Tag Archive for: Artificial intelligence

AI

Will AI eventually exceed its creator’s logic and reshape humanity’s future? In recent years, artificial intelligence has become an important part of daily life, influencing everything from morning routines to complex professional tasks.

As it continues to develop, AI enhances efficiency, transforms industries, and raises ethical questions about its societal roles. To fully understand Al’s impact, it requires us to explore and examine its presence in everyday life, its influence on professional fields, and the ethical dilemmas it presents, providing a comprehensive framework to assess both its promises and challenges.

AI is becoming a silent but essential force that affects every aspect of our lives and shapes the way we engage with the outside world. AI-powered devices like smart assistants, customized alarms, and specially tailored news feeds influence our daily routines from the time we wake up. While navigation systems optimize routes to save time and money, platforms such as Netflix and Spotify use complex algorithms to suggest entertainment based on our interests. These AI-powered technologies improve convenience and are prime examples of the effectiveness and diversity that were promised by AI, but as it dominates our daily lives, we are forced to think about how technology may affect human life. An emerging concern is AI-Induced Cognitive Atrophy (AICICA), which suggests that overreliance on AI-powered systems. It could lead to cognitive decline, particularly in skills such as problem-solving and decision-making. Just as problematic internet use (PIU) has been linked to reduced cognitive engagement, AICICA raises the possibility that excessive dependence on AI may weaken critical thinking abilities.

When AI automates tasks that require analysis, judgment, and creativity, individuals may become less inclined to engage deeply with information or think independently. (From tools to threats: a reflection on the impact of artificial intelligence chatbots on cognitive health, 2024)

Although it saves us from repetitive duties, will it keep running the risk of weakening critical skills like flexibility and decision-making? It would change if we could control AI’s potential while maintaining human creativity and autonomy that drive significant changes by comprehending and controlling our reliance on it.

AI is changing various sectors by doing routine operations and analyzing data within a short time with a high level of accuracy. AI-powered solutions are already helping doctors with patient diagnosis, predicting the outcome of a treatment, and some surgeries. The same way, AI is improving investment decisions in the financial sector by identifying fraud and offering analytical recommendations. Moreover, AI platforms are changing the education system by providing individual learning paths for every student and improving the teaching process. However, just like these improvements boost creativity and productivity, they come with a set of problems.

AI is raising more concerns about unemployment since its automation is taking over roles in customer service, manufacturing, and even creative industries. Despite these concerns, AI should not be seen as a complete replacement for human workers but rather as a tool to enhance human capabilities. As experts suggest, the key lies in upskilling existing employees to integrate AI effectively into the workforce rather than replacing them entirely. According to industry leaders, AI can work alongside humans to improve efficiency and innovation, provided there is a balance between AI’s automation and human emotional intelligence, something AI alone cannot replicate. (curry, 2023)

As AI develops, there are ethical issues that need to be discussed. At the top of the list is the privacy issue since AI systems gather and analyze users’ data. It is a concern for many users who are not always aware of how their information is being used or handled, which raises questions about their consent. Furthermore, existing AI algorithms contain biases that can result in unfair treatment of individuals and can lead to discriminatory outcomes in hiring, lending, and law enforcement. This is another pressing concern: accountability. When AI systems fail, as in an autonomous vehicle or in a financial prediction, what then? Who is responsible: the developer, the user, or the AI? These concerns can only be addressed by clear ethical guidelines and regulatory frameworks. With proactive governance, we can ensure that AI development aligns with our societal values, fostering trust and fairness in its implications.

Artificial intelligence is undeniably transforming every aspect of our lives, from the way we manage daily tasks to its real-life applications in professional fields. However, its impact is not without challenges, particularly in the ethical realm. By embracing its benefits while addressing its risks, we can shape AI into a tool that enhances, rather than undermines, human progress. The future of AI depends on our ability to navigate its complexities responsibly, ensuring it serves humanity’s best interests while preserving the values that define us.

 

Reference:

curry, R. (2023, August 10). How A.I. can help create jobs for humans, not just automate them. Retrieved from Technology Executive Council: https://www.cnbc.com/2023/08/10/how-ai-can-help-create-jobs-for-humans-not-just-automate-them.html

From tools to threats: a reflection on the impact of artificial-intelligence chatbots on cognitive health. (2024, April 2). Retrieved from national lubrary of medicine : https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11020077/

Written by: Thrya Abdulraheem Motea Al-aqab

Edited by: Meigitaria Sanita

AI

Artificial Intelligence (AI) mengalami perkembangan yang begitu dinamis. Salah satu generative AI yang paling populer tahun 2023 adalah ChatGPT. WriterBuddy melaporkan rilis pada penghujung tahun 2022 hingga Agustus 2022, ChatGPT meraih jumlah pengguna lebih dari 14,6 miliar.

