Tag Archive for: pengabdian masyarakat

Puspita Bahari
Reading Time: 2 minutes

Dua tahun terakhir Prodi Ilmu Komunikasi UII telah melakukan berbagai pendampingan dan kerja sama dengan nelayan perempuan Morodemak dan Timbulsloko, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Banjir rob telah mengepung wilayah tersebut, akibatnya berbagai masalah terjadi baik dari aspek ekonomi dan sosial.

Bermula dari pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh dua dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yakni Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom dan Ratna Permata Sari, S.I.Kom., MA pada tahun 2023. Beberapa program pendampingan seperti pemasaran digital serta parenting diberikan kepada masyarakat di sana. Proses untuk memasuki daerah tersebut tak lepas dari campur tangan komunitas Puspita Bahari.

Untuk menguatkan kerja sama, Prodi Ilmu Komunikasi UII bertandang ke Demak pada 25 Septeber 2024 untuk melakukan penandatanganan Implementasi Aktivitas (IA) denga Puspita Bahari, komunitas nelayan perempuan.

Diwakili oleh Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom, penandatanganan tersebut dilakukan bersamaan dengan festival ‘Perempuan Merajut Gerakan Krisis Iklim’ di Panggung Kesenian Tembiring, Demak Jawa Tengah. Bertandangnya rombongan Prodi Ilmu Komunikasi UII juga turut memeriahkan festival tersebut, film garapan Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom, serta Marjito Iskandar Tri Gunawan, M.I.Kom selaku staf laboran yang berjudul Sweat Dripping in the Ripples of the River juga dipertontonkan kepada publik.

“Kerjasama dengan Komunitas Puspita Bahari di Demak di mulai dari kegiatan pengabdian masyarakat dosen-dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII di komunitas perempuan nelayan di pesisir Demak. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan film dokumenter tentang kehidupan perempuan nelayan di daerah Tambak Polo dan Timbulsloko, Demak. Prodi Ilmu Komunikasi UII juga pernah menyalurkan bantuan UIIPeduli Banjir Demak saat bencana banjir melanda kawasan tersebut. Berdasarkan kegiatan-kegiatan bersama yang semakin intensif, maka Prodi Ilmu Komunikasi ingin memformalkan kerja sama dengan Komunitas Perempuan Nelayan Puspita Bahari,” ujarnya.

Peran Puspita Bahari bagi nelayan perempuan begitu besar di Morodemak dan Timbulsloko. Maka dari itu penguatan kerja sama antara Prodi Ilmu Komunikasi UII dilakukan untuk melakukan kerja-kerja pemberdayaan berkelanjutan. Hal ini selaras dengan kegiatan yang dilakoni oleh Puspita Bahari, Masnuah selaku pengurus menyebut jika kerja-kerja yang dilakukan berkaitan dengan pengorganisasian serta edukasi.

“Selam aini Puspita Bahari melakukan kerja-kerja pengorganisasian, edukasi, pemberdayaan ekonomi, pendampingan kasus kekerasan serta advokasi kebijakan (pengakuan identitas nelayan perempuan),” ujar Masnuah.

Karya kreatif
Reading Time: 2 minutes

Salah satu karya kreatif yang diproduksi dosen dan staf Prodi Ilmu Komunikasi UII terpilih dalam Program Akuisisi Pengetahuan Lokal Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) periode 1 tahun 2024. Karya kreatif ini berupa video dokumenter berjudul “Sweat Dripping in the Ripples of the Rivers : Peluh yang menetes di riak-riak sungai”.

Film dokumenter ini merupakan kisah seorang perempuan nelayan di Tambak Polo, Kabupaten Demak, Jawa Tengah yang berjuang untuk pemenuhan ekonomi keluarga. Menariknya, sosok nelayan perempuan dalam kisah ini tidak hanya bergulat dengan profesinya saja namun upayanya melestarikan lingkungan menjadi bentuk kepedulian untuk keberlangsungan ekosistem perairan di Demak.

Salah satu bentuk pelestarian lingkungan yang dilakukan sosok nelayan perempuan bernama Umro ini adalah menangkap kepiting, udang dan ikan dengan cara konvensional yang tak mengganggu ekosistem. Ia menggunakan bubu sebagai alat untuk mencari kepiting, dan perahu tak bermesin untuk memasang dan mengambil bubu. Penggunaan alat ini tidak merusak bibit-bibit kepiting dan ikan yang masih kecil.

“Video ini bercerita tentang perjuangan nelayan perempuan di Demak dalam mencari nafkah untuk perekonomian keluarga. Video ini sekaligus menunjukkan kepedulian lingkungan dengan cara dia (nelayan perempuan) mencari ikan dengan alat ramah lingkungan atau bubu,” ujar Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom,.

Kisah ini penting untuk diketahui oleh publik secara luas, kerja-kerja yang dilakukan perempuan nelayan kerap tak terdengar. Awalnya para perempuan nelayan ini berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan kesetaraan sebagai nelayan. Kini mereka bisa menunjukkan eksistensinya sebagai perempuan nelayan yang tangguh.

