Tag Archive for: jurnal

Workshop Jurnal

Tugas akhir atau skripsi jika digarap dengan serius maka layak untuk dipublikasikan di jurnal bereputasi. Tentu bukan perkara mudah, lantas bagaimana cara mempublikasikan tugas akhir ke jurnal?

Dalam workshop bertajuk Strategi Publikasi Ilmiah di Jurnal Bereputasi Berbasis Tugas Akhir yang diinisiasi oleh Jurnal Cantrik bersama Prodi Ilmu Komunikasi UII pada 19 Oktober 2024 secara daring membahas detail terkait kiat-kiat menulis karya ilmiah berkualitas.

Di tengah masifnya keculasan dalam dunia akademik dan dugaan-dugaan jurnal predator, tentu workshop ini menjadi angin segar bagi mahasiswa dan para akademisi untuk menambah pengetahuan.

Hal tersebut sempat disinggung oleh Kaprodi Ilmu Komunikasi UII, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D, dalam membuka sesi workshop.

“Di tengah kecurangan praktik akademik masih ada orang yang peduli dengan urusan mengelola jurnal, naskah, edit, mengurus akreditasi jurnal dengan penuh dedikasi,” ujarnya

“Apreasiasi untuk rekan para penyelamat sistem akademik yang berintegritas bukan seperti yang itu, jangan ya dek ya seperti yang kita lihat praktik-praktik yang tidak bagus dalam konteks integritas akademik,” tambahnya.

Diikuti lebih dari 200 peserta yang tersebar dari penjuru negeri, workshop tersebut menghadirkan tiga pembicara yakni Prof. Rajab Ritonga (Ketua APJIKI), Dr. Fuad Nashori (Dosen Psikologi UII), dan Puji Rianto, M.A (Editor in Chief Jurnal Mahasiswa Cantrik).

Prof. Rajab Ritonga menyampaikan materi terkait Standar Penulisan Artikel Jurnal Nasional Terakreditasi. Dalam penjelasanya beliau menyebut jika salah satu ciri jurnal yang bereputasi baik adalah proses penerbitan yang prosesnya cukup panjang.

“Jurnal yang baik akan selalu melalui proses review, oleh sebabnya jurnal perlu waktu menerbitkan artikel minimal 6 bulan bahkan 1 tahun. Belum lagi proses balik setelah direview dikembalikan ke author untuk dilakukan perbaikan,” ujarnya.

Hal ini selaras dengan materi yang disampaikan oleh Puji Rianto, M.A, Memahami Selingkung Jurnal sebagai Strategi Penting Menembus Jurnal. Mengawali materi dengan menjelaskan detail alur kerja redaksi jurnal yang begitu panjang, ditambah para banyak penulis yang tidak memperdulikan selingkung jurnal sehingga berujung penolakan.

“Para penulis banyak yang kurang memperdulikan selingkung ini, sehingga kalau di Jurnal Komunikasi antriannya setahun bisa 300 artikel dan yang kami publish hanya 20. Kalau selingkungnya tidak sesuai akan kami tolak,” ungkapnya.

Sementara Dr. Fuad Nashori memberikan saran dalam materinya Publikasi Tugas Akhir, agar para mahasiswa mencari jurnal yang sesuai dengan riset yang tengah dilakukan.

“Tentu saja menyesuaikan topik, fokus dan scope harus tahu. Karena missal sama-sama jurnal komunikasi atau psikologi kalau di riset banyak nama-nama yang umum.” Pungkasnya.

Berikut berbagai tips terkait menulis tugas akhir agar berpeluang terpublikasi di jurnal berintegritas:

Tips Menulis Tugas Akhir untuk Diterbitkan di Jurnal

  1. Judul penting untuk menarik perhatian editor, sebaiknya mempresentasikan isi, informatif (highlight dan finding)
  2. Judul maksimal 14 kata
  3. Abstrak Mengandung latar belakang (jika ada), tujuan penelitian, metode penelitian, finding/hasil penelitian dan simpulan. Selain itu dilengkapui maksimal 5 kata kunci.
  4. Introduction memuat state of the art, serta menyatakan dan merumuskan masalah penelitian.

Tahap Awal Memilih Jurnal

  1. Kesesuaian topik TA dengan fokus scope jurnal
  2. Kesesuaian jenis artikel hasil riset dan non riset, riset kuali kuanti mix method
  3. Memutuskan jurnal sasaran dengan skala prioritas 1 sampai 3

Sistematika/Selingkung (Jurnal Cantrik)

  1. Judul
  2. Abstrak
  3. Pendahuluan
  4. Teori
  5. Metode
  6. Hasil dan Pembahasan
  7. Kesimpulan
  8. Daftar Pustaka

Soal pelanggaran akademis selengkapnya dapat dibaca pada laman berikut:

https://communication.uii.ac.id/pelanggaran-akademis-di-tingkat-universitas-mengapa-sering-terjadi/

TikTok

Artikel ilmiah berjudul Memes and Constructions of TikTok Culture in #DontPlayPlayBosku yang ditulis oleh Sumekar Tanjung, S.Sos, M.A. salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) telah terbit pada 15 Mei 2024 di Jurnal Studies in Media and Communication – RedFame.

