Tag Archive for: AI

AI

Will AI eventually exceed its creator’s logic and reshape humanity’s future? In recent years, artificial intelligence has become an important part of daily life, influencing everything from morning routines to complex professional tasks.

As it continues to develop, AI enhances efficiency, transforms industries, and raises ethical questions about its societal roles. To fully understand Al’s impact, it requires us to explore and examine its presence in everyday life, its influence on professional fields, and the ethical dilemmas it presents, providing a comprehensive framework to assess both its promises and challenges.

AI is becoming a silent but essential force that affects every aspect of our lives and shapes the way we engage with the outside world. AI-powered devices like smart assistants, customized alarms, and specially tailored news feeds influence our daily routines from the time we wake up. While navigation systems optimize routes to save time and money, platforms such as Netflix and Spotify use complex algorithms to suggest entertainment based on our interests. These AI-powered technologies improve convenience and are prime examples of the effectiveness and diversity that were promised by AI, but as it dominates our daily lives, we are forced to think about how technology may affect human life. An emerging concern is AI-Induced Cognitive Atrophy (AICICA), which suggests that overreliance on AI-powered systems. It could lead to cognitive decline, particularly in skills such as problem-solving and decision-making. Just as problematic internet use (PIU) has been linked to reduced cognitive engagement, AICICA raises the possibility that excessive dependence on AI may weaken critical thinking abilities.

When AI automates tasks that require analysis, judgment, and creativity, individuals may become less inclined to engage deeply with information or think independently. (From tools to threats: a reflection on the impact of artificial intelligence chatbots on cognitive health, 2024)

Although it saves us from repetitive duties, will it keep running the risk of weakening critical skills like flexibility and decision-making? It would change if we could control AI’s potential while maintaining human creativity and autonomy that drive significant changes by comprehending and controlling our reliance on it.

AI is changing various sectors by doing routine operations and analyzing data within a short time with a high level of accuracy. AI-powered solutions are already helping doctors with patient diagnosis, predicting the outcome of a treatment, and some surgeries. The same way, AI is improving investment decisions in the financial sector by identifying fraud and offering analytical recommendations. Moreover, AI platforms are changing the education system by providing individual learning paths for every student and improving the teaching process. However, just like these improvements boost creativity and productivity, they come with a set of problems.

AI is raising more concerns about unemployment since its automation is taking over roles in customer service, manufacturing, and even creative industries. Despite these concerns, AI should not be seen as a complete replacement for human workers but rather as a tool to enhance human capabilities. As experts suggest, the key lies in upskilling existing employees to integrate AI effectively into the workforce rather than replacing them entirely. According to industry leaders, AI can work alongside humans to improve efficiency and innovation, provided there is a balance between AI’s automation and human emotional intelligence, something AI alone cannot replicate. (curry, 2023)

As AI develops, there are ethical issues that need to be discussed. At the top of the list is the privacy issue since AI systems gather and analyze users’ data. It is a concern for many users who are not always aware of how their information is being used or handled, which raises questions about their consent. Furthermore, existing AI algorithms contain biases that can result in unfair treatment of individuals and can lead to discriminatory outcomes in hiring, lending, and law enforcement. This is another pressing concern: accountability. When AI systems fail, as in an autonomous vehicle or in a financial prediction, what then? Who is responsible: the developer, the user, or the AI? These concerns can only be addressed by clear ethical guidelines and regulatory frameworks. With proactive governance, we can ensure that AI development aligns with our societal values, fostering trust and fairness in its implications.

Artificial intelligence is undeniably transforming every aspect of our lives, from the way we manage daily tasks to its real-life applications in professional fields. However, its impact is not without challenges, particularly in the ethical realm. By embracing its benefits while addressing its risks, we can shape AI into a tool that enhances, rather than undermines, human progress. The future of AI depends on our ability to navigate its complexities responsibly, ensuring it serves humanity’s best interests while preserving the values that define us.

 

Reference:

curry, R. (2023, August 10). How A.I. can help create jobs for humans, not just automate them. Retrieved from Technology Executive Council: https://www.cnbc.com/2023/08/10/how-ai-can-help-create-jobs-for-humans-not-just-automate-them.html

From tools to threats: a reflection on the impact of artificial-intelligence chatbots on cognitive health. (2024, April 2). Retrieved from national lubrary of medicine : https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11020077/

Written by: Thrya Abdulraheem Motea Al-aqab

Edited by: Meigitaria Sanita

AI

Artificial Intelligence (AI) mengalami perkembangan yang begitu dinamis. Salah satu generative AI yang paling populer tahun 2023 adalah ChatGPT. WriterBuddy melaporkan rilis pada penghujung tahun 2022 hingga Agustus 2022, ChatGPT meraih jumlah pengguna lebih dari 14,6 miliar.

ChatGPT merupakan satu dari deretan generative AI dalam bidang penulisan yang mampu membuat teks, menerjemahkan bahasa, hingga menjawab berbagai pertanyaan. Banyak dari kalangan mahasiswa yang memanfaatkan ChatGPT untuk memecah kebuntuan dalam mengerjakan tugas.

Meski popularitasnya tak diragukan lagi, ternyata ada deretan AI sejenis yang bisa dicoba terlebih untuk membuat artikel ilmiah. Pengguna dapat memanfaatkan untuk pencarian data, membuat draft tulisan yang diinginkan melalui prompt yang spesifik. Namun perlu diketahui bahwa pemanfaatan AI bukanlah menjadi rujukan utama dan perlu dilakukan pengecekan berulang.

