakat kemudian bangsa dan dunia. Kira-kira kalau 10 tahun ke depan apa milestone yang harus dicapai? pertama adalah menjadi unggul bukan status unggulnya yang penting tapi unggul sebagai rujukan misalnya akademi tertentu spesialisasi tertentu. Kita punya mimpi we have a dream to be school kaliurang, everyone come from all of the world may come here Kaliurang, I mean this area to engage with the academic, publishing, researching, writing, teaching, to understand the ecosystem of Indonesia the bussines of communication and also how communication science can be a tool of vehicle for Indonesian democracy.” Prof. Dr. rer. soc. Masduki, S.Ag., M.Si., MA – Kaprodi Ilmu Komunikasi Periode 2004 – 2008

“Terima kasih kami ucapkan kepada segenap masyarakat luas kepada seluruh civitas akademika UII serta berbagai mitra yang telah menjadi pendukung penuh terhadap perkembangan program studi ini. Dalam 10 tahun mendatang kami berharap dan bertekad agar program studi ini dapat terus menguatkan kiprahnya dalam bidang Ilmu Komunikasi di skala nasional maupun skala global kami berusaha bersungguh-sungguh agar program studi ini dapat tumbuh dengan baik dan berkembang termasuk diantaranya mudah-mudahan dalam tempo yang tidak lama lagi kami dapat membuka program studi S2 untuk bidang ilmu komunikasi di universitas Islam Indonesia maju terus ilmu komunikasi UII dirgahayu yang ke 20.” Dr. Anang Hermawan, S.Sos., MA – Kaprodi Ilmu Komunikasi Periode 2008 – 2014

“Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia 10 tahun ke depan akan menjadi salah satu rujukan pengembangan keilmuan komunikasi di level global terutama ketika berbicara kajian-kajian komunikasi di Asia Tenggara dengan perspektif Timur dengan perspektif yang berbeda dari teori-teori komunikasi yang telah berkembang yang selama ini dikembangkan dalam konteks masyarakat Barat. Menjadi center of scholarship of communication recognize globaly and more of importantly in the southeast Asian level.” Muzayin Nazaruddin, S.Sos., MA., Ph.D (Candidate) – Kaprodi Ilmu Komunikasi UII Periode 2014 – 2018

“Semoga Prodi Ilmu Komunikasi UII bisa terus mengembangkan nilai-nilai komunikasi pemberdayaan dan komunikasi profetik sehingga menjadi rujukan bagi Prodi Ilmu Komunikasi lainnya di Indonesia.” Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom – Kaprodi Ilmu Komunikasi UII Periode 2018 – 2022

“Saya berharap Prodi Ilmu Komunikasi 10 tahun yang akan datang satu punya gedung sendiri yang representatif gedung yang bagus yang menunjang semua kebutuhan Prodi baik untuk mahasiswa, dosen, dan stafnya. Selain itu secara akademik akan membuka S2 dan nanti akan membuka S3 juga sehingga menjadi Prodi yang dirujuk oleh banyak kalangan di Indonesia maupun di Asia Tenggara, Syukur-syukur di tingkat dunia. Terakhir yang paling penting Prodi semakin memberikan manfaat yang luas kepada masyarakat di sekitarnya.” Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D – Kaprodi Ilmu Komunikasi UII Periode 2022 – Sekarang

Itulah deretan catatan dan harapan untuk Prodi Ilmu Komunikasi UII, semoga di tahun 2034 ketika catatan ini dibuka satu per satu mimpi telah terwujud.

Mapres

Puncak milad Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) UII ke 29 tahun diwarnai dengan berbagai penghargaan dan prestasi untuk mahasiswa, dosen, hingga tenaga kependidikan.

Rangkaian acara puncak milad pada 12 Juni 2024 diawali dengan sambutan dari Dekan FPSB UII, Dr. Phil. Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si., Psikolog, dalam kesempatan itu beliau menyampaikan bagaimana sejarah FPSB yang didirikan oleh tokoh-tokoh yang penuh dedikasi.

Dua nama founding fathers FPSB yang disebutkan adalah Dr. H. Djamaludin Ancok dan Drs. Muh. Bachtiar, MM. dalam momen tersebut Ibu Dekan mengajak seluruh sivitas akademika untuk meneladani para pendiri.

Founding fathers kita adalah orang-orang berdedikasi, mengingat kembali jasa beliau dan keteladanan beliau,” ujar Dekan FPSB.

