Konferensi

Dua pengajar dari Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) bulan lalu berkesempatan mempresentasikan hasil risetnya di Sydney, Australia. Konferensi bertajuk “Indonesia Council Open Conference (ICOC) 2023” yang diselenggarakan oleh The Sydney Southeast Asia Centre at the University of Sydney and Humanitarian and Development Studies at Western Sydney University pada 25-27 September 2023.

Tema yang dipilih dalam ICOC 2023 adalah “Indonesia 25 Years On”, tema ini dipilih untuk menandai seperempat abad penolakan otoritarianisme di Indonesia setelah lengsernya Presiden Suharto pada Mei 1998.

Riset-riset yang dilakukan oleh para akademisi di berbagai disiplin ini diharapkan mampu menjawab kondisi Indonesia masa kini setelah jutaan orang turun ke jalan melakukan protes atas kekacauan ekonomi dan sosial masa itu.

Dua dosen yang berkesempatan mempresentasikan hasil risetnya adalah Dr. Herman Felani Tandjung, S.S., MA dan Dr. Subhan Afifi, S.Sos., M.Si.

Setidaknya ada tiga riset dari Prodi Ilmu Komunikasi UII yang dipresentasikan pada ICOC 2023, riset-riset tersebut antara lain “From Agriculture to Tourism: The Race of  Villages in the Magelang area to become tourist attractions”,Digital Health Communication in Indonesia: Opportunities and Challenges”, dan “Sousveillance and New Social Control in Digital Democracy in the Present Indonesia”.

  1. From Agriculture to Tourism

Artikel berjudul “From Agriculture to Tourism: The Race of Villages in the Magelang Area to Become Tourist Attractions” merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Dr. Herman Felani Tandjung.

“Banyak desa di Magelang berlomba lomba untuk menjadi desa wisata yang justru menimbulkan masalah lingkungan dan benturan budaya beberapa warga lebih memilih bekerja di wisata dan meninggalkan dunia pertanian,” ungkap Dr. Herman saat menjelaskan hasil risetnya.

Konferensi

The Sydney Southeast Asia Centre at the University of Sydney and Humanitarian and Development Studies at Western Sydney University

Abstrak:

Dalam satu dekade terakhir, penggunaan media sosial yang masif telah mempengaruhi cara desa berinteraksi dengan dengan orang-orang dari daerah perkotaan. Banyak tempat yang dulunya terpencil dan kurang terpengaruh oleh masyarakat perkotaan, kini telah membuka diri terhadap orang luar, yang sering kali dibentuk oleh eksposur di media sosial. Desa-desa di Magelang, Jawa Tengah kini bertransformasi dari desa-desa pertanian menjadi ‘Desa Wisata’ untuk sebagai tempat wisata. Pergeseran ini didorong oleh pemerintah melalui kebijakan top down untuk meningkatkan ekonomi melalui ekonomi kreatif dan pariwisata. Namun, upaya untuk ikut berlomba mencapai status mencapai status ‘Desa Wisata’ tidak diimbangi dengan pembangunan manusia dan peningkatan pembangunan manusia dan perbaikan infrastruktur. Penelitian ini bertujuan untuk membahas perjuangan desa-desa di Magelang untuk menjadi wisata dan kesenjangan yang perlu diatasi.

“ICOC 2023 yang mempertemukan para akademisi dan peneliti dari berbagai disiplin ilmu yang mempunyai minat terhadap Indonesia. Tema ICOC 2023 adalah Indonesia 25 Years On. Dalam ICOC ini saya berkesempatan mempresentasikan hasil riset tersebut,” tambahnya.

  1. Digital Health Communication in Indonesia

Riset berjudul “Digital Health Communication in Indonesia: Opportunities and Challenges” merupakan riset kolaboratif yang dilakukan oleh Dr. Subhan Afifi bersama Puji Rianto, S.I.P, MA yang berhalangan hadir dalam konferensi tersebut.

Konferensi

The Sydney Southeast Asia Centre at the University of Sydney and Humanitarian and Development Studies at Western Sydney University

Abstrak:

Setelah reformasi 1998, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Kementerian Kesehatan telah membuat prioritas untuk merumuskan kebijakan dan strategi komunikasi kesehatan yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku kesehatan individu dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan, strategi, dan implementasi komunikasi kesehatan digital di Indonesia, dengan fokus pada identifikasi peluang dan tantangan. Untuk mencapai tujuan tersebut, studi ini mengumpulkan data melalui analisis dokumen dan media komunikasi kesehatan digital yang diproduksi oleh Kementerian Kesehatan, dan wawancara mendalam mendalam dengan para pemangku kepentingan komunikasi kesehatan di Indonesia. Secara khusus, studi ini mengidentifikasi kebijakan dan strategi komunikasi kesehatan yang dirumuskan, karakteristik media dan konten komunikasi media dan konten komunikasi digital yang dikembangkan, menilai tingkat partisipasi masyarakat dan menyoroti hambatan dalam mengimplementasikan strategi komunikasi kesehatan digital yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia.

  1. Sousveillance and New Social Control in Digita; Democracy in the Present Indonesia

Riset ini juga dilakukan oleh Dr. Subhan Afifi bersama Puji Rianto, S.I.P, MA. Fokus riset ini adalah ketidakpercayaan publik terhadap polisi dan melihat bentuk sousveillance dalam konteks demokrasi digital.

Abstrak:

Tagar #percumalaporpolisi, yang berarti “percuma melapor ke polisi” menjadi menjadi trending topic di media sosial baru-baru ini. Tagar ini telah menjadi simbol gerakan di kalangan netizen Indonesia dalam melawan institusi kepolisian yang korup. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bentuk-bentuk sousveillance dalam konteks demokrasi digital di Indonesia dan untuk mengidentifikasi sejauh mana dalam mengoreksi pelanggaran hukum dan menegakkan hukum. Melalui penelitian kuantitatif, penelitian ini penelitian ini mencoba untuk mengajukan investigasi mendalam tentang praktik sousveillance dalam demokrasi digital di Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa tidak semua praktik tersebut berhasil membuat perubahan yang lebih baik. Namun, ada harapan yang berkembang untuk kontrol akar rumput dalam demokrasi Indonesia yang sedang mengalami kemerosotan. Studi ini juga menemukan beberapa faktor yang saling terkait yang menentukan efektivitas sousveillance seperti indikator media antar-agensi, kepentingan yang terlibat, aktor dan pihak yang berpengaruh dalam pengawasan.

“Alhamdulillah, melalui ICOC 2023 kami berkesempatan mempublikasikan hasil penelitian, sekaligus mengembangkan jejaring kerjasama dan kolaborasi riset secara internasional. Semoga memberikan kemanfaatan yang besar untuk semua. Terimakasih untuk Prodi Ilmu Komunikasi yang sudah memfasilitasi kegiatan ini. Jazakumullah khairan,” pungkas Dr. Subhan Afifi.

Naruto

Setelah deklarasi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam perhelatan pesta politik 2024 pemberitaan di berbagai platform dipenuhi dengan informasi seputar kandidat.

Informasi semakin beragam dan unik dalam membungkus berita terkait capres dan cawapres Pemilu 2024. Berbagai media pemberitaan membagikannya ke media sosial termasuk Instagram. Berita-berita unik tersebut menyajikan informasi terkait Gen Z yang mendominasi pemilih di Pemilu 2024, seputar zodiak, hingga Konoha.

Dengan informasi yang unik tersebut, nampaknya musim politik kali ini akan semakin menarik dan banyak obrolan canda tawa bagi pengguna media sosial.

Jika tak berubah pesta politik di Indonesia akan digelar pada 14 Februari 2024. Tercatat ada tiga pasang kandidat yang maju untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Nama-nama tersebut antara lain Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka, Ganjar Pranowo bersama Mahfud MD, dan Anies Baswedan bersama Muhaimin Iskandar.

Menariknya, beberapa media tak hanya mewartakan kapasitas dan visi misi para calon kandidat, melainkan banyak informasi yang dibalut dengan guyonan, mitos, hingga cocoklogi seperti istilah Konoha.

Lantas mengapa muncul hal unik yang mungkin tak terjadi pada musim politik di tahun-tahun sebelumnya?

Benarkah Gen Z Mendominasi dalam Pemilu 2024?

Istilah Gen Z sering muncul pada musim politik kali ini, berbagai media menyebutkan jika jumlah pemilih pada Pemilu 2024 akan didominasi mereka. Benarkah demikian?

Mengutip dari Databoks Katadata, jumlah pemilih dalam Pemilu 2024 didominasi oleh Gen Z dan Milenial. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2024 yang jumlahnya sebanyak 204.807.222 pemilih.

