Reading Time: 3 minutes

Vadhiya Rahma Naisya started gathering some materials for tomorrow. She and five other fellow students of the Department of Communications UII held a community empowerment event in the Difabelzone Community, Pandak, Bantul last December, 2020. Even though she was sweating, he never complained. Vadhiya has the principle, if sharing can be a blessing for others, it will gain happiness indeed.

These materials are dyes, cloth, and several other tools for the practice of making tie dye. For those who don’t know about tie dye, they will definitely frown. But it turns out that tie dye has been known for a long time, especially in Java with the name jumputan. Vadhiya said that making tie dyes with these members of difabel zone community is very enjoyable. How could it not be, enthusiasm and the unexpected finish that made the painstaking preparations here and there for about three weeks paid off. 

Strict Health Protocols

Despite the pandemic, they designed the tie dye-making training to be lively. It also going with strict health protocols, Ila, for example. According to Vadhiya’s stories, Mbak Ila, who has a speech disability, was very interested. She also active in following the instructions and practices of making tie dye from Vadhiya and friends. Vadhiya also learned various things, she said. “For example, if Ms. Ila wants to ask about techniques and methods that are not yet clear, Vadhiya will ask Mrs. Irene. From Mrs. Irene’s explanation, I also learned about how to communicate in sign language,” said Vadhiya. 

 

“It feels like the two days of Tie Dye making training are still not enough if we remember the togetherness and kinship here, even when we came home,  it took a long time to say goodbye there,” recalled Vadhiya. “I am happy with the enthusiasm and high willingness to learn from friends in difabelzone community.”

She and the team carried out community empowerment to fulfill the course Non-Commercial Communication Program Management taught by Puji Hariyanti, the lecturer of the Department of Communication, which is an Empowerment Communication specialist. Puji even appreciated the idea of ​​tie dye with the disabled community and hopes that it can be continued again.

 

 

 

How to make community empowerment in the midst of a pandemic?

“Yes, just go with the flow,” she said. “We live like playing. There is no burden. So even though there are those outside the city, we share tasks that can be done from outside the city,” explained Vadhiya. Precisely when you are taken to relax and obey the UII health protocols, everything that feels difficult at first becomes easy. 

“Many people said that people with disabilities are deficient, in fact, I say it was untrue. No, that really is friends with disabilities. It has many advantages,” said Irene Juliana, a companion community of difabelZone.id. 

Vadhiya revealed that in the previous time, difabelzone community, that was founded in 2016, has long been able to make batik. You can see how neatness and their perseverance. “We feel like we can go home for a week, we learn a lot about work,” said Vadhiya during a monthly discussion organized by the Nadim, Center for Alternative Media Studies and Documentation (PSDMA) of the Department of Communications of UII on March 31, 2021. 

Sara Fadila, a member of the empowerment team also said, “Their positive response made me happy. I’m happy to be able to try new things too. They are full of enthusiasm, and that is what impressed me,” she said.

To be Continue at these article’s link

 

Reading Time: 2 minutes

Previous Article Click Here

According to Irene, members of the diffablezone community initially took part in batik activities at the Christian Foundation for Public Health (YAKKUM). One of the teachers was part of difabelzone.id. “In the beginning, they were trained to batik for 3 month, it’s finished. They have no next plan, they were confused. Then Ibu Wuri and I, and another mother, facilitated these members of difabelzone who had good skill. Initially six people.” Irene said. 

After practicing, after two years the community’s works were ready to be marketed. “And thank God, alhamdulillah, we got a free exhibition space in Jakarta and some of our works were bought by the Sri Lankan ambassador. Two months ago, their work also flew to America,” said Irene.

 “In essence, we want to help friends with disabilities to be independent. They can make money and they can help their families,” continued Irene.

How are the sales of batik products going on during the pandemic? 

“We put difabelzone before the pandemic and sold it in Mirota Malioboro, in Baim Wong Batik Store, and in several places. At the time of the corona pandemic, everything stopped. We thought that friends with disabilities had to be able to keep making money,” said Irene explained the impact of the pandemic on this community. 

Finally the sale goes from friend to friend. “So far it is still running,” added Irene.

Later, this community also won the trust of one of the big companies. Their work becomes company merchandise. Slowly it can be finally. “Thank you to UII friends for coming and sharing blessings. Blessings for those who are given and those who give. 