Usai sambutan, acara dilanjutkan dengan Studium Generale bertajuk “Pelangi tak Selalu Indah” oleh Agung Sugiarto founder Yayasan Peduli Sahabat. Isu LGBT di Indonesia dibahas detail agar masyarakat semakin aware dan dapat mendeteksi lebih dini pada tumbuh kembang anak.

“Jatuh pada usia 10 tahun keatas (tanda-tanda awal kecenderungan LGBT). Tidak ada kelekatan antara orangtua dan anak. Karena memang gapnya terlalu besar. Masa kesepian langkah pertama masuk ke dunia negatif. Merasa lonely kesepian, masuk ke teman sebaya yang melenceng,” ujarnya.

Usai Studium Generale, acara ditutup dengan penghargaan kepada sivitas akademika berprestasi, mulai dari bidang akademik, olahraga, kwirausahaan, hingga bidang dakwah dan pengabdian.

Prodi Ilmu Komunikasi UII turut bersyukur, pasalnya mahasiswa berprestasi utama juara 1 diraih oleh Muhammad fahrur Rozi angkatan 2021 yang maju sebagai mahasiswa berprestasi tingkat universitas untuk kedua kalinya. Berikut daftar lengkapnya:

Penghargaan Sivitas Akademika Berprestasi

Mahasiswa Berprestasi Utama

  1. Muhammad Fahrur Rozi (Juara 1)

IPK Tertinggi

  1. Hana Mufida (Juara 1) – 2023
  2. Dhea Apriliani (Juara 2) – 2022
  3. Khadega Mohammed Ahmed Al-Hadi (Juara 3) – IP 2021

Bidang Kewirausahaan

  1. Rahmanisa Amani (Juara 1)

Bidang Dakwah dan Pengabdian

  1. Rahmanisa Amani juara (Juara 2)
  2. Nandita Faiza (Juara 3)

Bidang Olahraga

  1. Shafni Aura Sugiarto (Juara 1)

Dosen Prodi/Jurusan dengan Kinerja Terbaik

  1. Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D (Juara 1)
  2. Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom (Juara 2)
  3. Narayana Mahendra Prastya, S.Sos., MA (Juara 3)

Itulah deretan prestasi yang diraih oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII pada puncak Milad FPSB UII.

Pak Rektor

Terbukanya akses berbagai data serta masifnya perkembangan Artificial Intelligence (AI) menjadi isu yang terus dibahas di ranah akademik, terlebih kaitannya dengan etika dan pemanfaatan. Data menyebutkan Indonesia menjadi negara penyumbang kunjungan ke aplikasi AI terbanyak ketiga secara global di tahun 2023 yakni sebanyak 1,4 miliar (laporan WritterBuddy).

Pembahasan mendalam dilakukan dalam sesi Kuliah Pakar Analisis Big Data dan AI yang disampaikan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. pada Sabtu, 8 Juni 2024 di hadapan lebih dari 200 mahasiswa Ilmu Komunikasi.

Secara mendalam beliau menyampaikan materi bertajuk Etika dalam Mahadata dan Kecerdasan Buatan. Prof. Fathul Wahid yang memiliki keilmuan bidang Sistem dan teknologi Informasi menyebut beberapa prinsip etika data fokus pada beberapa aspek yakni kepemilikan, transparansi, privasi, intensi, dan dampak.

“Mengolah data dan menggunakan data tidak boleh dengan intensi jahat. Anda mengumpulkan data dengan survei dan yang lain tidak boleh ada niatan membahayakan orang lain. Termasuk dijual mendapatkan keuntungan sendiri, atau bahkan informasi sensitif bersifat personal anda simpan pada saat tertentu dikeluarkan untuk mengancam,” ujarnya.

Hal tersebut adalah dasar pengetahuan terkait pemanfaatan data, karena setiap data memiliki pemilik. Sehingga persetujuan menjadi langkah utama dalam pemanfaatannya. Meski dengan pesatnya AI data apapun dapat dibuka secara gamblang bukan berarti data dapat bebas dimiliki.

“Setiap informasi punya pemilik, anda boleh memegangnya tapi belum tentu itu milik anda, itu milik sumber informasi. ketika kita ingin menggunakan anda harus memberitahu bagaimana informasi itu dikumpulkan, ada inform dan consent persetujuan yang diberikan karena orangnya sudah tahu,” tambahnya.

