Reading Time: 2 minutes

Sebaiknya, tiap-tiap kita dapat memahami apa dan bagaimana perbedaan kreatif dan kontraproduktif dalam berkarya. Banyak tantangan muncul untuk menuju creativepreneur di era digital saat ini. Dari soal ide, modal, jaringan, hingga segmen pasar. Namun, jika telah mengerti caranya, rasanya tidak terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa tantangan itu hanyalah soal batasan dalam angan. Tidak hanya riset, tapi juga ide kreatif adalah panglima dalam mencapai “gelar” creativepreneur.

Menjadi creativepreneur baiknya bisa bedakan mana kreatif, mana kontraproduktif. “Yang pertama, adalah, kamu bisa dibilang kontraproduktif jika kamu bekerja dengan cara-cara sama secara berulang. Namun sebaliknya, jika kamu telah bekerja dengan pendekatan baru, maka kamu layak disebut kreatif,” kata Adhitya Maulana, pada Kamis 15 April 2021 dalam Studium General di Milad ke 26 FPSB UII. Maulana adalah Chief Operation MAHIR dan pembicara dalam beragam sesi diskusi enterpreneur.

Beda kedua antara kreatif dan kontraproduktif adalah soal fleksibilitas. Jika orang kreatif selalu fleksibel dan dinamis, orang kontraproduktif bekerja monoton dan selalu menghadapkan diri pada beragam batasan.

Akibatnya, orang yang kreatif selalu tampil sebagai kreator dan inisiator ketimbang pengikut dan pengekor (follower). “Biasanya orang kreatif juga selalu terbuka akan peluang-peluang yang muncul. Sedangkan orang yang bekerja dengan kontraproduktif justru tertutup dan anti perubahan,” ungkapnya.

Maka dengan sendirinya khalayak dapat menilai bahwa orang kreatif lebih independen dibanding orang yang selalu kontraproduktif  yang selalu bergantung pada orang lain dalam tiap episode kehidupannya.

Maka, tak heran jika banyak orang mendamba menjadi kreatif. Lalu, apa saja yang bisa dilakukan untuk mendapatkan ide kreatif dalam usaha?

Lima (5) hal ini yang dilakukan maulana untuk mendapatkan ide kreatif dalam usahanya

Pertama, Diskusi & brainstorming. Proses ini penting untuk mendapatkan Feedback dari orang lain tentang kelebihan dan kekurangan, serta mendapatkan pandangan yang berbeda. Hal ini menjadi semacam antisipasi kegagalan di awal proses pencarian ide kreatif. Kedua, perbanyak berselancar di dunia maya yang konstruktif dan berhubungan dengan kreatifitasmu.

Lalu yang ketiga, “tingkatkan budaya membaca,” kata Adhitya memberi saran. “Kita bisa belajar dari orang-orang hebat dunia yang rata-rata membaca 40 buku dalam setahun. Buku itu memancing banyak ide-ide gila dari orang tak terduga,” katanya.

Libatkan juga ekosistem yang mendukung Anda untuk maju dan berkembang. Ini langkah keempat. Menurut Adhitya, ekosistem ini penting, misalnya selalu memilih bergaul dengan orang-orang yang memiliki visi yang sama. Ekosistem ini akan menjadi support sytem (sistem daya dukung) yang penting dalam membangun usaha.

Poin yang kelima adalah berlatih untuk lebih terstruktur dan terorganisasi. Rapi. “Mulailah untuk menata diri dan disiplin. Hal ini akan membantu Anda menemukan pola sukses dalam usaha. Tanpanya, mustahil usaha bisa jadi besar dan maju,” kata Adhitya.

Reading Time: < 1 minute

Yogyakarta menjadi Ibu Kota Indonesia dari 1946-1950. Saat itu banyak hal terpusat di Jogja, film adalah salah satunya. Negara memainkan peran penting dalm dunia perfilman nasional. Negara menyediakan alat produksi, membangun saluran distribusi, serta mendirikan lembaga film. Bagaimana Yogyakarta saat menjadi ibukota film indonesia? Simak diskusinya di sini.

PSDMA Nadim Ilmu Komunikasi UII kembali menggelar diskusi dengan judul Yogyakarta sebagai Ibukota Film Indonesia.

Kali ini PSDMA Nadim berkolaborasi dengan Konsorsium Nasional Sejarah Komunikasi (KNSK).