Vadhiya hopes that what they are doing can open the eyes of people who have always looked down upon people with disabilities. “Oh no, we have been so far have no consciousness, unwilling, and unwilling to know about them. Even though when I went there, I had to learn a lot from them. They make batik neat, if you see it is like a very good craft, impeccably” said Vadhiya, appreciating.

Ifa Zulkurnaini, the moderator for Nadim at UII, concluded that the bad stigma of diffable people around us arises because we do not want to know and do not mingle. The introductory process must be natural. “Do it. If it is done sincerely, of course the empowerment will touch our hearts more,” she said closing the discussion.

Reading Time: 2 minutes

Vadhiya Rahma Naisya mulai mengumpulkan beberapa bahan untuk besok. Dia dan lima teman lainnya sesama mahasiswa Komunikasi UII bikin gelaran pemberdayaan masyarakat di Komunitas Difabelzone, Pandak, Bantul pada Desember lalu. Meski peluh mengucur, pantang ia mengeluh. Vadhiya berprinsip, jika berbagi dapat menjadi berkah untuk sesama, tentu itu akan mendulang bahagia.

Bahan-bahan itu adalah pewarna, kain, dan beberapa alat lain untuk praktik membuat tie dye. Bagi yang belum tahu soal tie dye pasti mengernyit. Namun ternyata tie dye sudah dikenal bahkan sejak lama, terutama di jawa dengan nama jumputan. Mengajak teman-teman komunitas difabelzone membuat baju tie dye adalah keseruan tersendiri menurut Vadhiya. Betapa tidak, antusiasme dan hasil akhir yang tak terduga coraknya bikin jerih payah persiapan sana sini selama kurang lebih tiga pekan terbayar.

Meski pandemi mendera, dengan protokol kesehatan ketat, mereka merancang pelatihan pembuatan tie dye jadi semarak. Mbak Ila contohnya. Menurut penuturan Vadhiya, Mbak Ila yang difabel bisu, sangat tertarik dan aktif mengikuti petunjuk dan praktik pembuatan tie dye dari Vadhiya dan kawan-kawan. Vadhiya juga jadi belajar beragam hal, katanya. “Misal kalau Mbak Ila mau bertanya tentang teknik dan cara yang belum jelas, Vadhiya akan bertanya pada bu Irene. Dari penjelasan bu Irene, saya belajar juga soal cara berkomunikasi dengan bahasa isyarat,” papar Vadhiya.

“Rasanya dua hari pelatihan pembuatan Tie Dye masih kurang kalau ingat kebersamaan dan kekeluargaannya, bahkan kami dada-dada waktu pulang itu lama sekali,” kenang Vadhiya. “Saya senang dengan semangat dan kemauan belajarnya yang tinggi dari teman-teman difabel zone.”

Ia bersama tim melaksanakan pemberdayaan masyarakat untuk memenuhi mata kuliah Manajemen Program Komunikasi Non Komersil yang diampu oleh Puji Hariyanti, Dosen Komunikasi UII, spesialis Komunikasi Pemberdayaan. Puji bahkan mengapresiasi ide tie dye dengan komunitas difabel yang berdiri sejak 2016 ini, dan berharap dapat dilanjutkan kembali.

Bagaimana membuat pemeberdayaan masyarakat di tengah pandemi?

“Ya, go with the flow saja,” katanya. “Kami jalani seperti bermain. Nggak ada beban. Jadi meski ada yang di luar kota, kami berbagi tugas yang bisa dilakukan dari luar kota,” jelas Vadhiya. Justru ketika dibawa santai dan menaati protokol, segalanya yang di awal rasanya sulit, menjadi mudah.
“Banyak orang bilang difabel itu kekurangan, justru saya bilang bukan, yang betul adalah teman-teman difabel itu punya banyak kelebihan,” tutur Irene Juliana, pendamping Komunitas Difabel Zone.

Vadhiya mengungkapkan bahwa sebelumnya teman-teman komunitas difabelzone ini telah lama bisa membatik. Dari situ terlihat bagaimana kerapian dan ketekunan dalam berkarya mewujud. “Kami pas pulang itu rasanya pengin bisa seminggu di sana, kami belajar banyak soal berkarya,” kata Vadhiya dalam kesempatan diskusi bulanan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) Nadim Komunikasi UII pada 31 Maret 2021.

