Tag Archive for: pandemi

Karakter penonton
Reading Time: 4 minutes

Tren menonton konser pasca pandemi menjadi ajang mencari hiburan hingga eksistensi bagi beberapa orang sepanjang akhir tahun 2022 hingga 2023. Tak jarang calon penonton rela ”war tiket” seharga belasan juta.  

Pandemi Covid-19 menutup segala lini akses hiburan yang digelar secara offline. Menjelang meredanya kasus positif Covid-19 konser offline mulai bermunculan seolah memuaskan dahaga para penikmat musik di Indonesia yang haus hiburan. 

Pada bulan Februari deretan konser spektakuler digelar di Indonesia mulai dari konser Tulus yang digelar 11 Kota, ITZY: The 1st World Tour Checkmate, Sehun dan Chanyeol, dan Westlife yang digelar pada Februari 2023.  

Disusul bulan Maret yang tak kalah menyita perhatian yakni dibuka dengan Konser NCT Dream, Blackpink World Tour, Joyland Festival, dan Arctic Monkeys.  

Usai digelar konser-konser spektakuler tersebut ramai lagi konser Coldplay yang akan digelar pada 15 November 2023. Meski digelar menjelang akhir tahun konser bertajuk Coldplay Music of The Spheres World Tour memulai penjualan tiket pada 17 Mei 2023. 

Menariknya tiket konser-konser besar ini selalu sukses terjual tanpa tersisa meski harganya cukup tinggi. Para calon penonton rela “war tiket” dengan berbagai cara, mulai dengan berusaha sendiri hingga jastip kepada penyedia jasa demi dapat menonton grup musik kesayangannya tampil. 

Sebut saja konser Blackpink bertajuk Born Pink yang digelar selama dua hari di Stadion Gelora Bung Karno mampu menggaet penonton hingga 70 ribu. Diluar dari 70 ribu orang tersebut ternyata lebih banyak orang yang tak kebagian tiket dan gagal nonton konser grup musik asal Korea Selatan tersebut. 

Tiket konser Blackpink kala itu dibanderol dari yang termurah Rp1,3 juta hingga Rp3,8 juta terjual habis hanya dalam waktu 30 menit. Sementara tiket Coldplay akan dijual dari range Rp11 juta hingga Rp800 ribu. 

Meski dengan harga belasan juta nyatanya para calon penonton tak gentar dan menyerah mereka tetap akan war tiket. Lantas apa alasan mereka melakukan hal ini? Apakah memang fans sejati, haus hiburan, atau hanya fomo dan eksistensi semata? 

Salah satu perempuan bernama Linda menyebutkan jika Ia akan mengikuti war tiket Coldplay pada presale 17 Mei 2023 nanti. Alasannya karena memang menyukai Coldplay sejak Ia remaja. 

“Berencana nonton dan war tiket Coldplay, sebenarnya mau nonton konser Justin Bieber tapi karena cancel akhirnya nonton Coldplay,” ujar Linda. 

Perempuan berusia 29 tahun itu juga menyaksikan konser Blackpink pada bulan Maret lalu, bahkan Ia telah menyiapkan dana sekitar Rp5-6 juta demi bertemu Girlband kenamaan Korea Selatan itu. Disinggung soal pengeluaran yang fantastis Linda menyampaikan jika itu “Worth it” dengan keseruan yang Ia dapatkan. 

“Tidak masalah harganya tinggi, bisa kan kita bayangkan bagaimana serunya lagu Viva La Vida dinyanyikan bareng-bareng. Bahkan bos di tempat kerjaku akan meliburkan karyawannya karena mereka juga ingin nonton konser Coldplay,” tandasnya. 

War tiket konser Coldplay di Jakarta juga akan dilakukan oleh Rizka Aulia seorang staff salah satu Institusi Pendidikan di Yogyakarta. Jika Linda akan war tiket sendiri, berbeda dengan Rizka yang lebih memilih untuk jastip kepada adiknya yang kerap kali membuka jasa war tiket. 

“Kalau dapet ya nonton, aku mau minta carikan adikku yang biasa buka jasa war tiket konser K-Pop. Kalau ditanya soal alasan nonton aku memang suka Coldplay dan suka dateng ke konser,” ujar Rizka. 