Gagasan yang diungkapkan pada riset ini adalah, TikTok tidak hanya sekedar media sosial namun terdapat teks yang kompleks dan memetics. Selain memediasi dan memfasilitasi produksi video pendek, tetapi TikTok juga telah menjadi budaya. Sementara unggahan video di platform tersebut perharinya mencapai 35 milion menjadi kajian yang komprehensif.

Meme yang menjadi gagasan utama pada riset ini merupakan medium komunikasi sebagai bentuk ekspresi multipartisipan kreatif untuk menyampaikan identitas budaya dan politik yang mampu dinegosiasikan ternegosiasi. Namun di Bahkan TikTok telah melampaui itu, meme dikreasikan dengan secara remix atas gambar, video, audio, dan pesan. Dalam konteks budaya internet, meme menjadi artefak online yang disebarkan melalui peniruan, kompetisi, dan transformasi.

Jika sebelumnya meme hanya dianggap sebagai jokes, nyatanya meme memuat kritik sosial dan politik. Bahkan meme mampu membuat perubahan dan narasi publik baik secara langsung maupun online.

Terkait meme Don’t Play Play Bosku telah populer sejak tahun 2020 lalu, salah satu influencer Indonesia yakni Awkarin. Terlepas dari asumsi soal gaya hidup kelas atas yang dipamerkan oleh Awkarin, namun hal itu tak berarti mewakili kehidupan nyata dari influencer yang cukup berpengaruh di Indonesia.

Meme Don’t Play Play Bosku telah populer sejak 2020 lalu melalui influencer Indonesia, Awkarin.

“Dalam video pendek berdurasi 9 detik, Awkarin mengekspresikan ungkapan berbunyi, “Visi foya misi foya, visi misi foya foya. Don’t play play bosku.” Dengan dimaknai secara bebas, lelucon ini seolah mengajak pada siapapun yang menginginkan kepuasan materi, jangan membuang waktu, dan berlaku serius”.

“Kemudian “bosku” merupakan ekspresi informal. Beberapa orang di Indonesia mengatakan “siap bosku” alih-alih menjawab “OK” atau “OK boss”. Penggunaan istilah ini saat ini dapat dilekatkan kepada siapapun, tidak hanya kepada boss atau atasan tapi juga teman, orang yang lebih tua, sekedar untuk lucu-lucuan atau bercanda”.

Penelitian dilakukan dengan teknik pengambilan sampel puRposif dengan mencari tema-tema kaya informasi dan menangkap variasi analitik penting dalam fenomena. Dari 84.400 video, peneliti menyaring sampel 145 video kemudian mengambil 10 video yang mewakili dengan berbagai ketentuan memiliki kriteria yakni memiliki memperoleh likes lebih dari 50.000 likes dan 5.000 angka capaian shared. Hasil riset yang berfokus pada meme Don’t Play Play Bosku menunjukkan tiga klasifikasi tema yakni inadequacy (menjadi yang tidak memadai), metaphors and practice of playfulness (metafora praktik main-main), dan mental satire (sindiran kena mental).

“Temuan penelitian ini menegaskan bahwa konstruksi budaya TikTok pada pengguna terbentuk dari ritual bersama dalam peniruan dan replikasi. Mengkaji budaya TikTok semacam ini tidak dapat hanya mengacu pada analisis video secara tunggal, namun juga memerlukan analisis budaya TikTok sebagai platform partisipatif yang dibingkai algoritma”.

Penulis:

Sumekar Tanjung merupakan dosen Prodi Ilmu Komunikasi yang fokus dengan klaster riset Komunikasi Visual.

Studies in Media and Communication – RedFame

https://doi.org/10.11114/smc.v12i3.6842

 

pelanggaran akademis

Kasus pelanggaran akademis di tingkat universitas menjadi perbincangan hangat di kalangan akademisi hingga publik. Kasus ini perlu mendapat perhatian dan solusi karena merugikan pemerintah dan rakyat.

Dari investigasi yang dilakukan The Conversation Indonesia, Tempo, dan jaring.id, pelanggaran akademis yang terjadi pada tingkat universitas antara lain plagiarisme, kepengarangan yang tidak sah (ghostwriting dan paper mill), fabrikasi dan falsifikasi (pemalsuan data), pengajuan jamak, hingga konflik kepentingan penerbitan karya ilmiah yang bertujuan menguntungkan atau merugikan pihak tertentu.

Akibat palanggaran tersebut, tiga bulan pertama di tahun 2024 sebanyak 27 artikel ilmiah penulis Indonesia diretraksi atau dicabut dari laman penerbitan.

Beberapa bulan terakhir, deretan nama dosen dipecat dari institusi karena ketahuan melakukan pelanggaran akademis. Melansir dari jaring.id, pihak rektorat salah satu universitas swasta di Banten mengumumkan pencopotan Kepala Riset dan Pengabdian Masyarakat (dosen berusia 33 tahun) karena terbukti artikelnya yang dimuat pada Journal of Tourism and Attraction Vol 11 nomor 1 yang terbit tahun 2023 mencatut data dari mahasiswa Pascasarjana Universiti Malaya, Malaysia, Ghozian Aulia Perdana. Merasa dirugikan, mahasiswa tersebut mengunggah kecurangan tersebut.

