Reading Time: < 1 minute

Menidaklanjuti hasil Rapat Bidang I perihal mahasiswa yang terkendala Tes CEPT dalam proses kelulusan, dengan ini diberitahukan bahwa Universitas Islam Indonesia bersama CILACS UII akan menyelenggarakan CEPT CAMP BATCH XXIII khusus bagi mahasiswa. Ketentuan dan Jadwal sila akses di tautan berikut

 

Reading Time: 4 minutes

Belajar dari Pengalaman Luthfi Adam Meriset 68 Ribu Halaman Arsip 

Kali ini Luthfi Adam menjelaskan tentang Meriset Komunikasi dengan Metode Penelitian Sejarah. Luthfi, dalam kajian Seri Bincang Sejarah Komunikasi yang pertama, ini selain bicara tentang metode sejarah, ia juga mengurai urgensi pengajaran Sejarah Jurnalistik dalam kurikulum jurusan komunikasi.  Serial bincang sejarah yang dipandu Holy Rafika Dhona, akademisi Komunikasi UII dengan fokus kajian Komunikasi Geografi, ini berusaha mendedah cakrawala pemikiran sejarah komunikasi di Indonesia. Hal ini jarang, atau bahkan luput dari perhatian akademisi Komunikasi, Jurnalistik, di Indonesia. “Bagaimana scholar komunikasi meminjam teknik meneliti sejarah untuk riset komunikasi mereka?” Luthfi memulai dengan pantikan ketika memulai diskusi tentang metode sejarah dalam Forum Amir Effendi Siregar (Forum AES) ini.

“Sebenarnya, metode penelitian sejarah tidak jauh berbeda dengan cara kerja jurnalis,” papar Luthfi. “Kita semua tahu, sejarah adalah narasi analisis yang terjadi di masa lalu. Singkatnya, metode penelitian sejarah adalah teknik-teknik yang dibangun oleh penelitinya, sejarahwan, untuk mengakses sumber-sumber utama, untuk mengetahui apa yang terjadi di masa lalu,” jelasnya kemudian.

Menurut Luthfi, kata kunci dalam metode penelitian sejarah adalah primary resources (sumber primer).  Sejarawan biasa menyebutnya arsip, kata luthfi. Jika jurnalis melakukan investigasi untuk memberitakan suatu masalah lewat wawancara, lewat memotret, dan penelusuran data, “pada prinsipnya pada penelitian sejarah, sama. mencari sumber primer. jurnalis mencari sumber primer juga.” katanya.

Bagaimana caranya

Sejarawan harus menelusuri arsip dari data sejarah atau arsip yang dibutuhkan untuk menceritakan kejadian atau persitiwa di periode tertentu. Arsip jenisnya beragam kata akademisi yang juga pernah mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi UII pada medio 2006-2007, ini. Bentuk arsip bisa surat kabar, korespondensi, artefak, oral history melalui interview dll. “Jadi yang harus ditekankan dari prinsip dasar dari metode sejarah adalah penggunaa sumber primer untuk menceritakan masa lalau atau menganalisis apa yang terjadi di masa lalu.” jelasnya.

Meski terlihat sederhana, sesungguhnya tetap menantang, kalau tidak mau dibilang sulit, kata Luthfi. Apa hal-hal yang menantang maksud Luthfi itu? Pertama, mengumpukan sumber primer atau yang sering sejarawan sebut arsip. Mengumpulkan sumber primer membutuhkan beberapa keterampilan. Ia membutuhkan waktu, ketekunan dan kesabaran.

Belum lagi, penulisan sejarahnya. Ia sangat bergantung terhadap topik yang akan diteliti. “Mempelajari tentang kolonialisme, misalnya, tidak saja mempelajari temanya, tapi juga sejarah sains, sejarah agrikultur, dan lainnya. Insting sejarawan adalah, arsip yang digunakan sejarawan terdahhulu itu ada dimana, apa yang mereka pakai,” jelasnya.

“Karena modal utama sejarawan adalah sumber primer, membaca karya sejarah, maka kita akan sangat sibuk mencatat bukan cuma argumen atau ceritanya, tapi arsip apa yang digunakan. Arsip apa yang digunakan sejarawan lain. Makanya saya lebih banyak menongkrongi footnote-nya,” kata Luthfi Adam.