Selain alasan kesukaannya terhadap grup musik asal Britania itu, Rizka menyebut ingin menyaksikan konser yang mengusung konsep ramah lingkungan mengingat Coldplay telah menggelar konser ramah lingkungan dengan cara mengurangi emisi CO2 hingga 50 persen, mendukung teknologi baru dengan energi hijau, dan membiayai proyek lingkunganyang bisa mengembalikan jejak karbon dari hasil tur yang mereka lakukan. 

“Aku penasaran dengan konser Coldplay yang ramah lingkungan, dari pemasangan lantai kinetik hingga sepeda kayuh listrik. Semakin kita seru loncat-loncatnya maka akan menghasilkan sumber energi listrik,” pungkasnya. 

Tren nonton konser pasca pandemi ini turut meluluhkan hati para atasan di tempat kerja hingga membuat keputusan humanis demi mendukung kesenangan karyawannya. Selain kelonggaran libur yang disampaikan Linda tadi ternyata ada CEO disebuah perusahaan yang rela memberi pinjaman kepada karyawannya yang ingin menonton konser Coldplay. 

Sebuah cuitan dari pengguna Twitter @aetheraz menyebut jika bosnya akan memberi pinjaman dengan bunga nol persen bagi karyawannya agar bisa mengikuti keseruan konser Coldplay. 

“Kantor gue, especially CEO gue, ngasih pinjaman dengan bunga 0% untuk yang mau nonton Coldplay. Kalau Taylor Swift ke Indonesia, dia juga bakal ngasih pinjaman.” Tulis akun @aetheraz. 

Sebenarnya gerombolan orang-orang yang rela berbondong-bondong demi mendapatkan tiket konser itu memang benar adalah fans garis keras atau memang mereka yang fomo nonton konser pasca Pandemi Covid-19? 

Seorang bernama Nita penyedia jasa war tiket menyebutkan jika pelanggan yang datang pada dirinya berasal dari lintas generasi. Selain itu memang karena cari hiburan setelah Pandemi Covid-19. 

“Kalo coldplay kayanya fans lintas generasi dari yang kelahiran tahun 80-2000an pun masuk dan pengen pada nonton,” ujarnya. 

Pekerjaan yang menumpuk serta beban kerja selama pandemi membuat mereka ingin mencari penyegaran dengan cara menonton konser. 

“Iya salah satunya  karena habis pandemi, butuh hiburan dari capenya kerja Coldplay salah satunya,” jelas Nita. 

Nita juga menyebutkan jika pada konser Coldplay di Indonesia war tiket jauh lebih menantang karena jumlahnya lebih banyak dibandingkan saat konser Blackpink Maret lalu. Sementara dalam melakukan war tiket juga dibatasi setiap akun. Artinya Ia membutuhkan banyak anggota dalam melakukan war tiket Coldplay nanti. 

“Yang Coldplay presale  nembus 70 tix, biasanya kalo kpop 50an. Dibatesin tergantung team yang bantuin, soalnya dari web sendiri pembelian tiket dibatasin. Coldplay ini , 1 akun maksimal beli 4 tiket,” pungkas perempuan berusia 27 tahun itu. 

Jika merujuk pada pengakuan tiga narasumber di atas, hampir semua menyatakan ingi merasakan euforia dan mencari kesenangan, meski ada yang penasaran dengan unsur unik dari konser Coldplay yang ramah lingkung. 

Sebenarnya bagaimana sih karakter penonton konser itu? Dari artikel yang dipublikasikan oleh Mummar Syarif di kanal The Conversation terdapat tiga karakteristik penonton konser di Indonesia. Tiga kategori ini Ia dapatkan dari hasil wawancara dengan Harriman Samuel Saragih, Assistant Professor dari Monash University Indonesia. 

Pertama adalah Pleasure seeker, didominasi kaum muda rata-rata usia 22 tahu. Mereka adalah penonton yang mendatangi konser untuk mencari hiburan, kesenangan, serta menjauhkan diri sejenak dari kesibukan sehari-hari. 

Kedua, pengunjung yang belajar biasanya mereka berasal dari seniman atau pengamat musik yang sedang mencari banyak pengetahuan dan referensi demi pengembangan diri. 

Terakhir, transcendentalist mereka adalah orang-orang yang merasa turut serta berkontribusi pada konser musik tersebut. Selain menikmati musik, mereka juga pelaku kreatif di dalamnya, tidak hanya pada acara saja tapi juga terhadap ekonomi dan industri musik itu sendiri. 