Kejanggalan terjadi karena dosen berusia 33 tahun itu memiliki produktivitas tinggi dalam menghasilkan jurnal. Dalam setahun puluhan jurnal berhasil diproduksi dengan rata-rata 1-2 jurnal setiap bulannya. Kondisi ini diragukan oleh rekan sejawatnya, mengingat beban dosen cukup tinggi mulai dari mengajar, bimbingan mahasiswa, hingga pengabdian.

Tak hanya itu, melansir dari The Conversation Indonesia, pelanggaran akademik juga mewarnai perjalanan akademisi menuju guru besar. Hal ini berkaitan karena posisi guru besar adalah pencapaian jabatan akademik tertinggi yang mempengaruhi akreditasi bagi perguruan tinggi.

Sementara salah satu syarat untuk meraih gelar guru besar cukup kompleks, salah satunya adalah menerbitkan karya ilmiah dalam jurnal internasional bereputasi.

Mengapa Pelanggaran Akademis Terjadi?

Pelanggaran akademis terjadi karena berbagai faktor, mulai dari tarik menarik antara neoliberalisme, otoritarianisme, dan demokrasi pendidikan tinggi di Indonesia (Masduki dalam laman the Conversation).

Karier dosen atau akademisi bergantung pada angka kredit penilaian di mana hal ini dibentuk oleh negara melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 2023. Dalam peraturan tersebut, angka kredit dapat dicapai melalui beberapa kegiatan antara lain pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat, dan publikasi jurnal ilmiah.

Alasan kedua, terkait dengan mental akademisi Indonesia yang dianggap tak siap dengan budaya penerbitan jurnal. Dan terakhir pengaruh ekosistem akademis di Indonesia yang kurang mendukung iklim penelitian dan penulisan.

Terlepas dari beberapa alasan tersebut, dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII Holy Rafika Dhona, S.I.Kom., M.A. berrgumen bahwa plagiasi berkaitan dengan praktik menyalin dalam masyarakat berbudaya tutur hingga risiko kultur meniru di kampus.

“Pelanggaran akademis itu, misalnya plagiasi punya sejarahnya. Dia punya relasi dengan kultur akademis, kultur menulis, intinya kultur pengetahuan di kampus,” ujarnya.

“Bagaimana pengetahuan/ilmu dipahami (termasuk dikomunikasikan lewat buku, diktat, modul, dan jurnal ilmiah),” tambahnya.

Kampus sebagai tempat transmisi pengetahuan menganggap mahasiswa yang sukses ketika mampu menghafal pengetahuan yang diajarkan. Sehingga menyalin isi buku dianggap penting dan hal biasa. Kasus ini terjadi pada Hamzah Ya’qub, pendiri Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS). Tahun 1973 ia mempublikasikan buku berjudul Publisistik Islam: Seni dan tekni Dakwah. Menariknya tahun 1986 bukunitu disalin dan dipublikasikan orang lain dengan judul Komunikasi Islam: Dari Zaman ke Zaman. Penulis buku kedua tidak memberikan atribusi pada Ya’qub, namun hingga kini taka da isu plagiasi terkait kemiripan dua buku tersebut. (Holy Rafika Dhona, The Conversation)

Jalan Keluar untuk Menghentikan Pelanggaran Akademis

Untuk menyelesaikan persoalan ini, dibutuhkan komitmen dari pemerintah dan perguruan tinggi. Selain itu keterlibatan berbagai pihak untuk mengangkat dan memproses secara kolektif perlu dilakukan dengan melibatkan jurnalis dan akademisi. Karena kultur di Indonesia “No viral, no justice” maka melibatkan media untuk menyebarluaskan informasi mesti dilakukan.

“Jadi pelanggaran itu tidak hanya butuh solusi adanya kode etik, perbaikan sistem kinerja dosen, tapi juga perubahan kultur,” tandasnya.

Artikel ini ditulis dalam rangka memeperingati Hari Pendidikan Nasional 2024, harapannya catatan ini selain memberikan pengetahuan terkait pelanggaran akademis juga bisa membawa setitik perubahan pada dunia akademis yang terkadang serampangan.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Plagiarisme

Menjadi bagian dari masyarakat digital tentu sangat dimudahkan dalam mengakses segala informasi hingga referensi berbagai materi. Saking mudahnya, kerap kali kita luput dari tindakan terlarang yakni plagiarisme.

Terlebih dalam institusi pendidikan, plagiarisme bisa jadi tak disadari oleh beberapa mahasiswa. Padahal, plagiarisme merupakan tindakan yang mengabaikan etika dan melanggar hukum.

Mengutip dari laman University of Oxford, plagiarisme merupakan tindakan mencuri atau menjiplak karya orang lain tanpa mencantumkan pencetus ide. Tindakan ini juga dianggap sebagai pelanggaran integritas akademik yang mencederai nilai kejujuran intelektual.