Rekomendasi AI untuk Menulis Artikel Ilmiah

  1. Jenni AI

Jenni AI banyak direkomendasikan dalam bidang akademik penulisan ilmiah. Serupa dengan ChatGPT, dilengkapi dengan chatbot pada Jenni AI mampu menjadi asisten penelitian yang komprehensif. Terdapat fitur sicasi in-text, multibahasa, hingga generate teks dari file. Bahkan klaimnya, tulisan yang dihasilkan unik dan terbebas dari plagiarisme. Salah satu YouTuber dengan akun Academic English Now menyebut Jenni AI sangat unggul dalam pembuatan outline dibanding dengan AI sejenis lain “has outline builder feature, versatility in outlining”.

  1. PaperPal

Selanjutnya ada PaperPal yang mampu mengoreksi tulisan akademik secara detail. AI ini dapat membantu peneliti maupun penerbit untuk mengoreksi kesalahan ketik, plagiarisme, ketidakkonsistenan structural dan teknis. Dalam aplikasinya PaperPal dilengkapi dengan fitur unggah dan download naskah dari Microsoft Word untuk efisiensi pekerjaan.

  1. Grammarly

Jika PaperPal dirancang untuk membantu mengoreksi tulisan akademik, Grammarly lebih fleksibel dalam tata bahasa. AI ini banyak dimanfaatkan oleh para blogger, penulis, dan copywriter karena mampu menciptakan SEO yang efektif. Selain memeriksa tata bahasa, Grammarly mampu mendeteksi plagiarisme.

  1. Iris AI

 Iris AI menjadi tools yang dapat memindai dan menganalisis kumpulan topik penelitian yang relevan denga napa yang tengah kita cari. Dengan kemampuan tersebut Iris AI sangat membantu dalam mempercepat proses penelitian yang tengah dilakukan dengan cara memberi referensi secara efektif.

  1. Yomu AI

Terakhir ada Yomu AI yang hampir mirip dengan cara kerja Jenni AI. Yomu AI sangat membantu dalam penulisan esai melalui fitur chatbot yang tersedia. Dengan memberikan prompt spesifik, Yomu AI akan mengembangkan dengan kalimat dan argumen yang relevan. Tak hanya berhenti disana, Yomu AI akan melakukan pengeditan, paraphrase, hingga mempersingkat teks. Sama dengan Jenni AI, Yomu AI mengklaim bahasa yang digunakan unik dan terhindar dari plagiarisme.

Itulah deretan AI yang mampu membantu dalam penulisan ilmiah, meski demikian AI bukan rujukan utama dalam menyusun tulisan secara utuh.

Baca artikel selengkapnya terkait AI pada laman berikut:

https://communication.uii.ac.id/benarkah-pekerjaan-manusia-akan-digantikan-oleh-ai-chatgpt-tak-terkendali-hingga-nasib-lulusan-ilmu-komunikasi/

https://communication.uii.ac.id/mana-yang-lebih-menguntungkan-memperkerjakan-manusia-atau-ai/

https://communication.uii.ac.id/kupas-tuntas-soal-ai-serta-perannya-dalam-ilmu-komunikasi/

https://communication.uii.ac.id/benarkah-ai-terbukti-lebih-kreatif-dibanding-manusia/

https://communication.uii.ac.id/7-ai-paling-populer-sepanjang-tahun-2023-bisa-bikin-kamu-makin-produktif/

https://communication.uii.ac.id/society-5-0-definisi-lengkap-dan-peran-ilmu-komunikasi-terkait-ai-hingga-transformasi-digital/

Gemini

Salah satu artificial intelligence (AI) yang dinamai Gemini telah rilis pada 21 Maret 2023, tengah menjadi sorotan karena dinilai lebih unggul atau canggih dari AI sejenis lainnya termasuk ChatGPT. Benarkah demikian?

Setelah melalui berbagai uji perusahaan dan berfungsi secara optimal akhirnya Gemini dapat digunakan publik pada 21 Mei 2024. Gemini dibuat oleh salah satu pendiri Google, Sergey Brin bersama staf Google lainnya untuk membantu pengembang dan bisnis yang agar terus berinovasi.

Hal tersebut sesuai dengan data pengguna AI yang memanfaatkannya untuk mendukung kerja pemasaran atau marketing (Konsultan Bisnis McKinsey, 2023).

Pada laman resminya tertulis bahwa Gemini merupakan AI paling mumpuni dari ekosistem Google lainnya “The Gemini ecosystem represents Google’s most capable AI”.

Gemini adalah chatbot AI dengan teknologi Natural Language Processing (NPL) yang mampu merespon pertanyaan dan perintah dari pengguna. Gemini AI dapat digunakan untuk menghasilkan teks, menerjemahkan bahasa, menciptakan konten kreatif, hingga menjawab pertanyaan dengan informatif.

Iwan Awaluddin Yusuf, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia, yang juga pemerhati perkembagan AI menilai bahwa saat ini masyarakat semaikin diuntungkan dengan fitur-fitur, kebaruan basis data, dan kecepatan respons yang ditawarkan aplikasi generative AI terbaru.

