Tag Archive for: Konferensi Internasional

Konferensi internasional
Reading Time: 2 minutes

Program Studi Ilmu Komunikasi UII telah berkomitmen menyelenggarakan konferensi internasional sejak tahun 2014. Tercatat sebanyak 7 kali Conference on Communication, Culture and Media Studies (CCCMS) terlaksana dan menjadi branding yang melekat pada institusi.

Untuk merawat dan transfer knowledge, Prodi Ilmu Komunikasi UII melakukan workshop bertajuk Pengelolaan Event Konferensi Internasional untuk para dosen beserta staf pada 29 November 2024 di Gedung RAV FPSB UII.

Muzayin Nazarudin, S.Sos., M.A dan Dr. Zaki Habibi keduanya merupakan dosen sekaligus inisiator konferensi internasional di Prodi Ilmu Komunikasi bertugas menjadi fasilitator pada momen tersebut.

Memulai konferensi internasional dibutuhkan perencanaan yang matang, setidaknya dibutuhkan dua tim yakni tim konsep dan tim teknis untuk merealisasikannya.

“Beberapa panduan yang perlu diketahui salah satunya soal tim. Harus ada tim teknis yang memulai lebih awal biasanya ini tim kecil. Selanjutnya tim teknis melaksanakan dengan tim besar,” ujar Muzayin Nazarudin, S.Sos., M.A.

Mengingat konferensi internasional merupakan forum intelektual yang mempertemukan antara akademisi hingga praktisi dalam membahas isu tertentu ataupun memaparkan hasil riset yang tengah dijalankan, tentu hal detail yang berkaitan dengan partisipan menjadi concern utama.

“Konferensi esensinya adalah perjumpaan dan perbincangan. Forum akademik yang melibatkan banyak partisipan, membahas topik-topik yang beragam,” ujar Dr. Zaki Habibi.

Beliau juga menambahkan bahwa lima hal yang perlu diperhatikan antara lain:

  1. Reputasi dan kiprah kualitas kekaryaan pembicara utama (keynote speaker)
  2. Tema dan topik-topik call for paper
  3. Akses menuju dan selama di kota penyelenggaraan konferensi
  4. Kesempatan bertemu dan berbincang dengan dan para peserta
  5. Potensi publikasi dan kolaborasi pasca konferensi

Beberapa panduan teknis yang perlu digarap secara matang sebagai berikut.

Tiga Fase yang Wajib Diketahui tentang Konferensi Internasional

  1. Fase call for abstract, anggota tim yang dibutuhkan (konseptor lebih dari satu, desainer-web managemen, publisis, kesekretariatan.
  2. Fase persiapan teknis – pelaksanaan konferensi
  3. Fase paska konferensi

Merumuskan Hal-hal Mendasar

  1. Tema utama, deskripsi dan turunan tema.
  2. Keynotes (satu luar, satu dosen prodi). Hal ini dilakukan sebagai potensi kolaborasi jangka panjang.
  3. Waktu dan lokasi, target audiens, ketersediaan ruang, pastikan pelaksanaan dilakukan di kampus.
  4. Rencana publikasi, koordinasikan dan buat perjanjian yang jelas dengan pihak pengelola jurnal.
  5. Time line, berkaitan dengan penjadwalan dan perhitungan waktu.
  6. Event pendamping, selain tour di tempat wisata, salah satu daya tarik yang bisa dilakukan adalah memberikan workshop-workshop pendamping.

Konferensi internasional yang telah dilakukan harapannya menjadi ruang untuk menjalin kolaborasi, memperluas koneksi antar akademisi dan praktisi. Selain itu, momen ini bisa menebalkan expertise para dosen di Prodi Ilmu Komunikasi UII.

“Konsensus yang ingin kita buat, sudah banyak doktor sudah saatnya promot teman sendiri expert di bidang tersebut, sehingga ini menjadi ruang yang tepat,” tandas Muzayin Nazarudin, S.Sos., M.A.

CCCMS
Reading Time: 3 minutes

Rangkaian agenda pada 7th Conference on Communication and Media Studies (CCCMS) menghadirkan beberapa workshop unik sebelum forum akademik itu berlangsung. Konferensi internasional yang diinisiasi oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII menyuguhkan beberapa workshop gratis untuk para presenter.

Menariknya workshop-workshop itu tak melulu berbau akademik yang memusingkan, melainkan kegiatan unik yang memicu ide-ide baru. Ada empat workshop dalam program pre-konferensi antara lain Urban Walking, Photobook and Design Thingking, Environmental Communication, dan Writing Class for International Journal.

Semua workshop dilaksanakan di hari yang sama yakni 27 Agustus 2024. Peserta berhak memilih dan bergabung pada salah satu workshop dan bertemu dengan fasilitator professional.