“Nelayan perempuan dari Tambak Polo Demak, disana awalnya perempuan nelayan belum mendapat identitas sebagai nelayan di KTP, sehingga mereka tidak mendapatkan hak yang sama dari pemerintah berupa bantuan untuk nelayan. Mereka terus berjuang demi kesetaraan sampai akhirnya mendapat pengakuan atas profesi nelayan di KTP,” tambahnya.

Salah satu staf Laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi UII yang turut menjadi kru dalam produksi film tersebut yakni Rizka Aulia Ramadhani menyebut jika perempuan dalam film ini mewakili sosok perempuan-perempuan di Indonesia yang memiliki kekuatan besar meski dalam tekanan hidup yang tinggi. Bu Umro adalah sosok istri yang mengambil alih peran kepala keluarga lantaran suaminya sakit dalam beberapa kurun waktu terakhir.

Dalam proses produksinya, Rizka menjelaskan jika semua kru mengikuti serangkaian kegiatan Bu Umro dari bangun tidur hingga tidur lagi. Semua kru tinggal di sana dengan tujuan riset mendalam dan mendapat hasil yang orisinil.

“Perempuan memiliki kekuatan yang lebih super dibanding yang kita kira, dengan tekanan hidup bu Umro mampu menjalaninya. Bangun pagi buta menerjang rawa-rawa. Karena ini dokumenter kita benar-benar mengikuti dari beliau bangun tidur hingga tidur lagi live in, kita juga ikut nyemplung ke rawa-rawa demi mendapatkan potret yang nyata,” ujar Rizka.

Sebagai informasi Program Akuisisi Pengetahuan Lokal merupakan kegiatan yang dilakukan BRIN untuk mendapatkan dan mendokumentasikan berbagai konten pengetahuan lokal dalam bentuk buku dan audiovisual. Karya-karya yang terpilih akan disebarluaskan dan menjadi sumber literasi yang terbuka untuk diakses dan dimanfaatkan masyarakat.

Penghargaan ini bukanlah yang pertama bagi Tim Karya Kreatif Prodi Ilmu Komunikasi, tahun 2022 lalu pihaknya juga meraih penghargaan yang sama. Karyanya yang berjudul “Orchidaceae” berhasil masuk pada Program Akuisisi Pengetahuan Lokal periode ketiga tahun 2022.

Masih dengan isu lingkungan dan pelestarian alam, Orchidaceae merupakan video dokumenter tentang kisah perjuangan Pak Musimin yang melestarikan ratusan spesies anggrek endemik Merapi, salah satunya Anggrek Vanda Tricolor.

Karang Taruna Tirta Yodha belajar podcast dengan Laboratorium Ilmu Komunikasi
Reading Time: < 1 minute

 

Laboratorium Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) menerima kunjungan studi dari Karang Taruna Tirta Yodha pada Kamis, 5 Januari 2023.

Kunjungan Karang Taruna Kalurahan Tegaltirto, Kepanewon Berbah, Sleman, Yogyakarta di Laboratorium Ilmu Komunikasi bertujuan menambah wawasan dan pengetahuan tentang produksi podcast serta pengelolaan media informasi bagi para pengurus Karang Taruna.

Kunjungan tersebut diwakili 6 orang diantaranya 2 Pak Dukuh di Tegaltirto dan 4 anggota Karang Taruna Tirta Yodha. Mereka berkesempatan menjadi perwakilan untuk belajar bersama dengan beberapa dosen dan praktisi laboratorium Prodi Ilmu Komunikasi UII.

Perwakilan Karang Taruna Tirta Yodha yang berkunjung tentunya mendapatkan materi spesifik terkait produksi podcast mulai dari pemilihan materi informasi, proses produksi, hingga publikasi.

Nantinya informasi yang telah diproduksi Karang Tarurna Tirta Yodha akan dipublikasikan di media sosial dan menjadi pusat iformasi masyarakat di wilayah Tegaltirto dan sekitarnya.

Sebelumnya kunjungan ini merupakan bentuk tindak lanjut dari pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh dosen Ilmu Komunikasi UII di kawasan Kalurahan Kepanewon Berbah.

Tentu saja kunjungan tersebut disambut hangat oleh Kepala Prodi Ilmu Komunikasi UII, Bapak Iwan Awaluddin Yusuf, Ph.D. Ia berharap kunjungan seperti ini terus berkelanjutan guna mendekatkan dunia kampus dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagaimana slogan yang diusung Progam Studi Ilmu Komunikasi, yakni Communication for Empowerment.

Reading Time: 2 minutes

Inclusive schools, schools with teachers, students, curriculum, facilities, activities as well as a friendly vision and mission for students with various tendencies and talents. Many schools of this kind have been abandoned, and even tend to be forgotten by separating students with special needs in Special Schools (SLB), and non-special needs in public schools. There are various kinds of school readiness to realize inclusive schools; a school that is friendly to every child’s diversity and uniqueness.