Meski tampak sepele dan jarang disadari, ternyata tindakan ini merupakan indikator bahwa pelaku dianggap gagal dalam menyelesaikan proses pembelajaran. Dalam komunitas mahasiswa di University of Oxford, meyakini sanksi sosial akan berlaku termasuk dalam masa depan karier.

Dalam laman resmi, pihaknya menyebut bahwa plagiarisme sama halnya dengan merendahkan standar institusi dan gelar yang dikeluarkan untuk pelaku.

Di Indonesia terdapat aturan yang jelas terkait plagiarisme. Berdasarkan peraturan yang dipublikasikan di laman BPK terkait Undang-undang (UU) No. 28 Tahun 2014 tentang Perlindungan Hak Cipta menyebut, perlindungan ini dilakukan dengan waktu yang relatif panjang sejalan dengan aturan yang berlaku di berbagai negara, dengan durasi tertentu selama pencipta masih hidup ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Penyelesaian atas tindak plagiarisme dapat dilakukan melalui proses mediasi, arbitrase, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana. Mengenai peraturan tersebut selengkapnya dapat diakses melalui link berikut https://peraturan.bpk.go.id/Details/38690.

Jika kita mengintip laman resmi Direktori Putusan Mahkamah Agung, kasus plagiarisme dapat berujung pembayaran ganti rugi senilai ratusan juta bagi pelaku pelanggaran hak cipta.

Namun, di tengah-tengah percepatan digital dan pesatnya perkembangan Artificial Intelligence (AI) yang memfasilitasi pembuatan artikel, hingga karya tulis ilmiah di ruang lingkup akademik nampaknya akan sedikit sulit menemukan karya yang original. Benarkah plagiarisme akan sulit terdeteksi?

Bahkan ada berbagai sistem dan aplikasi AI yang mampu memproduksi artikel ilmiah lengkap dengan sumber referensi. Hal ini tentu “mempermudah” seseorang tak terdeteksi melakukan pelanggaran.

Budaya di Prodi Ilmu Komunikasi UII

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) telah menetapkan sistem yang cukup ketat bagi mahasiswa agar terhindar dari tindakan plagiat. Sebelum melakukan sidang pendadaran, mahasiswa wajib menyerahkan bukti lolos plagiarism checker yang dikelola oleh pihak Pusat Dokumentasi Media Alternatif (PDMA) Nadim.

Pengecekan dilakukan maksimal tiga kali dengan tingkat plagiarisme maksimal 20 persen. Jika melebihi batas yang ditetapkan, mahasiswa diminta untuk memperbaiki selama 1 bulan. Jika melebihi masa yang ditentukan, artinya skripsi yang telah digarap batal maju pendadaran dan ada kewajiban untuk mengulang.

“Maksimal 3 kali (cek plagiasi melalui sistem), maksimal tingkat plagiarisme 20 persen. Jika lebih dari ketentuan maka akan diberlakukan jeda selama satu bulan untuk melakukan perbaikan,” jelas Putri Asriyani selaku staf PDMA Nadim.

Meski demikian, Putri menyebut bahwa plagiarism checker belum mampu mendeteksi karya orisinal mahasiswa atau hasil dari AI karena cenderung rapi.

Namun, hal ini akan terindikasi oleh dosen penguji ketika melakukan sidang pendadaran. Hal ini diungkap oleh salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom,.

“Hal itu akan terdeteksi ketika langsung berhadapan, dari kata-kata dalam teks yang bagus dan rapi misalnya dalam membahas digital marketing begitu. Tapi ketika dia menjawab pertanyaan tak mampu menjelaskan dengan baik. Ya dosen akan tahu itu bukan hasil pekerjaanya,” tuturnya.

Ia juga menambahkan, keberadaan PDMA Nadim diharapkan mampu memberi ruang bagi mahasiswa dengan staf untuk saling berdiskusi. Staf sengaja dilibatkan dalam proses tersebut untuk mendukung tujuan menjaga integritas akademik.

“Fungsi PDMA Nadim juga memfasilitasi hal tersebut. Tak hanya itu, Nadim menjadi wadah dan tempat interaksi dan diskusi antara staf dan mahasiswa,” tambahnya.

Dampak Plagiarisme pada Individu dan Institusi

Akan ada konsekuensi bagi pelaku plagiarisme, berdasarkan artikel yang dimuat dalam media online Kumparan pada tahun 2018 dengan judul “4 Akademisi Tanah Air yang Terjerat Kasus Plagiarisme” disebutkan telah mencoreng nama institusi. Bahkan dalam artikel tersebut ada yang harus mundur dari jabatan akademisnya. Lantas apa dampak plagiarisme secara detail?

Mengutip dari The Law Dictionary, bagi mahasiswa yang melakukan plagiarisme biasanya akan mendapatkan peringatan, gagal mendapat nilai, hingga sanksi berat mengulang mata kuliah tersebut karena dianggap gagal. Bagi pelaku plagiarisme dengan kasus ekstrem bisa jadi akan diberhentikan oleh institusi.