Urban Walking

Tak sekedar jalan-jalan, Urban Walking yang difasilitatori olerh Dr. Zaki Habibi menekankan pada sensory method selama proses perjalanan melintasi jalanan utama Yogyakarta. Mengawali titik di Tugu Golong Gilig sekitar Tugu Yogyakarta pada pukul 08:00 WIB, perjalanan dilakukan dengan menyusuri situs UNESCO World Heritage: mulai dari jalan Margo Utomo, Mangkubumi, melewati rel kereta, kemudian berakhir di Jalan Malioboro. Perjalanan sepanjang 2,5 kilometer itu usai pukul 12.00 WIB.

Workshop ini diikuti oleh peserta dari berbagai negara mulai dari Indonesia, India, Cina, dan Taiwan. Dr. Zaki mengajak peserta untuk mengamati hal-hal yang dilalui selama perjalanan dari hasil pandangan mata, suara, bau, sentuhan, dan rasa. Peserta diminta untuk membuat sensory mapping yang mendokumentasikan perjalanan tersebut serta hal-hal apa saja yang menarik perhatian. Sesampainya di area Jalan Malioboro, Dr. Zaki meminta peserta menggambar situasi jalan sesuai dengan yang menjadi perhatian peserta misalnya kombinasi antara modernitas dan tradisionalitas di jalanan Yogyakarta.

Salah satu peserta asal Indonesia yakni Lutviah menyebut jika workshop ini memberinya wawasan soal metode baru yang mendukung pekerjaannya sebagai peneliti.

“Sebagai peneliti sosial, menurut saya workshop Urban Walking dan Sensory Method ini sangat menarik karena workshop ini menawarkan pendekatan baru dalam penelitian sosial. Workshop ini melatih saya untuk melakukan pengamatan mendalam tentang hal-hal yang terjadi di sekitar saya dengan menggunakan seluruh panca indera yang saya miliki. Dari proses tersebut, saya mampu menemukan hal-hal menarik yang sebelumnya tidak pernah saya perhatikan, misalnya perpaduan antara modernitas dan tradisionalitas di jalanan kota Yogyakarta. Kemampuan observasi mendalam seperti ini menurut saya penting untuk dapat menangkap fenomena-fenomena sosial, khususnya fenomena komunikasi, serta menganalisis implikasinya terhadap masyarakat,” ujar Lutvia salah satu peserta workshop.

Photobook and Design Thingking: An Introduction

Workshop ini menggandeng Gueari Galeri yang merupakan publisher buku foto dari Indonesia. Bertajuk Photobook and Design Thinking: An Introduction workshop ini fokus dengan hasil jepretan peserta yang nantinya akan diubah menjadi buku foto.

Salah satu peserta yang aktif dalam menekuni hobi journaling, Sri Rahmawati tertarik untuk menerbitkan buku foto.

“Aku ingin bisa nerbitin buku foto archive, mungkin tentang academic journey-ku atau hal-hal simpel lain. Aku tuh suka ngumpulin kaya tiket kereta atau kalau aku makan sama orang yg spesial, aku bakal simpan nota-nya, mungkin hal-hal kaya gitu suatu hari bisa kujadikan buku foto,” pungkas Rahma.

Fasilitator dari Gueari Galeri, Caron Toshiko dan Andi Ari Setiadi, menyebutkan kegiatan ini merupakan pengantar kepada peserta untuk mengenal buku foto sebagai salah satu cara mengekspresikan diri.

“Kami melihat fotografi itu salah satu medium nonverbal yang bisa digunakan semua orang untuk menggali banyak hal dengan cara yang mudah dan menarik,” ujar Caron.

“Ada cerita, ada kegelisahan, atau ada kemarahan, bahkan dan foto bisa menjadi medium untuk mengeluarkan itu semua,” jelas Ari.

Environmental Communication

Tak sekedar workshop yang berhenti dalam waktu satu hari, program ini mengajak peserta untuk melakukan proyek panjang yang berkelanjutan.

Muzayin Nazaruddin, M.A selaku fasilitator workshop menginisiasi proyek tersebut untuk peserta  yang tertarik berkontribusi dalam sebuah buku yang disunting (dalam Bahasa Indonesia) tentang komunikasi lingkungan dan humaniora lingkungan. T

Topik-topik yang akan dibahas dalam buku ini meliputi risk and disaster communication, environmental crises, human-animal relations, nature-culture tensions, local ecological knowledge, environmental activism, dan tema-tema lain yang terkait.

Menyadari kompleksitas antara manusia, teknologi, dan alam saling berkontribusi dalam membentuk realitas dunia maka workshop ini tentu akan memunculkan banyak hal yang mengusik.

Workshop ini juga menghadirkan Achmad Choirudin dari Insist Press untuk membicarakan rencana penerbitan buku bertopik komunikasi lingkungan.

Writing Class for International Journal

Workshop Writing Class for International Journal yang difasilitatori oleh Prof. Masduki nampaknya menjadi program favorit. Puluhan akademisi dari berbagai negara antusias dan responsive selama workship berlangsung.