Dari deretan pernyataan dan pendapat ahli di atas bagaimana menurutmu Comms dengan fenomena nonton konser setelah pandemi? Lebih cenderung datang ingin bertemu fans dan menikmati konser atau sekedar mengikuti tren agar tak ketinggalan? 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Reading Time: 2 minutes

In the midst of Independence Day, a sense of nationalism is not limited to flag symbols and flag ceremonies. Expressing nationalism in the midst of a pandemic can be done by doing small and simple things, but it can be very influential, done together. This can be done by students who are often embedded as agents of change.

Herman Felani, one of the lecturers at Department of Communications at the Universitas Islam Indonesia  (UII) offered the meaning of nationalism at the Teatime International Program of Communication Department, UII. Guided by Muhammad Daffa Athalariq, student class 2019, Saturday, August 20, 2021, we talked casually, discussing how to fill nationalism during a pandemic.

During a pandemic like this, any nuance loses its passion. August, which is usually filled with various competitions and other celebrations, can now only be done at home. Socializing is only limited to social media or the zoom room. In this condition at least, “If you can’t feel the vibe. But, we can put up flags, put up banners. It’s symbolic. It’s a trivial thing, but it awakens the spirit of nationalism,” suggested Herman if he couldn’t do anything else that was more useful.

On a higher level, on independence day Herman advised young people to convey good things as a nation. “If we can’t get together as a nation, imagine community we still apply. We are still one community by spreading good messages during the pandemic.

At the next level, Herman said that students can do simple and trivial things, but have great benefits. Herman described that many Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) have gone out of business. He gave an example of a neighbor who helps other neighbors whose sales are quiet due to the pandemic. “He helps sell his friend’s merchandise through social media accounts and online buying and selling accounts. This simple thing is not a big thing, but if many people do it, the benefits are great. It can help a lot of people,” said Herman as an example.

For Herman, nationalism is not just an independence day, a flag, or a ceremony. Nor is it about a particular geographic area, nor is it merely the hometown where I was born and raised. “Nationalism is humanity and justice. It’s not about the hometown where I was born and raised by my mother,” Herman said. Because now it is very felt that whatever happens on earth will have an effect wherever we are. Everything is connected.

Reading Time: 2 minutes

Di tengah hari kemerdekaan, rasa nasionalisme tak eebatas simbol bendera dan upacara bendera. Mengungkapkan nasionalisme di tengah pandemi bisa dilakukan dengan melakukan hal kecil dan simple, tapi bisa sangat berpengaruh besar dilakukan secara bersama-sama.  Hal ini bisa dilakukan oleh mahasiswa yang sering sekali tersemat sebagai agen perubahan.

Heman Felani, salah satu dosen pengajar di Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) menawarkan makna nasionalisme di acara Teatime International Program of Communication DEpartment, UII. Dipandu oleh Muhammad Dafa Athalariq, ngobrol santai sore ini, Sabtu, 20 Agustus 2021, mengulik soal bagaimana mengisi nasionalisme di kala pandemi.

Saat pandemi seperti ini, nuansa apapun jadi kehilangan gairahnya. Agustus yang bisanya diisi dengan berbagai lomba dan perayaan lain, kini hanya bisa di rumah saja. Berssosialisasi hanya sebatas di sosial media atau ruang zoom. Dalam kondisi ini paling tidak, “If you cant feel the vibe. Tapi,  kita bisa memasang bendera, memasang umbul-umbul. Itu simbolisnya. Hal sepele, tapi membangkinkan spirit nasionalisme,” saran Herman jika memang tidak dapat melakukan hal lain yang lebih berguna.

Pada level yang lebih tinggi, di hari kemerdekaan Herman menyarankan anak muda untuk menyampaikan hal-hal yang baik sebagai sebuah bangsa. “kalau nggak bisa kumpul bareng sebagai sebuah bangsa, imagine community masih kita terapkan. Kita masih tetap menjadi satu komunitasdengan menyebarkan pean-pesan yang baik saat pendemi.

Pada level berikutnya, Herman menyampaikan bahwa mahasiswa bisa melakukan hal sederhana dan sepele, tapi punya manfaat yang besar. Herman menggambarkan banyaknya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) banyak yang gulung tikar. Ia mencontohkan seorang tetangganya yang membantu tetangga lain yang jualannya sepi karena pandemi. “dia membantu menjual barang dagangan temannya melalui akun sosial media dan akun jual beli online. Hal simpel begini bukan hal besar, tapi kalau banyak orang melakukannya manfaatnya besar. Bisa bantu banyak orang” kata Herman mencontohkan.