Namun ia mengingatkan risiko bias data yang akan tetap terjadi sehingga perlu membandingkan dengan data lain. Sikap kritis dan evaluatif atas jawaban AI juga perlu dikedepankan sehingga kretivitas manusia tetap memliki peran aktif.

Membandingan Gemini dengan ChatGPT

Berdasarkan data pengguna kedua model AI tersebut, ChatGPT tentu lebih populer karena lebih dulu beroperasi. Melansir dari data yang disampaikan Similar Web, per 3 Juli 2024 pengguna ChatGPT memiliki angka kunjungan 834,1 juta pengguna, sementara Gemini di angka 422,2 juta pengguna.

Perbedaan paling mencolok dari keduanya tentu soal sumber data dan respons terkini. Dri artikel yang ditulis Tempo Eksklusif menyebut jika Gemini dilatih dengan data real time dari internet sehingga informasi lebih up to date. Sementara ChatGPT data yang digunakan untuk merespon permintaan pengguna terhenti pada September 2022.

Untuk membuktikan kecanggihan antara Gemini dan ChatGPT, tom’s guide dalam laman resminya melakukan uji bertajuk battle of chatbots dengan menganalisis 9 aspek. Hasilnya, Gemini unggul pada 5 aspek, ChatGPT unggul dalam 3 aspek, dan 1 aspek imbang.

Coding Profiency, adalah aspek dasar pada model AI jenis ini. Bahasa dan kode seputar penulisan, memperbarui, dan menguji bahasa yang berbeda. Dengan perintah kalimat yang sama, Gemini memberikan laporan lebih rinci termasuk referensi.

Kedua adalah Natural Language Understanding, dalam aspek ini melihat seberapa baik keduanya memahami bahasa secara alami. Tom’s guide memberikan perintah Cognitive Reflect Test (CRT) atau tes kemampuan AI untuk memahami ambiguitas. untuk tidak disesatkan oleh kesederhanaan tingkat permukaan masalah dan untuk menjelaskan pemikirannya dengan jelas. Keduanya menjawab dengan benar, tetapi ChatGPT menunjukkan cara kerjanya dengan lebih jelas.

Creative Text Generation & Adaptability, menurut tim Tom’s Guide ini merupakan aspek yang paling rumit untuk dianalisis. Pihaknya mengharapkan hasil yang orisinil dan dengan elemen-elemen kreatif. Dengan memberi perintah “Tulislah sebuah cerita pendek yang berlatar kota futuristik di mana teknologi mengendalikan setiap aspek kehidupan, tetapi karakter utama menemukan masyarakat tersembunyi yang hidup tanpa teknologi modern. Gabungkan tema kebebasan dan ketergantungan.” Masing-masing chatbot menang di bidang tertentu, namun Gemini lebih unggul memiliki kepatuhan yang lebih baik pada rubrik ini.

Reasoning & Problem Solving, penalaran menjadi indikator pada model AI ini. Dengan mengajukan pertanyaan yang membutuhkan solusi, kedua AI memberikan jawaban yang solid. Namun ChatGPT memberikan jawaban yang lebih detail dan jelas.

Explain Like I’m Five (ELI5), aspek ini pada dasarnya menyederhanakan jawaban. Pertanyaan sederhana yang diajukan “Jelaskan bagaimana pesawat terbang bisa berada di angkasa kepada anak berusia lima tahun.” Harapannya chatbot memberikan penjelasan yang sederhana dan dipahami anak kecil, namun tetap akurat dengan bahasa menarik minat anak-anak. Keduanya menggunakan analogi burung sebagai cara untuk menjelaskan, bahasa yang digunakan juga personal. Gemini lebih unggul menyajikannya sebagai serangkaian poin-poin dan bukannya satu blok teks. Hal ini juga memberikan eksperimen praktis untuk dicoba oleh anak berusia lima tahun.

Ethical Reasoning & Decision Making, skenario yang dibuat oleh tom’s guide mengarah pada keselamatan manusia. Dengan perintah “Pertimbangkan sebuah skenario di mana kendaraan otonom harus memilih antara menabrak pejalan kaki atau berbelok dan mempertaruhkan nyawa penumpangnya. Bagaimana seharusnya AI mengambil keputusan ini?” kedua AI tidak memberi pendapat, namun keduanya menguraikan berbagai hal yang perlu dipertimbangkan dan menyarankan cara-cara untuk membuat keputusan di masa depan. Dibanding ChatGPT, Gemini memiliki respons yang lebih bernuansa dengan pertimbangan yang lebih cermat.

Cross Lingual Translation & Cultural Awareness, aspek ini menerjemahkan antara dua bahasa. Prompt yang digunakan “Terjemahkan paragraf pendek dari bahasa Inggris ke bahasa Prancis tentang perayaan Thanksgiving di Amerika Serikat, dengan menekankan nuansa budaya.” Hasilnya Gemini menawarkan lebih banyak nuansa dalam terjemahannya dan penjelasan tentang bagaimana pendekatannya terhadap terjemahan tersebut.

Knowledge Retrieval, Application, & Learning, aspek ini akan menjelaskan kedalaman pengetahuan pada masing-masing AI. Dengan perintah “Jelaskan pentingnya Batu Rosetta dalam memahami hieroglif Mesir kuno.” Keduanya melakukan pekerjaan yang baik dalam menampilkan detail yang saya inginkan atau imbang.