Peserta diajak untuk lebih mengenal area riset yang diminati dan mendapatkan tips-tips berharga mengenai pemilihan jurnal yang tepat serta teknik penulisan yang efektif. Nico Carpentier dari Charles University yang juga menjadi Keynote Speaker dalam konferensi ini turut bergabung dan memberikan feedback.

You have to start writing, create narrative about your publication and connect your journals to one line expertise.” ujarnya.

Melalui Writing Class ini, diharapkan para peserta dapat meningkatkan kualitas penulisan ilmiah dan memperluas jaringan kerjasama di bidang penelitian. Acara ini juga menjadi bukti bahwa CCCMS terus berkomitmen untuk mendorong pengembangan ilmu pengetahuan di bidang komunikasi.

Di akhir acara, Prof. Masduki menutup sesinya dengan kalimat yang pamungkas “Consistency! It is to make advance move for your academic journey!”

P2A
Reading Time: 2 minutes

Selepas mengeksplore Yogyakarta dalam program inbound Passage to ASEAN (P2A) 2024, delegasi dari Internasional Program Ilmu Komunikasi UII bersama delegasi SCIMPA UUM akhirnya terbang ke Malaysia pada 24 Agustus 2024.

Menariknya 10 delegasi dari UII akan mengeksplore beberapa wilayah di Malayasia mulai dari Kedah yang merupakan rumah dari UUM, Langkawi, hingga Kuala Lumpur. Selama enam hari para delegasi akan mengikuti berbagai program yang telah disiapkan oleh pihak SCIMPA UUM,

Berbeda dengan program inbound, beberapa agenda yang akan diikuti delegasi UII selama di Malaysia adalah visiting to SCIMPA Anjung Tamu, photography session, hingga bergabung dalam konferensi internasional di Langkawi.

Tak hanya menjadi peserta dalam konferensi internasional, salah satu dosen pendamping dari Prodi Ilmu Komunikasi, Dr. Herman Felani, S.S., M.A ditunjuk menjadi keynote speaker dalam forum internasional tersebut.

Visiting Anjung Tamu dan Photography Session

Setelah tiba di Malaysia, pada 25 Agustus 2024 delegasi UII lakukan kunjungan ke SCIMPA Anjung Tamu. Berkeliling di lokasi kampus juga mengenal budaya akademik yang tentu berbeda dengan Indonesia.

Usai lakukan kampus tour, 10 delegasi dari UII berkesempatan belajar fotografi dengan Klub Kamera Kedah. Jika workshop photography sesi inbound di Yogyakarta mengambil latar alam, di Malaysia Klub Kamera Kedah mengajak para delegasi untuk mengeksplore kota di Alor Setar.

Photo session dilakukan dengan berbagai objek bangunan serta saling bergantian menjadi model dengan busana khas daerah.

CIIC Langkawi and Cultural Dinner

Konferensi internasional Creative Industry International Conference (CIIC) yang selenggarakan SCIMPA UUM pada 26 Agustus 2024 di Goldsand Hotel, Pulau Langkawi, Malaysia turut mengundang dosen prodi Ilmu Komunikasi yakni Dr. Herman Felani, S.S., M.A sebagai keynote speaker.

Bertemakan “The Emergence of AI in Culture and Creative Industries: Opportunities and Challenges.” Dalam presentasinya Herman Felani menyajikan hasil penelitiannya terkait penggunaan AI (artificial intelligence) atau kecerdasan buatan dan budaya populer dalam kampanye pemilihan presiden Indonesia di tahun 2024.

“Dalam dunia politik, AI yang dikombinasikan dengan budaya populer berhasil menarik pemilihan para pemilih muda khususnya dari generasi millenial dan Gen Z untuk mengekspresikan dukungan politik kepada kandidat presiden dan wakil presiden sebagai bagian dari kampanye yang kreatif,” ujarnya.

Diskusi tersebut mengundang banyak pertanyaan dan diskusi lebih lanjut, bagi audiens Malaysia fenomena yang dipaparkan tidak ditemui dalam pemilihan umum di Malaysia dan merupakan sesuatu yang unik dan menarik bagi warga Malaysia.

Sementara salah seorang mahasiswa S3 dari Universiti Utara Malaysia yang berasal dari China menyatakan bahwa presentasi dari Dosen UII tersebut memberikan inspirasi baginya untuk mengembangkan penelitiannya melalui penggunaan AI untuk melestarikan budaya ziarah ke makam keluarga di China.

Usai konferensi internasional, agenda ditutup dengan cultural dinner dari kedua pihak. Ini merupakan forum hangat dan santai.

Keterlibatan UII sebagai mitra Universiti Utara Malaysia 2024 merupakan bagian realiasi kerjasama yang telah berlangsung sejak 2018 antara Prodi Ilmu Komunikasi UII dengan SCIMPA UUM. Program ini merupakan rangkaian dari Program P2A ICE CREAM (Passage to ASEAN International Course on Creative Media) yang merupakan program mobility untuk mahasiswa UII dan UUM yang berlangsung pada 19-29 Agustus 2024. 10 orang mahasiswa International Program Ilmu Komunikasi UII juga hadir dalam workshop penggunaan AI dalam Produksi Konten yang menjadi acara pembuka CIIC 2024.

