Tag Archive for: ipc

IPC
Reading Time: 3 minutes

Cultural Night Festival atau Culnight Fest 2023 yang digagas oleh Internasional Program (IP) Prodi Ilmu Komunikasi UII berlangsung sangat meriah. Festival bertajuk Unity in Diversity ini melibatkan mahasiswa dari berbagai negara.

Tak hanya mahasiswa dari Indonesia, mahasiswa yang berasal dari Malaysia, Thailand, hingga Yaman menampilkan berbagai pertunjukan seni yang menakjubkan. Setidaknya ada lima performances yang disuguhkan oleh mahasiswa IP Ilmu Komunikasi pada 6 November 2023 di Gedung Kuliah Umum Sardjito UII.

Konsep Unity in Diversity merupakan acara yang mengusung kesatuan dan keberagaman dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga budaya dari berbagai negara. Nyatanya meski mahasiswa IPC berasal dari berbagai penjuru Indonesia bahkan negara, festival malam itu berlangsung sangat apik menampilkan sebuah keberagaman yang disatukan.

Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih, S.I.Kom., M.A., Sekretaris IP Ilmu Komunikasi UII menyampaikan jika gelaran Culnight Fest 2023 untuk momen apresiasi dan penyambutan untuk mahasiswa-mahasiwa internasional selain memberikan pengalaman akademik juga budaya. Hal ini adalah tradisi di kampus UII untuk mengenalkan budaya Indonesia kepada mahasiswa internasional.

IPC

Cultural Night Festival 2023, performance dari IPC Batch 2021

“Selain sebagai momen kebersamaan menghargai, saling toleransi dari diversity di IPC memang konteksnya beragam dari Sabang sampai Merauke dan juga kita menerima mahasiswa-mahasiswa luar negeri. Ini juga bertepatan pelepasan program social cultural engagement untuk mahasiswa exchange programe. Ini sebenarnya tradisi UII ketika ada irisan program-program di UII dengan mahasiswa internasional kita tidak hanya membekali mereka dengan akademik tapi juga social cultural engagement. Harapannya merka juga belajar tradisi kita,” ujarnya.

Culnight Fest 2023 dibuka dengan penampilan Drama Roro Jonggrang dari IPC Batch 2021, selanjutnya Tari Zapin yang dibawakan oleh Affan dan Fahim mahasiswa Exchange dari SCIMPA UUM Malayasia, Fashion Show Pakaian Nusantara oleh IPC Batch 2022, Traditional Dance oleh IPC Batch 2023, Maumere Dance dari IPC Batch 2020. Setelah semua pertunjukan seni ditampilkan, perwakilan mahasiswa Thailand yakni Suwaibah Mahteaha menutupnya dengan dua lagu pop berbahasa Thailand dan mengajak semua penonton bernyanyi bersama.

Malam itu begitu hangat bagi para mahasiswa IPC, pasalnya seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi, Ratna Permata Sari, S.I.Kom, M.A., yang menyebutkan jika Culnight Fest 2023 adalah rangkaian akhir dari exchange program yang menjadi momen perpisahan untuk Affan Azman dan Fahim Haziq dari SCIMPA UUM yang mengikuti exchange program di IPC UII, serta Suwaibah Mahteaha mahasiswa asal Thailand yang telah lulus pada Oktober lalu.

IPC

Affan dan Fahim mahasiswa dari SCIMPA UUM

“Special thank you to Prodi Ilmu Komunikasi, Miss Ida for invitation. Memorable night for us. We also gain more knowledge especially about Indonesian culture.  I’m really sorry because we didn’t prepare well. I hope that we can do events like this for UII n UUM,” ujar Affan Azman kepada pihak Prodi Ilmu Komunikasi UII.

Tak hanya itu, Suwaibah Mahteaha juga menyampaikan kesannya terkait pengalam belajar selama empat tahun di UII. Perpisahan ini akan sangat dirindukannya lantaran merasa jika Indonesia adalah rumah keduanya.

“Jika kita merasa nyaman waktu empat tahun terasa sangatlah singkat, terimakasih untuk semua pihak yang sangat baik kepada dosen, staf, dan teman-teman IPC,” ujar mahasiswa asal Thailand.

Culnight Fest 2023 ditutup dengan pemberian penghargaan kepada para penampil. Penghargaan diberikan dengan berbagai kategori grup maupun individu.