Pemahaman mengenai arsip adalah vital. Luthfi meneliti sejarah Kebun Raya Bogor di abad 19. Pada awal proposal, ia sudah harus menunjukkan topiknya penting, pada komite penilai. Pertanyaan riset yang ia ajukan juga harus bagus. “Tapi kemudian saya harus menunjukkanpada Komite Disertasi saya. Dimana letak arsip yang saya ambil dan ternyata setelah saya telusuri, letak arsipnya ada di tiga negara: Indonesia, Belanda, dan Inggris,” ceritanya. Kemudian akhirnya ia harus melakukan riset lapangan selama satu tahun mengunjungi berbagai perpustakaan pusat arsip di tiga negara tersebut. “itu kesulitan pertama,” katanya.

Kesulitan Kedua

Menurut tuturan Luthfi pada diskusi Forum AES , mengumpulkan data sejarah yang kita butuhkan cukup kompleks. Luthfi bilang ini susah-susah gampang, “Susah karena untuk mendapatkan satu set arsip yang kita butuhkan, kita harus membaca belasan bundel dulu. Kita dikasih nih sama petugas arsip ini. Oh, ternyata nggak  relevan ini. Ternyata yang relevan itu di bundel yang ketiga. Di tengah-tengah.”

Luthfi juga bercerita tentang pustaka majalah kebun raya bogor di tengah abad 19. Dia meneliti 100 tahun Kebun Raya Bogor. Ia memotret dan mempelajari 68 ribu halaman. Konsekuensinya, data file harus cepat ditandai, file-ing, nama koleksi apa, tetap pengorganisasian data yang rapi.

“Intinya metode riset sejarah, seperti metode riset yang lain sebetulnya. Metode riset sejarah, sesederhana kita harus menemukan sumber primer. Hanya saja, untuk menemukan, mengambil, dan mengorganisir datanya sangat menantang, bukan sulit. He-he-he. Apalagi kurun waktunya panjang,” jelasnya.

Salah satu tantangan Luthfi adalah penguasaan bahasa. Kemampuan menemukan arsip, juga kemampuan memahami bahasa aslinya. Bahasa arsip.

Seakan Penelitian Sejarah Sangat Teknikal, Dimana konsep?

Kata Luthfi, upaya utama para sejarawan memang ingin membangun sebuah narasi. “Hasrat utama kami itu menceritakan sesuatu,” katanya.

“Tapi bukan ketika menceritakan sesuatu kami hanya bercetrtia. Kami tentu saja terpengaruh oleh teori ilmu sosial. Biasanya sejarawan itu menyimpan teori itu di latar belakang. jadi fokusnya membangun narasi cerita. Saya pribadi sangat terpengaruh oleh konsep dan teori dalam kajian orientalisme misalnya, kajian poskolonial, teknik discourse analysis juga saya coba terapkan,” kata Luthfi

Ia mengatakan, ia terpengaruh oleh kajian budaya material di antropologi. Luthfi juga terpengaruh oleh latar belakang komunikasi dan studi media dalam penelitiannya. Luthfi menyontohkan, misalnya, ia sangat tertarik untuk mengumpulkan data dari media cetak. Biasanya sejarawan punya ketertarikan tertentu.

“Saya contohnya tertarik media-media apa yang dipublikasikan Kebun Raya Bogor atau medai saintifik dan agrikultur. Mulai abad tengah 19 itu jurnal ilmiah dan populer itu banyak terbit. Justru bahan bakar utama riset saya itu dari situ, dari media cetak,” katanya.

“Namun akhirnya teori konsep yang kami pakai, kami aplikasikan tapi kami buat meresap ke dalam cerita,” paparnya.

Lalu dimana Letak Argumen dalam Penulisan Cerita Sejarawan?

Biasanya, sambung Luthfi, sejarawan populer mungkin tidak punya beban untuk berargumen dengan sejarawan lain. Namun, selain menyajikan cerita yang enak dibaca oleh awam, sejarawan harus terikat dengan perkembangan literatur di disiplin sejarah sendiri, katanya.

“Saya dilatih menjadi ahli sejarah asia tenggara, khususnya indonesia. Saya menulis sejarah kolonialisme, sejarah lingkungan, sejarah sains, maka saya harus juga ikut serta dengan  literatur mutakhir di kajian tadi. Ada buku sejarah yang saya coba revisi,” jelasnya.

Luthfi coba menawarkan pendekatan baru dalam memahami kolonialisme dan lain-lain. Namun, itu semua sejarawan lakukan sembari  upaya mereka menulis sejarah dan menulis cerita agar karyanya bisa sebanyak-banyaknya dibaca oleh pembaca, “bukan saja oleh spesialis.”