CCCMS 2024: Masduki Sampaikan ‘Hybrid Media & Politics’ hingga Singgung Darurat Demokrasi Indonesia dalam Forum Internasional
Reading Time: 2 minutes

Masduki berkesmpatan menjadi keynote speaker dalam forum internasional 7th Conference on Communication, Culture and Media Studies (CCCMS) pada 29 Agustus 2024 di gedung Auditorium FPSB UII. Bertemakan Hybrid, Masduki menyampaikan materi bertajuk Hybrid Media & Politics (Democracy) in Post-Authoritarian Indonesia.

Dalam pembukaan presentasinya, poster runtuhan gedung Mahkamah Konstitusi hingga Presiden Jokowi dengan mahkota yang dikelilingi kerabat dan keluarganya diharapkan mampu menggugah audiens dari beragai negara.

“Very provocative, right? Tell us about Jokowi. I’m sure everyone knows Jokowi, our president. Ten years president. We got him in the funniest way as Mulyono, we call him. So, Jokowi is the father of the family oriented,” ujar Masduki membuka diskusi.

(Sangat provokatif, bukan? Ceritakan tentang Jokowi. Saya yakin semua orang tahu Jokowi, presiden kita. Presiden sepuluh tahun. Kami menyebutnya dengan sebutan yang paling lucu, Mulyono, kami memanggilnya. Jadi, Jokowi adalah bapak yang berorientasi pada keluarga)

Pernyataan ini dilempar atas respon kondisi darurat demokrasi di Indonesia. Istilah Raja Jawa dan Dinasti menyeruak lantaran aturan batas usia calon wakil presiden diacak-acak demi memuluskan langkah putranya maju dalam kontetasi politik.

Beranjak dari fenomena tersebut, darurat demokrasi di Indonesia sebenarnya dialami oleh semua masyarakat. Dalam konteks Hybrid, Masduki memberikan contoh soal penggunaan internet dan media digital. Di Indonesia masyarakat sah-sah saja memiliki akun media sosial ganda.

Bahkan dengan perasaan yang tenang, pengguna menganggap internet adalah ruang kolaboratif yang transparan akibat provokasi yang yang selama ini dilanggengkan.

So why we discuss about public spare? This is an idea of (quotation?) of wider context Indonesia with other countries. If you read about this decription this tell us in positive ways that internet is forum for public, can share global ownership, everyone can have social media account, right?

Sementara, yang terjadi di Indonesia adalah ketika masyarakat menyerukan sebagai oposisi dan mengkritik pemerintah tak lama pihak kepolisian akan meringkusnya. “Let say, the index like the opposite site internet is mythology or reality?, ” (“Katakanlah, indeks seperti situs internet yang berlawanan adalah mitos atau kenyataan?”)

Sementara dalam aksi unjuk rasa secara langsung, masyarakat Indonesia tak serta merta bisa melakukannya begitu saja. Persoalan administratif perizinan, jika tidak para aparata akan datang dan menghentikan dengan alasan tak berizin.

Menanggapi fenomena tersebut, Nico Carpentier yang juga terlibat dalam diskusi tersebut menegaskan jika kondisi di Indonesia sangat bermasalah, ia meyakini jika hybridity dan demokrasi seharusnya tidak melanggar hak asasi manusia.

“We shouldn’t celebrate hybridity anymore, we should definitely like get the problematic part, and I think there celebration of hybridity like we have some really good things in our society and we found human rights at that time, I think that the probably the limits,” ungkap Nico Carpentier.

(“Kita seharusnya tidak merayakan hibriditas lagi, kita seharusnya mendapatkan bagian yang bermasalah, dan saya pikir perayaan hibriditas seperti kita memiliki beberapa hal yang sangat baik di masyarakat kita dan kita menemukan hak asasi manusia pada saat itu, saya pikir itu mungkin batasnya,”)

Atas darurat demokrasi di Indonesia, Masduki menyebut jika negara Indonesia lebih cocok disebut sebagai negara dengan paham monarki.

“I do agree with many critical scholars that say Indonesia is not really republic, but this is monarchy,” tandasnya.

(“Saya setuju dengan banyak sarjana kritis yang mengatakan bahwa Indonesia tidak benar-benar republik, tetapi ini adalah monarki,”)

Nico Carpentier, Hubungan Media dengan Demokrasi hingga ‘Political Struggle’
Reading Time: 3 minutes

Nico Carpentier merupakan Extraordinary Professor dari Charles University yang ditunjuk menjadi keynote speaker dalam perhelatan The 7th Conference on Communication, Culture and Media Studies (CCCMS) 2024 dalam tema Hybrid pada 28 Agustus 2024 di Auditorium FPSB UII.

Pada kesempatan itu Nico menjelaskan bagaimana hubungan media dengan demokrasi yang menjadi perjuangan politik atau political strunggle. Materi tersebut dipaparkan sesuai dengan konteks hybrid pada 7th CCCMS 2024.