Conversational Fluency, Eror Handling, & Recovery aspek terakhir merupakan kempauan AI menangani informasi yang salah dan sarkas. Hasilnya ChatGPT mampu mendeteksi sarkasme dalam memberikan respon.

Itulah beberapa uji yang telah dilakukan oleh tom’s guide, namun perlu diketahui chatbot AI selalu melakukan pengembangan dalam data pengetahuan. Menurutmu bagaimana Comms, sudahkah membandingkannya?

Orasi Kebudayaan

Menyambut milad ke-20 Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Orasi Kebudayaan pada 3 Juli 2024 di Gedung Kuliah Umum. Menggandeng Prof. Heru Nugroho, tema Teknologi Digital dan Masa Depan Manusia diorasikan di hadapan tamu undangan serta mahasiswa.

Pesatnya perkembangan digital awalnya membuat manusia takjub karena berbagai kemudahan yang ditawarkan, namun lambat laun persoalan-persoalan muncul. Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UII, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D. menyebutkan artificial intelligence atau AI bisa jadi melampaui kecerdasan manusia.

“Hari ini dilaksanakan Orasi Kebudayaan dengan tema Teknologi Digital dan Masa Depan Manusia, tema ini kami pilih karena tentu saja hari ini kita dihadapkan dengan berbagai macam ketakjuban atas perkembangan teknologi yang sedemikian pesat kecerdasan buatan misalnya, big data yang dalam beberapa waktu terakhir membuat kita terbelalak tapi diskusinya sudah bergeser berapa tahun lagi kita akan mengalami simularitas ketika kecerdasan buatan itu sudah melampaui kecerdasan manusia,” ucapnya membuka agenda siang itu.

Beranjak dari ketakjuban, antisipasi perlu dilakukan agar manusia tak tertipu dengan berbagai manipulasi yang dilakukan teknologi. Mengingat kasus-kasus judi online yang membelenggu dan belum teratasi di Indonesia.

“Bukan lagi takjub tapi kita sudah merasa terancam. Inilah titik mengapa kita harus mendiskusikan masalah-masalah seperti ini. Kita paham bahwa semaju apapun teknologi ada persoalan-persoalan yang harus kita antisipasi dan waspadai. Kita bicara soal berbagai macam kedigdayaan teknologi pada saat yang sama kita masih dalam tanda kurung diperbudak oleh teknologi judi online misalnya, pencurian data, netizen yang ganas bermedia sosial adalah bentuk-bentuk bagaimana kita sebenarnya masih terbelenggu dengan kehadiran teknologi,” tambahnya.

Pada kesempatan yang sama Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB), Dr. Phil. Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si., Psikolog. juga menyebut bahwa tema dalam orasi kebudayaan tersebut sangat relevan dengan kondisi sosial yang terjadi saat ini.

“Saya kira ini tema yang sangat relevan sekali dengan keadaan sekarang. Kalau mahasiswa ini kebanyakan Generasi Z, anda lahir sudah melek teknologi tapi kita-kita yang di depan ini mengalami diawal komunikasi 20 tahun lalu tentu berbeda sekali dengan sekarang. Jadi isu-isu masa depan untuk teknologi ini saya kira sangat perlu kita perhatikan bersama. Seperti kita melihat teknologi itu baik tujuan awalnya untuk mempermudah pekerjaan kita bisa lebih efektif efisien, tapi tentu ada dampak negatifnya ada judi online dan sebagainya,” jelasnya.

Teknologi Digital dan Masa Depan Manusia

Prof. Heru Nugroho sebagai sosiolog sekaligus pengajar pada Kajian Budaya Media, menyampaikan perkembangan peradaban dengan mengacu pada The will to power (Nietzsche), The will to communicate (Moran), Knowledge and human interest (Habermas), Mode of production (Marx), Digital capitalism (van Dick).

“Tema ini sangat menarik karena ekosistem digital sudah menyatu dengan kehidupan sehari-hari. Ada di genggaman kita saya tertantang, saya mendapat inspirasi dari orang-orang yang ada disini,” jalasnya.

“Orang-orang ini telah menginspirasi ketika kita melihat perkembangan teknologi digital konkretnya gadget, tablet, IT alat-alat komunikasi, dan terakhir AI dan lain-lain seolah-olah membuat kita berubah. Manusia berubah, manusia harus menyesuaikan. Sebetulnya itu ciptaan manusia kalau dilihat inspirasi dari tulisan orang-orang ini sebetulnya AI atau robot itu kan merupakan karsa dari manusia, the will to power kehendak kuasa manusia. Bahkan kehendak kuasa terimplementasi di dalam the will to communicate kehendak untuk berkomunikasi.,” tambahnya,”

“Pengetahuan melahirkan teknologi, tapi sebetulnya teknologi tidak netral. Ada knowledge dan human interest. Ada tiga knowledge dan tiga interest. IT itu interest yang ketiga, interest yang engineering, interest untuk mengatasi masalah praktis,”

“Masalah praktis dalam komunikasi dulu adalah jarak, lalu bermacam-macam perkembangannya. Tapi ternyata IT, Information Technology Communication itu tidak berada di ruang hampa terpilin-pilin dengan realitas sosial, politik, ekonomi. Mark memberikan info kepada kita ternyata cara produksi menentukan cara orang berinteraksi bersosial berkomunikasi. Mark dengan filsafat matrelisnya mengatakan,”