IPC

Pemberian penghargaan kepada para penampil di Cultural Night Festival

Itulah rangkaian Culnight Fest 2023 yang begitu menarik dan hangat. Perbedaan menjadi suatu perjumpaan yang saling mendekatkan. Bagaimana menurutmu Comms, seru bukan?

Reading Time: 2 minutes

Talking about the days of the final semester when you have to struggle with finishing and writing a thesis, days can seem very heavy. Discipline and a support system will help through that stressful day.

The discussion about the thesis days became the topic of the Teatime program, hosted by Arsila and Ola, students of the International Program in Communication at UII. The teatime entitled “Talking About Thesis Defense and Final Years Student Life in IPC UII” invited Muhammad Aditya Arvian, a student of the International Program of Communication Department, on Friday, March 25, 2022.

Muhammad Aditya Arvian, usually called Adit, recounted his days at the end of the semester. He said his day was not as many people imagine. “Don’t imagine me working on my thesis and waiting for the laptop day and night. Not really. There is also a lot of free time,“ said Adit.

But being too preoccupied with a lot of free time is also not beneficial. The time he has to work on the thesis is enough for him to complete it. Sometimes there is a hard time, and sometimes, there is a time to loose. One thing he underlined in carrying out his thesis days: “Don’t wait for a good mood,” said Adit. “If you’re in a bad mood, calm down first then remember again what goal is.”

Overcoming it is also sometimes challenging. It takes the ability to regulate self-will and reluctance. The word discipline is not enough to help get out of laziness. Setting targets and being consistent day after day is the key.

“I am committed to making progress every day, even if only by making one sentence or paragraph,” Adit said, remembering the process of writing his thesis. Adit noted that the process was often profitable. Because sometimes, there are days when you are very excited and can write several pages at once.

Apart from daily progress, Adit also provides self-rewards to trigger him to complete his thesis. He’ll have a lot of free time to spend on whatever he loves if he can finish before the deadline. “For example, next Wednesday, I have to finish Chapter 2, and I will have a personal deadline to finish on Sunday. If it’s finished before that day, I have a long free time,” said Adit.

In addition to the motivation built within himself, Adit admits that friends are a formidable support system in completing the thesis. “Friends are needed. Very supportive. Many have encouraged me when there is a fear of not finishing the thesis. Some friends can also be friends for discussion. Seeing the progress of other friends also triggers myself to be even more enthusiastic.”

Reading Time: 2 minutes

Berbincang tentang hari-hari semester akhir yang harus bergumul dengan penyelesaian dan penulisan tesis, hari-hari sepertinya bisa terasa sangat berat. Disiplin dan support system akan sangat membantu melalui hari yang penuh tekanan itu.

Obrolan tentang hari-hari skripsi itu menjadi topik acara Teatime yang dipandu oleh Arsila dan Ola, keduanya adalah mahasiswa Program Internasional di Komunikasi UII. Teatime yang bertajuk “Talking About Thesis Defence and Final Years Life Student in IPC UII” itu mengundang Muhammad Aditya Arvian, salah satu mahasiswa International Program of Communication Department pada Jumat, 25 Maret 2022.

Muhammad Aditya Arvian yang biasa disapa Adit itu menceritakan hari-harinya di akhir semester. Dia bilang, harinya tidak seperti yang banyak orang banyangkan. “Jangan dibayangin aku ngerjain skripsi dan nungguin laptop siang malem. Nggak juga. Banyak juga waktu luang,” kata Adit.

Namun terlalu terlena dengan banyak waktu luang juga tidak menguntungkan. Waktu yang dimiliki untuk mengerjakan skripsi itu cukup untuknya untuk menyelesaikan. Kadang ada waktu yang berat, kadang ada waktunya untuk longgar. Satu hal yang dia garis bawahi dalam menjalani hari-hari skripsinya: “Don’t wait for good mood,” kata Adit. ”Kalau sedang  bad mood, tenangin diri dulu baru inget lagi apa goal kita.”

Untuk mengatasi itu juga kadang tak mudah. Butuh kemampuan mengatur keinginan dan keengganan diri. Kata disiplin, tidak cukup membantu keluar dari rasa malas. Menetapkan target dan selalu konsisiten hari demi hari adalah kuncinya.