“What I wanted to talk about is very much in line with the main theme of the conference, hybridity. Although I might once in a while translate it as a discussion on contingency, which is for me, quite close to the logics of hybridity,” ujar Nico membuka presentasinya.

(“Apa yang ingin saya bicarakan sangat sesuai dengan tema utama konferensi ini, yaitu hibriditas. Meskipun sesekali saya mungkin akan menerjemahkannya sebagai diskusi tentang kontingensi, yang bagi saya cukup dekat dengan logika hibriditas,”)

Baginya, demokrasi dalam konteks hybrid merupakan kontruksi sosial yang selalu mengikuti kondisi politik dan budaya suatu negara. Sementara, media memiliki peran ganda. Mulai dari ruang untuk menegosiasikan hingga perdebatan bagi elit politik, kritik masyarakat dan media itu sendiri, namun juga menjadi kekuatan perjuangan politik.

“And I will come back to the 2011 book, rest assured, but this is important for me. But I will also start by talking a bit about the discursive material, because that theoretical model, that (ontology?) will allow me to put emphasis on the role of hybridity and contingency. It’s actually a main theoretical framework that I can use to emphasize the importance of hybridity and contingency, together with, and that’s also in the title, the notion of political struggle. Because I would like to emphasize that when we start thinking about the relationship of media and democracy, we need to think about this issue from the perspective of political struggle,” tambahnya.

(“Dan saya akan kembali ke buku tahun 2011, yakinlah, tapi ini penting bagi saya. Tetapi saya juga akan memulai dengan berbicara sedikit tentang materi diskursif, karena model teoritis itu, (ontologi?) akan memungkinkan saya untuk menekankan peran hibriditas dan kontingensi. Itu sebenarnya adalah kerangka teori utama yang dapat saya gunakan untuk menekankan pentingnya hibriditas dan kontingensi, bersama dengan, dan itu juga ada di dalam judul, gagasan tentang perjuangan politik. Karena saya ingin menekankan bahwa ketika kita mulai berpikir tentang hubungan media dan demokrasi, kita perlu memikirkan masalah ini dari perspektif perjuangan politik,”)

Dalam perjuangan politik, peran berbagai pihak bisa jadi sangat besar, berbahaya, dan tak terduga. Jika elit politik bisa saja mengendalikan peran media, peran masyarakat juga demikian.

“In many cases, high level of democracy being more ethical, high citizen participation even high dangerous in some cases,” ungkapnya.

(“Dalam banyak kasus, tingkat demokrasi yang tinggi menjadi lebih etis, partisipasi warga yang tinggi bahkan berbahaya dalam beberapa kasus,”)

Fenomena tersebut kerap terjadi dalam dunia politik di Indonesia terutama, maka sudah selayaknya jurnalis bekerja atas dasar kebenaran. Bukan ikut turut sebagai buzzer politik untuk melanggengkan salah satu pihak yang ingn berkuasa.

“The journalists have power on it. But we have to point it that we ask them (journalists) not as journalist but deeply for community responsibilities,” tegasnya.

(“Para jurnalis memiliki kekuatan di dalamnya. Namun kami harus menekankan bahwa kami meminta mereka (jurnalis) bukan sebagai jurnalis, tetapi lebih kepada tanggung jawab kepada masyarakat,”)

Nico mengaku sangat bersyukur hadir dalam 7th CCCMS 2024 karena akan mendapatkan berbagai perspektif dan insight dari para presenter yang hadir dari berbagai negara.

“My pleasure to be able to listen to you. Because that’s obviously what conferences are about, is to create dialogues between many different voices. And it’s good to hear that people from many different countries have been, so thanks for making this possible,” ujaranya dalam sesi perkenalan.

(“Senang sekali bisa mendengarkan Anda. Karena memang itulah tujuan dari konferensi ini, yaitu untuk menciptakan dialog di antara banyak suara yang berbeda. Dan senang mendengar bahwa orang-orang dari berbagai negara telah hadir, jadi terima kasih karena telah membuat hal ini menjadi mungkin,”)

Penulis: Meigitaria Sanita

Communicating Space and Place in Cultural Hybridity
Reading Time: 2 minutes

Panel bertajuk Communicating Space and Place in Cultural Hybridity pada 7th CCCMS 2024 yang dipandu oleh Holy Rafika Dhona, salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, pada 28 Agustus 2024 menggali lebih dalam terkait bagaimana mengkomunikasikan ruang dalam budaya hybrid.

Salah satu paper menarik milik Natalia Grincheva dari LASALLE, University of Arts Singapore dengan judul “Smart & Creative Environments? Exploring the Role of Arts Data in Sustainability of Smart Cities” mengeksplorasi bagaimana data seni yang dihasilkan oleh organisasi budaya dapat diintegrasikan dalam tata kelola smart city secara berkelanjutan dengan pendekatan kultural.