ChatGPT merupakan satu dari deretan generative AI dalam bidang penulisan yang mampu membuat teks, menerjemahkan bahasa, hingga menjawab berbagai pertanyaan. Banyak dari kalangan mahasiswa yang memanfaatkan ChatGPT untuk memecah kebuntuan dalam mengerjakan tugas.

Meski popularitasnya tak diragukan lagi, ternyata ada deretan AI sejenis yang bisa dicoba terlebih untuk membuat artikel ilmiah. Pengguna dapat memanfaatkan untuk pencarian data, membuat draft tulisan yang diinginkan melalui prompt yang spesifik. Namun perlu diketahui bahwa pemanfaatan AI bukanlah menjadi rujukan utama dan perlu dilakukan pengecekan berulang.

Rekomendasi AI untuk Menulis Artikel Ilmiah

  1. Jenni AI

Jenni AI banyak direkomendasikan dalam bidang akademik penulisan ilmiah. Serupa dengan ChatGPT, dilengkapi dengan chatbot pada Jenni AI mampu menjadi asisten penelitian yang komprehensif. Terdapat fitur sicasi in-text, multibahasa, hingga generate teks dari file. Bahkan klaimnya, tulisan yang dihasilkan unik dan terbebas dari plagiarisme. Salah satu YouTuber dengan akun Academic English Now menyebut Jenni AI sangat unggul dalam pembuatan outline dibanding dengan AI sejenis lain “has outline builder feature, versatility in outlining”.

  1. PaperPal

Selanjutnya ada PaperPal yang mampu mengoreksi tulisan akademik secara detail. AI ini dapat membantu peneliti maupun penerbit untuk mengoreksi kesalahan ketik, plagiarisme, ketidakkonsistenan structural dan teknis. Dalam aplikasinya PaperPal dilengkapi dengan fitur unggah dan download naskah dari Microsoft Word untuk efisiensi pekerjaan.

  1. Grammarly

Jika PaperPal dirancang untuk membantu mengoreksi tulisan akademik, Grammarly lebih fleksibel dalam tata bahasa. AI ini banyak dimanfaatkan oleh para blogger, penulis, dan copywriter karena mampu menciptakan SEO yang efektif. Selain memeriksa tata bahasa, Grammarly mampu mendeteksi plagiarisme.

  1. Iris AI

 Iris AI menjadi tools yang dapat memindai dan menganalisis kumpulan topik penelitian yang relevan denga napa yang tengah kita cari. Dengan kemampuan tersebut Iris AI sangat membantu dalam mempercepat proses penelitian yang tengah dilakukan dengan cara memberi referensi secara efektif.

  1. Yomu AI

Terakhir ada Yomu AI yang hampir mirip dengan cara kerja Jenni AI. Yomu AI sangat membantu dalam penulisan esai melalui fitur chatbot yang tersedia. Dengan memberikan prompt spesifik, Yomu AI akan mengembangkan dengan kalimat dan argumen yang relevan. Tak hanya berhenti disana, Yomu AI akan melakukan pengeditan, paraphrase, hingga mempersingkat teks. Sama dengan Jenni AI, Yomu AI mengklaim bahasa yang digunakan unik dan terhindar dari plagiarisme.

Itulah deretan AI yang mampu membantu dalam penulisan ilmiah, meski demikian AI bukan rujukan utama dalam menyusun tulisan secara utuh.

Baca artikel selengkapnya terkait AI pada laman berikut:

https://communication.uii.ac.id/benarkah-pekerjaan-manusia-akan-digantikan-oleh-ai-chatgpt-tak-terkendali-hingga-nasib-lulusan-ilmu-komunikasi/

https://communication.uii.ac.id/mana-yang-lebih-menguntungkan-memperkerjakan-manusia-atau-ai/

https://communication.uii.ac.id/kupas-tuntas-soal-ai-serta-perannya-dalam-ilmu-komunikasi/

https://communication.uii.ac.id/benarkah-ai-terbukti-lebih-kreatif-dibanding-manusia/

https://communication.uii.ac.id/7-ai-paling-populer-sepanjang-tahun-2023-bisa-bikin-kamu-makin-produktif/

https://communication.uii.ac.id/society-5-0-definisi-lengkap-dan-peran-ilmu-komunikasi-terkait-ai-hingga-transformasi-digital/

AI

Fakta terbaru terkait artificial intelligence (AI) kembali hangat diperbincangkan oleh beberapa CEO di Amerika. Menariknya upah manusia ternyata lebih murah di beberapa pekerjaan dibandingkan dengan AI.