Turut menghadirkan Dyna Herlina Suwarto sebagai pembicara.


Supaya tidak tertinggal, catat waktunya, ya!

Hari: Sabtu, 24 April 2021
Pukul: 15.00 wib
Zoom:

 

Reading Time: 2 minutes

Hari jadi selalu menjadi momentum refleksi dan proyeksi. Begitu pula yang dilakukan sivitas akademika FPSB UII pada puncak miladnya yang ke 26. Beragam pencapaian, apresiasi, prestasi, dan pembelajaran dalam Milad FPSB ke 26 pada Kamis (15/4/2021), ini.

Milad FPSB ke-26 kali ini mengangkat tema “Menjadi Kreatif dan Produktif di Era Disruptif,” sebut Diana Rahma Qodari, pembawa acara. Agenda Milad, berdasar susunan acara, dimulai dari Laporan Perkembangan FPSB UII oleh Dekan FPSB UII-Fuad Nashori, Pengumuman Anugrah Prestasi mahasiswa FPSB UII, Pengumuman Anugrah Prestasi Dosen dan Karyawan FPSB UII, dan Studium General.

Pada kesempatan ini, beberapa anggota keluarga besar Komunikasi UII meraih penghargaan. Misalnya, Narayana Mahendra P meraih Juara 1 Dosen Berprestasi dalam Anugrah Prestasi Dosen FPSB UII. Lalu Ida Nuraini Dewi KN sebagai juara II, dan Puji Rianto meraih juara III.

Penilaian Dosen Berprestasi ini berdasar dari nilai kinerja dua semester tiap jurusan/ prodi. Misalnya Raden Narayana Mahendra Prastya banyak menerbitkan artikel jurnal. Ia pada 2020, menerbitkan artikel tentang Jurnal yang membahas tentang peristiwa terorisme di New Zealand dan Sri Lanka berjudul Framing analysis of government crisis communication in terrorist attacks (Case in New Zealand and Sri Lanka). Sebelumnya, ia juga menjadi Dosen Berprestasi FPSB UII pada 2019.

Sedangkan Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih pada 2020 aktif juga dalam menulis. Salah satunya menulis soal Kebijakan redaksi media dalam pemberitaan haji di jurnal nasional. Ia juga menulis dalam salah satu bab dalam buku tentang covid-19 di website pemerintah. Sedangkan Puji Rianto yang meraih Juara 3 banyak menulis publikasi di jurnal dan menerbitkan satu modul yang membantu proses perkuliahan dengan modul bertajuk metode riset kualitatif.

Tak hanya dosen, mahasiswa Komunikasi UII juga menggondol pencapaian menarik. Misalnya Muthia Rahma Syamila, mahasiswa Komunikasi UII program internasional yang diganjar penghargaan Kategori Bidang Kesenian/ Karya kreatif. Lalu pada penghargaan Kategori Bidang Akademik diberikan pada mahasiswa Komunikasi UII bernama Ajeng Putri.

 

Reading Time: 2 minutes

Memulai wirausaha sebaiknya berbasis riset. Riset yang berkualitas pada gilirannya akan menentukan tingkat kreatifitas dan seberapa inspiratif usaha yang kita tekuni. Tapi, itu saja tidak cukup. Wirausahawan harus mengetahui empat langkah ini agar dapat menjadi wirausahawan yang kreatif dan inspiratif. Be a creativepreuneur!

“Peluangnya masih besar untuk membuat usaha di era digital ubu bisa mulai dr dropsipper, reseller, trus meningkat,” kata Adhitya Maulana, Chief Operation MAHIR dalam Studium General pada Milad ke 26 FPSB UII pada Kamis 15 April 2021.

Maulana memberikan empat (4) langkah menjadi creativepreneur dalam studium general bertema Cara Kerja Kreatif dan Inspiratif kamis lalu. Studium General ini adalah puncak dalam rangkaian Milad Ke 26 FPSB UII yang mengambil tema besar Menjadi kreatif dan produktif di era disruptif.

Apa saja langkah-langkah menjadi creativepreneur itu?

Langkah pertama, pilih bidang usaha yang menyenangkan diri. Maulana menjabarkan pemilihan bidang penting sesuai dengan beberapa kriteria yang menyenangkan dan menguntungkan. Misalnya, sesuai hobby/interest, sesuai keahlian, dibutuhkan/on demand, dan menyandarkan pada riset. Maulana menggarisbawahi tentang membudayakan riset supaya apa yang kita tawarkan dan hasilkan selalu research based. “Jadi, bisnisnya punya data yang valid, bukan sekadar ‘kayaknya’ bakal laku,” kata Maulana.