Reading Time: < 1 minute
0Days0Hours0Minutes


Forum Amir Effendi Siregar menggelar Bincang Sejarah Komunikasi Seri 2

Topik : Gegar Epistemik Komunikasi Orde Baru dan Pasca Pembangunan

Pembicara: Justito Adiprasetio
Justito menyelesaikan studi magisternya di Kajian Budaya dan Media, UGM dan Ilmu Komunikasi UGM. Saat ini mengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi, UNPAD, dan sedang menyelesaikan buku yang membahas Sejarah Kekuasaan/ Pengetahuan Ilmu Komunikasi Indonesia.

Jadwal

Sabtu, 4 Juli 2020 (09:30)
Via Zoom

Registrasi (Tidak dipungut biaya):

 

Reading Time: 5 minutes

Ini adalah edisi pertama Teatime IP Komunikasi UII bersama Shadira Firdausi dengan tema: Muda Kreatif dan berbakat. Acara diadakan oleh Program Internasional Jurusan Komunikasi Universitas Islam Indonesia. Tea Time  adalah forum untuk mendorong dan menginspirasi siswa dan kaum muda untuk memperkaya kapasitas, pengetahuan, dan pengalaman mereka di tengah pandemi saat ini. Bintang tamu pertama dari Program Teatime adalah Shadira Firdausi yang merupakan mahasiswa sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi. Ia memiliki kemampuan berbicara banyak bahasa.

Setidaknya Shadira menguasai tiga bahasa yang berbeda. Shadira dapat berbicara bahasa Italia, bahasa Inggris, dan Indonesia. “Karena jika Anda tahu bahasa, baik bahasa Spanyol, Italia, maupun Perancis, Anda dapat dengan mudah berbicara dan memahami bahasa asing lain karena tata bahasanya serupa,” kata Shadira di Program Internasional (IP) Komunikasi UII Instagram. Tapi bagaimana dia bisa mendapatkan kemampuan itu?

Shadira mengikuti program pertukaran pelajar ketika dia masih di sekolah menengah. Dia belajar di sekolah di luar negeri selama setahun. Dia juga melakukan kursus bahasa Italia, kursus bahasa Prancis, dan bahasa Spanyol,” katanya. “Anda juga dapat mengunduh aplikasi bernama duolingo, pada saat pandemi ini, Anda tidak dapat berbuat apa-apa selama pandemi. Ini Gratis. Anda juga dapat belajar bahasa Arab di sana.”

Shadira mengatakan Anda dapat berbicara bahasa Italia dan Indonesia sedikit sama dan agak mudah dipelajari karena jenisnya yang mirip.

“Aku bisa mengajarimu bu Ida, jika kamu mau. Haha, kamu dulu sudah mengajariku di kelas dan sekarang giliranku  akan mengajarimu bahasa itu,” kata Shadira tertawa. Ida Nuraini Dewi, pembawa acara Live Instagram itu juga tertawa setelah tawaran itu. “Agak gugup jika saya mencoba belajar bahasa lain, tetapi saya akan mencobanya nanti, ha-ha-ha,” kata Ida.

Shadira pernah bernyanyi dalam sebuah kompetisi di italia, “Saya adalah satu-satunya orang Indonesia di sana, tapi saya harus menghadapinya,” Shadira berbagi cerita ketika dia memulai karir menyanyinya.

Menjawab Pertanyaan dari Audiens

Di tengah percakapan Instagram itu, seseorang bertanya di Instagram Live Chat,

“Mana yang lebih sulit? Bahasa Spanyol atau Italia?”

“Bagi saya bahasa Spanyol. Ini agak sulit untuk mengucapkan bahasa Spanyol. Dalam bahasa Italia, sama seperti Anda menulis, bagaimana Anda mengatakannya di Indonesia,” kata Shadira.

Ida dan Shadira juga berbagi tentang pengalaman mereka #stayathome #dirumahaja selama pandemi. Mereka memberi tahu kami bahwa, sepertinya semua orang melakukannya, virus korona sangat mengganggu. “Aku tidak pernah begitu merindukan aktivitas akademik di universitas,” kata Shadira. “Itu membuatmu frustasi. Kita tidak bisa bertemu dan kita bisa mengungkapkan sesuatu ketika bertemu seseorang. Aku berharap ini akan segera berakhir. Dan kemudian pergi ke kantin lagi seperti yang kita lakukan sebelum pandemi.”

Ida, sebagai pembawa acara, kemudian mengajukan pertanyaan kunci kepada Shadira. “Apa yang Anda pikirkan dalam situasi seperti ini, sebagai generasi muda, bagaimana memaksimalkan untuk mencapai talenta? Mungkin Anda berencana mengambil studi master di luar negeri? karena kita sepertinya tidak dapat melakukan apa-apa selama pandemi,” kata Ida bertanya.