Bagi Herman, nasionalisme bukan sekadar hari kemerdekaan, bendera, atau upacara. Bukan juga tentang satu wilayah geografi tertentu, bukan juga semata kampung halaman tempat lahir dan dibesarkan. “Nasionalisme adalah humanity and justice. Bukan tentang kampung halaman tempat aku lahir dan dibesarkan bunda,” kata Herman. Karena sekarang sudah sangat terasa bahwa apapun yang terjadi di muka bumi akan berpegaruh dimanapun kita berada.  Semua terkoneksi.

Reading Time: 2 minutes

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia mengadakan:

Ngaji Komunikasi “Fenomenologi Hikmah Pandemi Covid-19”

Pada Rabu, 4 November 2020 jam 13.00-14.45 WIB Via Zoom Meeting  (http://bit.ly/PengajianIlkom)

Bersama Prof Dr Deddy Mulyana MA dan Ustadz Ridwan Hamidi, Lc, M.P.I, MA

***************************************************************************************************

Bagi Muslim, setiap kondisi yang dihadapi, baik baginya. Syukur dan sabar selalu menjadi sikap hidup positifnya. Termasuk dalam menghadapi musibah. Selalu ada hikmah dari setiap musibah yang ditakdirkan Allah Ta’ala terjadi di muka bumi. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda :

 

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

 

Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim).

 

Musibah menjadi ujian untuk orang-orang beriman agar tetap berada dalam kesabaran, tidak putus asa dari rahmat Allah dan tetap konsisten dalam beragama, termasuk menjadi semakin taat dan takut kepada Allah Ta’ala, sebagaimana firmanNya :

 

وَمَا نُرْسِلُ بِالآيَاتِ إِلا تَخْوِيفًا

 

Dan tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti.” (QS. Al-Israa: 59)

 

Menarik untuk mengkaji bagaimana hikmah Covid-19 dari sisi Fenomenologi komunikasi. Fenomenologi Komunikasi mengamati gejala sosial yang muncul dari setiap proses komunikasi yang terjadi di tengah masyarakat. Termasuk mempelajari suatu fenomena dengan cara dan keunikan dari sisi orang-orang yang diamati. Bagaimana fenomenologi pengalaman orang-orang yang menghadapi kondisi terpapar Covid-19, mengatasi situasi ketakutan, mengelola optimisme untuk sembuh dan bangkit, hingga fenomenologi kematian karena Covid-19 ?

 

Prof Dr.Deddy Mulyana, MA sebagai guru besar komunikasi yang banyak melakukan penelitian Komunikasi Antarbudaya dan Komunikasi Kesehatan dengan perspektif Fenomenologi InsyaAllah akan berbagi hasil refleksi dan penelitian terbaru terkait Covid-19.

 

Dari perspektif Islam, penting untuk dikaji bagaimana Islam memandang musibah, apa hikmah yang bisa didapatkan dari musibah, bagaimana sikap yang tepat menghadapi musibah, bagaimana Pandemi Covid-19 bisa dijadikan sebagai momentum yang tepat untuk muhasabah (introspeksi diri), zikrul maut (mengingat kematian) dan muraqabah (merasa dekat dan diawasi  Allah Ta’ala).

 

Ustadz Ridwan Hamidi, Lc, M.P.I, MA diharapkan dapat memberikan pencerahan dan taushiyah tentang hikmah Covid-19 dalam perspektif Islam.

***************************************************************************************************

Berikut Dokumentasi

Reading Time: < 1 minute

Kali ini kami akan terus mengunggah artikel opini Dosen Komunikasi UII yang dimuat media massa. Upaya ini adalah bagian dari pengelolaan pengetahuan (knowledge management) di dalam internal Program Studi Ilmu Komunikasi UII. Harapannya, diskursus soal media dan komunikasi ini berlanjut menjadi sebuah pengetahuan baru atau minimal mewujud dokumentasi pengetahuan yang kini terserak.