“Aku berkomitmen untuk membuat progress setiap hari walaupun hanya dengan membuat satu kalimat,atau  satu paragraf,” ujar Adit mengingat prosesnya menulis skripsi. Adit menceritakan bahwa proses itu sering kali menguntungkan. Karena kadang ada hari yang sangat bersemangat, dan bisa menuliskan beberapa halaman sekaligus.

Selain progress harian, Adit juga memberikan self-reward untuk memicunya menyelesaikan skripsi. Ia akan punya banyak waktu luang yang dapat ia gunakan untuk apapun yang ia sukai jika ia bisa menyelesaikan sebelum waktu tenggatnya. “Misal rabu depan aku harus menyelesikan Bab 2, aku akan punya deadline pribadi yaitu menyelesaikan di hari minggu. Jika selesai sebelum hari tersebut kan aku punya free time yang panjang,” kata Adit.

Selain motivasi yang dibangun dalam diri, Adit juga mengakui bahwa teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi merupakan support system yang tangguh. “Teman sangat dibutuhkan. Support banget. Saat ada rasa takut skripsinya takut nggak kelar, banyak yang udah semangatin. Ada teman bisa juga untuk teman diskusi. Melihat progress teman lain juga menjadi pemicu diri untuk lebih semangat lagi.”

Reading Time: 2 minutes

Being part of the IISMA (Indonesia International Student Mobility Award) Awardee is the dream of many Indonesian students nowadays. Listening to stories of the awardee’s journey and process while studying abroad will increase their enthusiasm to be part of IISMA. What Nadira’s journey was like when studying at Leeds University and how she got through has been much awaited by many students.

The theme for the teatime on 11 March 2022 reviews Nadira Muthia Supadi’s journey from preparation to the study process in the UK. Nadira is one of the students from the International Program of Communication Department at the Universitas Islam Indonesia (UII) who successfully passed the IISMA and studied at Leeds University in the United Kingdom.

Preparations to Avoid Culture Shock

Nadira talks about her preparations before she left for London, UK. Before leaving, she searched for articles about life in the UK (England). She did this so that later She would not be surprised by all the culture and way of life in the UK, which is very different from the way of life in Indonesia. She also prepared himself not to carry many things. “I only bring important things. Bring only a little stuff. Remember, I go there alone, and I have to bring all the stuff myself,” Nadira advised, remembering her previous trip preparations.

What she only know is how to behave in a place far from home. How to prepare to avoid all the culture shock. Prepare all of them in a simple way only. Conversely, what Nadira wants to say is don’t bother yourself. You are not in your hometown.

Nadira did not experience too many difficulties in the UK because she had prepared before departure. “I’m quite ready there. I’ve prepared a lot of tips for this and that. If you have to travel, how should you travel? So be more prepared for that.”

Even so, Nadira admitted that she still faced obstacles after arriving there. “I have to adapt again,” said Nadira.

Even though she has good English skills and is used to speaking foreign languages, Nadira still has to get used to speaking with English people whose words are sometimes difficult for her to understand. “In the beginning, sometimes I didn’t understand what they were talking about. It’s not clear,” Nadira said when she faced several people whose accents and vocabulary pronunciations weren’t very familiar.

Reading Time: 2 minutes

Menjadi bagian dari IISMA (Indonesia International Student Mobility Award) Awardee adalah impian banyak mahasiswa Indonesia. Mendengarkan cerita perjalanan dan proses awardee saat kuliah di negeri orang akan meningkatkan gairah mereka untuk menjadi bagian dari IISMA. Seperti apa perjalanannya Nadira saat Kuliah di Leeds University dan bagaimana dia bisa menembus sudah banyak ditunggu oleh banyak mahasiswa.

Tema teatime pada 11 Maret 2022 ini mengulas perjalanan Nadira Muthia Supadi dari persiapan hingga proses belajar di UK. Nadira adalah salah satu mahasiswa International Program of Communication Department Universitas Islam Indonesia (UII) yang berhasil lolos untuk mengikuti IISMA ke Leeds University of United Kingdom.