“Yah sebenarnya untuk saya, 4 bulan sekarang ya, ini seperti waktu yang sangat lama bagi saya, dan saya mendapatkan banyak kesempatan untuk mengenal diri sendiri sekarang. Saya mencoba untuk belajar memahami diri secara mendalam, belajar untuk memeriksa kembali rencana saya. Sekarang saya tahu apa yang harus dilakukan, meng-cover lagu lagi, melakukan apa saja, mempelajari bahasa baru, jika Anda di rumah sekarang  membuat Anda lebih kreatif, ” jawab Shadira.

Pengalaman saat Pandemi

Apa yang Anda sadari saat ini ketika pandemi mendera, tanya Ida.

Shadira mengatakan bahwa sekarang dia dapat menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarganya. “Karena ibuku adalah ibu pekerja keras, wanita karier, sekarang kami terjebak dalam satu rumah, kami meraih ikatan emosional kami kembali, ini adalah semacam anugrah, itu efek positif dari virus korona.”

Pertanyaan lain dari peserta live chat Instagram muncul lagi: “apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi kemalasan?”

Shadira menjawab, “Tergantung pada hal apa yang Anda sukai. Jika Anda suka memasak, Anda bisa menjual masakan Anda. Jika Anda ingin mengedit video, Anda dapat mengunggah vlog atau sesuatu di Youtube. Saya pikir Anda dapat menemukan apa pun di Youtube sekarang. Yang harus Anda lakukan adalah, Anda hanya perlu berpikir apa yang cocok dengan hobi dan keahlian anda. Unggah di tiktok atau Instagram. Lakukan pemotretan virtual untuk Anda yang suka memotret, atau lainnya. ”

Pengalaman karir bernyanyi

Ida juga bertanya tentang pengalaman bernyanyi Shadira. Shadira sekarang sedang menapaki pengalaman baru. Dia menandatangani kontrak dengan rumah produksi populer bernama Warner Music. Bagaimana bisa awalnya?

“Awalnya, dulu, Saya memenangkan kompetisi di sekolah menengah tanpa memberi tahu keluarga saya di awal aktivitas menyanyi saya,” kata Shadira. Dan itu menjadi begitu lama setelah orang tuanya tahu tentang hal itu. Orang tuanya tidak mengetahuinya sampai Ia memberi tahu mereka. “Sekarang mereka benar-benar mendukung saya untuk kompetisi apa pun, atau bahkan sampai Warner memberi kontrak saya dan saya menandatangani kontrak itu.”

“Aku sedang mengerjakan single saya. Ini sedang dalam proses. Aku perlu memikirkan apa saja, instrumen, liriknya pas, dan segalanya untuk memastikan lagunya cukup bagus untuk didengar.”

Pertanyaan lain untuk  Shadira lagi di live chat. “Apa hal pertama yang kamu lakukan jika pandemi hilang?”

“Aku sangat menginginkan salim (bersalaman), memeluk keluargaku, Kau tahu, kami melambaikan tangan ke yang lain sampai sekarang. Karena kami bahkan tidak bisa menyentuh salaman, tradisi kita. Bahkan kita tidak bisa memeluk seseorang. Ini hal pertama yang akan saya lakukan. Dan, juga mengambil gelar master mungkin ya? “

Kunci untuk mendapatkan Prestasi yang luar biasa.

“Tapi apa kunci untuk memiliki banyak prestasi sepertimu, kalau begitu?”

“Kuncinya adalah, saya tidak terburu-buru. Saya tidak perlu terburu-buru meraih sesuatu, jika Anda ingin sesuatu yang benar-benar bagus, Anda tidak perlu terburu-buru. Lakukan saja dan hal yang benar akan datang. Mungkin itu tidak akan benar-benar datang tahun ini. Tapi itu akan terjadi,” kata Shadira.

Shadira juga menceritakan kisah bagaimana semuanya dimulai. Dia mengatakan bahwa pada hari itu, ketika dia bangun suatu hari, dia merasa, “Mengapa saya tidak memiliki prestasi besar sampai hari ini?”

Kemudian Dia membuka “fitur explore instagram” dan dia mencari seseorang yang muncul di Instagram. Dia menemukan jika dia bisa melakukannya, mengapa saya tidak bisa melakukannya juga. Itu terjadi saat ia di sekolah menengahnya, katanya.

Dia berkata bahwa dia ingin menjadi salah satu dari mereka yang memiliki prestasi yang baik. “Aku bisa melakukan apa yang mereka lakukan. Jadi, bagaimana memulai, begitu sulit untuk pertama kalinya,” Shadira berbagi.

Sikap dalam meraih prestasi

Di akhir pembicaraan, Shadira memberikan nasihat yang bijak dan baik kepada setiap anak muda di luar sana.