Langkah kedua yaitu kreatif & inovatif. Setelah menentukan bidang usaha, langkah kedua menurut Adhitya Maulana, adalah proses kreatif dan dan inovatif. Membuat usaha baru, haruslah berbeda. Misalnya usaha yang belum pernah ada sebelumnya tetapi produk atau jasanya, sudah diriset adalah kebutuhan ‘pasar’. Jadilah yang pertama (pionir) dan berbeda dari usaha yang lain.

Akan tetapi, sebuah usaha kreatif tidak melulu harus jenis usaha yang baru. Usaha lama pun bisa diinovasi disesuaikan dengan jaman atau segmentasi pasarnya. Usaha ini biasanya usaha lama yang diinovasi dengan pendekatan berbeda dan disesuaikan dengan segment pasar. Misalnya jasa ojek yang dulu digunakan secara konvensional, sekarang diinovasi menggunakan pendekatan baru melalui aplikasi ojek online.

“Kreatif inovatif nggak harus selalu baru, tapi bisa dengan pengembangan dan pendekatan beda,” jelas Adhitya Maulana.

Sedangkan langkah ketiga adalah memiliki skill set atau perangkat keahlian. Membuka usaha tidak harus memiliki semua keahlian sekaligus. Setidaknya, kita bisa satu persatu mempelajari beberapa keahlian dasar untuk menunjang bisnis yang akan kita jalankan. Beberapa keahlian utama yang wajib dimiliki adalah keahlian teknis, manajerial, komunikasi, pemasaran & penjualan, Creative & Critical thinking skill (mindmapping), dan literasi digital.

Lalu adalah Creative Thinking sebagai langkah keempat.  “Ini 100% murni pengalaman saya,” ujar Maulana. Tahap mencari ide kreatif untuk memulai usaha ternyata gampang-gampang susah. Mudah karena itu hal sepele yang bisa didapat hanya dengan ngobrol atau berkhayal. Susah karena bisa saja banyak ide yang muncul, sehingga sulit mau memilih yang mana dan kadang diliputi rasa takut produknya bakal laku atau tidak. Lalu tentu saja juga kreatif mencari permodalan & pendanaan untuk memperbesar usaha jadi kunci.

 

Reading Time: < 1 minute

Program Studi Ilmu Komunikasi UII kembali menggelar diskusi bulanan.

PSDMA Nadim, Komunikasi UII, mengundang Kavca Diosaputra, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UII 2016, sebagai pembicara. Dio adalah mahasiswa Komunikasi UII dari klaster riset komunikasi geografi.

Kali ini Dio akan berbicara tentang riset yang pernah dilakukan, bagaimana konstruksi kelas menengah dalam ruang konser di majalah Rolling Stone Indonesia.

Jangan lupa merapat pada hari Jumat, 16 April 2021. Pukul 13:00 WIB. Via Zoom, ya!

Reading Time: 2 minutes

Orang kadang kala ingin selalu terlihat sempurna. Malu jika terlihat buruk. Tapi tahukan bahwa hal tersebut malah justru menghambat proses belajar? Terlebih jika berbicara dalam bahasa Asing. Secara psikologis, orang tak mau terlihat buruk. Jika merasa tidak jago berbahasa Inggris, orang akan cenderung tidak bicara dan memilih diam. “Daripada salah malah malu, mendingan diam aja,” begitu pikiran mereka. Sikap semacam ini justru berbahaya bagi seorang pembelajar.

Membuat kesalahan justru merupakan hal paling penting dalam proses belajar. Bisa dibayangkan bagaimana jika kita tidak berani mencoba dan takut membuat kesalahan. Malah justru makin tak pernah belajar.

Membuat kesalahan justru merupakan hal paling penting dalam proses belajar. Bisa dibayangkan bagaiaman jika kita tidak berani mencoba dan membuat kesalahan. Poin penting tersebut disampaikan oleh Zainur Rofiq, salah satu pembicara pada Selasa (6/4/2021), dalam Kuliah Tamu yang diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII kelas internasional. Kuliah Tamu ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa asing bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi yang mengampu mata kuliah English for Communication bersama Dosen pengampu Moch. Muzayyin.