Persiapan Menghindari Culture Shock

Nadira bercerita tentang persiapannya sebelum ia berangkat ke London UK. Sebelum berangkat ia banyak mencari artikel tentang kehidupan di UK (Inggris). Hal ini ia lakukan agara ia nantinya tidak kaget dengan semua kultur dan cara hidup di UK yang berbeda jauh dengan cara hidupnya di Indonesia. Ia juga mempersiapkan diri untuk tidak membawa barang banyak, “aku sih bawa barang yang penting aja. Jangan bawa barang banyak. Ingat, kalau aku kesana sendiri dan semua barang harus aku bawa sendiri,” pesan Nadira mengingat persiapan perjalanannya dulu.

Tantangan

Nadira tidak terlalu banyak mengalami kesulitasn ketika di UK karena ia sudah persiapkan sebelum keberangkatan. “Aku sih sudah agak siap di sana. Aku sudah banyak persiapan tentang beberapa tips untuk harus begini dan begitu. Kalau perjalanan harus bagaimana, kalau bepergian harus bagaimana. Jadi lebih siap gitu.”

Meskipun begitu, Nadira mengakui setelah sampai di sana ia masih menghadapi kendala. “Aku harus adaptasi lagi,” kata Nadira.

Meskipun memiliki kamampuan Bahasa Inggris yang bagus dan sudah terbiasa bertutur dengan Bahasa asing itu, Nadira masih harus membiasakan diri berbicara dengan orang Inggris yang kadang kata-katanya sulit ia pahami. “Ketika awal-awal kadang aku nggak ngerti mereka biacara apa. Enggak jelas,” Nadira bercerita saat ia menghadapi beberapa orang yang aksen dan pelafalan kosakatanya tidak begitu familiar.

Reading Time: 2 minutes

The Indonesian International Student Mobility Award (IISMA) is in great demand by students. Private universities, in one period, can send 24 students to join this program. Scholarships with the very competitive competition; what exactly is IISMA, and how is it?

In the talk show, casual chat, held regularly by the International Program of Communication (IPC) of the Communication Department, Universitas Islam Indonesia (UII), Teatime, reviews questions about IISMA. Inviting Dr. rer. nat. Dian Sari Utami, Director of Partnership of International Affair UII. She thoroughly discussed IISMA. The event held on March 5, 2022, was titled “Let’s Find out IISMA” and hosted by Arsila Khairunnisa, an international class Communication Student (International Program).

Knowing Perspective, Culture, and Global Academic Climate

The aim of initiating the IISMA program is to send Indonesian students to study abroad to open a global perspective and find out the academic situation of Indonesian students. “So that the students have a global perspective, global culture, and global academic culture. If they return they can apply what they learned abroad, to develop Indonesia,” explained Dian.

Dian emphasized that this program is student mobility, not transfer credit. You must only convert courses with a certain number of credits to courses at the home campus. And The Former University will write the courses taken in the IISMA program as they are in the grade transcript. “This has the consequence that students will lose one semester at their home campus. And still, have to take all the required courses,“ said Dian.

“Except, if you take courses related to compulsory courses that you have to take at your home campus. The course grades at the destination campus can be transferred,” he added.

Even so, this program recommends that students take courses completely different from the majors taken at their home university. “We at IISMA highly recommend taking a completely different subject. Why? Because we want you to enrich perspectives from different disciplines. You will also have many competencies that can be developed,” said Dian, finally explaining the goals and expectations of the IISMA program.

As previously reported, one UII Communication student from the International Program (IP) class passed the IISMA program. Nadira Muthia Supadi, a class 2018 student, joins the IISMA program and studies at the University of Leeds, England, in 2021.

Reading Time: 2 minutes

 

Indonesian International Student Mobility Award (IISMA) sangat diminati mahasiswa. Universitas swasta, dalam satu kali periode, bisa mengirimkan 24 mahasiswa untuk mengikuti program ini. Beasiswa dengan persaingan sangat kompetitif, sebenarnya apa dan bagimana IISMA itu?

Dalam Talk Show ngobrol santai yang diselenggaran rutin oleh International Program of Communication (IPC) Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia (UII), Teatime, mengulas soal seputar IISMA. Mengundang Dr. rer. nat. Dian sari Utami, Direktur of Parnership of International Affair UII. Ia mengupas tuntas IISMA. Acara yang diadakan pada 5 Maret 2022 itu bertajuk “Let’s Find out IISMA” dipandu oleh Arsila Khairunnisa, Mahasiswa Komunikasi kelas internasional (Internasional Program).