Sebelumnya, banyak dari pekerja di seluruh dunia mengkhawatirkan posisinya akan tergeser oleh kehebatan AI, namun riset terbaru dari Massachusetts Institute of Technology menyebut hanya 23% pekerjaan dengan upah dolar yang dapat digantikan secara efektif oleh AI.

Mengutip dari laman Bloomberg, salah satu bentuk kerja yang dibandingkan yakni bidang desain visual yang menyebut bahwa penggunaan bantuan AI lebih mahal dalam segi operasional dibandingkan jika dikerjakan oleh manusia.

Sementara pekerjaan yang sangat memungkinkan untuk dikerjakan oleh AI dengan biaya yang relatif terjangkau adalah industri di bidang retail dan warehousing serta perawatan kesehatan. Menurut data yang disebutkan oleh pihak MIT Walmart dan Amazon paling terbantu dengan keunggulan yang dimiliki AI.

Tingginya biaya operasional dalam pengembangan AI menjadi isu yang disoroti baru-baru ini, Sam Altman CEO OpenAI tengah lakukan kerjasama dengan beberapa investor untuk memenuhi biaya produksi fabrikasi chip.

Tak hanya OpenAI, beberapa aktor yang mengembangkan DeepMind Google kini tengah melakukan komunikasi dengan investor terkait pembentukan startup AI di Paris. Selanjutnya ada Jansen Huang CEO Nvidia yang tengah aktif melakukan kunjungan ke kantor-kantor di Tiongkok demi menyiasati pembatasan pasokan chip ke AS.

Artinya perjalanan AI di tahun 2024 dinilai tak mulus, meski di tahun 2023 banyak fenomena yang berujung pada dugaan potensi AI mampu menggeser pekerjaan manusia. Tak hanya itu, Juli 2023 riset dari Univercity of Montana menyebut jika AI memiliki kemampuan kreatif 1% lebih tinggi dari manusia dalam bidang orisinalitas. Selengkapnya dapat dibaca melalui artikel berikut https://communication.uii.ac.id/benarkah-ai-terbukti-lebih-kreatif-dibanding-manusia/

AI memang tengah gencar dikembangkan, Forbes menyebut bahwa persiapan yang perlu dilakukan oleh industri dan perusahaan di tengah ketergantungan AI dan pergeseran budaya adalah memprioritaskan peningkatan keterampilan tenaga kerja dengan berinvestasi di berbagai program pendidikan, pelatihan dengan para profesional. Tak hanya itu untuk menghadapi era ini dibutuhkan berbagai pandangan strategis, pertimbangan etis, dan komitmen terhadap inklusivitas.

Setidaknya ada empat gagasan yang dipublish pada laman University of Sheffield, Professor Tony prescott dan Dr Stuart Wilson dari department of Computer Science menyebut jika AI tak akan mampu menyamai otak manusia. Berikut bebrapa ringkasan terkait gagasan tersebut:

“Sistem AI tidak mungkin mendapatkan kognisi seperti manusia, kecuali jika sistem tersebut terhubung ke dunia nyata melalui robot dan dirancang menggunakan prinsip-prinsip evolusi.”

“Sistem AI saat ini, seperti ChatGPT, menyalin beberapa proses di otak manusia untuk menggunakan kumpulan data untuk memecahkan masalah yang sulit, tetapi para peneliti Sheffield mengatakan bahwa bentuk AI yang tidak berwujud ini tidak mungkin menyerupai kerumitan pemrosesan otak yang sebenarnya, tidak peduli seberapa besar kumpulan data ini.”

“Kecerdasan biologis seperti otak manusia dicapai melalui arsitektur khusus yang belajar dan berkembang menggunakan koneksinya dengan dunia nyata, tetapi hal ini jarang digunakan dalam desain AI.”

“Menerapkan AI pada robot sehingga mereka dapat berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka dan berevolusi seperti yang dilakukan otak manusia adalah cara yang paling mungkin untuk mengembangkan kognisi seperti manusia.”