Berikut ini adalah #kliping Opini Dosen Komunikasi UII. Kali ini kami memuat opini Dr. Rer. Soc. Masduki tentang Negara dan Pers. Tulisan ini telah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, sebuah surat kabar lokal di DIY. Ini dimuat pada Rabu Pahing, 15 Juli 2020. Masduki membahas tentang pro dan kontra di Indonesia soal gagasan subsidi untuk media massa di Indonesia pada masa pandemi. Perlu diketahui, pandemi di Indonesia membuat beberapa perusahaan pers di Indonesia mengalami defisit. Ini bisa ditandai dari beberapa media di Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja di masa Maret-Juli 2020.

Selamat Membaca.

Terima Kasih atas Foto oleh Darmanto BPSDMP DIY

 

Reading Time: 2 minutes

Pandemi Covid-19 yang merebak di seluruh penjuru dunia tidak hanya mengakibatkan jatuhnya korban jiwa secara massif, tapi juga melumpuhkan sendi-sendi perekonomian. Kelompok ekonomi yang paling rentan terhadap dampak pandemi Covid-19 adalah pelaku usaha kecil menengah (UMKM). Arahan untuk melakukan jaga jarak menuntut UMKM untuk beralih ke kanal digital.

Merespons hal tersebut, pada 21 April 2020, bertepatan dengan Hari Kartini, Universitas Islam Indonesia (UII) resmi meluncurkan portal warungrakyat.uii.ac.id yang disediakan sebagai ‘tempat mangkal daring pelaku ekonomi kerakyatan’. Momentum peringatan Hari Kartini menjadi langkah awal Warung Rakyat untuk menghadirkan ‘cahaya di tengah gulita’ sebagaimana semangat Kartini. Portal warungrakyat.uii.ac.id merupakan salah satu ikhtiar UII untuk membantu warga, terutama UMKM, yang terdampak.

Portal Warung Rakyat ini menyediakan informasi yang dapat memudahkan calon pembeli dan penjual mencari komoditas yang dibutuhkan. Di samping memuat nama usaha, portal ini juga dilengkapi dengan informasi yang cukup detail terkait dengan ragam produk, alamat, kontak penjual, mekanisme pembayaran, dan pengiriman.

Berbeda dari beberapa portal yang sejenis, warungrakyat.uii.ac.id lebih berperan sebagai mediator dan tidak mengambil keuntungan apapun dari proses transaksi yang terjadi. Meskipun demikian, pengelola portal tetap melakukan proses kurasi untuk memastikan validitas dari UMKM yang bergabung. Mekanisme ini penting dilakukan untuk mengantisipasi jika terjadi malpraktik usaha yang merugikan konsumen.

 

Melalui portal ini, pelaku UMKM dapat memberikan informasi kepada calon pembelinya secara daring. Secara teknis, para pelaku UMKM dapat langsung mengunjungi portal warungrakyat.uii.ac.id dan melakukan registrasi serta melakukan identifikasi jenis produk yang ditawarkan. Ada 10 kategori produk yang tersedia di Warung Rakyat meliputi kategori makanan, alat kesehatan, minuman, jasa fotokopi, kerajinan, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan, sembako, petshop, dan penyedia jasa lain. Kategori ini dapat bertambah sejalan dengan waktu.

Sampai saat ini, sepekan sejak portal ini diluncurkan, sudah ada 260 UMKM yang bergabung. Jumlah UMKM yang bergabung kemungkinan akan terus bertambah seiring dengan pandemi Covid-19 yang belum bisa dikendalikan.

Kehadiran portal bisa menjadi solusi karena selain mudah diakses, juga menjangkau secara nasional. Ke depan portal ini juga akan dilengkapi dengan fitur-fitur lain yang tidak sekedar informasi produk melainkan juga akan dilengkapi dengan berita, galeri foto, profil UMKM, rubrik artikel atau opini, testimoni dan warung rakyat pedia yang berisi glosarium atau penjelasan tentang istilah-istilah dalam UMKM.

Fitur-fitur tersebut diharapkan memberikan pengalaman baru bagi pengunjung portal, selain melakukan kegiatan transaksi belanja, yakni memperoleh informasi lain yang dapat menguatkan literasi publik. Tidak menutup kemungkinan portal ini akan tetap berlanjut bakda pandemi Covid-19. UII percaya portal ini dapat menjadi solusi alternatif jangka pendek sekaligus jangka panjang ketika pelbagai aktivitas manusia dilakukan secara daring.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Warung Rakyat (@warungrakyat.uii) on