Sementara bagi seorang profesional, yang dipertaruhkan jauh lebih tinggi mulai sanksi sosial hingga berakhirnya suatu karier. Hal ini akan menyulitkan pelaku untuk mendapat pekerjaan baru di bidang yang sama. Bahkan, kasus plagiarisme yang dilakukan profesional dapat dikenai tindakan hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Itulah beberapa hal yang perlu diketahui oleh mahasiswa tentang plagiarism. Meski akses informasi sangat mudah dan AI cukup memudahkan untuk di-copy paste, ada dampak sosial yang akan diterima. Bagaimana menurutmu, Comms?

Tips skripsi

Ujung dari perjalanan studi S1 adalah mengerjakan tugas akhir atau familiar disebut skripsi. Momen ini bisa menjadi titik jenuh mahasiswa lantaran ia harus menyelesaikan tugas tersebut secara mandiri dengan waktu terbatas. Lantas apa saja hal-hal yang wajib mahasiswa ketahui sebelum mengerjakan skripsi agar tidak stuck di tengah jalan? 

Skripsi adalah karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa demi meraih gelar S1, tujuannya melatih kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah secara sistematis dengan berbagai bekal teori yang telah dipelajari selama masa perkuliahan. 

Secara umum skripsi dikerjakan pada akhir semester yakni 7 hingga 8. Namun ini sedikit berbeda dengan Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia. Timeline yang disusun mungkin akan sedikit berbeda dengan kampus lain, namun strategi ini cukup berhasil meluluskan mahasiswa tepat waktu. 

Diawali dengan mengambil mata kuliah Seminar Proposal pada semester 6, mahasiswa sudah harus memikirkan topik penelitian yang nantinya akan menjadi bahan skripsi di semester 7. Selama satu semester (pada semester 6) mahasiswa telah belajar bagaimana sistematika dan cara mengerjakan skripsi. Lanjut semester 7 mengejakan skripsi hingga sidang pendadaran, dilanjutkan semester 8 magang dan ujian akhir. 

Semester 6 adalah waktu yang cukup krusial. Selain memantapkan topik penelitian, mahasiswa juga harus memulai menyusun proposal penelitian setidaknya Bab 1. Jika semua berjalan lancar, semester 7 mahasiswa akan mendapat dosen pembimbing sesuai topik dan bidang keilmuan. 

Perlu diketahui bahwa studi normal semester 6, mahasiswa akan mengambil setidaknya 21 SKS mata kuliah. Dengan timeline yang disusun penuh strategi, akankah mahasiswa selalu berhasil? Berikut hal yang wajib diketahui sebelum mengerjakan skripsi. 

Penting diketahui mahasiswa 

1. Pahami konsep 

Pahami konsep dasar tentang skripsi, mulai dari topik penelitian yang akan diambil, sistematika dan pedoman penulisan skripsi, serta data dan objek yang akan diteliti. 

Memilih topik penelitian menjadi kunci, usahakan memilih topik yang Anda sukai dan memiliki urgensi nyata. Cara ini cukup membantu lantaran Anda akan dengan mudah menemukan data dan sudah terbayang objek penelitian tersebut. 

Selanjutnya ketahui pedoman dan sistematika penulisan skripsi, sebaiknya baca panduan skripsi setiap Program Studi mungkin akan berbeda. Agar hasil penelitian Anda kredibel gunakan sumber terpercaya A1 seperti narasumber langsung, BPS, NGO atau data sekunder seperti jurnal dan buku. Hindari mengutip sumber yang tidak kredibel. 

2. Susun timeline 

Buatlah timeline agar Anda memiliki target, beranjak dari semester 6 dengan modal bab 1 artinya Anda tinggal melanjutkan dan memperbaiki kesalahan minor dari dosen pembimbing. Contoh timeline: 

Asumsi semester 6 berjalan lancar, topik penelitian sudah matang 

Timeline semester 7  Target 
Bulan pertama 
  1. Minggu pertama, bimbingan dan memantapkan bab 1 hasil dari Seminar Proposal 
  2. Minggu kedua hingga keempat, perdalam bab 1 
Bulan kedua 
  1. Jika bab 1 masih perlu pendalaman teori, perbanyak membaca jurnal 
  2. Minggu ketiga hingga keempat, kerjakan bab 2. Dua minggu adalah waktu yang masuk akal untu menulis dengan serius gambaran objek 
Bulan ketiga  Bulan ketiga fokus mencari data dan mengerjakan bab 3 
Bulan keempat  Fokus dengan analisis data 
Bulan kelima  Masuk bab 4, maksimalkan satu bulan untuk mengerjakan pembahasan 
Bulan keenam 
  1. Minggu pertama dan kedua, kerjakan bab 5 atau penutup 
  2. Persiapan pendaftaran pendadaran 

3. Manfaatkan teknologi

Perkembangan teknologi tentu akan memudahkan Anda dalam mengerjakan skripsi. Beberapa software yang perlu Anda ketahui manfaat dan kegunaannya antara lain EndNote, Zotero, Mendeley, dan Refworks. 

Aplikasi yang disebutkan di atas adalah reference manager yang akan sangat membantu Anda untuk mengatur pengelompokan jurnal hingga membuat kutipan otomatis. Dengan mengetahui hal ini Anda akan menghemat waktu dalam mengerjakan skripsi. 