 

 

Lanjutan cerita klik di sini

 

Reading Time: 2 minutes

Sambungan dari Berdaya Bersama..

Sara fadila, salah satu anggota tim pemberdayaan ini juga berpendapat. “Respon mereka yang positif sekali membuat saya bahagia. Saya bahagia juga bisa mencoba hal baru. Mereka penuh semangat, dan itu yang bikin berkesan buat saya,” katanya.

Menurut Irene, anggota komunitas difabelzone mulanya ikut kegiatan membatik di Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (YAKKUM). Salah satu pengajarnya adalah bagian dari difabelzone.id. “Awalnya setelah pelatihan tiga bulan, habis itu selesai. Karya mereka mau diapain bingung. Lalu saya, Ada bu wuri, dan ibu yang lain, memfasilitasi teman-teman difabel zone yang punya kelebihan. Awalnya enam orang. Akhirnya nambah terus lagi,” cerita Irene.

Setelah berlatih terus, setelah dua tahun siap karya-karya komunitas ini dipasarkan. “Dan puji tuhan alhamdulillah kami dapat tempat gratis pameran di jakarta dan ada sebagian karya kami dibeli duta besar Srilanka. Dua bulan lalu karya mereka juga ada yang terbang ke amerika,” ungkap Irene.
“Pada intinya kami ingin membantu teman difabel bisa mandiri. Bisa menghasilkan uang dan mereka bisa membantu keluarga,” lanjut Irene.

Bagaimana kabar penjualan produk batik pada masa pandemi?

“Difabelzone sebelum pandemi itu kami titip jual di mirota malioboro, di baim wong, dan ada di beberapa tempat. Pada saat pandemi corona itu semua berhenti. Kami berpikir ini mau tidak mau teman-teman difabel harus bisa tetap menghasilkan uang,” kata Irene menceritakan dampak pandemi pada komunitas ini. Akhirnya penjualan berjalan dari teman ke teman. “So far masih berjalan,” imbuh Irene.

Belakangan, komunitas ini juga mendapat kepercayaan dari salah satu perusahaan besar. Karya mereka jadi merchandise perusahaan. Perlahan-lahan bisa akhirnya. “Terima kasih pada teman-teman UII sudah berkenan datang dan sudah berbagi berkah. Berkat buat yg diberi dan yang memberi.

Vadhiya mengharapkan semoga apa yang mereka lakukan dapat membuka mata orang yang selama ini menganggap difabel sebelah mata. “Oh tidak, kita selama ini yang tidak sadar, tidak mau, dan tidak mau tahu. Padahal ketika saya ke sana, saya yang harus belajar banyak dari mereka. Mereka itu membatik itu rapi, kalau dilihat itu sudah seperti kerajinan yang bagus sekali. Bagusnya tanpa tapi dan tanpa cuma,” kata Vadhiya mengapresiasi.

Ifa Zulkurnaini, pemandu diskusi Nadim Komunikasi UII ini menyimpulkan, stigma buruk pada difabel di sekitar kita itu muncul karena kita yang tidak mau tahu dan tidak berbaur. Proses perkenalan itu harus natural. Tidak dibuat-buat. Kalau itu dilakukan tulus, tentu pemberdayaan akan lebih mengena di hati kata dia menutup diskusi.

Reading Time: 2 minutes

Siyamuromadon adalah bulan dimana manusia meneguhkan ajaran baginda Rassulullah Muhammad untuk menjadi orang yang bertakwa kepada Allah swt. Perintah puasa dibulan ramadhan sampai difirmankan Allah dan diwajibkan bagi semua hambanya. Bulan Ramadhan adalah bulan yang begitu spesial adalah bulan dimana AlQuran pertama kali diwahyukan sekaligus waktu dimana Muhammad pertama kali diangkat jadi nabi setelah bertanahus di Gua Hira.  Quran ini menjadi petunjuk yang memisahkan antara yg haq dan yang bathil.

Fatkhurrohman Kamal bahawa bulan puasa haruslah dipersiapakan. Ia jugamengatakan hal apa yg perlu kita siapkan ketika menjelang ramadhon. Menurut kemal, persiapan yang paling mendasar adalah persiapan mental. “Mental yang patuh, yang taat,” kata Kamal  sebagai penceramah dalam pengajian rutin bulanan FPSB UII pada Jumat (26/3/2021) ini. Kajian bertema Sambut Ramadan, Yuk Persiapan ini dihadiri seluruh sivitas akademika FPSB UII dari kalangan dosen hingga tenaga kependidikan.