Sebenarnya jumlah pemilih paling banyak adalah Milenial yakni 66,8 juta pemilih, disusul Generasi X 57,5 juta pemilih, dan ketiga Gen Z yang mencapai 46,8 juta pemilih. Sementara pemilih Baby Boomer sebanyak 28,1 juta, terakhir Pre-Boomer 3,6 juta pemilih.

Namun, mengapa Gen Z dianggap mendominasi? Sebenarnya batasan antara tahun kelahiran Gen Z awal dengan Milenial generasi akhir agak sedikit rancu. Jika Kemendikbud menyebut Gen Z adalah mereka yang lahir pada rentang tahun 1997-2012, berbeda dengan data KPU yang menyebut Gen Z adalah mereka yang lahir pada 1995 hingga 2000an.

Ada penggabungan jumlah Gen Z dan Milenial sehingga dianggap menjadi pemilih paling banyak atau mendominasi di Pemilu 2024.

Ditambah karakteristik dalam menggunakan media sosial antara Milenial akhir dan Gen Z tak jauh berbeda. Gen Z menggunakan media sosial untuk mencari berbagai informasi termasuk berita terkini. GWI, Lembaga market research USA menyebut jika Gen Z menggunakan media sosial untuk mencari jawaban. Mereka lebih memilih TikTok dan Instagram daripada Google untuk mendapatkan informasi dan saran.

Melansir dari IDN Research Institute, menyebutkan 5 topik yang paling banyak dibaca dan dicari oleh Gen Z di media digital adalah News and Politics sebanyak 20%, Entertainment 18%, Sports 11%, Education 8%, dan Music 8%.

Dengan dominasi pemilih Gen Z dan Milenial pada musim politik kali ini, tak hanya orasi kandidat yang merebut hati mereka melainkan pemeberitaan juga mengikuti preferensi Gen Z dan Milenial.

Pemberitaan Unik di Media Sosial

Pemberitaan unik turut menghiasi media sosial, beberapa media mempublikasikan berita tentang zodiak masing-masing kandidat hingga negeri Konoha yang diidentikkan dengan Indonesia.

Dalam media online Mojok.co, pihaknya membagikan informasi unik di akun Instagram dengan judul “Seberapa Cocok Capres dan Cawapres Dilihat dari Zodiaknya?”, dalam unggahan itu menyebutkan jika Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar merupakan pasangan Taurus dan Libra analisis Mojok menyebutkan “Saling melengkapi dan dapat mengambil keputusan bersama. Taurus dan Libra juga dapat saling mengandalkandan kepercayaan antara keduanya sangat baik”.

Selanjutnya, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD adalah pasangan Scorpio dan Taurus. Mojok menuliskan “Scorpio dan Taurus punya kedekatan yang alami saling tarik menarik. Scorpio dan Taurus akan saling menghargai prioritas masing-masing”.

Terakhir, pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka adalah pasangan Libra dengan Libra. Analisisnya menyebut “sesama Libra dapat menjadi pasangan yang serasi dan bertahan lama. Mereka saling menghargai dan dapat saling memahami satu sama lain”.

Tak hanya analisis saja, Mojok juga membagikan karakter zodiak masing-masing capres dan cawapres mulai seperti tidak menyukai konflik, ambisius, hingga tidak mudah menerima hal baru.

Unggahan pada 25 Oktober 2023 itu telah disukai lebih dari 2.700 pengguna Instagram, serta lebih cari 170 komentar.

Berbagai komentar justru menganggap hal ini bukan sebagai hal buruk melainkan guyonan yang menghibur.

“Persetan dengan rekam jejak dan program kerja, tidak menutup kemungkinan akan ada yang memilih berdasar zodiak,” tulis akun @pra_diptajati.

“Besok tambahin menurut Shio, golongan darah, weton, MBTI+data menurut ramalan tarot. Lumayan biar para fans berantemnya tambah seru,” tulis akun @antonying.

Ternyata, sehari sebelumnya media online Tempo.co juga mengunggah konten yang sama pada akun Instagram resminya dengan judul “Zodiak Capres-Cawapres di Pemilu 2024”. Unggahan itu disukai lebih dari 6.600 pengguna Instagram, dengan lebih dari 500 komentar.

Tak terlalu menuai kontra, netizen justru menganggap informasi ini lebih menghibur dan diterima tanpa banyak adu mulut di kolom komentar antar pendukung.

“Mungkin maksud Tempo, zodiak lebih masuk akal dibanding janji-janji politikus,” tulis akun @rima_julianii.

“Seger banget postingannya min, sukak sering-sering dong,” tulis @emilapalau.

“Si paling romantis dan paling setia mendominasi bursa Presiden tahun ini,” tambah akuan @garryrudolf_.

Beranjak dari informasi zodiak, hal menarik lain adalah soal cocoklogi antara Indonesia dengan Konoha. Lantas mengapa Indonesia disebut Konoha?

Menurut artikel yang dipublish oleh Tempo 21 Februari 2023, negara Indonesia disebut sebagai Konoha karena adanya banyak kesamaan antara Indonesia dengan Konoha. Konoha merupakan desa fiksi dalam serial anime Naruto Shippuden. Kemiripan ini meliputi masyarakat yang beragam hingga jumlah pemimpinnya. Disebutkan jika Konoha memiliki 7 orang pemimpin yang disebut Hokage, kemudian tujuh karakteristik Hokage itu dicocoklogikan dengan para presiden Indonesia. Tak heran jika kali ini Presiden Jokowi diibaratkan sebagai Naruto, sementara Gibran dianggap sebagai Boruto. Selengkapnya https://dunia.tempo.co/read/1694022/kenapa-indonesia-disebut-negara-konoha-ini-alasannya.

Baru-baru ini Kumparan, juga memproduksi konten dalam Instagramnya “Ada Apa Antara Gibran & Naruto?”, dalam unggahan dengan format video reel itu Gibran diwawancarai dengan pertanyaan “suka nonton Naruto?” Gibran menjawab “suka tapi sudah tamat” selanjutnya ditanya terkait ketertarikannya dengan Naruto hingga penjelasan keterkaitan Indonesia dengan Konoha.

Konten itu telah ditonton 701 ribu, dengan 32 ribu likes, 997 komentar, hingga lebih dari 5 ribu kali dibagikan oleh pengguna Instagram.

Menurtut salah satu Gen Z generasi awal yakni Annisa Putri Jiany yang mengikuti sering mencari informasi politik di Instagram dan TikTok menyebut jika pengemasan kumparan dalam menceritakan Gibran cukup menarik.

“Gibran mencalonkan diri, menyampaikan visi misi ke depan selaras. Kumparan, ngulik Gibran dari hobi anime konten kampanye. Pengemasan promosi dan kampanye dengan wawancaranya menarik dari TikTok. Termasuk Ganjar. Twitter, TikTok, Instagram juga banyak yang menarik,” ujarnya.

Media kurang Akurat Membaca Target?

Konten unik memang menarik dan terbukti ramai dihiasi reaksi dari pengguna media sosial. Namun, jika memang tujuannya menyasar pada Gen Z nampaknya perlu analisis lebih kritis.

Fakta di atas menyebut jika Gen Z menempati posisi ketiga, sementara posisi kedua justru ditempati oleh Generasi X. Sementara media justru berlomba-lomba menyajikan berita yang dikhususkan kepada Gen Z.

Salah satu dosen Ilmu Komunikasi UII, Puji Rianto, S.IP, MA., yang fokus mendalami kajian Komunikasi Politik menyebut jika pemberitaan mesti mempertimbangan analisis kritis agar mampu memproduksi berita yang akurat.

“Saya kira karena ini analisis pemberitaan mesti ada analisis kritisnya. Misal, kenapa media menyasar dan mengangkat tema zodiak dalam pilpres? Apa ini menyesuaikan pembaca? Lalu, bagaimana bisa wacana Gen Z dianggap dominan padahal nyatanya tidak? Media kurang akurat?,” ujar Puji Rianto.

Terlepas dari siapapun capres dan cawapres Indonesia 2024, jika memang benar menggaet masa dari Gen Z maka perlu lebih tahu detail tentang perspektif mereka dalam segi politik.

Hasil riset dengan judul “Gen-Z Perspective on Politics: High Interest, Uniformed, and Urging Political” dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (JISIP), Vol. 11 No. 3 Tahun 2022 yang ditulis oleh Patricia Robin dkk, menyebutkan beberapa poin penting terkait Gen Z yang mendominasi populasi Indonesia.