Itulah fenomena terkait perkembangan AI pada tahun 2024, memperkerjakan manusia akan terus dilakukan sementara AI merupakan teknologi yang mampu membantu menyelesaikan pekerjaan secara efisien.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Kunjungan

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) menerima kunjungan kolega yang datang dari Bengkulu. Mereka adalah rombongan mahasiswa serta dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Dehasen.

Menyambut kedatangan tersebut, Ketua Prodi Ilmu Komunikasi UII Bapak Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D, berkesempatan mengisi kuliah pakar dihadapan 92 mahasiswa dan 6 dosen.

Materi bertajuk “Kreativitas dan Ilmu Komunikasi di Era Artificial Intelligence (AI)” dipilih karena memiliki urgensi yang relate dengan kondisi mahasiswa di era Society 5.0, dimana masyarakat menjadi pusat untuk menyeimbangkan kemajuan ekonomi hingga penyelesaian berbagai masalah sosial dengan integrasi ruang siber dan fisik. Artinya peran AI menjadi sangat dominan dalam hal ini.

Kunjungan

Pembukaan dengan pembacaan da dari mahasiswa UII

Kuliah pakar yang berlangsung di RAV Perpustakaan Pusat UII pada 22 November 2023 berlangsung seru, para mahasiswa begitu antusias dalam momen diskusi. Ada berbagai pertanyaan yang dilontarkan mulai dari cara menghadapi pesatnya perkembangan AI yang disalahgunakan pada media sosial, jenis aplikasi AI yang dapat dimanfaatkan dan membantu mahasiswa, hingga strategi Prodi Ilmu Komunikasi dalam mendukung mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri di berbagai bidang.

Apalagi baru-baru ini ChatGPT dari Open AI menjadi cukup booming karena banyak pihak yang menggunakan untuk berbagai kebutuhan seperti pembuatan tugas esai hingga mencari jawaban singkat dari berbagai pertanyaan.

Akibatnya banyak pihak saling bagi tips pemanfaatan aplikasi ini secara optimal seperti Bedah Mantra ChatGPT yang berseliweran di berbagai media sosial.

Kunjungan

Kaprodi Ilmu Komunikasi UII dan tim Marcom FPSB tengah melakukan mempersiapkan menyambut kunjungan Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Dehasen Bengkulu

Dunia AI dalam kajian Ilmu Komunikasi telah dibahas khusus dalam konferensi tahunan dalam International Conference on Artificial Intelligence in Information and Communication (ICAIIC). Tahun 2023 telah berlangsung di Bali, sementara tahun 2024 akan digelar di Jepang.

Menariknya pemanfaatan AI dalam kehidupan manusia juga telah masuk dalam ranah agama, mulai dari negara Jepang, Dubai, Jerman, hingga di Indonesia. Ada peralihan praktik agama yang memanfaatkan kehebatan AI.

“Ada kuil di Jepang yang sudah berdiri lebih dari 300 tahun selalu jadi tempat untuk orang memohon doa ternyata dalam waktu tiga tahun terakhir ini pemimpin doa digantikan robot misalnya ingin meminta ujian lancar dan lainnya. Kemudian di jerman sudah ada gereja yang menggunakan pendetanya AI bukan telekonferens atau apa nah ini sudah terjadi di luar sana. Sementara di Indonesia MUI hingga Munas NU 2023 telah mengkaji dalam tentang AI,” tambahnya.

Terdapat beberapa tips untuk menghadapi pesatnya perkembangan AI yang disampaikan dalam kuliah pakar tersebut. Tips ini berkaitan dengan sikap dan cara kita memanfaatkan AI secara tepat.

“Kunci menghadapi disrupsi ditengah pesatnya AI adalah SAKKTI yakni sensitif, adaptif, kolaboratif, kritis, transformatif, dan inovatif,” jelas Kaprodi Ilmu Komunikasi UII.

Dalam kegiatan ini hadir juga Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan, dan Alumni yakni Bapak Dr. Nizamuddin Sadiq, Sekretaris Ilmu Komunikasi UII Program Internasional Ibu Ida Dewi Kodrat Ningsih, S.I.Kom., M.A. sementara dari pihak Universitas Dehasen adalah Ibu Sri Narti, M.I.Kom selaku Kaprodi Ilmu Komunikasi.

AI

Membahas Artificial Intelligence (AI) memang tak ada habisnya karena berbagai penelitian menyebutkan, setidaknya enam bulan sekali teknologi AI akan mengalami perubahan dan peningkatan. Perkembangan yang begitu cepat dan masif pada AI ternyata memunculkan banyak pro dan kontra.