Siyam ini memang sangat terlihat nyata ada manusia dalam tataran fisik. Tetapi, bisa dirasakan bahwa puasa tak hanya berpengaruh pada entisas fisik saja. Justru, lebih jauh Allah ingin mengingatkan manusia bahwa manusia juga adalah entitas rohani. “Allah ingin mengingatkan kita yang materi ini pada entitas rohani,” jelas Kamal.

Entitas Rohani yang seperti apa? Entitas yang jauh dari sifat-sifat manusiawi, dan mencapai istikla yaitu naik derajat menjadi posisi yang sangat dekat dengan Allah. “Maka yakinlah ada satu kedamaian luar biasa ketika kita bisa memberi pada orang lain, bisa puasa, dan perintah Allah lainya.  Pada saat itulah kita mengalami istikla,” jelas Kamal. Posisi istikla ini daat mudah diraih jika manusia secara rohani sudah memiliki mental yang patuh dan taat pada Allah, mengingat kepatuhan dan ketaatan adalah hal yang terlihat sepele namun sulit diterapkan oleh manusia.

Untuk sampai pada entitas tersebut, Kamal menjelaskan bahwa manusia membutuhkan suatu persiapan batin yang luar biasa. Maka di akhir ayat yang memerintahkan untuk berpuasa, Al-Baqarah ayat 183 diakhiri dengan  la’allakum tattaqun. Puasa ini tujuan akhirnya adalah agar manusia menjadi bertaqwa seutuhkan kepada Tuhan.  Bertakwa  ini akan memampukan manusia membuat sebuah tameng dari apa yang dikhawatirkan dari siksa dan murka Allah.

Reading Time: 2 minutes

Siyamuromadon is the month in which man strengthens the teachings of the Prophet Muhammad to be a person who fears Allah swt. The command to fast in the month of Ramadan is said by Allah and is obligatory for all his servants. The month of Ramadan is a very special month, the month in which the Qur’an was first revealed as well as the time when Muhammad was first appointed as a prophet after settling in the Cave of Hira. This Quran is a guide that separates between the true and the false.

Fatkhurrohman Kamal that the month of fasting should be prepared. He also says what we need to prepare when it comes to Ramadan. According to Kemal, the most basic preparation is mental preparation. “Mentally obedient,” said Kamal as a speaker in the monthly routine study of FPSB UII on Friday (26/3/2021). The study themed Celebrate Ramadan, Yuk Preparation was attended by the entire academic community of FPSB UII from lecturers to educators.

Fasting is very visible to human beings in the physical level. However, it can be felt that fasting does not only affect the physical entity. Rather, God further wants to remind man that man is also a spiritual entity. “God wants to remind us that this material is a spiritual entity,” Kamal explained.

What is a Spiritual Entity like? An entity that is far from human nature, and attains the term that is to rise in rank to a position very close to God.

“So rest assured that there is an extraordinary peace when we can give to others, can fast, and other commands of God. At that time we experience the term,” explained Kamal. This position of the term can be easily achieved if man spiritually already has a mentally obedient and obedient to God, considering that obedience and obedience is something that seems trivial but difficult to apply by man.

To reach this entity, Kamal explained that human beings need an extraordinary inner preparation. So at the end of the verse that commands to fast, Al-Baqarah verse 183 ends with  la’allakum tattaqun. The ultimate goal of this fast is for human beings to become completely pious to God. This piety will enable man to make a shield from what he fears from the punishment and wrath of Allah.

 

Reading Time: 3 minutes

Setahun belakangan Covid-19 menjadi fokus. Ia mengubah banyak hal. Termasuk pemberdayaan sosial yang selama ini rutin digelar oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII. Mahasiswa dan akademisi, sebagai agen perubahan, adalah aktor utama dalam pemberdayaan dan perubahaan sosial di tengah-tengah masyarakat. Namun kala pandemi mendera, bagaimana pemberdayaan bisa tetap terlaksana?