Ada tiga temuan menarik, pertama, Gen-Z sangat tertarik dengan politik tetapi merasa kurang informasi. Kedua, Gen-Z melihat keberadaan partai politik secara negatif karena banyaknya kasus korupsi. Ketiga, Gen-Z mendesak adanya pendidikan politik.

Dari uraian di atas kira-kira hal menarik apalagi yang akan menjadi pemberitaan media digital menyambut pesta politik 2024 Comms?

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Esai

Salah satu kemampuan yang wajib dimiliki mahasiswa adalah membuat artikel ilmiah hingga esai. Tak jarang beberapa mata kuliah khususnya bidang humaniora mewajibkan mahasiswa membuat esai dalam penilaian akhir.

Mengutip dari Merriam Webster Dictionary, esai merupakan komposisi sastra analitik atau interpretatif yang membahas topik tertentu dengan suduk pandnag terbatas.

Artinya dalam membuat esai poin penting yang wajib diketahui mahasiswa bukan hanya soal topik yang dijelaskan melainkan bagaimana cara menjelaskan suatu topik. Menjelaskan dengan argumentatif dan subjektif penulis.

Pengetahuan dan kemampuan menulis esai sangat dibutuhkan, mengingat dengan pesatnya perkembangan artificial intelligence (AI) yang banyak dimanfaatkan mahasiswa untuk berbuat sedikit nakal dalam menyelesaikannya.

Meski sering terlewat dalam sistem pendeteksi plagiasi, pembuatan esai menggunakan AI ternyata sangat mudah terdeteksi. Hal ini dapat dibaca dari karakter penulisan esai.

Salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Dian Dwi Anisa, S.Pd., MA, menyebut tujuan membuat esai bagi mahasiswa adalah untuk mengukur kemampuan logic mahasiswa dalam menangkap suatu isu.

Dosen yang mengampu mata kuliah Penulisan Kreatif itu juga menyebut esai merupakan bentuk kerja individu yang dapat melatih kemampuan dasar dalam menulis pada mahasiswa seperti menempatkan dan membedakan struktur kalimat mulai dari subjek, objek, dan keterangan.

“Untuk mengetahui dan mengukur logika berpikir mahasiswa dalam merespon isu, serta melatih kemampuan dasar dalam menulis,” ujarnya.

Kultur menulis di Prodi Komunikasi UII sengaja dibentuk sejak awal semester agar terbiasa mengembangkan argumen dengan mengkombinasi data dan fakta. Tujuannya tentu untuk meminimalisir berbagai bentuk plagiarisme.

Tercatat dalam tiga tahun terakhir, ada dua karya dari Prodi Ilmu Komunikasi yang diplagiat oleh institusi pendidikan lain. Tentu hal ini sangat meresahkan bagi penulis utama. Hal ini disampaikan oleh dosen Prodi Ilmu Komunikasi yakni Narayana Mahendra Prastya, S.Sos., MA, beberapa waktu lalu.

Artikelnya yang berjudul “Pemanfaatan Situs Web Resmi Lembaga Pendidikan sebagai Sumber Berita oleh Wartawan Surat Kabar Lokal di Yogyakarta” dalam publikasi Jurnal The Messenger Volume 9, No.2, 2017 diplagiat oleh mahasiswa dari Universitas lain dengan judul “Pemanfaatan Web Resmi Perguruan Tinggi sebagai Sumber Berita oleh Wartawan Media Massa Lokal” yang dipublikasikan pada Jurnal Gunahumas, Vol 2, No 1, 2019.

Mengetahui karya dicuri, Narayana mengambil tindakan protes dan menyertakan bukti kepada penerbit.

“Saya mengirimkan email protes kepada pengeola jurnal Gunahumas dan penulis. Pada email itu saya lampirkan artikel saya dan artikel peniru,” ujarnya.

Atas protes tersebut ia mendapat balasan permintaan maaf dari pelaku, dan take down artikel kepada pihak penerbit. Artikel berhasil di take down pada Juli 2021.

Kasus terbaru juga menimpa Nadia Wasta Utami, S.I.Kom, MA, tugas akhir mahasiswa bimbingannya Vania Taufik Rahmani yang berjudul “Analisis E-Customer Relationship Manamgement BPJS Kesehatan Republik Indonesia pada Mada Pandemi Covid-19 dalam Menjaga Loyalitas Pelanggan”.

Karya tersebut diplagiat oleh AL dan MC dengan judul “Analisis E-Customer Relationship Manamgement BPJS Kesehatan Republik Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19 dalam Menjaga Loyalitas Pelanggan” dan dipublikasikan di Jurnal ResPublica Vol.1, No 3, Maret 2023.

Kasus-kasus plagiarisme seperti di atas diharapkan tidak dilakukan oleh mahasiswa maupun civitas akademika di Prodi Ilmu Komunikasi UII. Untuk menghindari hal demikian perlu dibangun kultur kejujuran sejak dini. Salah satunya intensitas berlatih menulis esai. Namun banyak kendala yang dialami mahasiswa sehingga menganggap menulis esai sangat sulit.

Untuk memudahkan, berikut beberapa tips menulis esai yang dikutip dari laman resmi Students The University of Melbourne.

Tips Menulis Esai

  1. Analisis Topik untuk Memulai Awalan yang Menarik

Esai berisi argumen dan tanggapan, hal pertama yang wajib dilakukan adalah menganalisis topik. Pastikan mahasiswa mengetahui secara detail topik yang akan dijelaskan.

Cara menganalisis dengan cara riset kecil seperti membaca data, jurnal, dan berbagai referensi lainnya. Data dan hasil riset tersebut dapat disajikan menjadi fakta pembuka yang menggugah dan menarik di awal tulisan.

  1. Menentukan Argumen

Menentukan argumen artinya menjelaskan perspektif kita terhadap topik yang disajikan dalam menjawab pertanyaan. Argumen harus diimbangi dengan fakta empiris, sehingga dapat menyajikan dalam bentuk kalimat secara spesifik.

Pastikan sebelum menjawab dengan argumen masukkan konflik, contohnya topik darurat sampah di Yogyakarta. Uraikan secara menarik dan detail fenomena tersebut sehingga mudah menentukan argumen.

  1. Membuat Susunan Koheren

Hal ini menjadi hal dasar yang wajib diketahu, dalam esai terdiri dari pendahuluan, isi, dan kesimpulan. Pastikan untuk menyusun secara koheren.

Pendahuluan bersisi konteks esai, isi adalah pengembangan argumen serta uraian kasus dengan berbagai bukti, sementara kesimpulan biasanya berisi tawaran solusi.

  1. Menuliskan dengan Jelas

Tuliskan kalimat secara jelas dengan poin-poin yang tepat. Pastikan untuk membaca ulang atau editing cermat dan lakukan berulang agar tak ada kalimat yang ambigu.

  1. Megutip Sumber yang Kredibel

Cantumkan dan periksa sumber yang valid dan kredibel. Pastikan bahwa kutipan akurat dan lengkap. Penting bagi mahasiswa untuk membaca Teknik mengutip sumber referensi seperti jurnal, website, hingga buku.

Demikian beberapa tips menulis esai tanpa pusing harus bergantung dengan AI. Yuk, terapkan tips-tips tersebut ya Comms.

 

Kuliah umum

Gen Z adalah generasi yang menjadi masyarakat digital sejak dini, mereka terbiasa dengan akses informasi cepat. Meski dimudahkan, Gen Z dituntut untuk menjadi sosok yang mampu berinovasi dan berprestasi di tengah persaingan yang sangat ketat.

Selain menghadapi persaingan yang ketat, Gen Z kerap mendapat judgement negatif seperti dianggap baperan, tak mampu bekerja sama, hingga anggapan lemah dalam kemampuan resiliensi.

Dalam data yang dipublikasikan oleh GWI, salah satu lembaga market research di USA, disebut bahwa 72 persen Gen Z sangat membatasi diri dengan urusan pekerjaan hingga menganut budaya soft life. Sementara data dari IDN Research Institute, 67 persen Gen Z di Indonesia ternyata bersedia bekerja lembur dan tak masalah dengan sistem hustle culture. Artinya, tak semua Gen Z di Indonesia merepresentasikan judgement negatif di atas.

Di tengah persaingan yang ketat di era disrupsi tentu banyak tantangan yang akan dihadapi oleh Gen Z untuk menyiapkan masa depan cemerlang. Mengutip KBBI, disrupsi adalah sesuatu hal yang tercabut dari akarnya, interupsi pada sebuah proses atau kegiatan yang telah berlangsung secara berkesinambuangan.

Era disrupsi salah satunya terjadi karena perkembangan teknologi digital, sehingga inovasi masif dilakukan dalam segi industri secara global. Ditambah saat ini seluruh masyarakat dunia dihadapkan dengan istilah Society 5.0 atau masyarakat super cerdas yang akan bekerja dan berkaitan dengan Artificial Intelligence (AI).