“Jika kamu memiliki bakat yang kurang atau prestasi yang kurang, sesuatu yang harus kamu lakukan adalah lakukan saja. Kita harus menghancurkan dan menghadapinya. Jika mereka selalu mengatakan kamu tidak cukup baik, patahkan saja! Karena kamu adalah orang yang tahu siapa Anda. Kamu harus mencoba untuk membuktikannya. Kita hanya berusaha sebaik mungkin agar orang tidak meremehkan kita.”

Yang terakhir, namun tidak kalah pentingnya, Ibu Ida ingin menutup percakapan Teatime ini  dengan sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Shadira. “Bisakah kita mendengar sedikit lagu? Untuk mengobati kerinduan kita selama pandemi ini? Shadira mengatakan ya untuk itu. Pembicaraan ditutup dengan Shadira menyanyikan lagu Before You Go yang dipopulerkan Lewis Capaldi.

Anda Dapat Menontonnya Lagi dengan mengklik IP Communication Instagram Di Bawah Ini

 

View this post on Instagram

 

A post shared by IP COMMUNICATION UII (@ip.communication.uii) on

Reading Time: 5 minutes

This is the first edition of Teatime IP Communication UII With Shadira Firdausi under the theme: Young Creative and talented by International Program of Communication Department Universitas Islam Indonesia. This Tea Time is a forum to encourage and inspire student and young people to enrich their capacity, knowledge, and experience in the middle of pandemic nowadays. The first guest star of the Tea Time Program is Shadira Firdausi who were a undergraduate student of Communication Science Department which is have a capability to speak at least mastering three different language. Shadira able to speak italian, english, bahasa. “Because if you know language either spanish, italian, of french you can easy speak and understand another foreign language cause of the similiar grammar among it,” said Shadira on International Program (IP) Communication UII Instagram. But how come she could get the ability?

Shadira were get the student exchange program when she were at high school. She were studying at school abroad for a year. She also do the italian language course, french course, and spanish, “or you can download an app named duolingo, in this time of pandemic, you can no doing nothing. its free. you can also learn arabic there.” Shadira said that how do you speak italian and indonesian is little bit same and is kind of easy to learn because of that similar type.

“I can teach you mom, if you want. haha, you were teach me and now I will teach you then those language,” said Shadira laughing. Mrs Ida Nuraini Dewi, the Host of Live Instagram also laughing after that offer. “it’s kind a nervous if I am trying to learn another language, but I will try it then, ha-ha-ha,” Ida said then.

Shadira sang in a competition in italia, “I was the only indonesian there, I need  to deal with it then,” Shadira share the stories when she begun the career on singing.

Answering Questions from Audiences

In the middle of live Instagram conversation, someone is asking a question on Instagram Live Chat,

“Which is more difficult? Spanish or italian language?”

“For me it is Spanish. It is a kind a hard to pronounce Spanish. In Italian language, its same how you write, how you say in indonesia,” said Shadira.

Miss Ida and Shadira also share about their experience #stayathome #dirumahaja during pandemic. They tell us that, it seems everybody did, corona virus is very annoying. “I never like miss academic university activity so much,” said Shadira. “its frustating you know. we can not meet and we can express the response. I wish its gonna end very soon. and then going to the canteen again like we do before pandemic.”

Mrs Ida, as the host, then asking a key question to Shadira. “What do you think in this kind situation, as a young generation, how to maximize to achieve something, maybe you have go to the master abroad, we seems like cannot do anything during pandemic,” Mrs Ida asking.

“Well actually for me, 4 month right now yeah, this is like really long time to me, and I get a lot of chance to know my self right now. I’m trying to learn myself deeply, learning to recheck my plan. Now i know what to do, do a cover again, doing anything, learning new language, its if you at home is make you more creative,” Shadira answer.

Experience from Pandemic

What do you realize in this time of pandemic, Mrs Ida said.

Shadira said that now She can spending more time with her family. “Because my mom is mother of hard-worker, now we are trapped in one house, we experience the bonding, is kind of privilege, it is plus effect of corona viruses.”

Another question from audience of Instagram live chat appears again: “what we have to do to overcome the laziness?”

Shadira answer, “Its depend  on what thing do you really like. If you like to cook, you can sell your cooking. If you  in to video editing you can upload a vlog or something in Youtube. I think you can figure anything on Youtube right now. What you have to do is, You just think what am I in to. Upload it in tiktok or Instagram. Do a virtual photo shoot for you that in to photography, or etc.”

Mrs Ida also asking about Shadira’s singing experience. Shadira now have a new step of experience. She was signing a contract with popular production house named Warner Music. How come it can happen then?