Pada laman NPR, salah satu organisasi media independen dan non profit di Amerika Serikat, disebutkan bahwa para pemimpin teknologi mendesak jeda dalam perlombaan kecerdasan buatan yang tidak terkendali.

Untuk menyeimbangkan pola pikir dan kreativitas manusia dengan AI, sudah selayaknya kita terus menambah wawasan terkait AI. Tentu saja, AI bukan hanya penting bagi orang-orang yang mendalami bidang teknologi, melainkan juga seluruh lapisan masyarakat yang turut menjadi pengguna.

Dalam bidang Ilmu Komunikasi, AI menjadi salah satu materi yang selalu disampaikan sebagai wawasan dasar. Untuk memperdalam pengetahuan terkait AI, salah satu komunitas Diskusi Penelitian Ilmu Komunikasi UII (Dispensi) bersama Pusat Dokumentasi Media Alternatif Komunikasi UII (PDMA Nadim) menggelar diskusi bertajuk “AI dan Ilmu Komunikasi” pada 22 September 2023 menggandeng Iwan Awaluddin Yusuf, Ph.D yang tengah mendalami isu AI sebagai pembicara

Meski banyak membantu pekerjaan manusia, AI ternyata memiliki peluang yang perlu diantisipasi. Lantas bagaimana cara memanfaatkan AI serta prediksinya di masa depan?

Pentingnya AI dalam Ilmu Komunikasi

Dalam diskusi tersebut, Iwan menyebutkan berbagai alasan yang mendasari pentingnya mempelajari AI dalam konteks Ilmu Komunikasi, sikap yang perlu disiapkan, hingga kekhawatiran akibat dampat pesatnya AI terhadap dunia akademik.

Bahkan keseriusan Ilmu Komunikasi terhadap AI juga dituangkan dalam berbagai riset mendalam, salah satunya New Media and Society “Journal of Knowledge, Culture and Media”. Dalam riset tersebut dibahas pula AI yang mengubah dunia jurnalisme hingga keseharian manusia dipengaruhi AI.

“Posisi kita sebagai orang komunikasi membahas AI, kita adalah akademisi, ilmuwan Ilmu Komunikasi. Kita bukan data scientist bukan programmer. Sehingga ketika kita bicara AI dalam bahasa yang dipahami sebagai pembelajar komunikasi,” ujarnya membuka diskusi.

Selain itu, cabang AI sungguh sangat luas mulai dari konteks psikologi, bahasa, hingga komunikasi. Terbaru, AI yang sering menjadi dilema dalam lingkup akademik adalah ChatGPT yang dikembangkan oleh Open AI yang sering dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai esai.

Sebenarnya tak hanya ChatGPT, AI telah mengubah banyak industri di dunia termasuk perfilman, public service, hingga ranah Ilmu Komunikasi lainnya. Artinya AI memang bisa menjadi solusi suatu masalah, namun ada etika yang perlu dipahami dalam pesatnya perkembangan AI.

Bagaimana AI di Masa Depan

Seperti diungkap berbagai media, kecepatan perkembangan AI ternyata memunculkan banyak desakan untuk memberi jeda karena alasan kekhawatiran. Ada sebuah pertanyaan besar yang sangat urgen, salah satunya apakah perusahaan-perusahaan teknologi yang mengembangkan AI dengan percepatan yang pesat akhirnya akan menggeser peran bahkan mengakali manusia.

Mengutip dari laman NPR, sekelompok ilmuwan komputer, tokoh-tokoh industri teknologi seperti Elon Musk hingga Steve Wozniak menyerukan jeda 6 bulan dalam pengembangan aplikasi AI serta risikonya.

Seruan itu direalisasikan melalui petisi dalam menanggapi rilisnya GPT-4 yang dikembangkan OpenAI.

“Kami menyerukan kepada semua laboratorium AI untuk segera menghentikan sementara pelatihan sistem AI yang lebih kuat dari GPT-4 selama setidaknya 6 bulan,” tulis surat tersebut.

“Jeda ini harus bersifat publik dan dapat diverifikasi, serta melibatkan semua aktor kunci. Jika jeda seperti itu tidak dapat diberlakukan dengan cepat, pemerintah harus turun tangan dan melembagakan moratorium.”

“Jeda adalah ide yang bagus, tetapi surat itu tidak jelas dan tidak menanggapi masalah regulasi dengan serius,” kata James Grimmelmann, profesor hukum digital dan informasi dari Cornell University.