Sikap Kita dengan Perkembangan AI

Perkembangan AI tidak mungkin dapat dihindari, bagaimanapun setiap individu harus menyesuaikan diri agar tak tertinggal oleh peradaban. Pertanyaan terlontar dari Kaprodi Ilmu Komunikasi, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP, M.Si, Ph.D terkait “Apakah kitab isa mengandalkan AI 100 persen?” menjawab hal itu Pak Rektor mengulasnya pada empat poin materi antara lain Disrupsi TI dan AI, Memahami AI Generatif, Kesadaran etis terhadap AI, serta Peran Masa Depan.

“Konsep disrupsi adalah tidak menyesuaikan diri maka ditinggal oleh zaman. Disrupsi bukan dongeng tapi kenyataan yang tertinggal biasanya punya sebuah sindrom yaitu sindrom denialism menolak. Tidak percaya bahwa dunia sudah berubah,” jelas Pak Rektor.

AI generatif memiliki kemampuan mengenerasi berbagai bidang seperti teks, gambar, suara, dan lainnya dengan perintah tertentu. Hal ini dibahas pada teknologi dan konteks bahwa teknologi selalu hadir dengan dua sisi baik negatif dan positif, interaksi antara teknologi dengan aktor memiliki tujuan, dan teknologi tidak hadir pada ruang hampa.

Sehingga dalam menjawab pertanyaan terkait tingkat kepercayaan terhadap data yang terus berhamburan atas peran AI, Pak rektor menegaskan agar mahasiswa memiliki sikap skeptis dan terus mengembangkan kapasitas lewat berbagai bacaan.

“Ketika anda punya basis informasi lebih lengkap lebih mudah bagi anda ini bias atau tidak, sialnya kalau basis informasi kita terbatas. Sebagai pribadi individu maka harus memperluas basis ilmu pengetahuan, banyak membaca, banyak piknik, banyak diskusi. Itu bisa karena punya referensi, kalau tidak punya referensi tidak bisa mengatakan kalau itu ngawur,” tandasnya.

Sebagai informasi kelas Analisis Big Data dan AI merupakan program team teaching bersama dosen Ilmu Komunikasi UII, Ratna Permata Sari, S.I.Kom, M.A,.

Instagram

Sepekan terakhir kampanye poster All Eyes di Instagram sukses membawa netizen ramai-ramai merepost ulang di story masing-masing. Mulai dari konflik internasional All Eyes on Rafah dan disusul All Eyes on Papua.

Seruan All Eyes on Rafah pertama kali diungkapkan pada Februari 2024 lalu oleh Rick Peeperkorn Direktur Kantor Wilayah Palestina di Orrganisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ungkapan itu muncul pasca Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menginstruksikan evakuasi ke Rafah menjelang penyerangan. Sayangnya pada 26 Mei 2024 serangan melalui udara mengakibatkan kebakaran hebat di kamp pegungsian hingga menewaskan 45 korban. Serangan tak berhenti dan berlanjut hingga beberapa hari setelahnya.

Sontak sejak 28 Mei 2024, seruan All Eyes on Rafah mencuat di X (Twitter) dan trending sehari setelahnya hingga mencapai 900 ribu lebih tagar tersebut. Sementara di Instagram lebih viral lagi, poster yang dikreasikan lewat AI itu mencapai 47 juta lebih dibagikan.

Kesuksesan lain disusul oleh All Eyes on Papua, isu lama itu kembali disorot pasca masyarakat Awyu di Boven Digul Papua Selatan dan Suku Moi di Sorong Papua Barat Daya melakukan aksi protes atas izin pengalihan hutan sebagai Perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari di Gedung Mahkamah Agung Jakarta pada 27 Mei 2024. Narasi “separuh luas Jakarta” menjadi menggema mengiringi poster All Eyes on Papua. Hutan tak hanya soal tanah dan pohon, bagi masyarakat Papua hutan adalah sumber kehidupan bernilai budaya. Tak hanya akan kehilangan sumber penghidupan, Perkebunan sawit yang akan digarap pada 36 ribu ha turut menyumbang emisi 25 juta ton CO2.

Mengapa Bisa Viral?

Dari kedua kasus tersebut, tingkat keviralan All Eyes on Papua bisa dikatakan sukses menyamai All Eyes on Rafah. Dalam skala nasional saja mampu mengajak lebih dari 2,8 juta pengguna Instagram membagikan isu lingkungan yang cenderung hanya menjadi concern beberapa pihak.