“I was winning the competition in high school without telling my family in the beginning of my singing activity,” said Shadira. And it become so long after her parens know about it. Her parent did not know it until She tell them. “Now she really support me for any competition, or even until Warner they contract me and I sign the contract then.”

“I’m working for my single. Its on progress. I need to figure anything, the instrument, the lyrics is on, and everything to make sure the song is quite good to heard.”

Other question is going to Shadira again on live chat. “What is the first thing you do if the pandemic gone?”

“I want salim so much, hug my family, You know, we are waving to another since now. Because we cannot touch even salim, our tradition.  Even we can not Hug somebody. Its the first thing I’m going to do. And, also take a master degree maybe ya?”

The Key to get great Achievement

“But what is the key to have a lot of achievement like yours, then?”

“The key is, I’m not rushing my self. I do not need to rush something, if you want to something really out, you can not rush it. Just do it and the right thing will come. Maybe it will not really this year. But it will,” said Shadira.

Shadira also tell us the story how everything begun. She said that in that day, when she woke up someday, she felt, “Why I have no great achievement since today?”

Then She opened “instagram explore” and she look for someone stories that appears on instagram. She found if he can do, why I can’t do it too. Its happen on her senior high school, she said.

She said that she want be one of them who have a good achievement. “I can do what they do. so that how its started. its so hard for the first time always,” shared Shadira.

In the end of conversation, Shadira give a wise and good advice to every young people out there.

“If you have a lack talent or lack achievement, something you have to do is just do it. We should break and face it. If they always said you are not good enough, just break it! Because you are the one who know who you are. You have to try to proof it. We just try keep our best so people not underestimate us.”

The last, but not least, Mrs Ida want to close the Teatime Conversation with a song sang by Shadira. “Can we hear a little song a bit? for treat our longing during this pandemic? Shadira said yes for that. The conversation then closed by shadira’s singing cover on “Before You Go” by Lewis Capaldi.

You Can Watch it Again by clicking IP Communication Instagram Below

 

View this post on Instagram

 

A post shared by IP COMMUNICATION UII (@ip.communication.uii) on

Reading Time: 4 minutes

At a glance, the summary of the AES # 1 Forum is: Journalistic History Important To Taught in the Department of Journalism and Communication Studies. Lutfi Adam, scholar graduate from Northwestern University, speaker of the Amir Effendi Siregar Forum (Forum AES) said that. This First Session held on June 28, 2020 in a Zoom video conference by the Center for Study and Alternative Media Documentation NADIM of Communication Science Department at Univeersitas Islam Indonesia. He was the first speaker at the first AES Forum this year with the theme: History of Communication.

Holy Rafika Dhona is the Head of PSDMA Nadim Communication Department at UII. He, as well as the moderator, said he and the team chose Lutfi Adam, Ph.D as the guest speaker with many reason. First, because he had a history and communication background as well. “And his knowledge is still new because he just graduated in May 2020. He is also the winner of a dissertation prize at the Department of History at Northwestern University. It was the campus where he earned his doctorate,” said Holy Rafika, Lecturer in Communication Science Department. Holy also have a specialty in the field of Geographic Communication studies.

Rafika also explained why this forum was called the AES Forum. This forum was formed by Communication Science Department of UII to talk about ideas or spirit about communication in particular. “This name is a reminder of the founder of our department. And he is also owned by all members of the press in Indonesia.”

Historical Method for Communication Research

Lutfi Adam said in his presentation at the beginning, this event was also planned to be made into a book. “So maybe in the future, I will write a method for communication research. It should be in more detail in the form of an essay. So that the picture can be clearer.”

On this occasion, first, Lutfi Adam explained what he would explain in this session. “I will discuss the historical method as communication research,” he said. “Before begining this session, there is any disclaimer: I was no longer a scholar of communication science. My last education was history. So, I represent the discipline of history, not communication,” he continued. Lutfi said, he would share a historical method. However, he can provide an overview of how to adopt historical research methods for communication research. It is because he has a background in communication and media studies.

Then, we neet to answer many question when discussing the history of communication. First, why is it important to research the history of communication. Then, how about researching history. Then, how does communication adopt the historical method for research?

Mas Marco and Journalistic History

Hence, Lutfi Adam also explained the urgency of the history of communication by recounting flash back a few years ago when in the 2005 and 2006 he composed a undergraduated thesis. The theme of the undergraduated thesis he raised was a matter of his strong urge to write journalistic history. He read many sources, especially, about the experiences and stories of journalism journey of Tirto Adi Soerjo. And at least, He finally passed on Mas Marco Kartodikromo as an early journalist.