Natalia membandingan konsep smart city yang diusung Singapura dengan beberapa negara seperti Melbourne, New York City, dan London. Hasilnya adalah Singapura dan Melbourne belum menemukan refensi secara eksplisit terkait kebijakan di dalamnya. Berbeda dengan NYC yang jelas fokus pada smart environment dan London yakni smart living.

Beberapa pertanyaan yang digali dalam riset tersebut berkisar soal kebijakan yang mempertanyakan apakah seni dan budaya memberikan kontribusi yang berarti pada pengembangan smart city. Bahkan keterlibatan pemerintah dalam memberikan insentif dan dukungan yang berarti serta organisasi budaya yang mungkin akan menawarkan meaningful space untuk masyarakat kota.

Presenter kedua ada Josephine Choi Hio Ian, dari Hong Kong dengan papernya yang berjudul “Cultural Space and Place in China’s Smart Cities”. Riset tersebut mengeksplorasi kebijakan dan praktik di wilayah Greater Bay Area terkait smart city dengan mengimplementasikan proyek-proyek budaya. Riset ini juga menggali teknologi pada smart infrastructure seperti proyek taman budaya OCT-LOFT Creative di Shenzhen dan Distrik Budaya Kowloon Barat di Hong Kong.

Sementara penemuan Josephin menyebut bahwa data tentang aplikasi pintar dalam industri budaya di Hong Kong dan Shenzhen dalam rencana wilayah Teluk masih belum tersedia. Dampak dari penggabungan budaya dan pengembangan Smart City di wilayah teluk yang lebih luas belum dieksplorasi. Terakhir soal kebijakan dan praktiknya belum dieksplorasi secara luas.

Selain dua presentasi terkait smart city dan budaya, ada dua presentasi lain yakni oleh Andrea Miconi, IULM University dengan judul “Values and Fears of the Europeans; A Media Theory Perspective”. Secara spesifik menjelaskan hasil proyek Horizon 2020 project EUMEPLAT – European Media Platforms yang menilai eksternalitas positif dan negatif untuk budaya Eropa.

Panelis terakhir adalah Martriana Ponimin Said, Universitas Pancasila Jakarta dengan papernya berjudul “Life is a Game: Scrabble Club Community in Inland Village”. Riset ini menunjukkan peran penting komunitas scrabble di desa pedalaman dalam meningkatkan kualitas diri masyarakatnya. Tantangannya adalah bagaimana lingkungan yang hibrida yang belajar bahasa asing namun tetap mempertahankan budaya tradisional. Studi ini berada di Kampoeng Inggris Borneo. []

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Budaya pop dan fandom kpop serta film
Reading Time: < 1 minute

Budaya pop selalu memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat. Pada satu sisi masyarakat terpengaruh dengan berbagai produk budaya pop di sisi lain, budaya pop juga memengaruhi kehidupan masyarakat.

Hal tersebut membuat budaya pop menjadi satu topik yang menarik untuk didiskusikan secara akademik. Inilah yang menjadi spirit dalam salah satu diskusi panel dalam 7th CCCMS 2024 yang bertajuk “Pop Culture and Hybrid Media”.

Sesi tersebut berlangsung pada Rabu siang 28 Agustus 2024 dan dimoderatori oleh Khumaid Akhyat Sulkhan, dosen program studi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia. Ada tiga presenter dalam forum tersebut, termasuk Sulkhan sendiri. Presenter pertama bernama Rina Sari Kusuma dari Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan topik “Xkwavers as Third Space: Hybrid Identities of Hallyu-Muslim Community Fans”. Ia membicarakan fandom Korea muslim di Indonesia yang kemudian menggunakan konten-konten K-Pop sebagai sarana dakwah.

Presenter kedua bernama Dimas Ramadhiansyah dari Universitas Airlangga, Surabaya, dengan judul topik ““I had Post-Concert”: A Netnographic Study of Lucy Fans Community Dynamic in a WhatsApp Group Post LUCY We Are Lading Jakarta 2024 Concert”. Topik ini mendalami praktik konsumsi fandom salah satu grup musik Korea.

Kemudian, panel terakhir presentasi dari Sulkhan dengan topik presentasi berjudul “Understanding the Dark History of 1965 in Horror Films: A Study of Representation in the Film “Malam Para Jahanam””. Ia membahas tentang bagaimana sejarah tragedi 1965 diwacanakan dalam film horor.

Setelah semua presenter memaparkan topik masing-masing, acara dilanjutkan dengan tanya jawab. Tampak para peserta aktif memberikan pertanyaan dan masukkan kepada para presenter hingga sesi berakhir.

Penulis: Khumaid Akhyat Sulkhan

CCCMS 2024
Reading Time: 3 minutes

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid secara resmi membuka gelaran Conference on Communication, Culture, and media Studies (CCCMS) 2024 pada 28 Agustus 2024 di Ruang Auditorium Lantai 3 Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya.