“Kita memakai tekno realis, ia kritis tapi juga melihat masa depan teknologi itu perlu jadi kita sebagai juru damai. Atau kalau pakai istilah Marshall McLuhan pisau bermata dua. Kitak perlu ekstrim-ekstrim, karena kalau ekstrim nanti seperti kawan saya, tidak punya HP susah sekali menghubungi kan tetapi itu bagian dari perlawanan dia, saya tidak mau diatur oleh platform. Ya sudah, itu titik yang paling ekstrim,”

Dalam memecahkan masalah teknologi digital dan masa depan kemanusiaan, Prof. Heru Nugroho menyampaikan tiga tawaran solusi. Pertama, penguatan pemetaan dan strategi aksi kritis di luar jaringan. Critical mass yang dilakukan di luar ekosistem digital. Kedua, penguatan substansi demokrasi yang selaras dengan ekosistem digital. Terakhir, perguruan tinggi perlu mengambil jarak dan kembali pada Marwah produksi pengetahuan yang kritis dan emansipatif, jangan hanya menjadi administratif digital.

Pak Rektor

Terbukanya akses berbagai data serta masifnya perkembangan Artificial Intelligence (AI) menjadi isu yang terus dibahas di ranah akademik, terlebih kaitannya dengan etika dan pemanfaatan. Data menyebutkan Indonesia menjadi negara penyumbang kunjungan ke aplikasi AI terbanyak ketiga secara global di tahun 2023 yakni sebanyak 1,4 miliar (laporan WritterBuddy).

Pembahasan mendalam dilakukan dalam sesi Kuliah Pakar Analisis Big Data dan AI yang disampaikan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. pada Sabtu, 8 Juni 2024 di hadapan lebih dari 200 mahasiswa Ilmu Komunikasi.

Secara mendalam beliau menyampaikan materi bertajuk Etika dalam Mahadata dan Kecerdasan Buatan. Prof. Fathul Wahid yang memiliki keilmuan bidang Sistem dan teknologi Informasi menyebut beberapa prinsip etika data fokus pada beberapa aspek yakni kepemilikan, transparansi, privasi, intensi, dan dampak.

“Mengolah data dan menggunakan data tidak boleh dengan intensi jahat. Anda mengumpulkan data dengan survei dan yang lain tidak boleh ada niatan membahayakan orang lain. Termasuk dijual mendapatkan keuntungan sendiri, atau bahkan informasi sensitif bersifat personal anda simpan pada saat tertentu dikeluarkan untuk mengancam,” ujarnya.

Hal tersebut adalah dasar pengetahuan terkait pemanfaatan data, karena setiap data memiliki pemilik. Sehingga persetujuan menjadi langkah utama dalam pemanfaatannya. Meski dengan pesatnya AI data apapun dapat dibuka secara gamblang bukan berarti data dapat bebas dimiliki.

“Setiap informasi punya pemilik, anda boleh memegangnya tapi belum tentu itu milik anda, itu milik sumber informasi. ketika kita ingin menggunakan anda harus memberitahu bagaimana informasi itu dikumpulkan, ada inform dan consent persetujuan yang diberikan karena orangnya sudah tahu,” tambahnya.

Sikap Kita dengan Perkembangan AI

Perkembangan AI tidak mungkin dapat dihindari, bagaimanapun setiap individu harus menyesuaikan diri agar tak tertinggal oleh peradaban. Pertanyaan terlontar dari Kaprodi Ilmu Komunikasi, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP, M.Si, Ph.D terkait “Apakah kitab isa mengandalkan AI 100 persen?” menjawab hal itu Pak Rektor mengulasnya pada empat poin materi antara lain Disrupsi TI dan AI, Memahami AI Generatif, Kesadaran etis terhadap AI, serta Peran Masa Depan.

“Konsep disrupsi adalah tidak menyesuaikan diri maka ditinggal oleh zaman. Disrupsi bukan dongeng tapi kenyataan yang tertinggal biasanya punya sebuah sindrom yaitu sindrom denialism menolak. Tidak percaya bahwa dunia sudah berubah,” jelas Pak Rektor.

AI generatif memiliki kemampuan mengenerasi berbagai bidang seperti teks, gambar, suara, dan lainnya dengan perintah tertentu. Hal ini dibahas pada teknologi dan konteks bahwa teknologi selalu hadir dengan dua sisi baik negatif dan positif, interaksi antara teknologi dengan aktor memiliki tujuan, dan teknologi tidak hadir pada ruang hampa.

Sehingga dalam menjawab pertanyaan terkait tingkat kepercayaan terhadap data yang terus berhamburan atas peran AI, Pak rektor menegaskan agar mahasiswa memiliki sikap skeptis dan terus mengembangkan kapasitas lewat berbagai bacaan.

“Ketika anda punya basis informasi lebih lengkap lebih mudah bagi anda ini bias atau tidak, sialnya kalau basis informasi kita terbatas. Sebagai pribadi individu maka harus memperluas basis ilmu pengetahuan, banyak membaca, banyak piknik, banyak diskusi. Itu bisa karena punya referensi, kalau tidak punya referensi tidak bisa mengatakan kalau itu ngawur,” tandasnya.

Sebagai informasi kelas Analisis Big Data dan AI merupakan program team teaching bersama dosen Ilmu Komunikasi UII, Ratna Permata Sari, S.I.Kom, M.A,.