Pertanyaan serupa juga muncul pada peserta diskusi, seperti bagaimana AI di masa depan serta bagaimana AI mempengaruhi psikologis mahasiswa hingga menggantungkan tugasnya pada kreativitas AI.

Lantas apa jawaban terhadap berbagai keresahan tersebut?

Tonton selengkapnya melalui akun Instagram @nadimkomunikasiuii

Atau klik laman https://www.instagram.com/p/CxfZR-3LEaR/

 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

AI

Artificial Intelligence (AI) telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia. Berkat teknologi AI pekerjaan manusia mampu diselesaikan secara efisien. Bahkan fakta terbaru muncul terkait kreativitas AI yang mampu melampaui manusia. Benarkah fakta tersebut?

Berdasarkan laporan dari Future of Jobs Report 2023 yang diterbitkan oleh World Economic Forum (WEF), keterampilan paling penting bagi pekerja di tahun 2023 adalah keterampilan kognitif untuk berpikir secara analitis dan kreatif. Bahkan disebut-sebut pemikiran kreatif lebih penting jika dibandingkan dengan pemikiran analitis untuk memecahkan suatu masalah.

Fakta terkait kreativitas AI yang berhasil melampaui manusia ini diamini dari hasil riset yang dipublikasikan oleh University of Montana pada Juli 2023. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa AI khususnya GPT-4 terbukti menyamai 1% di atas kreativitas manusia.

Aplikasi AI ChatGPT yang dikembangkan dengan GPT-4 terbukti unggul dalam orisinalitas dengan alat ukur Torrance Test of Creative Thingking (TTCT), sebuah alat ukur yang telah diakui untuk menilai kreativitas.

“Untuk ChatGPT dan GPT-4, kami menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa AI ini berada di posisi 1% teratas untuk orisinalitas. Hal ini merupakan sesuatu yang baru,” ungkap Erik Guzik, asisten profesor Klinis Fakultas Bisnis di University of Montana, dikutip dari laman resmi universitas.

Para peneliti mengirimkan delapan respons yang dihasilkan oleh ChatGPT dan mengumpulkan jawaban dari 24 mahasiswa University of Montana yang tergabung dalam kelas kewirausahaan dan keuangan. Selanjutnya dibandingkan dengan 2.700 mahasiswa (nasional) yang mengikuti TTCT pada tahun 2016.

Hasilnya AI ChatGPT yang dikembangkan GPT-4 berada pada urutan atas dalam hal menghasilkan ide dengan jumlah yang lebih besar, orisinalitas, serta ide-ide baru. Meski demikian AI tak unggul dalam hal fleksibilitas dan jenis atau kategori ide.

“Kami sangat berhati-hati dalam konferensi tersebut untuk tidak menginterpretasikan data secara berlebihan. Kami hanya mempresentasikan hasilnya. Namun kami membagikan bukti kuat bahwa AI tampaknya mengembangkan kemampuan kreatif yang setara atau bahkan melebihi kemampuan manusia,” tuturnya.

Terlepas dari keunggulan ChatGPT dalam tes kreativitas pada mahasiswa, peneliti tetap mengakui perlunya alat yang lebih canggih demi mencari tahu perbedaan antara ide yang diproduksi oleh AI dan manusia.

“ChatGPT memberi tahu kami bahwa kami mungkin tidak sepenuhnya memahami kreativitas manusia, dan saya yakin itu benar. Hal ini juga menunjukkan bahwa kita mungkin membutuhkan alat penilaian yang lebih canggih yang dapat membedakan antara ide yang dihasilkan oleh manusia dan AI,” pungkas Erik Guzik.

Mengutip dari Psychology Today, kelemahan kreativitas AI juga didukung dengan teori yang dikemukakan oleh Simone Grassini seorang Profesor di Department of Psychosocial Science, University of Bergen. Ia bersama rekan-rekannya menyebut bahwa model bahasa dan data adalah algoritma yang diadaptasi oleh AI yang diperoleh dari internet untuk menciptakan konten baru.

Model bahasa yang besar termasuk OpenAI Codex dan OpenAI LLM untuk chatbot AI ChatGPT (GPT-4 dan GPT-3), GPT-4 untuk chatbot AI Microsoft, Bing Chat, BLOOM oleh HuggingFace, Megatron-Turing Natural Language Generation 530B oleh NVIDIA dan Microsoft, Claude dari Anthropic (untuk chatbot AI Claude 2), LLaMA dari Meta, Salesforce Einstein GPT (Menggunakan OpenAI LLM), PaLM 2 yang mendukung Bard, chatbot AI Google, dan Titan dari Amazon.Psikolog Amerika J.P Guilford dalam teorinya structure of intellect menjabarkan kreativitas sebagai kemampuan pemecahan masalah dideskripsikan menjadi tiga hal yakni kefasihan (ideasional, asosiasional, dan ekspresif), dan fleksibilitas (spontan dan adaptif).