Salammatul Putri dan empat kawannya dari Komunikasi UII angkatan 2018 hadir dengan solusi digital. Ia menggagas pemberdayaan digital. Sasarannya adalah menerobos beragam kendala dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) kata Salam pada Selasa (23/03/2021). “

Awalnya ada dua ide, tapi akhirnya kami memilih melakukan edukasi literasi digital lewat instagram,” kata Salam, ketika hadir secara daring di Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) Nadim Komunikasi UII. Menurutnya, Ia melihat PJJ selama ini tidak efekti. Apalagi hanya menggunakan WhatsApp (WA), sebuah aplikasi perpesanan terpopuler di Indonesia saat ini versi Laporan Survei Internet Apjii 2019–2020. Selain lewat Instagram, Salam juga berbagi keterampilan menggunakan beragam aplikasi dari Google pada guru-guru dengan protokol kesehatan yang ketat.

Salam dan tim mensistematiskan gagasan pemberdayaannya dengan tajuk Digitalisasi & Pandemi: Kampanye Penggunaan Media Digital di MTSN 1 Pasir Talang, Solok Selatan. Gagasan yang akhirnya diwujudkan satu bulan ini mendapat respon yang tidak sedikit dari peserta diskusi. Misalnya Pambudi, salah satu peserta bertanya, bagaimana proses kemunculan ide ini. Apalagi jika dicermati, antaranggota timnya, bernama sfh_online, saling terpaut jarak karena kebijakan jaga jarak selama pandemi Covid-19. Bagaimana menyatukan ide dengan tim yang berbeda ide dan jarak.

Salam menjawab, ide pemberdayaannya mulanya ada dua. Pertama, kampanye literasi digital SFH. Kedua adalah penguatan UMKM di tengah keterpurukan ekonomi kala pandemi. Namun setelah dilihat dari beragam pertimbangan, Salam dan tim merasa lebih cocok mendapuk SFH sebagai rencana utama dalam pemberdayaan.

Tentunya tak mudah menggarap pemberdayaan sosial yang mulanya luring sekarang secara daring. Salam berbagi tips dan langkah-langkah agar bisa melakukan pemberdayaan digital.

Pertama, Anda harus peka dahulu pada lingkungan. Salam mengatakan peka terhadap lingkungan adalah kunci. “Kita kan makhluk sosial, dengan kepeduliaan kita bisa tahu masalah di sekeliling kita. Barulah kita bisa melakukan pemberdayaan dan menciptakan perubahan,” katanya.

Kedua, lakukan perubahan sekarang. Tidak ditunda. “Ya walaupun sedikit, yang penting bisa bermanfaat di masyarakat,” imbuhnya. Ketiga, “Kita butuh dan membutuhkan orang lain dalam tim. Kunci bekerja dalam tim adalah menghargai pendapat tiap anggota,” paparnya membeberkan pengalamannya berembuk dalam tim. Pandemi tidak bisa menjadi alasan. Banyak sarana yang bisa digunakan untuk berdiskusi menentukan program pemberdayaan. Salam menggunakan Zoom atau juga bertelepon.

Keempat, “ketahui dulu permasalahan dari lokasi atau tempat sasaran pemberdayaan,” kata Salam mewanti-wanti. Pada gilirannya, pemetaan masalah di sasaran pemberdayaan dapat membantu merancang program. Sebaliknya, keliru memetakan, bisa jadi salah pula dalam menentukan program. Salam menjelaskan bahwa pengabdian masyarakat yang ia lakukan di MTSn 1 Pasir Talang, Solok Selatan, ini mengajarkan penggunakan google classroom. Selama ini PJJ dilakukan lewat WA dirasa kurang efektif.

Meski begitu, tidak hanya menggunakan google classroom, melainkan juga pembelajaran fitur google classroom, kahoot, dll. Jadi ada pembelajaran yg tidak monoton atau tidak membosankan kata Salam.

Respon Peserta

Ada pelbagai testimoni dari guru setelah program pemberdayaan ini dilakukan oleh Salam dan tim. Beberapa dari mereka sangat berterima kasih dengan program ini. Tak hanya itu, Salam juga selalu memperbarui perkembangan penggunaan aplikasi para peserta pascapelatihan dan sosialisasi. Di tengah praktik pembelajaran, ada juga guru-guru yang masih bertukar pesan menghubungi dan berkonsultasi ketika ada kendala menggunakan aplikasi.