Menurut dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, Nadia Wasta Utami, S.I.Kom., M.A. terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keviralan dua isu tersebut. Pertama terkait fitur yang menjadi penunjang di Instagram yakni Add Yours yang berfungsi untuk membuat rantai konten stories.

“Sosial media dengan beragam fiturnya sangat memudahkan sebuah isu itu menyebar. Fitur yang memudahkan orang dan membuat kita tau siapa saja teman kita yang menggunakan akan mentrigger akhirnya kita ikutan,” jelasnya.

Rantai konten stories yang tak terputus ini juga diikuti dengan sematan-sematan link dan narasi yang semakin membuat netizen merasa relate dengan isu dalam narasi All Eyes.

“Misal fitur Add Yours, fitur menyematkan tautan/link, fitur share ke sosmed kalau sudah mengisi petisi, fitur tagging supaya tersebar ke orang-orang yang kita mau. Terutama jika isu tersebut relate dengan banyak orang maka sosial media akan membuat berita itu tersebar ke circle tertentu lalu disebarkan lagi dan lagi dan lagi sampai kemudian menjadi yg kita sebut sbg viral (penyebaran seperti virus). Ini berkaitan juga dengan bagaimana Engagement rate itu naik,” tambahnya.

Tak hanya soal fitur, pengetahuan terhadap isu juga turut mempengaruhi keviralan. Ditambah pengguna Instagram didominasi oleh Gen Z dan Milenial dengan presentase lebih dari 60 persen. (Data Statista 2023)

“Bagaimana pengguna sosmednya sendiri yang sekarang paham atau tidak, mengerti betul ataupun hanya sekedar tau, ketika ada suatu isu yang itu ramai dibicarakan, mereka akan ingin ikut membicarakan hal tersebut. Istilahnya FOMO/fear of missing out. Karena ketika suatu isu itu banyak orang bicarakan, maka netizen akan merasa “keren” atau merasa up to date ketika ia juga ikut membincangkan atau dalam hal ini ikut me-repost, ikutan fitur add yours, ikutan petisi, ikut post hal yang sama. Sebaliknya mereka akan merasa “tertinggal” jika tidak ikutan tren yang sedang ramai dibicarakan. Dan itu untuk kalangan GenZ terutama menjadi suatu ketakutan “fear” kalau tidak tahu, tidak terlibat, dan tidak ikutan apa yang orang lakukan pada isu tersebut,” ujarnya.

Viral di Media Sosial Membawa Perubahan?

Di Indonesia fenomena No Viral No Justice awalnya adalah bentuk sindiran netizen kepada Polri yang dirasa ogah merespon laporan dari masyarakat. Harapannya dengan fenomena tersebut pihaknya menjadi lebih profesional. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menjadikan suatu isu tersebut viral di media sosial.

Sosial media menjadi ruang menyegarkan pembawa perubahan, namun menurut Nadia berbagai kemungkinan bisa terjadi. Netizen perlu memahami secara detail terkait isu yang tengah mencuat agar bijak dalam merespon.

“Jadi, apakah sosial media bisa bawa perubahan? Ini sudah banyak sih kasusnya bahwa isu yang berawal dari sosial media ternyata bisa membawa dampak pada kehidupan nyata. Dampak bisa baik, bisa buruk tentu saja. Namun yang perlu ditekankan untuk kita pengguna sosmed di sini adalah, ketika ada suatu isu/ tren tertentu, ada baiknya kita cari tahu dulu, pahami betul-betul apa yang terjadi,” jelas Nadia.

Tidak semua konten yang tersebar di media sosial selalu benar, jika hanya Fomo bisa jadi apa yang dibagikan pengguna akan merusak reputasi individu bahkan memicu konflik di ruang digital.

“Jadi tidak hanya sekadar ikut-ikutan karena takut ketinggalan. Karena bisa jadi apa yang ramai di belum tentu benar adanya. Apa yang diamini oleh banyak orang tidak selalu merupakan hal yang sebenarnya. Dan harus semakin berhati-hati karena kita kini hidup dalam gelembung fakta realita  semu yang ditentukan oleh algoritma sosial media,” tandasnya.