Pramoedya Ananta Toer’s Tetralogy Book very inspiring Luthfi. That the book titled is This Earth of Mankind. “In the past, when I was composing my research, I was concerning to compose journalistic history. Tetralogy of This Earth of Mankind was inspiring me. And in my opinion was the history of the press,” Luthfi explained.

According to Lutfi, in this Tetralogy Book of This Earth of Mankind, the role of journalists is embedded in an era known as the era of nationalism.

“I am curious about this character, Mas Marco. Then I wrote a thesis on the history of Mas Marco Kartodikromo.” Then he raised the question, “how do I write history in the communication department  Faculty?”

Why is Journalistic History Important To Taught in the Department of Journalism and Communication Studies ?

At that time, said Lutfi, he used solely the instincts used in the work of journalism. “Use the journalist’s instincts,” he said. How the journalists worked, mapped out topics, searched for data, written sources, interviewed sources, “and I plotted to do that and retrieve data. I went to the National Library. Read many, including the writings of Mas Marco from other newspapers I managed to collect,” he recalled.

“Until I brought the writing and I always got insights and research topics from there. That also made me succeed in getting a historical scholarship. If I could get a doctoral research history scholarship, wasn’t that what I used yesterday as the journalist’s instincts is a meaningful historical method? actually, it is no different,” he thought later.

“What I want to say is, why I say it is important to examine the history of Mas Marco? The difficulty when I first studied journalistic theory was to contextualize the values ​​taught by my lecturers,” he explained. “But more or less what I got in the classroom, the illustrations are not detailed and not down to earth. That makes me feel journalistic history is an important course. So it should taught in the journalism department,” concluded Luthfi.

“Because in my opinion, even though history is a very practical science, but when explored, journalistic history is very rich. It also can help journalistic scholars to develop journalism. We can not develop journalism, journalistic values, and journalistic techniques, if we do not understand the history of journalistic development,” said Lutfi to complete the story.

Also read Research on Communication with Historical Research Methods

 

Reading Time: 3 minutes

Sekilas, ringkasan dari Forum AES #1 adalah sejarah jurnalistik penting diajarkan di Jurusan Jurnalistik dan Ilmu Komunikasi. Luthfi Adam, akademisi lulusan doktoral Nortwestern University, pembicara Forum Amir Effendi Siregar (Forum AES) Sesi Pertama mengatakan itu pada 28 Juni 2020 di sebuah video konverensi Zoom bersama Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif NADIM Prodi Ilmu Komunikasi UII. Ia adalah pembicara pertama dalam Forum AES pertama yang tahun ini mengangkat tema Sejarah Bincang Sejarah Komunikasi.

Holy Rafika Dhona, Kepala PSDM Nadim Komunikasi UII, juga sebagai moderator, mengatakan ia dan tim memilih Luthfi Adam., Ph.d sebagai narasumber karena ia memiliki latar belakang sejarah dan komunikasi sekaligus. “dan masih hangat ilmunya karena baru lulus di Mei 2020. Ia juga pemenang disertasi di Departemen Sejarah di Nortwestern University, kampus tempatnya meraih gelar doktor” kata Holy Rafika, Dosen di Prodi Ilmu Komunikasi yang spesialisasinya adalah klaster kajian Komunikasi Geografi.

Holy juga menjelaskan mengapa forum ini disebut Forum AES.  Forum ini dibentuk oleh prodi untuk membicarakan tentang ide atau gagasan  hal ihwal komunikasi khususnya. “Nama ini jadi pengingat atas pendiri prodi kami dan juga dimiliki oleh semua insan pers di indonesia.”

Luthfi Adam mengatakan dalam pemaparannya di mula, event ini juga rencananya akan dijadikan buku. “jadi mungkin untuk ke depannya, untuk metode untuk riset komunikasi ini lebih detil saya tulis dalam bentuk esai. Sehingga bisa lebih jelas gambarannya.”

Mengapa Riset Sejarah Komunikasi (Jurnalistik) Penting?

Pada kesempatan ini, mula-mula Luthfi Adam menjelaskan apa saja yang akan ia jelaskan pada sesi ini. “Saya akan membahasa metode sejarah sebagai riset komunikasi,” katanya. “Sebelumnya disclaimer ini,  saya bukan lagi scholar ilmu komunikasi. Pendidikan terakhir saya adalah sejarah. Jadi, saya mewakili disiplin sejarah, bukan komunikasi,” sambungnya. Luthfi mengatakan, ia akan membagikan sebuah metode sejarah. Namun, karena ia memiliki latar belakang ilmu komunikasi, ia bisa memberikan gambaran mengenai bagaimana mengadopsi metode penelitian sejarah untuk riset komunikasi.