Misalnya, ada seorang guru yang lupa cara menggunakan aplikasi Kahoot. Ia berikan solusi lewat pesan WA, atau telepon. Salam juga menyarankan untuk mengikuti beragam pembaruan konten di akun instagram Sfh_online.

Salam berpesan pada seluruh mahasiswa Komunikasi UII, program sosial seperti ini harus terus dilakukan. Sebab sangat penting dan memberi solusi atas beragam permasalahan masyarakat. “Kalau ada pemberdayaan lain, lakukan semaksimal mungkin, karena ke depannya itu akan banyak berguna untuk kita semua, nantinya,” pesan Salam di akhir sesi diskusi.


Reporter/ Penulis: Indria Juwita (Mahasiswa Ilmu Komunikasi UII angkatan 2017, Magang PSDMA Nadim Ilmu Komunikasi UII) dan A. Pambudi W

Reading Time: 2 minutes

Pandemi menjadi tantangan baru bagi sekolah. Pasalnya, belum semua guru memiliki keterampilan dan literasi digital yang memadai dalam menggunakan media pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sekolah daring menjadi kendala. Belajar menjadi kurang efektif. Maka dari itulah pemberdayaan digital bertajuk School From Home (SFH) hadir menjawab tantangan tersebut.

Salammatul Putri, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UII Angkatan 2018, mengatakan, bahwa PJJ selama ini menuntut guru dan siswa harus mampu tak hanya beradaptasi melainkan juga berkreasi dan berinovasi di tengah pandemi. Jika tidak, belajar di sekolah bisa berujung kebosanan bahkan ketidakefektifan. Salam, karenanya, bersama keempat rekannya sesama mahasiswa Komunikasi UII, berinisiatif membuat program Literasi Digital di MTSN 1 Pasir Talang, Solok Selatan.

“Program ini adalah salah satu bentuk pemberdayaan yang diharapkan memberikan manfaat dan menciptakan perubahan pembelajaran di tengah PJJ,” kata Salam, pada Selasa (23/03/2021), via Zoom Meeting dalam diskusi bulanan Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) Nadim Komunikasi UII.

Salam menuturkan, “Mulanya idenya beragam. Saya sempat riset kecil-kecilan. Saya lihat sistem pembelajaran di sekolah sepupu saya hanya menggunakan media WhatsApp,”  Ujar Salam, dalam diskusi berjudul Digitalisasi & Pandemi: Kampanye Penggunaan Media Digital di MTSN 1 Pasir Talang, Solok Selatan.

Apa yang Salam dan kawan-kawannya lakukan adalah hasil dari matakuliah Manajemen Program Pemberdayaan Nonkomersil. Program pemberdayaan ini dilakukan dengan dua model. Pertama, dengan melakukan kampanye literasi digital penggunaan beragam aplikasi digital untuk mempermudah PJJ. Kedua, dengan sosialisasi dan pendampingan penggunaan aplikasi digital untuk pembelajaran di MTSN 1 Pasir Talang.

Lewat Daring dan Luring

Salam dan tim kemudian berinisiatif membuat konten literasi digital di Instagram bernama sfh_online. Konten-konten ini mencoba mengatasi kendala-kendala PJJ yang selama ini bersliweran di jagat maya. Salam juga bekerja sama dengan Komunitas Remaja Solok Selatan bernama Share To Care untuk membantu mempromosikan konten-konten tersebut.

Program yang dilaksanakan selama satu bulan ini memuat konten instagram yang beragam. Misalnya, ada konten soal tips penggunaan aplikasi Google Classroom, tips belajar dan sukses menghadapi ujian, dan juga beberapa konten menarik seperti curhatan pelajar selama bersekolah di tengah pandemi. Curhatannya variatif. Mulai dari sakit mata hingga sakit pinggang.

Kemudian ada pula konten fakta unik dan kata motivasi. Tujuannya agar menambah pengetahuan pelajar dan memotivasi siswa agar belajar terasa menyenangkan. Tentu tidak melulu tips, ada juga kuis. Kutipan-kutipan inspiratif dari tokoh-tokoh besar juga tak ketinggalan.