Dalam pembukaan tersebut, Fathul Wahid menyampaikan argumennya terkait tema Hybrid yang diusung oleh Prodi Ilmu Komunikasi pada sesi 7th CCCMS 2024. Ia menyebut bahwa human are not totally independent. Pernyataan tersebut mengarah paada pemikiran Bruno Latour yang merupakan sosok filsuf, sosiolog, sekaligus antropolog asal Prancis.

Sesuai dengan Hybrid dalam tema 7th CCCMS 2024 yang fokus terhadap isu-isu dan tantangan kontemporer dalam ekosistem digital dan lingkungan, konsep yang dikemukakan Bruno Latour soal ekologi tidak hanya tentang ekosistem tetapi lebih dari itu yakni hubungan kompleks antara manusia, teknologi, dan alam.

“We are not shaping the context, but we are engaged in virtual shaping. And we as human are not totally independent because we to some extent or event to a real extent are dependent to other actors,” ujar Rektor UII.

(“Kita tidak membentuk konteks, tetapi kita terlibat dalam pembentukan virtual. Dan kita sebagai manusia tidak sepenuhnya independen karena kita dalam beberapa hal atau peristiwa bergantung pada aktor-aktor lain,”)

“When we are talking about the information system or information technology, so now we are discussing about the social materiality. So information technology is not always material only. But also social materiality we ca not detach information system or information technology from its independent existence, that to some extent will influence us. Because I do believe that material determinism is not the only way to see the reality, but we have to invite another perspective, we can call it as social determinism,”

(“Ketika kita berbicara mengenai sistem informasi atau teknologi informasi, maka sekarang kita membahas mengenai materialitas sosial. Jadi teknologi informasi tidak selalu bersifat material saja. Tapi juga materialitas sosial, kita tidak bisa melepaskan sistem informasi atau teknologi informasi dari keberadaannya yang independen, yang sedikit banyak akan mempengaruhi kita. Karena saya percaya bahwa determinisme material bukan satu-satunya cara untuk melihat realitas, tapi kita harus mengundang perspektif lain, yang kita sebut sebagai determinisme sosial,”)

Senada dengan pernyataan yang disampaikan oleh chair 7th CCCMS 2024, Muzayin Nazaruddin bahwa konferensi ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan yang kompleks antara alam, budaya, hingga fenomena hibriditas budaya masyarakat pasca kolonial.

Rektor UII juga menyampaikan kegembiraannya terkait gelaran ketujuh konferensi internasional tersebut, ia menganggap bahwa pertemuan akademik ini menjadi komitmen dan dedikasi Progam Studi Ilmu Komunikasi terhadap kajian komunikasi, media, dan budaya.

“I am delighted to welcome you all in this conference that held by my fellow department of communication Universitas Islam Indonesia, this year is the 7th edition that indicate of many things. At least, indicate of dedication of department of communication,” ungkapnya lagi.

(“Saya sangat senang menyambut Anda semua dalam konferensi yang diadakan oleh rekan-rekan Departemen Komunikasi Universitas Islam Indonesia, tahun ini merupakan edisi ke-7 yang menandakan banyak hal. Setidaknya, ini menunjukkan dedikasi departemen komunikasi,”)

Hadir pula Kaprodi Ilmu Komunikasi, Iwan Awaluddin Yusuf, yang menyambut partisipan dari berbagai negara.

“(Theme) Relevant as we navigate the evolving landscape of communication, culture, and media across a broad spectrum of challenges. From analog to digital, ecosystem, local and global environments, as well as natural and cultural practices. Today and tomorrow, we will have the privilege of engaging in a broad discussion, exploring cutting-edge research research, and exchanging ideas on a wide range of topics, spanning from a theoretical perspective on hybrid culture to empirical studies on artificial intelligence and so on,”

(“(Tema) Relevan ketika kita menavigasi lanskap komunikasi, budaya, dan media yang terus berkembang di berbagai spektrum tantangan. Dari analog ke digital, ekosistem, lingkungan lokal dan global, serta praktik-praktik alam dan budaya. Hari ini dan besok, kita akan memiliki hak istimewa untuk terlibat dalam diskusi yang luas, mengeksplorasi penelitian terkini, dan bertukar ide tentang berbagai topik, mulai dari perspektif teoretis tentang budaya hibrida hingga studi empiris tentang kecerdasan buatan dan sebagainya,”)

Konferensi internasional ini diikuti oleh akdemisi dari berbagai negara yakni Portugal, United Kingdom, Polandia, India, Taiwan, Brasil, Thailand, Jepang, Hong Kong, Italia, Pakistan, China, Malaysia, dan Singapura. Hal ini membuktikan bahwa isu-isu yang diangkat dalam konferensi ini sangat relevan dengan perkembangan zaman.

Penulis: Meigitaria Sanita

Enviromental Communication Workshop
Reading Time: 2 minutes

Enviromental Communication Workshop menjadi salah satu agenda sebelum perhelatan Conference on Communication, Culture and Media Studies (CCCMS) 2024 yang digelar oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII pada 27 Agustus 2024.