Mengenal Perspektif, Budaya, dan Iklim Akademik Global

Tujuan dari diinisiasinya program IISMA adalah mengirimkan mahasiswa Indonesia studi keluar negeri untuk membuka perspektif global dan mengetahuai situasi akademik mahasiswa Indonesia. “Biar mahasiswa itu memiliki perspektif global, kultur global, dan budaya akademic global. Jika mereka kembali mereka bisa menerapkan apa yang mereka pelajari di luar negeri, untuk mengembangkan Indonesia,” jelas Dian.

Dian menegaskan bahwa program ini adalah student mobility, bukan kredit transfer. Maksudnya adalah Mata kuiah dengan jumlah jumah SKS tertentu ini bukan untuk dikoversikan dengan mata kuiah di kampus asal. Dan mata kuliah yang diambil di program IISMA akan terlulis seperti apa adanya di transkrip nilai. “Ini punya konsekuensi bahwa mahasiswa akan kehiangan satu semester di kampus asal. Dan tetap harus mengambil semua mata kuliah yang diwajibkan,”kata Dian.

“Kacuali, jika kamu mengambil mata kuliah yang berkaitan dengan mata kuliah wajib yang harus kamu ambil di kampus asal. Nilai mata kuliah di kampus tujuan bisa ditransfer,”imbuhnya.

Meskipun begitu, program ini merekomendasikan agar mahasiswa mengambil mata kuliah yang sama sekali berbeda dari jurusan yang diambil di universitas asal. “Kami di IISMA sangat merekomendasikan untuk mengambil subjek yang sungguh berbeda. Kenapa? Karena kami ingin kalian memperkaya perpektif dari disiplin ilmu yang berbeda. Kalian juga nanti akan memiliki banyak kompetensi yang bisa dikembangkan,” papar Dian akhirnya menjelaskan tujuan dan harapan dari program IISMA.

Telah diberitakan sebelumnya, ada satu mahasiswa Komunikasi UII kelas International Program (IP) yang lolos pada program IISMA ini. Nadira Muthia Supadi, Mahasiswa angkatan 2018, ikut program IISMA dan belajar di University of Leeds, Inggris, pada 2021.

 

Reading Time: 2 minutes

Ia sempat dilarang kuliah Program Internasional di Komunikasi UII. Alasannya tak lain adalah jarak kampus yang jauh dari kampung halaman. Dengan tekad dan niat, ia tidak henti-henti meyakinkan keluarganya agar memperbolehkannya menempuh pendidikan di program internasional Ilmu Komunikasi UII Yogyakarta. Akhirnya kerja kerasnya pun terbayarkan dengan izin keluarganya untuk berkuliah di UII melalui jalur Seleksi Berbasis Rapor (SIBER).

Ia adalah Arul Setiawan. Orang biasa memanggilnya Arul. Di kota tempat tinggalnya, pemuda ini sudah meraih berbagai prestasi yang membanggakan. Contohnya, ia menjadi Wakil Duta Budaya Bujang Song Benuo Taka 2021 dan Duta Wisata Benuo Taka 2018. Di umurnya yang masih muda, ia sudah mengepakkan sayapnya di sana sini.

Pemuda berumur 20 tahun ini merupakan salah satu dari 25 mahasiswa baru program studi Ilmu Komunikasi kelas internasional 2021. Dengan berkuliah di Jogja, Ia ingin mencoba pengalaman baru dan lebih menantang katanya. Ia punya pendapat bahwa ia harus mencoba sesuatu hal yang belum pernah ia dapat selama Ia hidup.

“International Program bukanlah hal yang harus ditakuti karena kelas Bahasa Inggrisnya. Tetapi, karena kita punya niat, tekad dan ingin berusaha menjadi lebih baik,, yakin kita bisa menghadapinya,” ujar pria asal Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, ini saat dihubungi via pesan Instagram @arl_sulaiman12, Jumat (03/10/2021).

Arul mengatakan dengan bersemangat bahwa di masa depan, ia ingin punya pekerjaan impian. Ia ingin menjadi diplomat dan pengusaha yang sukses. Dengan penuh harap, ia berdoa agar UII akan dapat membantunya dalam mewadahi dan menjadi batu loncatan sehingga elak ia menjadi seseorang yang sukses dan berprestasi.