Selain kampanye digital, sosialisasi juga dilakukan guna memperkenalkan aplikasi belajar mengajar online kepada guru di sekolah. Aplikasi itu misalnya Google Classroom dan Google Meet. Tak hanya itu, guru-guru MTSN 1 Pasir Talang juga berlajar bersama membuat kuis lewat aplikasi Kahoot. Berjalan beberapa hari, dampak dari program Salam dan tim mulai dirasakan. Ada perubahan sedikit demi sedikit dari proses belajar mengajar. Guru-guru mulai ada yang telah menggunakan aplikasi online yang Salam perkenalkan. Guru dan siswa juga belakangan juga memberi respon baik. Mereka melontarkan ucapan terima kasih atas manfaat pengetahuan sekaligus keharuan atas manfaat dari program pemberdayaan ini.


Reporter/ Penulis: Indria Juwita (Mahasiswa Ilmu Komunikasi UII angkatan 2017, Magang PSDMA Nadim Ilmu Komunikasi UII)

Editor: A. Pambudi W

Reading Time: < 1 minute

Program Studi Ilmu Komunikasi UII kembali menggelar diskusi bulanan.

Turut mengundang Pembicara kali ini adalah:

Vadhiya Rahma N. ( Mahasiswi Ilmu Komunikasi UII 2018)

Kali ini Vadhiya akan berbicara tentangpengabdian yang pernah ia lakukan
bersama teman-teman dalampendampingan pembuatan tie dye
di komunitas Difabelzone.id.

 

Jangan lupa merapat pada:
hari Rabu, 31 Maret 2021.
Pukul 14:00 WIB.

Via Zoom, ya!

 

Tautan:

Reading Time: 2 minutes

Personal Branding bukan perkara narsis semata. Personal branding akan mendokumentasikan siapa diri kita dan orang tidak perlu banyak bicara tentang diri kita. cukup hanya memberikan satu link akun sosial media, orang akan tau siapa kita. Hal ini akan menjadi bahan pertimbangan mereka untuk bekerjasama dengan kita atau tidak.

Personal branding sama corporate branding itu harus. You have your personal branding, personal values. Apalagi sekarang musim linked in,” kata Samuel Halim (Founder MC. MD Groovy Group Indonesia) dalam Kuliah pakar Prodi Komunikasi UII Sabtu, 20 Maret 2021. Kuliah pakar ini diawali dengan topik hangat tentang pencitraan diri (personal branding).

Kelas Kuliah pakar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia, ini mengundang dua orang ahli yang sudah lama berkecimpung di dunia profesional baik nasional maupun multinational. Kuliah pakar yang bertajuk ‘Virtual Expert Class’ Managemen Komunikasi Komersil dalam Dunia Kerja ini menghadirkan Wahidah Oktavia selaku Public Relation PT. Paragon Technology Innovation (Wardah) dan Samuel Halim (Founder MC. MD Groovy Group Indonesia) sebagai pembicara. Acara ini dipandu oleh Fanti Pratiwi Meita (Dosen Mata Kuliah Manajemen Program Komunikasi Komersil, Komunikasi UII) dan dimoderatori oleh Ibnu Darmawan (Dosen Dosen Mata Kuliah Manajemen Program Komunikasi Komersil, Program Internasional, Ilmu Komunikasi UII).

Selain personal branding, Samuel juga mengingatkan untuk tidak memberikan pencitraan yang kosong.

Samuel kemudian memberikan pengalamannya saat pitching dengan perusahan Pocari. Pihak Pocari, perusahaan yang akan bekerja sama dengan Groovy saat itu, bertanya tentang perusahaan Jepang apa saja yang pernah bekerjasama dengan mereka. Samuel menjawab ia pernah bekerjasama dengan Rinnai dan Meiji. “Dan mereka benar telpon Meiji. Kamu gimana dulu pernah kerja bareng groovy, kondisi interna mereka . Jadi calon client nggak mau dong percaya aja gitu aja. Jadi kita perlu liat bagaimana dia di perusahaan lain.”

Satu hal yang tidak kalah penting, Samuel juga menggarisbawahi tentang chemistry dengan client. Pria yang pernah rugi ratusan juga karena pengelolaan keuangan yang tidak akuntable itu menjelasakan bahwa pihak klien akan lebih memilih EO yang sudah memiliki visi yang sama walaupun harus mengeluakan uang lebih banyak. “karena mereka taau, pasti hasilnya tidak akan jauh dari apa yang mereka ekspektasikan,” ungkap Samuel.