“Don’t worry about making mistakes. Because of it you will make mistakes as a learners. Be patient. This isn’t a one day process,” ujar Zainur, Alumni Program Magister Linguistik (Radboud University Nijmegen, Belanda, pada para mahasiswa Komunikasi UII, dalam bahasa inggris.

Kendala dan Tips Belajar Bahasa Asing

Hal lain yang sering membuat enggan berbagasa Inggris adalah malu dengan logat bahasa Inggris kita yang ‘medok’. Zainur membantah bahwa berbicara bahasa Inggris harus dengan aksen American atau British. “Kita sah-sah saja memiliki akses sendiri. Javanesse English. Bahasa Inggris dengan dialek Jawa. karena India juga punya, orang Australia punya Autralian English, Malaysia juga punya. Santai saja. Kita tidak lahir dan dibesarkan dengan bahasa Inggris atau Amerika. ” kata Zainur.

“Kita sah-sah saja memiliki akses sendiri. Javanesse English. Bahasa Inggris dengan dialek Jawa. karena India juga punya, orang Australia punya Autralian English, Malaysia juga punya. Santai saja. Kita tidak lahir dan dibesarkan dengan bahasa Inggris atau Amerika. ” kata Zainur.

Setelah mampu membuang rasa malu dan takut membuat membuat kesalahan, pembelajar akan mengetahui lebih lanjut untuk memperbaiki kesalahan. Hal lain yang bisa meningkatkan kemampuan kita selanjutnya adalah perbanyak kosakata (vocabulary). Bagaimana caranya? Zainur Rofiq memberikan beberapa cara yang selama ini ampuh dan menyenangkan dalam melalui proses belajar bahasa Inggris.

Salah atu caranya dalah dengan  membaca kita bisa mempelajari banyak kosakata dan  frase. Frase-frase tersebut bisa saja digunakan pada beberapa kondisi yang berbeda. Salah satu kuncinya adalah dengan membaca. Dengan bacaan, kita akan, tanpa kita sadari, mendapat banyak kosakata  sekaligus dimana kata tersebut dikontekskan dengan situasi tertentu. Zainur mengajak untuk membaca satu artikel berbahasa Inggris  dalam sehari.

Menonton dan mendengarkan lagu yang disertai subtitle akan mempermudah kita dalam memperkaya kosakata.  Mendengarkan dan melihat tulisan yang diucapkan dan dilafalkan dalam film atau lagu , akan membantu kita mengerti apa tulisannya dan bangaimana melafalkannya.  Selain itu kita juga bisa menggunakan alat bantu aplikasi yang banyak tersedia di internet seperti Orai, Kimi, atau aplikasi lain yang banyak bisa dicari di Apps Store.

Reading Time: 2 minutes

People sometimes want to always look perfect. Shame if it looks bad. But you know that this actually barriers to the learning process? Especially if speaking in a foreign language. Psychologically, people don’t want to look bad. If you feel that you are not good at speaking English, people will tend not to speak and choose to be silent. “Instead of being wrong, even embarrassed, it’s better to just keep quiet,” they thought. This kind of attitude is actually dangerous for a learner.

Making mistakes is the most important thing in the learning process. It is not a crime for making a mistake. You can imagine what if we didn’t dare to try and were afraid to make mistakes. In fact, we will never learn anymore.

Making mistakes is the most important thing in the learning process. You can imagine how it would be if we didn’t dare to try and make mistakes. This important point was conveyed by Zainur Rofiq, one of the speakers on Tuesday (6/4/2021), in a Guest Lecture organized by the international class of Department of  Communications. This guest lecture aims to improve foreign language skills for Communication’s students who are taking the English for Communication course with lecturer Moch. Muzayyin.

Don’t worry about making mistakes. Because of it you will make mistakes as a learners. Be patient. This isn’t a one day process,” said Zainur, Alumni of the Linguistics Masters Program (Radboud University Nijmegen, Netherlands) to students.

Obstacles and Tips for Learning a Foreign Language

Another thing that often makes us reluctant to speak English is embarrassment by our local English accent. Zainur argues that speaking English should be with an American or British accent. It’s not prohibited to have your own accents. Javanese English. English with Javanese dialect. Because India also has it, Australians have Australian English, Malaysians also have it. Take it easy. We were not born and raised in English or American, “said Zainur.

“It’s okay to have your own access. Javanese English. English with Javanese dialect. Because India also has it, Australians have Australian English, Malaysia also has it. We were not born and raised in English or American. “Zainur said.