Selain itu, Anda wajib tahu portal-portal yang mempublikasi jurnal kredibel seperti Jurnal Komunikasi yang telah terindeks Sinta 2, Portal Garuda, Research Gate, Impact Factor, dan Google Scholar. 

5. Jalin komunikasi yang baik dengan dosen pembimbing 

Terakhir, setelah menyusun strategi dengan matang satu hal yang wajib Anda ketahui dan lakukan yakni menjalin komunikasi yang baik dengan dosen pembimbing. 

Sebaiknya Anda memahami gaya dan etika komunikasi yang baik dengan dosen. Dosen adalah manusia biasa yang memiliki berbagai kegiatan dan pekerjaan, sementara Anda memiliki waktu yang terbatas untuk mengerjakan skripsi. 

Pastikan menghubungi dosen pada waktu yang tepat, menepati janji atau tepat waktu saat bimbingan. Jika dosen yang membatalkan janji, sebaiknya cari jam pengganti dengan bertanya yang sopan. 

Demikian hal-hal yang wajib mahasiswa ketahui sebelum mengerjakan skripsi demi meraih gelar S1. Semoga bermanfaat! 

Menulis itu harus mengasyikkan. Ada beberapa kunci Dalam menulis. Pertama adalah kecepatan responsif yang itu butuh latihan. Semakin banyak membaca, kita akan terampil menulis. Juga ada yang disebut ketepatan: ini butuh metode.

“Keyword terakhir, Menulis juga butuh variasi. Jika Ingin variasi maka butuh perspektif dan teori,” Kata Daniel Susilo, sebagai pembicara workshop Penulisan Jurnal yang diselenggarakan oleh Unit Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah FPSB UII pada 17 Desember 2021.

Workshop ini bertujuan meningkatkan kualitas artikel yang masuk pada Jurnal Komunikasi UII. Seluruh penulis yang dinyatakan lolos tahap pertama diundang pada kesempatan ini untuk meningkatkan kualitas naskahnya masing-masing.

“Menulis artikel jurnal ilmiah dengan kualitas yang bagus bukanlah perkara mudah. Ada beberapa faktor, di antaranya kurangnya waktu, bahan tulisan karena minimnya riset, dan mungkin juga karena kurang pahamnya strategi dalam menulis jurnal ilmiah,” kata Puji Rianto, Editor in Chief Jurnal Komunikasi UII sekaligus Kepala Unit Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah FPSB UII pada Jumat (17/12/2021).

Daniel, yang juga adalah Editor in Chief di Jurnal Studi Komunikasi terindeks SINTA 2, memberi beberapa strategi penyiapan naskah. Yang utama dan kesalahan banyak penulis jurnal adalah memindahkan hasil laporan penelitian begitu saja, mentah-mentah. “Celakanya, penulis itu memindah saja hasil laporan penelitian ke format jurnal. Harusnya ditulis ulang,” kata Daniel.

Strategi Penyiapan Naskah

Pertama, Pastikan abstrak terdiri dari poin-poin penting seperti berisi tujuan (This article aims), metode (This research use qualitative methods), hasil (it finds that), dan kesimpulan (This article reflects on). Kedua, abstrak berisi temuan-temuan penting yang tidak menyertakan sitasi dan menyalin tempel kata-kata dari badan artikel.

Ketiga, sebaiknya penulis menulis judul dengan sederhana, singkat, atraktif, akurat, dan unik. “Kalau bisa tidak lebih dari 12 kata,” kata Daniel, yang kemudian mencoba membuka konsultasi langsung dengan melakukan permak judul pada dua naskah penulis Jurnal Komunikasi UII. Contohnya, Salah satu penulis memiliki judul lebih dari 12 kata: “Perbandingan pola pencarian informasi kesehatan berbasis risk perception attitude framework dalam kasus covid-19, studi pada wilayah rural dan urban provinsi jawa timur.” Lalu oleh Daniel disarankan menjadi, “Komparasi Pencarian Informasi Kesehatan berbasis RPA pada penanganan COVID-19 di Jawa Timur,” ketik Daniel di chat box aplikasi zoom.

Sedangkan menurut Daniel, penulis harus membuat tulisan yang meyakinkan pada bagian pendahuluan. Pastikan pendahuluan berisi permasalahan, signifikansi kajian, peta keilmuan (state of the arts) dan kebaruan (novelty), dan sudut pandang permasalahan.

Daniel menyarankan, Jika artikel telah selesai dilakukan, baca kembali naskah anda. Saat membaca ulang, pastikan alur telah ditulis dengan mengalir. Jika Anda menulis dalam Bahasa Inggris, serahkan saja pada jasa proofreader untuk membantu Anda yang bahasa ibunya bukan Bahasa Inggris. Dosen Komunikasi UMN ini lalu juga meminta para penulis agar memerhatikan selingkung jurnal yang akan dituju. Jangan lupa juga cek kesamaan pada aplikasi Turnitin.

Writing should be fun. There are several keys to writing. The first is responsive speed which takes practice. The more we read, the more skilled we will be at writing. There’s also something called precision: it takes a method.