Era disrupsi berkaitan erat dengan tujuan Society 5.0, di mana masyarakat yang berpusat pada manusia berperan sebagai penyeimbang kemajuan ekonomi melalui penyelesaian berbagai masalah sosial dengan sistem digital. Banyak pihak menyebut bahwa era disrupsi ini adalah tantangan dan proyek kerja yang akan dilakukan oleh Gen Z karena dianggap sebagai generasi yang memiliki passion tinggi terhadap dunia digital.

Hal ini didukung dengan karakter Gen Z yang memanfaatkan media sosial dengan cara yang unik. Dari hasil riset GWI, 3 dari 10 Gen Z menggunakan media sosial sebagai platform mencari inspirasi dan jawaban. Bahkan setengah dari Gen Z memilih TikTok dan Instagram untuk mendapatkan informasi dibandingkan Google. Informasi tersebut mulai dari tren kecantikan hingga keuangan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) melaksanakan Studium Generale dengan tema Berani Berinovasi di Era Disrupsi pada 21 Oktober 2023 di Auditorium Lantai 5 FIAI UII dengan menghadirkan dua pembicara yakni Indra Dwi Prasetyo (The Most Outstanding Youth 2022 Kemenpora RI, Blue Ocean Strategy Fellowship, Co Chair of Y20 Indonesia 2022) dan Muhammad Arrozi (Head of Public Relations Kompas Gramedia sekaligus Alumnus Ilmu Komunikasi UII).

Inovasi dan Berprestasi di Era Disrupsi

Lantas apa yang mesti dilakukan oleh Gen Z agar mampu melakukan inovasi dan berprestasi di era disrupsi?

Muhammad Arrozi dalam kesempatan itu menyampaikan materi terkait Purpose Driven Transformation in Disruption. Ia turut menyampaikan banyak hal soal pengalaman perusahaan tempatnya bekerja untuk bertahan di era disrupsi. Kompas Gramedia, yang berdiri tahun 1965 dengan nama awal Majalah Intisari, melalui berbagai disrupsi hingga kini.

Pihaknya sadar, media massa saat ini kerap diidentikkan dengan media sosial seperti Instagram dan TikTok, karena Gen Z saat ini lebih banyak mencari informasi ke platform-platform tersebut.

“Media massa saat ini tidak diidentifikasi media pers tapi media dianggap sama dengan platform digital,” tandasnya.

Mengalami jungkir balik di industri media, ada satu hal yang konsisten dilakukan Kompas yakni kembali ke tujuan awal untuk bertahan atau sustaining purpose.

Persistence akan banyak trial eror dalam strategi yang kami coba agar tetap pada sustaining purpose yang kami miliki. Tujuan menjadi sangat penting,” ujar Muhammad Arrozi.

Selanjutnya, Indra Dwi Prasetyo menyampaikan materi dengan judul Muda, Beda & Berbahaya. Dalam pembahasan itu ia banyak menyampaikan cara-cara yang bisa dilakukan Gen Z untuk bertahan di era yang tidak nyambung.

Ia memberikan tips agar Gen Z mampu survive meski tak memiliki banyak priviledge dengan memanfaatkan media sosial yang dimiliki. Namun sebelum beranjak, salah satu yang perlu disiapkan adalah mindset dalam diri sendiri.

“Mindset adalah a mental attitude: how we interpreted something. Paradigma bahwa mahasiswa harus pintar itu kuno. Bukan harus berprestasi, kalau ngandalin IQ, saya tidak akan seperti ini. Ada hal lain yang harus dilakukan,” ujarnya.

Daripada merenungi tingkat kecerdasan dan priviledge yang tak kita miliki, ia menyampaikan bahwa Gen Z harus memiliki keinginan growth mindset yang mengimani bahwa kecerdasan itu bertumbuh, aktif dan responsif terhadap kritik, fokus pada proses, menikmati pembelajaran, dan menjadikan kegagalan sebagai peluang.

Ada tiga tips yang dibagikan oleh Indra dalam menutup diskusi tersebut. Untuk menjadi Gen Z yang mampu berinovasi dan berprestasi yakni membaca buku, membuat sistem dan memaksa diri kita untuk melakukan hal baru, dan travelling untuk mendapat pengalaman dan pengetahuan baru.

Itulah beberapa insight terkait Studium Generale 2023. Lantas apa rencanamu ke depan, Comms?

Perpus

Jika menilik data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), secara umum jenjang sarjana didominasi oleh Gen Z. Hal ini didasarkan pada rentang usia Gen Z di tahun 2023 yakni 11 hingga 26 tahun.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas Gen Z saat ini paling banyak adalah menempuh pendidikan hingga menyiapkan karier. Namun, bagi Gen Z yang menjadi mahasiswa semester akhir tentu kesibukan utamanya adalah menyusun skripsi.

Kira-kira topik apa yang menarik digali oleh Gen Z sebagai bahan penelitian skripsi atau tugas akhir? Salah satu caranya adalah dengan mencari isu yang tepat dan menarik bagi Gen Z dan tentu harus relate dengan kehidupan yang tengah dijalani.

Social issues atau isu-isu sosial menjadi sangat menarik digali oleh Gen Z mengingat karakternya yang cukup unik.

Melansir dari laman Oxford Royale, terdapat tujuh karakter unik yang dimiliki oleh Gen Z. Ciri khas tersebut antara lain Gen Z adalah penduduk asli digital, Gen Z merasa dunia yang ditinggali tidak aman, Gen Z cenderung menerima, Gen Z sangat aware dengan kesehatan, Gen Z menghargai privasi, Gen Z juga memiliki jiwa entrepreneur karena khawatir akan masa depan, hingga mampu menempatkan diri setelah menjadi dewasa.

Jika dikaitkan dengan karakter unik tersebut, berikut beberapa social issues yang berkaitan dengan Gen Z dilansir dari laman The Annie E. Casey Foundation (AECF), salah satu lembaga sosial di Amerika Serikat yang fokus menangani isu keluarga, ekonomi, dan anak.

5 Social Issues yang Relate untuk Skripsi Gen Z

  1. Isu Health Care

Health care atau perawatan kesehatan termasuk menjadi masalah utama bagi Gen Z. Riset-riset yang dapat digali antara lain terkait rencana asuransi, efisiensi layanan kesehatan, dan banyak isu lainnya.

Selain itu tren menggunakan layanan kesehatan online ternyata menjadi habit bagi Gen Z. Perusahaan Fierce Healthcare di Amerika menyebut, Gen Z lebih nyaman berbagi informasi pribadi secara virtual.

  1. Mental Health

Data dari American Psycological Association menunjukkan 35 persen Gen Z yang disurvei melaporkan kondisi kesehatan mental memburuk selama pandemi Covid-19. Kesehatan mental Gen Z yang memburuk terjadi karena beberapa alasan termasuk karena berita-berita buruk di dunia. Tentu isu ini dapat digali dalam perspektif kajian Ilmu Komunikasi

  1. Pendidikan Tinggi

Gen Z juga sangat memperhatikan isu pendidikan tinggi. Tak hanya berpendidikan tinggi, Gen Z juga harus memperoleh keterampilan karier. Tumbuh di era digital, wajib bagi gen Z untuk bekerja secara kreatif, praktis, dan melek teknologi. Untuk itu duduk diam mendengarkan dosen dalam kelas saja tampaknya tak akan cukup. Isu ini juga berkaitan dengan ekonomi dan masa depan karier. Isu ini cukup menarik jika dikaji dengan perspektif Ilmu Komunikasi.

  1. Racial Equality

Racial Equality atau kesetaraan ras menjadi masalah sosial utama bagi Gen Z. Tak heran jika Gen Z sangat menyadari kesenjangan antar ras dan etnis. Mereka lebih positif memandang keberagaman dibanding dengan generasi sebelumnya. Melihat keberagaman di Indonesia, tentu isu ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam dengan berbagai perspektif ilmu, termasuk kajian Komunikasi.

  1. Lingkungan

Gen Z sangat peduli dengan lingkungan. Ancaman perubahan iklim adalah bahaya bencana yang akan berdampak besar dalam kehidupan.

Menurut survei First Insight, Inc., platform analisis prediktif ini menemukan bahwa 73 persen responden Gen Z tidak keberatan membayar lebih mahal untuk produk yang berkelanjutan. Tak hanya itu, akhir-akhir ini kajian Komunikasi lingkungan juga menjadi isu yang diseriusi oleh prodi Ilmu Komunikasi UII, bahkan ada beberapa dosen yang fokus dengan riset tersebut.