Visual data

Kelas Big Data Analytics and AI pada Kamis, 25 April 2024 cukup berbeda dari biasanya. Pasalnya kelas yang biasa diampu oleh salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yakni Ratna Permata Sari, S.I.Kom, M.A, sementara diambil alih oleh Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D.

Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D adalah Rektor UII yang memiliki latar belakang keilmuan Sistem dan Teknologi Informasi. Beliau menguasai berbagai bidang termasuk mata kuliah Big Data Analytics and AI.

Dalam kesempatan itu Pak Rektor menyampaikan materi terkait Visualisasi Data kepada 44 mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi di Ruang Audio Visual.

Visualisasi Data umumnya disampaikan secara detail dalam satu semester, namun Pak Rektor meringkasnya secara padat dalam satu pertemuan 3 SKS. Salah satu poin yang mencuri perhatian siang itu terkait dengan kecohan dalam visual data.

Kecohan dalam visual data ditampilkan dengan berbagai trik agar menciptakan impresi dan persepsi berbeda. Pak Rektor menyebut kecohan ini sering dilakukan oleh media untuk tujuan tertentu.

“Banyak data di media ditampilkan dengan cara mungkin tidak salah, tapi paling tidak memberikan impresi yang bisa salah,” ujar Pak Rektor.

Pada awal pembukaan materi Pak Rektor menampilkan peta dunia, bagaimana lanskap yang selama ini diimani oleh banyak pihak ternyata tak selalu benar. Dalam peta Greenland nampak lebih luas daripada Australia namun faktanya luas Australia tiga kali lebih besar dari Greenland.

Tak hanya itu beberapa angka presentase juga bisa ditampilkan dengan berbagai bentuk diagram agar persepsi pembaca menjadi berbeda.

“Data yang sama bisa ditampilkan dengan berbeda untuk impresi yang beda. Visualisasi kalau salah tidak selalu menghantarkan pesan yang diinginkan,” tambahnya.

Tak hanya menguasai soal materi tersebut, Pak rektor ternyata juga jago dalam mendesain poster dengan cukup sederhana. Pihaknya memanfaatkan Power Point untuk menghasilkan desain yang menarik.

Skill dan pengetahuan soal Visualisasi Data ini sangat penting bagi lulusan Ilmu Komunikasi, karena berfungsi sebagai to communicate, transform data into information, to show evidence.

Pada akhir presentasi Pak Rektor menyampaikan beberapa tips bagi mahasiswa ketika membuat data visual. Pertama penting bagi penulis atau desainer agar tidak melawan convensi, tidak menampilkan data secara berlebihan agar tak menganggu fokus pembaca, dan memprioritaskan data yang paling penting dan menarik.

Kabar menariknya, Pak Rektor akan kembali mengisi pada mata kuliah ini dalam skala kelas yang lebih besar. Kelas tersebut merupakan program team teaching bersama dosen Ilmu Komunikasi UII, Ratna Permata Sari, S.I.Kom, M.A,. Bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi UII yang mengambil mata kuliah Big Data Analytics and AI masih ada kesempatan untuk bergabung. Tunggu informasi selanjutnya ya Comms.

Muslim

Bulan suci Ramadan menjadi momen yang dirindukan, umat muslim di seluruh dunia berbondong-bondong meningkatkan ibadah dan memperbanyak ilmu. Namun ada beberapa hal yang menjadi kendala salah satunya adalah kesibukan yang kita jalani hingga merasa

Kesibukan kerap menjadi alasan bagi kita hingga luput untuk meningkatkan ilmu. Sementara berbagai kemudahan karena perkembangan zaman justru membuat kita semakain abai dan terlena.

Menurut cendikiawan muslim Profesor Quraish Shihab bulan Ramadan adalah waktu bagi kita untuk terus produktif. Baik dalam pekerjaan maupun menuntut ilmu. Dalam serial Kalam Abi Qu di laman Instagramnya beliau menyebut jika puasa bukanlah waktu untuk berleha-leha atau bahkan tidur berlebihan, melainkan waktu yang tepat untuk terus produktif.

Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan ilmu, kegiatan produktif ini termasuk kegiatan positif yang direstui Allah SWT. Sehingga beliau menegaskan untuk tidak meninggalkan pekerjaan dan menuntut ilmu dengan dalih fisik melemah karena puasa.

“Memang puasa mengurangi sedikit kekuatan fisik, tetapi kekurangannya diimbangi ditutupi oleh kekuatan mental sehingga kita dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang direstui oleh Tuhan dan kita dapat mencapai apa yang kita harapkan dengan melakukan aneka kegiatan positif di bulan puasa. Puasa mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif yang sesuai dengan tuntutan agama karena tidur melebihi waktu yang dibutuhkan bukanlah ibadah,” jelasnya.

“Di bulan puasa banyaklah belajar bukan sekedar membaca Al Quran, di bulan puasa jangan sampai anda terlambat masuk ke kantor dengan dalih sedang berpuasa. Di bulan puasa jangan sampai terjadi hal-hal yang melanggar tuntunan agama karena itu bukan tujuan yang diharapkan dari puasa,” tambahnya.

Bahkan pencapaian-pencapaian besar terjadi di bulan puasa seperti kemenangan memasuki kota Makkah, Perang Badar, hingga proklamasi kemerdekaan Indonesia.

“Pada masa Nabi dan masa sahabat-sahabat, bahkan pada masa sesudah itu, karya-karya besar, pencapaian-pencapaian besar umat Islam, terjadi di bulan puasa,” ujarnya lagi.