“The last keyword, writing, also needs variation. If you want variety, you need perspective and theory,” said Daniel Susilo, as a speaker at the Journal Writing workshop organized by the Journal and Scientific Work Publication Unit of FPSB UII on December 17, 2021.

This workshop aims to improve the quality of articles included in the UII Communication Journal. All authors who have passed the first stage are invited to this opportunity to improve the quality of their respective manuscripts.

“Writing scientific journal articles with good quality is not an easy matter. There are several factors, including lack of time, writing materials due to lack of research, and perhaps also because of a lack of understanding of strategies in writing scientific journals,” said Puji Rianto, Editor in Chief of the Communication Journal. UII and the Head of the Journal and Scientific Work Publication Unit of FPSB UII on Friday (17/12/2021).

Daniel, also Editor in Chief at the SINTA 2 indexed Journal of Communication Studies, provides several strategies for preparing the manuscript. The main mistake of many journal writers is to transfer the results of research reports just like that, raw. “Unfortunately, the author just transferred the results of the research report to a journal format. It should have been rewritten,” said Daniel.

Manuscript Preparation Strategy

First, make sure the abstract consists of important points such as containing the objectives (This article aims), methods (This research uses qualitative methods), results (it finds that), and conclusions (This article reflects on). Second, the abstract contains significant findings that do not include citations and copy and paste words from the body of the article.

Third, the author should write the title simple, short, attractive, accurate, and unique. “If possible, no more than 12 words,” said Daniel. He then tried to open a direct consultation by changing the title of the two manuscripts written by the UII Communication Journal writer. For example, one author has a title of more than 12 words: “Comparison of health information seeking patterns based on risk perception attitude framework in the case of COVID-19, a study in rural and urban areas of East Java province.” Then Daniel was suggested to be, “Comparison of RPA-based Health Information Search on handling COVID-19 in East Java,” typed Daniel in the chatbox of the zoom application.

Meanwhile, according to Daniel, the writer must make a convincing article in the introduction. Make sure the introduction contains the problem, the significance of the study, the state of the arts and novelty, and the point of view of the problem.

Daniel advises, When the article is done, reread your manuscript. When rereading, make sure the plot has been written with the flow. If you write in English, leave it to a proofreader to help you whose mother tongue is not English. This UMN Communications lecturer then also asked the writers to pay attention to the surroundings of the journal to be addressed. Don’t also forget to check the similarities in the Turnitin application.

 

Asian Journal of Media and Communication (AJMC) lahir dengan semangat mengisi kekosongan kajian komunikasi di Indonesia yang selama ini masih didominasi paradigma dan bidang kajian tertentu. Dominasi yang dimaksud, misalnya dominasi kajian public relations atau dominasi positivisme. Jika mengacu pada pembidangan dalam International Communication Association (ICA), maka akan langsung terlihat bahwa banyak sekali bidang kajian yang tidak cukup berkembang di Indonesia.

AJMC lahir dengan visi menjadi jurnal rujukan bagi kajian komunikasi dan media di Asia. “Asia” dalam AJMC bisa mengacu pada beberapa hal (terbuka untuk terus dibincangkan): Asia sebagai perspektif atau Asia sebagai wilayah kajian. Sebagai wilayah kajian, Asia bisa diperbincangkan oleh siapa saja, atau oleh orang Asia sendiri, atau akademisi Indonesia berbicara tentang Asia.

Penyegaran Visi dan positioning AJMC ini menjadi salah satu kesimpulan dalam Rapat Redaksi para editor AJMC pada 13 September 2021 via Zoom Meeting Conference Application. Hadir pada kesempatan itu para editor dari beragam kampus dan institusi baik dari Indonesia maupun Luar Indonesia.

Ada editor yang berasal dari Northwestern University (USA), Lund University (Swedia), Tartu University (Estonia), Universitas Multimedia Nusantara, UII, Universitas Diponegoro, Univ Atma Jaya Yogyakarta, Univ. Syiah Kuala, dan The Graduate Institute of International and Development Studies. Swiss. dan lembaga studi komunikasi dan media: Remotivi.

Berikut ini adalah sususan redaksi AJMC Periode 2021-2023 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Dekan FPSB UII Nomor : 12/SK-DEK/DURT/IV/2021.

  • Alfi Rahman, M.Si., Ph.D., Faculty of Social and Political Sciences of Universitas Syiah Kuala and a researcher at the Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) of Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia, Indonesia
  • Lintang Ratri Rahmiaji, Dr., M.Si., S.Sos. (Scopus ID: 57205339118) Department of Communication Science, Universitas Diponegoro, Indonesia
  • Mario Antonius Birowo, Ph.D., Department of Communication, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Indonesia, Indonesia
  • Muhammad Heychael, M.Si., Researcher of Remotivi, Center of Communication and Media Studies, Indonesia
  • Roy Thaniago, M.Sc., The Graduate Institute of International and Development Studies, Geneva, Switzerland, Switzerland
  • Zaki Habibi, Dr., Researcher at Lund University | Universitas Islam Indonesia