Workshop ini menjadi salah satu inovasi pada 7th CCCMS 2024, pasalnya selain penggalian ide dari peserta, diskusi ini akan berakhir pada rencana proyek jangka panjang yang berkelanjutan.

Dipandu oleh Muzayin Nazaruddin, workshop ini dirancang untuk peserta yang tertarik untuk berkontribusi dalam sebuah buku yang disunting (dalam Bahasa Indonesia) tentang komunikasi lingkungan dan humaniora lingkungan. Topik-topik yang akan dibahas dalam buku ini meliputi risk and disaster communication, environmental crises, human-animal relations, nature-culture tensions, local ecological knowledge, environmental activism, dan tema-tema lain yang terkait.

Menyadari kompleksitas antara manusia, teknologi, dan alam saling berkontribusi dalam membentuk realitas dunia maka workshop ini tentu akan memunculkan banyak hal yang mengusik.

Dalam sesi diskusi, pernyataan dari salah satu peserta cukup menarik untuk ditelisik yakni bagaimana bencana alam merupakan bahasa yang diciptakan oleh manusia, sementara bagi alam, peristiwa ini adalah sebuah fase yang alamiah. Perbincangan lain juga cukup unik terdengar, seperti strategi-strategi yang akan disusun oleh para ilmuan dalam menghadapi kehancuran bumi, salah satunya pindah planet. Dan hal tersebut menjadi kajian yang serius.

“Alam dan eksistensi manusia menjadi satu diskursus yang bisa dieksplorasi menggunakan berbagai pendekatan. Namun, di Indonesia, perspektif yang dominan masih sangat teknokratis. Butuh perspektif yang humanis utk memperkaya wacana terkait persoalan lingkungan di Indonesia. Hal inilah yang menjadi salah satu sorotan dalam workshop enviromental communication,” ujar Khumaid Sulkhan salah satu peserta workshop tersebut.

Muzayin Nazaruddin mengatakan bahwa rencana pembuatan buku tersebut akan menjadi proyek jangka panjang. Ia mengumpulkan ide dari para akademisi dan aktivis yang berkumpul dalam workshop.

Workshop ini juga menghadirkan Achmad Choirudin dari Insist Press untuk membicarakan rencana penerbitan buku bertopik komunikasi lingkungan.

Acara kemudian diakhiri dengan para hadirin sepakat untuk menulis berbagai isu lingkungan, tetapi disatukan lewat benang merah yang sama. Kesamaan tersebut berupa topik besar maupun perspektif yang dielaborasi.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Menggali Resiliensi Lokal dalam Menghadapi Bencana
Reading Time: < 1 minute

Yogyakarta, 28 Agustus 2024 – Conference on Communication, Culture, and Media Studies (CCCMS) kembali digelar, menghadirkan beragam topik menarik yang membahas isu-isu terkini dalam bidang komunikasi dan sosial. Salah satu panel yang menarik perhatian adalah “Crisis, Risk, and Disaster in Hybrid Cultures”.

Panel ini menghadirkan empat judul abstrak yang membahas berbagai aspek bencana dan tanggapan masyarakat. Salah satu penelitian yang menarik adalah “An Understanding of the Informal Response, Culture, and Local Participation in Disaster Management in Indonesia from the 2018 Lombok Earthquake” yang dipresentasikan oleh Ikrom Mustofa dari Departemen Teknik Lingkungan, Universitas Islam Indonesia.

Ikrom dalam presentasinya mengungkapkan bahwa bencana gempa bumi Lombok tahun 2018 telah mengungkap konflik-konflik yang ada di dalam masyarakat lokal, terutama terkait alokasi sumber daya dan prioritas yang berbeda-beda di antara para pemangku kepentingan. Selain itu, budaya lokal dan kepercayaan agama juga memainkan peran penting dalam mitigasi dan respons bencana, mendorong solidaritas dan ketahanan masyarakat.

“Desa Tangguh Bencana, it is part of effort to localies regulation to improve the effect of the regulation. But the problem is still in the implementation to develop the regulation between internal stakeholders.” ujar Ikrom.

Penelitian ini juga menyoroti dampak psikologis yang serius pada penduduk lokal yang terkena dampak bencana. Trauma yang dialami oleh masyarakat memerlukan upaya penyembuhan trauma pasca bencana yang komprehensif untuk memulihkan kesejahteraan psikologis mereka.

Ikrom memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengintegrasikan regulasi nasional dengan regulasi lokal yang relevan terhadap konteks masalah. Hal ini dapat membantu meningkatkan efektivitas penanggulangan bencana dan memperkuat ketahanan masyarakat lokal.

Konferensi CCCMS ini memberikan kontribusi penting dalam memahami kompleksitas bencana dan tanggapan masyarakat. Melalui penelitian-penelitian seperti ini, diharapkan dapat diambil langkah-langkah yang lebih efektif untuk mengurangi dampak bencana dan membangun masyarakat yang lebih tangguh.

 

Penulis: Desmalinda