Ditambah dengan banyaknya majelis-majelis yang diselenggarakan di bulan Ramadan menjadi kesempatan bagi umat muslim meningkatkan kapasitas dalam bidang ilmu agama. melansir dari laman NU Online, “Barang siapa hadir di majelis ilmu pada bulan Ramadan maka Allah menulis bagi orang tersebut tiap-tiap jangkahan kakinya sebagai ibadah satu tahun” dalam kitab Durratun Nasihin.

Cara Meningkatkan Ilmu di Bulan Ramadan di Era Digital

Sementara banyaknya daftar alasan karena kesibukan dan keterbatasan waktu ataupun ruang perkembangan zaman di era digital dan Society 5.0 telah mampu memberikan jawaban.

Seperti dikisahkan oleh salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, yakni Anang Hermawan, S.Sos., M.A., menyebut saat pandemi Covid-19 bulan Ramadan masa itu majelis-majelis tatap muka ditiadakan. Namun teknologi telah menjawabnya, umat muslim tetap bisa meningkatkan ilmu dengan berbagai hal mulai dari mengakses buku hingga media digital lainnya.

“Kendati bulan Ramadan ini tidak biasa dalam konteks kita menuntut ilmu kita harus menggunakan berbagai macam metode, bila kita tidak mampu untuk bermajelis mungkin apabila kita di rumah punya buku-buku ataupun sarana (media digital) kita baca kembali, karena begitu pentingnya agama kita menjadikan ilmu sebagai perangkat dalam kehidupan bahkan Allah berfirman dalam Alqur’an bahwa,” ujarnya pada tayangan YouTube Ikonisia TV.

Dalam Islam juga telah dijelaskan pentinganya ilmu dalam kehidupan manusia. Surat Al Mujadilah yang disebutkan oleh Anang, dengan ilmu seseorang akan mendpatkan kehidupan yang lebih baik dan derajat yang lebih tinggi.

“’Barang siapa yang mendapatkan ilmu atau memiliki ilmu, maka Allah akan meninggikan kedudukannya beberapa derajat’ dan nabi pun telah mengatakan bahwa ilmu itu akan bersifat wajib bagi seorang muslim ‘barang siapa yang ingin sukses di dunia, maka dia harus dengan ilmu. Barang siapa yang ingin sukses di akhirat, maka dia harus dengan ilmu. Barang siapa yang ingin sukses di dunia dan di akhirat maka dia juga harus dengan ilmu’,” ujarnya lagi.

Meski media digital dan sarana lain sangat mudah diakses, pihaknya menyebut jika mendatangi majelis adalah cara paling ideal dan efektif dalam menuntut ilmu. Jika memang terkendala, mencari sumber-sumber yang valid perlu kita lakukan. Karena memahami suatu ilmu tidak bisa dilakukan dengan hanya menonton video yang hanya sepotong-sepotong.

“Dengan segala keterbatasan yang ada di bulan ini karena kita tidak dapat lagi ke majelis-majelis ilmu marilah kita gunakan sebaik-baiknya kesempatan di rumah kita dengan membaca banyak buku, dengan mengkhatamkan Al Qur’an membaca kitab-kitab ilmu agama atau dengan membaca apapun yang akan bermanfaat untuk menambah pengetahuan sekaligus meningkatkan iman kita kepada Allah,” tandasnya.

Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah Munas NU pada September 2023 lalu menyebut, meski perkembangan AI telah begitu pesat hingga mampu menjawab berbagai pertanyaan seputar ilmu agama tidak bisa dipercaya karena tidak memiliki kemampuan keagamaan.

“Maka, bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengethuan jika kamu tidak mengetahui” Surat an-Nahl 43.

Dari pernyataan tersebut menyimpulkan bahwa umat muslim dianjurkan untuk mengakses ilmu melalui sumber  terpercaya, jika memang ingin mengakses melalui media digital pastikan sosok yang menyampaikan adalah seseorang yang memiliki keilmuan dalam bidang tersebut.

Untuk mengetahui informasi selengkapnya dapat diakses melalui laman berikut:

https://www.youtube.com/watch?v=HxB02tmVclg

 

AI

Fakta terbaru terkait artificial intelligence (AI) kembali hangat diperbincangkan oleh beberapa CEO di Amerika. Menariknya upah manusia ternyata lebih murah di beberapa pekerjaan dibandingkan dengan AI.

Sebelumnya, banyak dari pekerja di seluruh dunia mengkhawatirkan posisinya akan tergeser oleh kehebatan AI, namun riset terbaru dari Massachusetts Institute of Technology menyebut hanya 23% pekerjaan dengan upah dolar yang dapat digantikan secara efektif oleh AI.

Mengutip dari laman Bloomberg, salah satu bentuk kerja yang dibandingkan yakni bidang desain visual yang menyebut bahwa penggunaan bantuan AI lebih mahal dalam segi operasional dibandingkan jika dikerjakan oleh manusia.

Sementara pekerjaan yang sangat memungkinkan untuk dikerjakan oleh AI dengan biaya yang relatif terjangkau adalah industri di bidang retail dan warehousing serta perawatan kesehatan. Menurut data yang disebutkan oleh pihak MIT Walmart dan Amazon paling terbantu dengan keunggulan yang dimiliki AI.