AJMC lahir dengan orientasi “internasional”, berbahasa Inggris, ditujukan untuk pembaca global. Oleh karena itu, tata kelola dan orientasi jurnal harus konsisten, menuju “international indexing and citation”. Dengan standar minimal tersebut, hal-hal di luarnya bisa ditoleransi (diperbaiki dalam proses editorial di AJMC). Misalnya, artikel dengan jumlah kata yang kurang atau lebih atau artikel dengan Bahasa Inggris yang belum memadai. Dengan memenuhi standar minimal tersebut, diharapkan dalam waktu dekat (beberapa tahun ke depan), AJMC bisa menjadi “benchmark” jurnal kajian komunikasi dan media di Indonesia, atau bahkan Asia Tenggara. Selain memenuhi standar minimal tersebut, untuk menjadi benchmark, AJMC harus terbit secara teratur atau tepat waktu.

—————

Ditulis oleh Muzayin Nazaruddin, Editor In Chief AJMC UII 2021-2023.

Disunting oleh A. Pambudi W

Perencanaan penerbitan Jurnal khusus untuk mahasiswa Komunikasi UII kini telah memasuki persiapan tahap pertama. Tahap pertama adalah menyiapkan pedoman penerbitan, nama jurnal, struktur redaksi, hingga aturan main penulis dan editor. Tak lupa, etika publikasi juga telah dirancang.

Menurut Puji Rianto, Kepala Unit Jurnal dan Publikasi Ilmiah, FPSB UII, kesiapan Prodi Komunikasi UII untuk menerbitkan satu jurnal baru khusus mahasiswa, ini adalah bentuk kegemarannya membaca manuskrip jurnal. Jurnal sebagai wadah pemikiran ilmiah dan akademik dosen dan mahasiswa harus dikelola dengan baik. Meski begitu, segala sesuatunya harus siap bahkan sejak pilot project.

“Jurnal mahasiswa komunikasi ini adalah proyek percontohan untuk peningkatan publikasi karya ilmiah mahasiswa di Prodi Komunikasi UII,” sambung Puji Rianto di kesempatan temu wicara dan rapat pertama penerbitan jurnal mahasiswa pada 26 Januari 2021.

Puji berharap, karya skripsi yang menawan dan nilainya baik, dapat diedit dan dikirim pada redaksi jurnal mahasiswa. Dari sini mahasiswa memungkinkan dirinya berlatih sejak mula.

Optimis Memacu Karya Ilmiah Mahasiswa

Senada dengan itu, melalui Zoom Meeting, Muhammad Jamil, wakil dari Direktorat Perpustakaan UII, mengapresiasi  upaya pendirian jurnal komunikasi UII untuk mahasiswa. Mahasiwa pada gilirannya akan terpacu menulis yang baik, dan menyelesaikan karya penelitiannya dengan dedikasi untuk dimuat dalam jurnal ilmiah.

Menurut Jamil, ke depan sebaiknya ada pemisahan laman jurnal antara jurnal mahasiswa dan yang sekarang. Beberapa konferensi juga membuat pemisahan meski alamat laman sudah masuk dalam jaringan Open Journal System (OJS) ini.

“Ke depan akan ada jurnal juga untuk Prodi Hubungan Internasional, dan juga PBI,” kata Puji yang juga adalah dosen Klaster Riset Kebijakan dan Regulasi Media di Komunikasi UII, ini. Rapat terbatas ini diikuti oleh beragam pihak dari staf pengelola jurnal di Unit Jurnal FPSB UII, Perpustakaan UII, Webmaster, dan juga dosen Komunikasi UII.

Meski namanya adalah jurnal mahasiswa, nama dan sampul akan dirancang dengan desain profesional. “Tampilannya akan bagus, proses editing dan juga proofread-nya sudah disiapkan dengan baik,” tutup Puji berharap optimis.

 

Planning to publish special journals for Communication students UII has now entered the first stage of preparation. The first stage is to prepare publishing guidelines, the name of the journal, the editorial structure, and the guidelines for writers and editors. Not to forget, publication ethics have also been designed.

According to Puji Rianto, Head of the Journal and Scientific Publication Unit, FPSB UII, the readiness of the UII Communication Department to publish a new journal specifically for students, this is a form of his passion for reading journal manuscripts. “This student communication journal is a pilot project to increase the publication of student scientific papers in the Communication Department of UII,” continued Puji Rianto on the occasion of a talk show and the first meeting of student journal publishing on January 26, 2021.

Improving Student Scientific Publications

Likewise, through Zoom Meeting, Muhammad Jamil, representative from the UII’s Directorate of Library, appreciates the efforts to establish communication science journals for students. Students in turn will be motivated to write well, and complete their research work with dedication to be published in scientific journals.

“In the future there will also be journals for the International Relations Department, and also English Education Department,” said Puji who is also a lecturer in the Media Policy and Regulation Research Cluster at the Communication Department. This limited meeting was attended by various parties from journal management staff at the FPSB UII Journal Unit, UII Library, Webmasters, and also UII Communication lecturers.

Even though the name is a student journal, the names and covers will be designed with a professional design. “It will look good, the editing process as well as the proofread have been well prepared,” said Puji, hoping to be optimistic.