Ada beberapa pertanyaan perlu dijawab ketika berdiskusi soal sejarah komunikasi. Pertama, mengapa penting meriset sejarah komunikasi. Kemudian, bagaimana meneliti sejarah. Lalu, bagaimana komunikasi mengadopsi metode sejarah untuk riset?

Luthfi Adam menjelaskan urgensi sejarah komunikasi dengan menceritakan flash back beberapa belas tahun yang lalu ketika media 2005 dan 2006 ia menyusun skripsi. Tema skripsi yang ia angkat adalah soal dorongan kuatnya menulis sejarah jurnalistik. Ia membuka banyak sumber, terutama, tentang pengalaman dan cerita perjalanan jurnalistik Tirto Adi Soerjo dan akhirnya diteruskan oleh Mas Marco Kartodikromo sebagi jurnalis pemula. Ia terinspirasi oleh Tetralogi Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. “Dulu saya ketika menyusun skripsi saya terdorong untuk menyusun sejarah jurnalistik. Saya terdorong dengan tetralogi bumi manusia yang menurut saya adalah sejarah pers,” jelas Luthfi.

Menurut Luthfi, dalam Tetralogi Bumi Manusia inilah tersemat peran jurnalis dalam sebuah era periode yang dikenal dengan era kebangkita nasionalisme.

“Saya penasaran dengan tokoh ini, Mas Marco. Lalu saya menulis skripsi mengenai sejarah Mas Marco Kartodikromo.” Lalu ia mengemukakan pertanyaan, “bagaimana saya menulis sejarah di jurusan komunikasi di Fikom UNPAD?”

Mas Marco dan Sejarah Jurnalistik

Saat itu, tutur Luthfi, ia menggunakan semata-mata insting yang digunakan dalam proses kerja jurnalsitik. “Pakai insting wartawan,” katanya. Bagaimana waratawan bekerja, memetakan topik, mencari data, sumber tertulis, mewawancari sumber, “dan saya plek melakukan itu dan mengambil data. Saya pergi ke Perpustakaan Nasional. Di sana ternyata surat kabar yang didirikan yang diasuh Mas Marco itu cukup lengkap: Doenia Bergerak. termasuk tulisan Mas Marco dari koran lain berhasil saya kumpulkan,” kenangnya.

“Sampai saya bawa tulisan itu dan saya selalu mendapat insight dan topik penelitian dari situ. Itu juga yang membuat saya berhasil mendapatkan beasiswa sejarah. Kalau saya bisa dapat beasiswa riset sejarah doktoral, bukankah yang kemarin saya  pakai insting wartawan itu adalah metode sejarah berarti? tekniknya sebenarnya tidak berbeda kan,” pikirnya kemudian.

“Saya ingin katakan, mengapa saya bilang penting meneliti sejarah Mas Marco, kesulitan ketika saya dulu mempelajari teori jurnalistik adalah mengonstekstualisasikan nilai-nilai yang diajarkan dosen-dosen saya,” jelasnya. “Tapi kurang lebih apa yang saya dapat di ruang kelas itu ilustrasinya tidak detil dan tidak membumi. Itu membuat saya merasa sejarah jurnalistik adalah matakuliah penting dan diajarkan di jurusan jurnalistik,” simpul Luthfi.

“Karena menurut saya, walaupun sejarah adalah ilmu yang sangat praktis, tapi kalau digali, sejarah jurnalistik itu sangat kaya dan bisa membantu scholar jurnalistik untuk mengembangkan ilmu jurnalistik, bagaimana kita mau mengembangkan ilmu jurnalistik, nilai-nilai jurnalistik, teknik-teknis jurnalistik, kalau kita tidak memahami sejarah perkembangan jurnalistik tersebut,” ungkap Luthfi memungkasi cerita.

Baca juga Meriset Komunikasi dengan Metode Penelitian Sejarah

Untuk melihat video dokumentasi:
Reading Time: < 1 minute

Bantuan untuk Mahasiswa

Pengajuan keringanan SPP angsuran pertama dan kedua tahun akademik 2020/2021

Kunjungi link ini untuk mengunduh dan mengunggah formulir : https://www.uii.ac.id/covid-19/

Reading Time: < 1 minute
0Days0Hours0Minutes

Teatime

An afternoon sharing with IPC: International Program of Communication
First Edition:

Young, Creative, And Achievement
Special Guest:

Shadira Firadausi (Communication Department Student UII 2016)

INSTAGRAM LIVE:

Friday, June, 26th, 2020 | Start at 4PM
IPC’S Instagram: @ip.communication.uii