After being able to get rid of shame and fear of making mistakes, learners will find out more to correct mistakes. Another thing that can improve our next ability is to increase our vocabulary. How do you do it? Zainur Rofiq provides several ways that so far. effective and fun through the process of learning English.

One way is by reading we can learn a lot of vocabulary and phrases. These phrases can be used in several different conditions. One of the keys is to read. With reading, we will, without us knowing it, get a lot of vocabulary at once where the word is contextualized. Zainur invites you to read one English article a day.

Watching and listening to songs accompanied by subtitles will make it easier for us to enrich vocabulary. Listening and seeing what is spoken and pronounced in film or song, will help us understand what it is written and how to pronounce it. In addition, we can also use application tools that are widely available on the internet such as Orai, Kimi, or other applications that can be found on the Apps Store.

Reading Time: 2 minutes

Kondisi difabel masih sering dianggap sebagai hambatan untuk berkarya. Sejatinya difabel tak ubahnya kebanyakan orang, memiliki kemampuan berbeda masing-masing. Ia bukan terbatas kemampuan (dis-able). Kemampuan tiap orang dapat diasah dengan program yang akomodatif sesuai kebutuhan dan potensinya. Termasuk program pemberdayaan sosial yang selama ini rutin digelar oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII. Seperti apakah program yang melibatkan difabel oleh Komunikasi UII?

Vadhiya Rahma dan empat kawannya dari komunikasi UII angkatan 2018 menerobos stigma difabel. Ia mempelopori pelatihan produksi karya ‘tie dye’ di Komunitas Difabelzone.id. Tujuannya mengembangkan keterampilan dan meningkatkan taraf hidup bagi difabel.

“Ternyata bukan hanya kita yang berbagi ilmu ke mereka, sebaliknya justru kita mendapatkan banyak ilmu dari mereka,” ujar Vadhiya, pada Rabu (31/03/2021), ketika hadir secara daring di diskusi bulanan Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) Nadim, Komunikasi UII. Menurutnya kondisi difabel bukanlah hambatan untuk berbisnis dan berkarya.

Stigma buruk terhadap difabel muncul karena memang masih banyak orang yang tidak mau kenal dan tidak mau tahu. Penggunaan diksi difabel pun sebenarnya belum banyak digunakan. Padahal kata ‘difabel’ (populer dikenal dari kependekan ‘different ability’), sebagai pilihan kata alternatif dibanding kata ‘disabilitas’ (disability) perlu selalu digaungkan.

Program yang ditawarkan Vadhiya dan tim tidak hanya memberikan pelatihan. Setelah hasil karya jadi, produk tie dye dipasarkan melalui media sosial. Program talkshow pun dilakukan. Talkshow bertajuk “How To Start Business in Young Age” memberikan inspirasi bisnis sekaligus upaya branding agar konten dapat menarik pembeli. Sementara itu, Vadhiya dan tim terbesit untuk melanjutkan program ini dengan skala yang lebih besar, seperti bazar online.

Program pelatihan ini juga didukung penuh oleh Komunitas Difabelzone.id yang sangat kooperatif. Disela acara, Irene Juliana salah satu pendamping komunitas Difabelzone.id menuturkan untuk tidak melihat teman-teman difabel sebagai orang yang mempunyai kemampuan terbatas, melainkan kemampuan yang berbeda. Ia juga menceritakan latar belakang berdirinya komunitas Difabelzone.id yang berdiri sejak 2016. Mulanya adalah Irene dan beberapa temannya melihat kurangnya fasilitas yang mengakomodir wirausaha difabel pada pasca program pelatihan keterampilan di salah satu yayasan difabel di Yogyakarta. Difabelzone.id menawarkan diri menjadi ruang alternatif bagi difabel untuk mandiri dan berkarya.

Di akhir acara, Vadhiya berharap program ini bisa menginspirasi siapa saja. Ia pun mengucapkan terimakasih kepada Difabelzone.id karena sudah diberi kesempatan untuk berbagi dan belajar. “Kita diterima dengan baik, makanya kita juga ingin memberikan feedback yang terbaik,” ucap Vadhiya di akhir sesi diskusi.

Reporter/ Penulis: Indria Juwita (Mahasiswa Ilmu Komunikasi UII angkatan 2017, Magang PSDMA Nadim Ilmu Komunikasi UII)

Editor: A. Pambudi W.