Penulis: Meigitaria Sanita

All Eyes on Papua

Tercatat hingga 4 Juni 2024 seruan All Eyes on Papua dibagikan lebih dari 2,8 juta kali di Instagram Story. Netizen Indonesia ramai-ramai merepost ulang poster tersebut sebagai bentuk kepedulian perlindungan hutan adat Papua.

Sebelumnya, masyarakat Awyu di Boven Digul Papua Selatan dan Suku Moi di Sorong Papua Barat Daya melakukan aksi damai dengan mendatangi Gedung Mahkamah Agung Jakarta pada 27 Mei 2024. Kedatangan tersebut sebagai bentuk protes atas rencana pengalihan hutan menjadi Perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari.

“Just in case buat yang belum tau, jadi hutan di Papua tepatnya di Boven Digul yang luasnya 36 ribu hektar atau lebih dari separuh luas Jakarta akan dibabat habis dan dibangun Perkebunan sawit oleh PT Indo Asiana Lestari.” Tulis dalam keterangan poster yang beredar.

Berdasarkan artikel Forest loss in Indonesian New Guinea (2001-2019): Trends, drivers and outlook yang dipublikasikan dalam laman Science Direct menyebutkan dalam kurun waktu tersebut kelestarian hutan Papua mengalami penyusutan akibat investasi masif kebun sawit.

Sebanyak 2 persen atau 748 ribu ha hutan berkurang, bahkan diprediksi di tahun 2036 penyusutan hutan Papua mencapai 4,5 ha.

Dukungan lain dilakukan melalui tanda tangan petisi yang diinisiatif oleh Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, ramai-ramai netizen ikut serta ikut mendukung agar izin PT Indo Asiana Lestari dicabut. Hingga 5 Juni 2024 sebanyak 207.083 tanda tangan telah terkumpul.

Masifnya Dukungan Netizen Lewat Media Sosial

Netizen ramai-ramai mendukung masyarakat Papua untuk mempertahankan hutan adat. Narasi yang dibangun terkait dampak perkebunan sawit akan menghasilkan emisi 25 juta ton CO2 serta 5 persen emisi karbon di tahun 2030 pada poster sukses membuat netizen kompak dalam aksi tersebut.

Menurut dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, Ibnu Darmawan, S.I.Kom., M.I.Kom. kesuksesan ini tak luput dari momentum yang berdekatan dengan poster AI terkait All Eyes on Rafah yang viral beberapa hari sebelumnya.

“Poster itu (All Eyes on Papua) bisa naik dan viral karena momentumnya tidak jauh dari All Eyes on Rafah. Poster yang dikreasikan melalui AI secara visual tidak menampilkan bentuk kekerasan dan tidak melanggar policy sehingga lolos di Instagram,” ujarnya.

Masifnya bentuk simpati dan empati yang tinggi netizen Indonesia kepada kasus kejahatan manusia di Palestina turut memberi pengaruh pada isu lingkungan di Papua.

“Di Indonesia yang concern dengan Palestina dan merepost All Eyes on Rafah sangat banyak. Sementara isu soal Papua yang sebenarnya sudah lama kembali muncul dengan desain dan pemilihan kata yang mirip Rafah akhirnya viral,” tambahnya.

Jika dengan kejadian di negeri seberang netizen Indonesia begitu peduli maka tak heran dengan kondisi di Papua. Solidaritas dan merasa ada kedekatan dengan suatu objek sehingga membentuk kelompok yang Bersatu untuk mendukung pencabutan izin pengalihan kebun sawit.

“Aware karena itu bisa terinisiasi dari Rafah aja bisa peduli masa di negeri sendiri, ada rasa solidaritas dan proksimiti. Bentuk campaign juga gampang dilakukan hanya repost makanya jadi populer,” tandasnya.

Data dari Auriga Nusantara menyebutan tahun 2022 luas hutan di provinsi Papua dan Papua Barat sekitar 33.847.928 ha. Bagi masyarakat Papua, hutan tak sekedar tanah dan pepohonan melainkan sumber kehidupan yang bernilai budaya. Sayangnya hutan Papua terus menyusut sepanjang tahun karena penebangan untuk kebutuhan industri perkebunana, kehutanan, dan pertambangan.

AMSI

Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Dr. rer. soc. Masduki, S.Ag., M.Si., M.A. terpilih secara aklamasi sebagai Majelis Kehormatan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Yogyakarta pada 28 Mei 2024.