Berdasarkan hasil penelitian dari University of Montana yang menyebut kelemahan AI dalam bidang fleksibilitas, artinya dapat disimpulkan bahwa chatbot AI tidak memiliki konsistensi layaknya manusia.

Tak hanya itu, karya yang diciptakan AI dinilai tak memiliki kekhasan khusus. Hal ini diungkapkan oleh Wahyu Wijayanto salah satu alumni DKV ISI Yogyakarta yang menjalani profesi sebagai desain grafis lebih dari 10 tahun terakhir. Ia menyebut, ada “taste” yang tak bisa dimiliki oleh AI.

“Masih bisa (dibedakan karya AI dan manusia) untuk orang yang sudah tau, bedanya di taste,” ujar Wahyu Wijayanto.

Pesatnya perkembangan dan kreativitas AI baginya justru bukan lagi soal ancaman, melainkan kemudahan yang dapat dimanfaatkan. Namun ia juga menyebut terkadang karena terlalu kreatif AI tampak tak rasional dan mudah dikenali.

“Enggak menganggap sebagai ancaman, kita saja yang harus menyesuaikan. Justru dalam beberapa hal AI memang sangat membantu, tapi masih butuh kontrol dari manusia. Kalau kreativitas iya memang melebihi kemampuan manusia, tapi karena saking lebihnya justru itu gampang dikenali sebagi hasil dari AI. Itu untuk saat ini, gak tau untuk nanti,” pungkasnya.

Lantas bagaimana pendapatmu soal AI, Comms? Kira-kira mampukah AI melampaui pemikiran manusia mengingat teknologi akan selalu berkembang.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

 

 

 

 

 

AI

Artificial Intelligence (AI) menjadi sangat familiar sepanjang tahun 2023. Pasalnya AI menjadi alat bantu yang mempermudah pekerjaan manusia, bahkan tak sedikit yang berpendapat keberadaan AI membuat para pekerja semakin produktif.

AI merupakan kecerdasan buatan yang dirancang pada sistem komputer untuk meniru kemempuan intelektual manusia, mulai dari identifikasi pola, keputusan, dan menyelesaikan pekerjaan yang kompleks dengan efisien.

Dari publikasi Populix, disebutkan bahwa hampir 45% pengusaha di Indonesia menggunakan aplikasi AI dalam menyelesaikan pekerjaan. Survei yang dilakukan terhadap 530 responden menempatkan ChatGPT di urutan teratas dengan presentasi 52%.

ChatGPT atau Generative Pre-Training Transformer, merupakan situs pengolahan bahasa yang dikembangkan OpenAI.  ChatGPT dapat dimanfaatkan untuk membuat teks, menerjemahkan bahasa, hingga menjawab apa pun pertanyaan yang kita ajukan.

Di Indonesia deretan AI paling populer antara lain ChatGPT (52%), Copy.ai 29%, Luminar AI (18%), Oracle (15%), Dall-e (12%). Lalal.ai (12%), dan Outmach (11%).

Lantas apa saja AI yang paling populer di dunia? Pew Research Center pada Desember 2022 menerbitkan hasil riset dengan artikel berjudul “Public Awareness of Artificial Intelligence in Everyday Activities” menyebutkan lebih dari setengah orang Amerika telah menggunakan AI untuk kehidupan sehari-hari mereka.

Survei yang dilakukan terhadap 11.004 responden menunjukkan 27% orang Amerika menggunakan AI beberapa kali dalam sehari sementara 28% lainnya menggunakan AI sehari sekali, dan 44% tidak secara teratur menggunakan AI dalam menyelesaikan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari.

Tak hanya itu, 15% responden mengaku bersemangat tanpa khawatir tentang meningkatnya penggunaan AI dalam kehidupan sehari-hari. Namun masih ada kekhawatiran pada 38% responden, dan 46% responden menyambutnya dengan rasa khawatir dan gembira.

Lantas AI apa saja yang cukup mencuri perhatian sepanjang tahun 2023? Berikur deretan AI teratas berdasarkan Technology Magazine.