 

 

Reading Time: 2 minutes

Conditions with disabilities are still often seen as an obstacle to work. In fact, people with disabilities (diffable) is actually same as most people, have different abilities. They are not dis-able. Each person’s ability can be honed with an accommodating program according to their needs and potention. Including the social empowerment program that has been routinely held by the UII Department of Communication. What is the program involving the diffable by UII Communication’s students like?

Vadhiya Rahma and four of her friends from Deartment of Communication, class 2018 broke through the stigma of disabilities/ diffable person. She pioneered the production training for producing tie dye in the Difabelzone.id Community. The goal is to develop skills and improve the standard of living for diffable person.

“It turns out that not only us who share knowledge with them, on the contrary we get a lot of knowledge from them,” said Vadhiya, on Wednesday (31/03/2021), when she was present online at the monthly discussion of the Center for Alternative Media Studies and Documentation (PSDMA). Nadim, Department of Communications of UII. According to her, diffable persons are not an obstacle to doing business and working.

The bad stigma against diffables arises because there are still many people who do not want to know and do not want to know. The use of diffable diction is actually not widely used yet. Whereas the word ‘diffable’ (popularly known for its short form ‘different ability’), as an alternative word choice compared to the word ‘disability’ (dis-ability) needs to always be echoed.

Training and Marketing

The programs offered by Vadhiya and the team did not just provide training. After the work was finished, tie dye products marketed through social media. A program of talk show was held then. The talk show entitled “How To Start Business in Young Age” provides business inspiration as well as efforts branding so that content can attract buyers. Meanwhile, Vadhiya and her team were determined to continue this program on a larger scale, such as an online bazaar.

This training is also fully supported by the Difabelzone.id Community which is very cooperative. In between the event, Irene Juliana, one of the facilitators of the Difabelzone.id community, said not to see disabled friends as people with limited abilities, but different abilities. She also shared the background of the founding of the Difabelzone.id community which was founded in 2016.

Initially, Irene and some of her friends saw the lack of facilities to accommodate entrepreneurs with disabilities after a skills training program at one of the diffable foundations in Yogyakarta. Difabelzone.id offers itself to be an alternative space for people with disabilities to be independent and work.

At the end of the event, Vadhiya hoped that this program could inspire anyone. She also thanked Difabelzone.id because she had been given the opportunity to share and learn. “We are well received, that’s why we also want to give the best feedback,” said Vadhiya at the end of the discussion session.

Reporter / Author: Indria Juwita ( Department of Communications Student of UII, class of 2017, Internship in PSDMA Nadim, Department of  Communications of UII)

Editor: A. Pambudi W.

 

 

 

Reading Time: 2 minutes

Previous article Click here

Meanwhile, UIN Suka’s experience is different. Prof. Iswandi said that the Communication major of UIN Yogya is the most popular major in PTAI in Indonesia. “Hundreds of applicants can register, but we can only receive 150,” said Iswandi.

Iswandi answered questions from Holy Rafika, UII’s Communication Lecturer, Geographical Communication specialization, about how to differentiate the communication major at UIN in the faculty of social and da’wah faculty.

“At UIN Suka, there is a difference between communication as a science in the Communication major and communication as a technique in the faculty of da’wah and communication,” said Iswandi. According to him, another difference is that in Fishum scientific communication follows the guidelines from the Ministry of Education, while Islamic Broadcasting Communication in the Da’wah Faculty follows the guidelines from the Ministry of Religion.

The difference is again when told by the UGM experience. Since the beginning, UGM has laid the foundation for its Communication major since its name was the Publication Department in 1949. This is the first generation of communication majors in Indonesia. Only then did IISIP and followed by the University of Indonesia. It was only in 1960 Unpad Communications established a similar department.

If the Communication major of Unpad is under Fikom, UIN Communication is under Fishum (Faculty o social and humanitarian), then UGM Communication Major is under FISIPOL (Faculty of Political and Social).

UGM Communication has long changed its name to the UGM Communication Department. Now the development of knowledge in UGM Communication is very much determined by staff who are able to compete for research grants both internally and externally. “Scientific development is more determined by the ability and interest of lecturers in determining the research agenda. This focus on specialization makes UGM’s communication branding even stronger,” said Ngurah. This becomes even stronger especially when it is related to the relationship between the lecturers who continue their studies abroad. Networking is what will determine the direction and improvement of the quality of the study program.