“Saya sangat berharap dapat memahami setiap materi yang disampaikan dosen. Saya juga ingin menjadi salah satu mahasiswa yang selalu taat dalam segala hal,” katanya berkomitmen. “Saya juga ingin menjadi mahasiswa berprestasi di ranah nasional bahkan internasional untuk membanggakan UII tercinta dan pastinya keluarga,” imbuhnya.

Sebagai kaum muda, Arul merasa masih banyak kekurangan. Ia berpendapat masih harus belajar agar dapat berguna serta menginspirasi orang banyak. Kelak Arul ingin menjadi generasi muda islami yang berkarakter, berani tampil, serta menjadi generasi bangsa yang cerdas.

==============

Penulis/ Reporter: Erinna Zandra (Mahasiswa Komunikasi UII, Angkatan 2017, Mahasiswa Magang di International Program at Prodi Komunikasi UII)

Editor: A. P. Wicaksono

Reading Time: 2 minutes

He was banned from studying the International Program at UII Communications. The reason is none other than the distance of the campus, which is far from home. With determination and intention, he never stopped convincing his family to allow him to study at the International Communication Studies program at UII Yogyakarta. Finally, his hard work paid off with his family’s permission to study at UII through the Report-Based Selection (SIBER) route.

He is Arul Setiawan. People used to call him Arul. In the city where he lives, this young man has achieved various proud achievements. For example, he became Deputy Cultural Ambassador of Bujang Song Benuo Taka 2021 and Tourism Ambassador of Benuo Taka 2018. At a young age, he is already flapping his wings here and there.

This 20-year-old youth is one of 25 new students of the 2021 international class Communication Studies program. By studying in Jogja, he wants to try new and more challenging experiences, he said. He had the opinion that he should try something he had never had in his life.

“The International Program is not something to be afraid of because of the English class. However, because we have the intention, determination, and want to try to be better, we are sure we can deal with it,” said the man from North Penajam Paser Regency, East Kalimantan, when contacted via Instagram message @arl_sulaiman12, Friday (03/10/2021).

Arul says excitedly that in the future, he wants to have a dream job. He wants to be a successful diplomat and businessman. With hope, he prays that UII will assist him in accommodating and becoming a stepping stone so that he avoids becoming a successful and accomplished person.

“I hope that I can understand every material presented by the lecturer. I also want to be one of the students who is always obedient in everything,” he said.

As a young person, Arul feels there are still many shortcomings. He believes that he still has to learn to be helpful and inspire many people. In the future, Arul wants to become a young Islamic generation who has character, dares to appear, and becomes an intelligent generation of the nation.

==============

Author/ Reporter: Erinna Zandra (Student at Department of Communications, Class of 2017, Internship Student at the International Program at Department of Communications, UII)

Editor: AP Wicaksono

Reading Time: 2 minutes

International Communication Department program has been running since 2018. International programs are becoming increasingly important when the world is now interconnected. Now humans are no longer isolated by the state and nation, but have become global citizens. International competition and collaboration is a necessity. However, many students still feel that they do not have the English language skills to join the International Communication program.

The Teatime discussion this time, Saturday, August 20, 2021, talked about the International Program at Communications Department of the Univeritas Islam Indonesia (IPC UII). This discussion invited Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih as Secretary of the International Program of Communication, UII. In this casual chat, they talked about how the lecture process at IPC is, what if you want to change the path from regular class to International class, what about international collaborations such as double degree, IPC UII student admissions, and other international activities at IPC UII.

Regarding lectures, IPC UII uses full English as an introduction to lectures. The same goes for assignments and exams. “Especially for lectures, if there are some students who find it difficult with full English, they can communicate with lecturers who are in charge of certain courses so that they use Indonesian on several occasions,” said Ida.

For some new students who are worried that they will not be able to participate in international programs, IPC UII provides a bridging program, which is a program that bridges students to adapt to learning through various academic preparations.

“There are special courses for new students so they can adapt, the program also includes how to write academically,” added Ida.

There was also Anggi, an IP Communication UII student who at first felt inferior because he felt his English skills were not good. But, after this program he lived, he was able to get used to it. In addition, he also saw that he was not alone, there were several other friends like him who were also still in the process of adapting to the English-academic nuance. “Over time I feel my ability to speak English has improved by itself.”