Itulah beberapa social issues yang relate dengan kehidupan Gen Z dan cocok menjadi bahan skripsi. Bagaimana menurutmu Comms, tertarik dengan isu apa?

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Foto

Akreditasi kerap menjadi pertimbangan calon mahasiswa dalam menentukan perguruan tinggi tujuan pasca lulus dari jenjang sebelumnya.

Bahkan akreditasi menempati persentase tertinggi sebagai alasan mahasiswa memilih perguruan tinggi. Hal ini dibuktikan dalam riset yang dipublikasikan pada Jurnal Penjaminan Mutu Volume 4 Nomor 2 terkait peran akreditasi dalam menarik minat mahasiswa memilih perguruan tinggi yang ditulis oleh Prama Widayat dari Universitas Lancang Kuning Pekanbaru.

Dalam riset tersebut, mahasiswa dibedakan berdasarkan kelas regular dan kelas karyawan. Mahasiswa kelas regular menempatkan akreditasi di posisi pertama dari 10 indikator dengan presentase 36,36 persen. Sementara mahasiswa kelas karyawan menempatkan akreditasi di posisi kedua dari 10 indikator dengan presentase 26,67 persen.

Jika melihat data di atas, artinya akreditasi menjadi sangat penting bagi setiap institusi. Lantas apa pengertian akreditasi dan perbedaan-perbedaan setiap akreditasi?

Melansir dari laman Jendela Kemdikbud, akreditasi adalah kegiatan penilaian yang menentukan kelayakan dari sebuah perguruan tinggi dan prodi. Bisa dikatakan akreditasi merupakan sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi.

Teranyar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-26 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Riset dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi menyebut bahwa penyerdahanaan akreditasi serta pengajuan ulang akreditasi.

Baru saja Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) meraih akreditasi Unggul berdasarkan Surat Keputusan Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT No. 3917/SK/BAN-PT/Ak.KP/S/X/2023. Keputusan ini ditetapkan sejak tanggal 3 Oktober 2023 sampai dengan 16 Juli 2024.

Sesuai dengan kebijakan Merdeka Belajar Episode ke-26, akreditasi yang diraih Prodi Ilmu Komunikasi UII yang ditetapkan oleh BAN-PT tetap berlaku selama lima tahun dan akan diperbaharui secara otomatis seluruh peringkat. Perguruan tinggi juga diperbolehkan mengusulkan ulang kepada BAN-PT sebelum waktu lima tahun berakhir, paling cepat dua tahun dengan kewajiban melakukan tracer study setiap tahunnya.

Perbedaan Akreditasi A dengan Unggul

Beberapa tingkatan nilai akreditasi yang diterbitkan oleh BAN-PT antara lain A, B, C. Namun, BAN-PT juga mengeluarkan predikat dengan sebutan Unggul, Baik Sekali, dan Baik. Lantas mana yang paling tinggi dari ketentuan di atas?

Berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh BAN-PT, akreditasi A menunjukkan nilai akreditasi antara 361-400 poin. Akreditasi B menunjukkan nilai akreditasi antara 301-360 poin. Terakhir akreditasi C dengan nilai akreditasui antara 200-300 poin.

Artinya, bagi perguruan tinggi yang memiliki nilai akreditasi di bawah 200 poin akan mendapat istilah “Belum Terakreditasi”.

Terkait predikat dalam akreditasi, predikat Unggul diberikan BAN-PT kepada perguruan tinggi yang mendapat nilai akreditasi A dan memenuhi syarat masuk predikat Unggul atau strata tertinggi dalam akreditasi.

Selanjutnya predikat Baik Sekali, diberikan ole BAN-PT kepada perguruan tinggi yang mendapat nilai akreditasi A namun belum memenuhi seluruh syarat predikat Unggul.

Terakhir predikat Baik, diberikan kepadapa perguruan tinggi yang mencapai nilai akreditasi B dengan nilai akreditasi di atas 200 poin.

Sementara perbedaan akreditasi A dengan Unggul adalah, setiap perguruan tinggi yang meraih predikat Unggul sudah pasti meraih nilai akreditasi A. Namun, perguruan tinggi yang mendapat nilai akreditasi A belum tentu mencapai predikat Unggul.

Pencapaian nilai dan predikat akreditasi diukur dengan berbagai indikator antara lain kurikulum pendidikan, standar sarana dan prasarana pendidikan, sistem tata kelola akademik, kualitas SDM, hingga pencapaian tri dharma.

Itulah informasi terkait akreditasi yang perlu mahasiswa ketahui. Bagaimana Comms apakah sudah tercerahkan tentang akreditasi sebuah perguruan tinggi?

Plagiarisme

Menjadi bagian dari masyarakat digital tentu sangat dimudahkan dalam mengakses segala informasi hingga referensi berbagai materi. Saking mudahnya, kerap kali kita luput dari tindakan terlarang yakni plagiarisme.

Terlebih dalam institusi pendidikan, plagiarisme bisa jadi tak disadari oleh beberapa mahasiswa. Padahal, plagiarisme merupakan tindakan yang mengabaikan etika dan melanggar hukum.

Mengutip dari laman University of Oxford, plagiarisme merupakan tindakan mencuri atau menjiplak karya orang lain tanpa mencantumkan pencetus ide. Tindakan ini juga dianggap sebagai pelanggaran integritas akademik yang mencederai nilai kejujuran intelektual.

Meski tampak sepele dan jarang disadari, ternyata tindakan ini merupakan indikator bahwa pelaku dianggap gagal dalam menyelesaikan proses pembelajaran. Dalam komunitas mahasiswa di University of Oxford, meyakini sanksi sosial akan berlaku termasuk dalam masa depan karier.

Dalam laman resmi, pihaknya menyebut bahwa plagiarisme sama halnya dengan merendahkan standar institusi dan gelar yang dikeluarkan untuk pelaku.

Di Indonesia terdapat aturan yang jelas terkait plagiarisme. Berdasarkan peraturan yang dipublikasikan di laman BPK terkait Undang-undang (UU) No. 28 Tahun 2014 tentang Perlindungan Hak Cipta menyebut, perlindungan ini dilakukan dengan waktu yang relatif panjang sejalan dengan aturan yang berlaku di berbagai negara, dengan durasi tertentu selama pencipta masih hidup ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Penyelesaian atas tindak plagiarisme dapat dilakukan melalui proses mediasi, arbitrase, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana. Mengenai peraturan tersebut selengkapnya dapat diakses melalui link berikut https://peraturan.bpk.go.id/Details/38690.

Jika kita mengintip laman resmi Direktori Putusan Mahkamah Agung, kasus plagiarisme dapat berujung pembayaran ganti rugi senilai ratusan juta bagi pelaku pelanggaran hak cipta.

Namun, di tengah-tengah percepatan digital dan pesatnya perkembangan Artificial Intelligence (AI) yang memfasilitasi pembuatan artikel, hingga karya tulis ilmiah di ruang lingkup akademik nampaknya akan sedikit sulit menemukan karya yang original. Benarkah plagiarisme akan sulit terdeteksi?

Bahkan ada berbagai sistem dan aplikasi AI yang mampu memproduksi artikel ilmiah lengkap dengan sumber referensi. Hal ini tentu “mempermudah” seseorang tak terdeteksi melakukan pelanggaran.

Budaya di Prodi Ilmu Komunikasi UII

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) telah menetapkan sistem yang cukup ketat bagi mahasiswa agar terhindar dari tindakan plagiat. Sebelum melakukan sidang pendadaran, mahasiswa wajib menyerahkan bukti lolos plagiarism checker yang dikelola oleh pihak Pusat Dokumentasi Media Alternatif (PDMA) Nadim.

Pengecekan dilakukan maksimal tiga kali dengan tingkat plagiarisme maksimal 20 persen. Jika melebihi batas yang ditetapkan, mahasiswa diminta untuk memperbaiki selama 1 bulan. Jika melebihi masa yang ditentukan, artinya skripsi yang telah digarap batal maju pendadaran dan ada kewajiban untuk mengulang.

“Maksimal 3 kali (cek plagiasi melalui sistem), maksimal tingkat plagiarisme 20 persen. Jika lebih dari ketentuan maka akan diberlakukan jeda selama satu bulan untuk melakukan perbaikan,” jelas Putri Asriyani selaku staf PDMA Nadim.

Meski demikian, Putri menyebut bahwa plagiarism checker belum mampu mendeteksi karya orisinal mahasiswa atau hasil dari AI karena cenderung rapi.

Namun, hal ini akan terindikasi oleh dosen penguji ketika melakukan sidang pendadaran. Hal ini diungkap oleh salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom,.