  1. OpenAI

OpenAI didirikan pada tahun 2015 oleh research lab nirlaba milik Elon Musk. Tahun 2021, OpenAI meluncurkan Dall-e yang mampu menghasilkan gambar digital berdasarkan deskripsi bahasa yang kita perintahkan.

Selanjutnya November 2022, ChatGPT diluncurkan OpenAI dengan kemampuan menjawab berbagai pertanyaan, menerjemahkan, dan menghasilkan teks dengan improvisasi. Menariknya ChatGPT menjadi aplikasi AI paling populer dengan keuntungan sebesar US$200 juta pada tahun 2023.

  1. AI

Observe.AI berfungsi melacak percakapan suara dan teks. Dalam Intelligent Workforce Platformnya mengubah pusat kontak dengan menyisipkan AI dalam percakapan pelanggan, mengoptimalkan kinerja agen, optimasi berulang yang mampu mendorong pendapatan dan retensi.

Tujuan AI ini untuk meningkatkan kinerja pusat kontak untuk mendorong hasil bisnis lebih cepat. Tercatat pada Maret 2022, perusahaan ini meningkat 150% meningkat tiga kali lipat.

  1. Landing AI

Landing AI didirikan oleh Dr. Andrew Ng, Co-Founder Coursera dan Founding Lead Google Brain. Landing AI berfungsi untuk membantu bisnis, mulai dari membantu pelanggan dalam mewujudkan nilai bisnis hingga operasional.

AI paling populer yang dikembangkan Landing AI antara lain LandingLens, platform MLOps perusahaan yang menawarkan alur kerja menyeluruh untuk membangun, mengulang, dan mengoperasionalkan solusi inspeksi visual.

  1. Stability AI

Stability AI merupakan start up visual open source untuk membuat gambar berdasarkan input teks. Sejak 2021 setidaknya 200.000 kreator, pengembang, dan peneliti bergabung untuk mengembangkan perusahaan ini.

Saat ini Stability AI tengah mengembangkan AI terobosan yang diterapkan pada pencitraan, bahasa, kode, audio, video, konten 3D, desain, biotek, dan penelitian ilmiah lainnya. Pada Agustus 2022, diluncurkan Stable Diffusion model teks ke gambar yang terus dilakukan penyempurnaan.

  1. Databricks

Databricks yang didirikan pada tahun 2013, merupakan platform data warehouse pertama dan satu-satunya di dunia yang menggunakan cloud. Databricks mengombinasikan data warehouse dan data lake untuk menawarkan platform terbuka dan terpadu untuk data dan AI.

Tercatat Databricks melayani lebih dari 5.000 organisasi di seluruh dunia, termasuk ABN AMRO, Conde Nast, H&M Group, Regeneron, dan Shell. Perusahaan-perusahaan tersebut mengandalkan Databricks untuk memungkinkan rekayasa data berskala besar, ilmu data kolaboratif, pembelajaran mesin siklus penuh, dan analisis bisnis.

  1. Deep 6 AI

Deep 6 AI adalah start up AI yang berfokus pada perawatan kesehatan dengan mengadopsi sistem kerja profesional paramedis dalam mendiagnosis dan merawat pasien. Algoritme Deep 6 AI mampu menganalisis data medis dalam jumlah besar dan membantu petugas medis membuat keputusan lebih tepat dalam pengobatan.

Perusahaan yang didirikan pada 2016 ini telah menyelamatkan nyawa banyak pasien lantaran mampu bekerja secara real time dan terstruktur.

  1. Shield AI

Didirikan pada 2015, Shield AI merupakan start up AI yang berfungsi untuk melindungi anggota militer serta warga sipil dengan sistem yang cerdas. Hivemind autonomy yang dikembangkan Perusahaan ini adalah Pilot AI otonom dan satu-satunya yang dikerahkan dalam pertempuran 2018.

Hivemind berperan sebagai tim pesawat cerdas dalam melakukan misi mulai dari pembersihan ruangan hingga pesawat tempur F-16. Didukung oleh dana VC Silicon Valley papan atas, Shield AI telah dinobatkan dalam daftar AI 50 dan Startup Terbaik versi Forbes, 100 Perusahaan AI Teratas versi CB Insights, dan Perusahaan Paling Inovatif versi Fast Company.

Itulah beberapa Perusahaan yang mengembangkan AI untuk membantu kehidupan manusia agar lebih produktif dan efisien. Kira-kira aplikasi mana yang telah kamu gunakan Comms?

 

Penulis: Meigitaria Sanita