Tercatat beliau akan bertugas pada periode 2024-2028 untuk merancang berbagai program kerja kepengurusan AMSI. Sebagai akademisi, bergabungnya Prof. Masduki diharapkan mampu memberikan berbagai pengetahuan, inovasi, hingga pengutan dalam organisasi tersebut.

“Karena background saya akademik dari kampus dan banyak bersinggungan dengan jurnalistik bisa turut menjadi partner diskusi dan tentu saya bisa ikut belajar berkaitan dengan penguatan AMSI. Karena AMSI organisasi perusahaan pers digital bukan organisasi jurnalis atau organisasi profesi,” jelas Prof. Masduki.

Secara spesifik program yang akan dilakukan AMSI Yogyakarta terbagi menjadi dua yakni untuk internal dan eksternal. Beberapa program internal antara lain peningkatan kapasitas dalam manajemen bisnis anggota, mensinergikan dan soliditas anggota, pendampingan untuk menjadi media terverifikasi Dewan Pers, dan penguatan posisi pengurus tergadap berbagai stakeholder.

Sementara program eksternal yakni “membumikan AMSI DIY dan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan di daerah dalam membangun ekosistem industri media digital berkelanjutan. Kedua, melakukan sinergi dengan komunitas pers dalam meningkatkan posisi tawar media siber dengan platform global. Ketiga, meningkatkan literasi media siber di masyarakat. Keempat, meneguhkan posisi media siber dengan para pelaku bisnis,” ungkap Agung Purwandono Ketua terpilih AMSI dilansir dari laman Harian Jogja.

Kesempatan dan Peluang untuk Prodi Ilmu Komunikasi

Kesempatan menjadi Majelis Kehormatan AMSI Yogyakarta bagi Prof. Masduki merupakan peluang yang baik bagi dunia akademik khususnya bagi Prodi Ilmu Komunikasai UII. Pasalnya sejak 2023, salah satu kurikulum baru terkait jurnalisme digital telah diterapkan mengikuti tren media di Indonesia.

“Saya senang dengan opportunity menjadi dewan kehormatan dari AMSI kita bisa mengikuti perkembangan yang terjadi pada industri media online terhubung dengan prodi dengan mata kuliah jurnalisme digital kita punya jejaring yang strategis, baik sebagai tempat kita melakukan penelitian juga bisa pengabdian masyarakat,” jelasnya.

Tak hanya itu AMSI juga akan menjadi ruang untuk peningkatan kompetensi dalam bidang riset kajian media dan jurnalisme. Berdasarkan riset yang dilakukan Prodi Ilmu Komunikasi UII bersama Dewan Pers 60 persen media di Indonesia telah didominasi media siber. Sehingga pemilik media siber tentu berharap mendapat banyak insight positif dari dunia akademis.

“Bisnis berita jurnalisme bertumbuh pada trus kepercayaan kualitas trust worth indicator mungkin satu-satunya di ASEAN yang menggunakan prinsip ini. AMSI berkomitmen anggotanya menggunakan prinsip jurnalisme yang mematuhi kode etik dengan cara itu diharapkan publik akan melirik baik sebagai konsumen, pembaca, dan mitra bisnis dan dengan demikian industri media digital juga sehat,” tambahnya.

Peran dan fungsi Prof. Masduki dalam bidang akademis secara umum membantu AMSI Yogyakarta untuk mematuhi indikator yang disepakati dalam mencapai jurnalisme berkualitas untuk mencerdaskan publik.

“Mendorong terus bagaimana jurnalisme berkualitas tumbuh minimal di lingkungan anggota AMSI Jogja kemudian publik menikmati berita yang mengisi otak mereka, mencerdaskan sesuai dengan komitmen kita bahwa kampus mendorong jurnalisme berkualitas,” tandasnya.

Deretan nama yang mengisi kepengurusan dalam Konferwil III AMSI Yogyakarta dipilih secara aklamasi, yakni Ketua AMSI DIY Agung Purwandono (Mojok.co); Sekretaris AMSI DIY Rendy Adrikni Sadikin (Suarajogja.id). Konferwil juga memutuskan Badan Pertimbangan yang terdiri dari Ribut Raharjo (Tribunjogja.com), Anton Wahyu Prihartono (harianjogja.com) dan Titis Widyatmoko (Brilio.net). Majelis Kehormatan terdiri dari Masduki (akademisi komunikasi), Octo Lampito (krjogja.com) dan Heri Purwata (Jognews).