“Hal itu akan terdeteksi ketika langsung berhadapan, dari kata-kata dalam teks yang bagus dan rapi misalnya dalam membahas digital marketing begitu. Tapi ketika dia menjawab pertanyaan tak mampu menjelaskan dengan baik. Ya dosen akan tahu itu bukan hasil pekerjaanya,” tuturnya.

Ia juga menambahkan, keberadaan PDMA Nadim diharapkan mampu memberi ruang bagi mahasiswa dengan staf untuk saling berdiskusi. Staf sengaja dilibatkan dalam proses tersebut untuk mendukung tujuan menjaga integritas akademik.

“Fungsi PDMA Nadim juga memfasilitasi hal tersebut. Tak hanya itu, Nadim menjadi wadah dan tempat interaksi dan diskusi antara staf dan mahasiswa,” tambahnya.

Dampak Plagiarisme pada Individu dan Institusi

Akan ada konsekuensi bagi pelaku plagiarisme, berdasarkan artikel yang dimuat dalam media online Kumparan pada tahun 2018 dengan judul “4 Akademisi Tanah Air yang Terjerat Kasus Plagiarisme” disebutkan telah mencoreng nama institusi. Bahkan dalam artikel tersebut ada yang harus mundur dari jabatan akademisnya. Lantas apa dampak plagiarisme secara detail?

Mengutip dari The Law Dictionary, bagi mahasiswa yang melakukan plagiarisme biasanya akan mendapatkan peringatan, gagal mendapat nilai, hingga sanksi berat mengulang mata kuliah tersebut karena dianggap gagal. Bagi pelaku plagiarisme dengan kasus ekstrem bisa jadi akan diberhentikan oleh institusi.

Sementara bagi seorang profesional, yang dipertaruhkan jauh lebih tinggi mulai sanksi sosial hingga berakhirnya suatu karier. Hal ini akan menyulitkan pelaku untuk mendapat pekerjaan baru di bidang yang sama. Bahkan, kasus plagiarisme yang dilakukan profesional dapat dikenai tindakan hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Itulah beberapa hal yang perlu diketahui oleh mahasiswa tentang plagiarism. Meski akses informasi sangat mudah dan AI cukup memudahkan untuk di-copy paste, ada dampak sosial yang akan diterima. Bagaimana menurutmu, Comms?

Pernikahan dini

Angka pernikahan dini di Kabupaten Sumenep, Madura, relatif tinggi. Alasan utama yang kerap dilontarkan adalah atas dasar agama, yakni menghindari zina. Ironisnya, anak-anak perempuan usia 14 tahun dinikahkan hingga harus disuntik KB atau memasang alat kontrasepsi lainnya untuk menghindari kehamilan sebelum ijab kabul dilakukan.

Beberapa waktu lalu, Yayasan Tunas Bakti Nusantara (YTBN) menggandeng Program Studi Ilmu Komunikasi UII untuk menjalankan misi kemanusiaan di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) tepatnya di Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, Madura. Selain sulitnya akses air bersih berkepanjangan di wilayah tersebut, ada masalah pelik yang belum terputus yakni pernikahan dini.

Secara geografis, Kecamatan Batuputih berada di sisi Timur Pulau Madura wilayah pesisir dengan perbukitan kapur yang cukup gersang. Dari pusat Pemerintahan Provinsi Jawa Timur setidaknya membutuhkan waktu selama 4-5 jam perjalanan. Meski masuk dalam daerah 3T, akses menuju Batuputih cukup mulus, meski jalan terjal masih ditemui di beberapa akses masuk desa. Namun secara umum, akses tak terlalu menyulitkan.Meskipun secara infrastruktur pembangunan jalan sudah cukup baik, ada masalah serius yang perlu mendapatkan penanganan secara intensif yakni kasus pernikahan dini yang angkanya masih tinggi.

Pernikahan dini

Psikoedukasi pernikahan dini oleh relawan YTBN kepada anak-anak di Batuputih, Sumenep
Foto: Yunilson

Data dari Pengadilan Agama (PA) Sumenep menunjukkan 313 dispensasi pernikahan dini diajukan di tahun 2022, sementara tahun 2023 sejak Januari hingga Juni sudah mencapai 122 permintaan dispensasi. Angka ini terbilang cukup fantastis dan perlu mendapat penanganan serius.

“Mereka calon suami atau istri yang usianya di bawah umur ini mengajukan keringanan atau dispensasi ke Pengadilan Agama untuk melangsungkan pernikahan,” jelas Ketua PA Sumenep, Palatua, dilansir dari laman resmi RRI.

Definisi pernikahan dini adalah akad nikah yang dilakukan pada usia di bawah aturan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan menyebut perkawinan diizinkan apabila kedua mempelai pria dan wanita sudah mencapai usia 19 tahun.

Pernikahan dini

Potret anak-anak di Batuputih yang mengikuti psikoedukasi pernikahan dini
Foto: Rizka Aulia Ramadhani

Siapa sangka anak-anak dan remaja yang semestinya berhak belajar dan meraih mimpi setinggi-tingginya justru tak berdaya karena pernikahan dini yang telah menjadi budaya. Di Batuputih Daya seorang perempuan berusia 33 tahun telah memiliki 3 orang anak dan 1 cucu. Ia mengaku telah dinikahkan di usia 15 tahun, setahun setelahnya melahirkan seorang putri.

Seolah tak putus budaya pernikahan dini, sang putri dinikahkan di usia 17 tahun dan memiliki anak di usia 19 tahun. Fahria sosok ibu sekaligus nenek berusia 33 tahun itu merupakan satu dari banyak perempuan yang mampu berdaya dari segi sosial dan psikologis akibat pernikahan dini.

Ia tampak legowo menerima takdirnya, sekarang ia bekerja menjadi pengajar di salah satu sekolah untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Batuputih Daya, Batuputih, Sumenep. Sambil mengajar tentu ia menyalurkan energi positif dalam pengasuhan anak. Fahria dianggap sebagai sosok yang telaten dan sabar mengurus anak.

Selain fenomena suntik KB atau pemberian kontrasepsi sebelum ijab kabul, fenomena nikah siri juga menjadi hal yang umum terjadi. Fahria menceritakan tentang anak perempuan berusia 14 tahun dinikahkan secara siri.

“Ada (menikah dini) yang berusia 15 tahun, 16 tahun, bahkan ada yang 14 tahun. Tapi yang 14 tahun (perempuan) itu nikah siri. Laki-lakinya ada yang berusia 16 tahun”, ungkap Fahria.

Sementara dalih yang dilontarkan Fahria juga seolah tak menepis budaya nikah dini yang dibalut dengan nama agama. Kata haram menjadi kunci utama atas pernikahan dini di Batuputih Sumenep.

“Cuma menjaga kalau dibonceng takut haram karena bukan mahrom. Walaupun nikah itu tidak tidur berdua gitu. Menjaga saat dibonceng di Hari Raya biasanya dijemput (istri oleh suami),” jelasnya.

Pernikahan dini berlangsung dengan dua kemungkinan pertama atas dasar kemauan orang tua yang tak menginginkan anak-anaknya hamil diluar nikah, kedua atas dasar keinginan anak karena telah memiliki hubungan khusus dengan lawan jenis. Tak jarang anak-anak yang menikah dini tetap melanjutkan sekolah ke bangku SMA.

“Iya ada memang di sini murid SMA, sekarang sudah lulus SMA anaknya sudah masuk PAUD. Pengalaman di sini ada. Tapi sudah jarang sekarang. Ada yang perjodohan, ada yang keinginan anak. Orangtua itu menjaga takut terjadi hal-hal di luar nikah karena melihat anak sudah gimana ya, sudah akrab gitu dengan tunangannya,” tambahnya lagi.

Pernikahan dini

Psikoedukasi pernikahan dini yang dilakukan relawan YTBN kepada masyarakat di Batuputih
Foto: Rizka Aulia Ramadhani

Keakraban antara kedua anak tentu bukan tanpa alasan, budaya perjodohan sejak dini telah melekat pada masyarakat di Batuputih, Sumenep. Sejak kecil anak-anak sudah mengetahui siapa calon pasangannya kelak.

Padahal dampak pernikahan dini ini tak main-main, melansir dari Kementerian Kesehatan dampak kesehatan jasmani rentan dialamai anak perempuan adalah kondisi rahim yang terlalu dini dapat menyebabkan kandungan lemah karena sel telur yang belum sempurna hingga berisiko kelahiran prematur dan cacat.

Kedua, dampak psikologis, usia remaja merupakan masa transisi dengan gejolak emosi yang belum stabil. Kondisi itu akan berpengaruh terhadap hubungan suami istri hingga memicu konflik karena kesulitan mengendalikan diri.