This discussion about reconnecting inclusive communication spaces is a series of community service activities initiated by Holy Rafika Dhona, MA lecturer in Communication Studies at the Indonesian Islamic University FPSB in the Geography and Environmental Communication Research cluster. This discussion invited Ana Rukma Dewi from ECCD-RC (Early Childhood Care and Development Resource Center) an online information centre and early childhood service, Saturday 5 June 2021.

The discussion entitled ‘Reconnection 2021: the introduction of inclusive schools and their practice in Indonesia’ re-considered an inclusive learning space for all people who had been cut off by the separation of learning spaces for children with special needs (disabled) and without special needs ( non-ABK). “The room is a shared construction including a study room for ABK. So far, inclusive schools have been mere slogans,” said Dhona.

To see how long the school system is not inclusive to make it easier for participants to understand schooling practices in Indonesia, participants are invited to play. This game simulation is to set special requirements for participants who are allowed to take part in the game in the zoom breakroom room. The game begins by selecting participants who use wifi, use no cellphones, and have ID cards outside Jogja.

Those who do not meet these criteria will be eliminated. Many participants cannot enter because they use internet package quotas, use cellphones, and have Jogja ID cards. Participants who were unable to enter the breakroom were very sad and curious about what was happening there. That’s the school simulation that happened.

Schooling practices that have been said to be inclusive so far are still far from ideal. There are many provisions that must be prepared seriously by all parties, both the government, the school’s vision and mission, teachers, activities, as well as school facilities and infrastructure. In addition, it is also important to take into account the readiness of parents and students. “Are parents and other students prepared for the possible consequences side-by-side in inclusive schools?” said Ana.

The Event Further Get in This Info.

 

Reading Time: 2 minutes

Sekolah Inklusi, sekolah dengan guru, murid, kurikulum, fasilitas, kegiatan juga visi misi yang ramah bagi murid yang beragam kencenderungan dan bakat. Sekolah semacam ini sudah banyak ditinggalkan, bahkan cenderung dilupakan dengan memisah murid dengan kebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB), dan non kebutuhan khusus (non ABK) di sekolah umum. Ada berbagai macam kesiapan sekolah untuk mewujudkan sekolah inklusi; sekolah yang ramah pada setiap keragaman dan keunikan anak.

Diskusi tentang mengkoneksikan kebali ruang komunasi inklusi ini adalah sebuah rangkaian kegiatan pengabdian masyarakat yang inisiasi oleh Holy Rafika Dhona, MA dosen Ilmu Komunikasi FPSB Universitas Islam Indonesia di kluster Riset Geography and Enviromental Communication . Diskusi ini mengundang Ana Rukma Dewi dari ECCD-RC (Early Childhood Care and Development Resource Center) sebuah pusan informasi da layanan anak usia dini, Sabtu 5 Juni 2021 secara daring.

Diskusi dengan tajuk ‘Rekoneksi 2021: pengenalan sekolah inklusi dan praktiknya di Indonesia’ ini kembali kemngkonsikan ruang belajar yang inklusi bagi semua orang yang selama ini sempat terputus dengan ada pemisahan ruang belajar bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus (difabel) dan tanpa kebutuhan khusus (non ABK).  “Ruang adalah kontrsuksi bersama termasuk juga ruang belajar untuk ABK. Sekolah inklusi selama ini sebatas slogan belaka, ”kata Dhona.

Untuk melihat betapa selama sistem sekolah tidak inklusi untuk memudahkan peserta memahami praktik persekolahan di Indonesia, peserta diajak untuk bermaian. Simulasi permainan ini adalah dengan menetapkan persyaratan khus bagi peserta yang boleh mengikuti permainan di ruang breakroom zoom. Permainan dimulai dengan menyeleksi peserta yag memakai pakai wifi, pakai bukan hape, ber KTP di luar jogja.

Mereka yang tidak masuk kriteria tersebut akan tereliminasi. Banyak peserta yang tidak bisa masuk karena menggunakan kuota paket internet, menggunakan ponsel, dan ber-KTP Jogja. Peserta yang tidak dapat masuk ruang breakroom sangat sedih dan penasaran dengan apa yang terjadi di sana. Begitulah simulasi persekolahan yang terjadi.

Praktik persekolahan yang selama ini dikatakan inklusi juga masih jauh ideal. Banyak ketentuan yang harus disiapkan secara serius oleh semua pihak, baik pemerintah, visi-misi sekolah, guru, kegiatan, juga fasilitas dan sarana prasarana sekolah. Selain itu juga penting untuk diperhitungkan kesiapannya juga adalah orang tua dan murid. “Apakah orang tua dan murid lain siap dengan konsekuesi yang mungkin muncul berdampingan di sekolah inklusi?” ungkap Ana.