Ketiga, dampak terhadap perkembangan anak yang akan terpengaruh karena pola asuh orang tua pada anak. Anak mengasuh anak merupakan kondisi yang tidak ideal. Padahal pada fase perkembangannya, anak membutuhkan lingkungan harmonis dan aman agar tumbuh secara optimal.

Terakhir, dampak terhadap sikap masyarakat. Memutuskan menikah dini artinya memiliki peran suami dan istri tentu memiliki beban dan tanggung jawab berubah dari segi sosial.

Meski beberapa pengakuan anak-anak yang dinikahkan dini tak tinggal bersama, salah satu dokter yang praktik di Rumah Sakit Umum Sumenep yakni dr. Susanti Rosmala Dewi, Sp.D.V menyebut banyak pasiennya yang menikah dini dan tinggal bersama.

“Saya tidak yakin, sudah menikah tidak bersama itu bagaimana? Pasien saya (datang periksa) ada yang masih dini (pasangan),” ungkap dr. Susanti yang turut memberi edukasi di wilayah Batuputih.

Dampak nyata yang terjadi di Batuputih diungkapkan oleh Imam Ali Fikri seorang Kepala Sekolah di wilayah tersebut. Ada siswanya yang dinikahkan dini dan berujung tak mampu berkonsentrasi bahkan putus sekolah karena beban ganda sebagai suami atau istri dan sebagai siswa.

“Kalau saya sendiri melihat, sebagai yayasan di sini kadangkalanya itu tidak konsentrasi. Kadangkalanya yang istri keluar duluan, suaminya menunggu. Kalau suaminya keluar duluan, istrinya menunggu. Intinya kurang konsentrasi. Lebih baik menurut saya pernikahan dini itu dihentikan saja,” tegas Imam Ali Fikri.

Tak jarang pernikahan dini berujung perceraian karena ketidakmampuan dalam menanggung beban ekonomi keluarga.

“Yang saya ketahui kalau pernikahan dini kadang kalanya ada yang terus ada yang cerai, cuma kebanyakan pernikahan dini di sini ada yang cerai kalau tidak disetujui oleh pihak orang tua. Kalau misalnya orangtuanya setuju pernikahan dini itu ada terus. Kalau setuju dari orangtuanya itu tidak keberatan, kalau orangtuanya memberi nafkah di rumahnya kepada dua anak itu ya tidak keberatan,” tambahnya lagi.

Pernikahan dini yang tumbuh subur di Sumenep juga terjadi karena minimnya edukasi. Masyarakat nyaris tak tersentuh dengan pemahaman dampak pernikahan dini.

“Penyampaian edukasi pemahaman pernikahan dini dari pihak sekolah itu ada, namun masyarakat itu sebagian besar masih belum mengerti,” punkasnya.

Peliknya kondisi pernikahan dini itu menjadi salah satu persoalan yang wajib diselesaikan. YTBN yang menjalankan misi kemanusiaan melakukan pendampingan Psikoedukasi Pernikahan Dini kepada masyarakat dan siswa. Angela Pontororing, sebagai person in charge (PIC) pendampingan tersebut menjelaskan bahwa anak-anak sebenarnya memiliki mimpi tinggi. Namun budaya telah merenggut cita-cita tersebut.

“Sebenarnya sudah sadar bahaya pernikahan anak dan juga mereka memiliki mimpi yang sangat tinggi. Ada yang ingin menjadi guru, YouTuber, influencer, mereka mempuanyai mimpi yang tinggi dan ingin menyelesaikan pendidikan mereka. Cuma mungkin lebih banyak edukasi kepada orang tua dan masyarakat pelan-pelan untuk mengubah kebiasaan menikahkan anaknya di usia dini,” tutur Angela Pontororing.

Pernikahan dini

Potret keceriaan anak-anak di Batuputih, Madura
Foto: Rizka Aulia Ramadhani

Meski demikian, banyak kendala yang dilakukan oleh edukator maupun fasilitator seperti kendala bahasa dan budaya. Sebagian besar masyarakat di Batuputih kurang terampil dalam berbahasa Indonesia, mereka hanya menggunakan bahasa daerah. Sehingga YTBN menggandeng berbagai stakeholder lokal.

Menurut pengakuan Teguh Dwi Nugroho selaku Ketua YTBN, ada kendala dalam menangani masalah sosial di daerah 3T karena kondisi masyarakat yang homogen.

“Namanya daerah 3T, namun kalau kita menuju daerah tersebut tidak mau dipanggil daerah tertinggal, terpencil. Dan kita tahu kesenjangan pembangunan nyata antara di perkotaan, pedesaan, apalagi sampai ke daerah 3T, pembangunan di sana tidak dirasakan sama sekali. Pembangunan yang kita maksud adalah pembangunan hak dasar tadi. Untuk kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan,” jelas teguh.

“Dan biasanya di daerah 3T itu partikular atau spesifik penduduknya adalah homogen, Mereka semua satu: satu suku, satu agama, satu ras. Mereka semua sama dan biasanya mereka akan susah kita dekati karena biasanya kita datang dengan kebhinekaan kita datang dengan perbedaan. Tapi menurut saya itulah inti dari Bakti Nusantara datang ke daerah 3T, kita mau memberi tahu kalau berbeda itu tidak apa-apa. Kebaikan yang kita tanam dengan sangat dalam di daerah 3T. Dengan dasar kebaikan, kita mau memberikan mereka insight atau masukan bahwa kebaikan itu bisa dilakukan oleh semuanya dengan dasar berbeda tidak apa-apa,” pungkasnya.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Akreditasi Unggul

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil meraih akreditasi “Unggul”. Pencapaian ini menjadi momen yang membahagiakan bagi seluruh civitas akademika di lingkungan UII. Memasuki usia yang ke-20 tahun, predikat “Unggul” menjadi kado yang sangat istimewa.

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT No. 3917/SK/BAN-PT/Ak.KP/S/X/2023 secara resmi menyatakan Program Studi Ilmu Komunikasi, pada Program Sarjana Universitas Islam Indonesia memenuhi syarat peringkat Akreditasi “Unggul”. Keputusan ini ditetapkan sejak tanggal 3 Oktober 2023 sampai dengan 16 Juli 2024.

Untuk mencapai posisi saat ini dibutuhkan proses yang tak mudah. Sejak berdiri pada 17 Juni 2004, dibutuhkan waktu 19 tahun untuk meraih akreditasi “Unggul”.

Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D. menyebut bahwa pencapaian ini merupakan hasil kerja keras dari semua pihak, serta menjadi pengingat untuk terus berjuang dan mempertahankan sebuah pencapaian.

“Prodi Ilmu Komunikasi tentu sangat bersyukur atas pencapaian akreditasi ISK dengan predikat Unggul ini, karena ini kerja keras dan doa dari semua pihak, tim, dan bantuan dari UII sehingga ini bisa sesuai dengan apa yang kita inginkan yakni terakreditasi Unggul. Ke depan, Prodi Ilmu Komunikasi tentu saja berkomitmen untuk mempertahankan pencapaian ini bahkan berharap lebih baik lagi dengan kemungkinan kita akan menjajaki akreditasi internasional,” terang Kaprodi Ilmu Komunikasi UII.

Proses menuju Unggul

Proses akreditasi A menuju akreditasi “Unggul” Prodi Ilmu Komunikasi telah dipersiapkan secara matang oleh berbagai pihak. Pak Iwan, sapaan akrabnya, menyebut bahwa proses yang dilalui sepanjang pengajuan ini dibutuhkan berbagai dokumen penting sebagai penunjang utama.

Pengajuan dilakukan secara daring tanpa adanya visitasi, setidaknya butuh waktu 1,5 bulan untuk mengetahui hasil pengumuman dari BAN-PT.

“Untuk proses kemarin ini, karena akreditasi dengan ISK tidak perlu dilakukan visitasi karena semua berbasis dokumen yang di-assessement dan dinilai oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau BAN PT. Sehingga kami seluruhnya melakukan proses submit di aplikasi akreditasi SAPTO (Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi Online) yang kira-kira hasilnya sudah keluar kurang dari satu setengah bulan. Hari itu dinyatakan Unggul, besoknya sertifikat dan SK sudah langsung keluar,” jelasnya.

Sementara, dalam keterangan sertifikat yang diterbitkan BAN-PT tertera jika masa berlaku antara tanggal 3 Oktober 2023 hingga 16 Juli 2024. Tertulis tak sampai satu tahun, sedangkan secara umum masa berlaku akreditasi adalah 5 tahun.

“Akreditasinya berlaku sampai tahun 2029. Benar expired-nya tertulis 2024 karena mengikuti status akreditasi lama (A) yang belum habis. Nanti otomatis menjadi tambahan satu periode IPEPA (Instrumen Pemantauan dan Evaluasi Peringkat Akreditasi). Akreditasi yang lama pun (A) sebenarnya sudah lolos IPEPA akan tambah satu periode akreditasi lagi (A),” jelasnya terkait masa akreditasi.

“Proses ini akan berlanjut dengan pemantauan yang artinya selama beberapa tahun ke depan Prodi Ilmu Komunikasi Alhamdulillah status akreditasinya sudah Unggul. Jadi kami merasa aman dari segi itu sembari kami meningkatkan beberapa hal yang akan semakin memperkuat branding dan juga kualitas pembelajaran di Program Studi Ilmu Komunikasi,” tambahnya.

Sejarah Akreditasi Prodi Ilmu Komunikasi

Butuh waktu setidaknya 11 tahun bagi Prodi Ilmu Komunikasi UII untuk meraih akreditasi A di tahun 2015. Sebelumnya akreditasi C dari tahun 2004-2015, akreditasi A tahun 2015-2023, dan kini mencapai akreditasi Unggul.

Perjalanan dari akrediatasi C menuju A tidak lepas dari situasi dan kondisi Prodi Ilmu Komunikasi yang baru seumur jagung dan belum memiliki lulusan.

Tak hanya itu, pada awal pendirian Program Studi ini, masih sedikit dosen bergelar S2 hingga S3. Tak dipungkiri jika jumlah dan jabatan akademik memberikan dampak besar dalam proses akreditasi sebuah institusi.

“Waktu itu kami menyegerakan akreditasi ya tentunya dengan hasil yang bisa dibayangkan kurang sesuai harapan karena belum ada lulusan. Dan waktu itu dosen Ilmu Komunikasi baik dari segi jumlah, dari segi kepangkatan akademik, jabatan akdemik dan fungsional termasuk gelar kesarjanaan ini masih belum banyak yang S2 bahkan pada waktu itu. Apalagi S3, pada saat itu belum ada sehingga tidak mengherankan jika hasilnya adalah C,” jelas Kaprodi Ilmu Komunikasi UII.

Bersyukur di tahun 2023, para dosen di prodi Ilmu Komunikasi sebagian besar telah menempuh pendidikan doktoral bahkan cukup produktif dalam hal karya ilmiah.

“Untuk tahun 2023 kita sudah memiliki beberapa Doktor, kepangkatannya juga sudah meningkat dari Lektor dan Lektor Kepala sudah lebih banyak. Karya ilmiahnya juga lebih produktif, kemudian jumlah kinerja akademisnya melalui hasil tracer pelaksanaan pengajaran juga menunjukkan hasil yang baik sehingga ini berhasil terakreditasi Unggul,” tambahnya.

Memasuki usia 20 tahun, Program Studi Ilmu Komunikasi UII telah meluluskan lebih dari 1.300 alumni yang kini tersebar di seluruh Indonesia, Thailand, dan Malaysia.

Meraih akreditasi “Unggul” bukanlah akhir dari sebuah perjalanan, menurut Kaprodi Ilmu Komunikasi UII ada PR besar yang harus dikerjakan mulai dari mempertahankan kualitas, melengkapi kekurangan, hingga memperhatikan rasio jumlah dosen dan mahasiswa yang harus seimbang.

“Tapi untuk sementara kita menjaga apa yang kita raih dengan semangat untuk mempertahankan kualitas, melengkapi kekurangan-kekurangan seperti rasio dosen dan mahasiswa dan kualitas pembelajaran yang semakin lebih baik ke depannya.” tandasnya.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Buku foto

Buku foto karya dosen serta laboran Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) berhasil dipamerkan keliling dunia. Setidaknya ada lima karya buku foto yang turut serta dalam Indonesian Photobook Tour 2023 ke beberapa negara yakni Singapura, Berlin, dan London.

Setelah melalui kerja kreatif pada workshop yang digelar oleh Gueari Gallery di Kuala Lumpur dan Jakarta, foto hasil kurasi dari dosen dan Laboran Prodi Ilmu Komunikasi UII menjadi sebuah karya buku foto yang unik dan tak biasa.

Lima buku foto yang dipamerkan antara lain Abandoned and Beyond dan Subtle Encounter karya Dr. Zaki Habibi, Messages in Silence milik Marjito Iskandar Tri Gunawan, Inside yang dibuat oleh Iven Sumardiyantoro, serta Mbrebeki hasil keresahan Desyatri Parawahyu Mayangsari yang dituangkan lewat foto dan kata.

Pameran buku foto

Persiapan pameran buku foto di Malaysia

Dr. Zaki Habibi menyebut karya-karya tersebut telah dipamerkan sejak 19 September 2023 hingga 3 Oktober 2023. Dibuka di Singapura dan ditutup di London hari ini.

“Buku foto Messages in Silence, Abandoned and Beyond, dan Subtle Encounter sedang dipamerkan di event pameran foto Internasional Exposure Photo di Kuala Lumpur, Malaysia,” ujar Dr. Zaki.

“Secara serentak dengan yang di Kuala Lumpur, buku foto mBrebeki, Inside, dan Abandoned and Beyond juga sedang dipamerkan di London,” tambahnya.

Proses Kreatif Buku Foto

Siapa sangka sebelum lahir menjadi buku foto, ide ini muncul seketika dari para staf Laboran di Prodi ilmu Komunikasi lewat diskusi di sela-sela membereskan Lab Komunikasi yang saat itu tengah dalam tahap renovasi.

“Semua ini bermula dari serangkaian sharing ide kawan-kawan kru Lab di ruang LabKom beberapa bulan lalu, sambil berdiri dan membereskan ruangan, karena waktu itu masih masa-masa berdebu dan acak-acakan renovasi interior,” cerita Dr. Zaki.

Dari ide itu akhirnya Dr. Zaki dan mengirimkan foto yang diberi judul “Abandoned and Beyond”, karya itu menyoroti isu ruang-ruang terbengkalai di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sementara karya Gunawan bertajuk “Messages in Silence” bercerita tentang keseharian hidup para santri dan guru di pondok pesantren khusus siswa tuli di Sleman, Yogyakarta. Hingga akhirnya, karya mereka terpilih dalam workshop “Making an Artist’s Photobook with Gueari Galeri” yang digelar selama empat hari yakni 8 hingga 11 Juni 2023 di Kuala Lumpur.

Foto

Hal serupa juga dilakukan oleh Iven dan Desya. Mereka akhirnya mengikuti workshop yang sama pada 7-10 September 2023. Inside adalah buku foto Iven yang diartikan sebagai “di dalam (perasaan maupun pikiran)” berisi gambaran manusia yang saling terkoneksi dengan manusia lain dengan hanya melihat ekspresinya. Sementara Mbrebeki milik Desya adalah karya yang awalnya dianggap sebagai media penyembuhan atas peliknya hidup yang dialami, luapan dalam kepalanya yang mengganggu, atau noise diekspresikan melalui karya.

Buku foto

Karya itu Akhirnya Lahir

Setelah melalui berbagai proses, akhirnya karya mereka mampu dipamerkan keliling dunia, pengalaman berharga bagi kreator ketika karyanya mampu dinikamati oleh pembacanya.

“Pengalaman yang luar biasa membuka mata, pandangan, wawasan terkait buku foti dengan pendekatan seni,” Marjito Iskandar Tri Gunawan, Laboran Prodi Ilmu Komunikasi

“Pengalaman yang sangat berharga dan kesempatan yang besar untuk saya. Semoga ada kesempatan lagi untuk berkarya,” Iven Sumardiyantoro, Laboran Prodi Ilmu Komunikasi

“Berkarya untuk sembuh membuatku ingin memberi tahu pada dunia bahwa kita bisa ‘melampiaskan’ luka kita dengan berkarya. Besar harapan bagi pembaca akan makna apa itu arti kata berjuang.” Desyatri Parwahyu Mayangsari, Laboran Prodi Ilmu Komunikasi

Lokasi dan Jadwal Indonesian Photobook Tour 2023

Singapura

Objectifs – Centre for Photography and Film, 19 September 2023

Berlin

Miss Road: The Berlin Art Book Fair & Festival, 22-24 September 2023

London

Photobook Café, 30 September – 3 Oktober 2023

Itulah karya-karya dari dosen serta kawan-kawan Laboran Prodi Ilmu Komunikasi yang dipamerkan keliling dunia. Sangat menginspirasi! Bagaimana menurutmu, Comms?

 

Penulis: Meigitaria Sanita