Tingginya biaya operasional dalam pengembangan AI menjadi isu yang disoroti baru-baru ini, Sam Altman CEO OpenAI tengah lakukan kerjasama dengan beberapa investor untuk memenuhi biaya produksi fabrikasi chip.

Tak hanya OpenAI, beberapa aktor yang mengembangkan DeepMind Google kini tengah melakukan komunikasi dengan investor terkait pembentukan startup AI di Paris. Selanjutnya ada Jansen Huang CEO Nvidia yang tengah aktif melakukan kunjungan ke kantor-kantor di Tiongkok demi menyiasati pembatasan pasokan chip ke AS.

Artinya perjalanan AI di tahun 2024 dinilai tak mulus, meski di tahun 2023 banyak fenomena yang berujung pada dugaan potensi AI mampu menggeser pekerjaan manusia. Tak hanya itu, Juli 2023 riset dari Univercity of Montana menyebut jika AI memiliki kemampuan kreatif 1% lebih tinggi dari manusia dalam bidang orisinalitas. Selengkapnya dapat dibaca melalui artikel berikut https://communication.uii.ac.id/benarkah-ai-terbukti-lebih-kreatif-dibanding-manusia/

AI memang tengah gencar dikembangkan, Forbes menyebut bahwa persiapan yang perlu dilakukan oleh industri dan perusahaan di tengah ketergantungan AI dan pergeseran budaya adalah memprioritaskan peningkatan keterampilan tenaga kerja dengan berinvestasi di berbagai program pendidikan, pelatihan dengan para profesional. Tak hanya itu untuk menghadapi era ini dibutuhkan berbagai pandangan strategis, pertimbangan etis, dan komitmen terhadap inklusivitas.

Setidaknya ada empat gagasan yang dipublish pada laman University of Sheffield, Professor Tony prescott dan Dr Stuart Wilson dari department of Computer Science menyebut jika AI tak akan mampu menyamai otak manusia. Berikut bebrapa ringkasan terkait gagasan tersebut:

“Sistem AI tidak mungkin mendapatkan kognisi seperti manusia, kecuali jika sistem tersebut terhubung ke dunia nyata melalui robot dan dirancang menggunakan prinsip-prinsip evolusi.”

“Sistem AI saat ini, seperti ChatGPT, menyalin beberapa proses di otak manusia untuk menggunakan kumpulan data untuk memecahkan masalah yang sulit, tetapi para peneliti Sheffield mengatakan bahwa bentuk AI yang tidak berwujud ini tidak mungkin menyerupai kerumitan pemrosesan otak yang sebenarnya, tidak peduli seberapa besar kumpulan data ini.”

“Kecerdasan biologis seperti otak manusia dicapai melalui arsitektur khusus yang belajar dan berkembang menggunakan koneksinya dengan dunia nyata, tetapi hal ini jarang digunakan dalam desain AI.”

“Menerapkan AI pada robot sehingga mereka dapat berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka dan berevolusi seperti yang dilakukan otak manusia adalah cara yang paling mungkin untuk mengembangkan kognisi seperti manusia.”

Itulah fenomena terkait perkembangan AI pada tahun 2024, memperkerjakan manusia akan terus dilakukan sementara AI merupakan teknologi yang mampu membantu menyelesaikan pekerjaan secara efisien.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Kunjungan

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) menerima kunjungan kolega yang datang dari Bengkulu. Mereka adalah rombongan mahasiswa serta dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Dehasen.

Menyambut kedatangan tersebut, Ketua Prodi Ilmu Komunikasi UII Bapak Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D, berkesempatan mengisi kuliah pakar dihadapan 92 mahasiswa dan 6 dosen.

Materi bertajuk “Kreativitas dan Ilmu Komunikasi di Era Artificial Intelligence (AI)” dipilih karena memiliki urgensi yang relate dengan kondisi mahasiswa di era Society 5.0, dimana masyarakat menjadi pusat untuk menyeimbangkan kemajuan ekonomi hingga penyelesaian berbagai masalah sosial dengan integrasi ruang siber dan fisik. Artinya peran AI menjadi sangat dominan dalam hal ini.

Kunjungan

Pembukaan dengan pembacaan da dari mahasiswa UII

Kuliah pakar yang berlangsung di RAV Perpustakaan Pusat UII pada 22 November 2023 berlangsung seru, para mahasiswa begitu antusias dalam momen diskusi. Ada berbagai pertanyaan yang dilontarkan mulai dari cara menghadapi pesatnya perkembangan AI yang disalahgunakan pada media sosial, jenis aplikasi AI yang dapat dimanfaatkan dan membantu mahasiswa, hingga strategi Prodi Ilmu Komunikasi dalam mendukung mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri di berbagai bidang.

Apalagi baru-baru ini ChatGPT dari Open AI menjadi cukup booming karena banyak pihak yang menggunakan untuk berbagai kebutuhan seperti pembuatan tugas esai hingga mencari jawaban singkat dari berbagai pertanyaan.

Akibatnya banyak pihak saling bagi tips pemanfaatan aplikasi ini secara optimal seperti Bedah Mantra ChatGPT yang berseliweran di berbagai media sosial.

Kunjungan

Kaprodi Ilmu Komunikasi UII dan tim Marcom FPSB tengah melakukan mempersiapkan menyambut kunjungan Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Dehasen Bengkulu

Dunia AI dalam kajian Ilmu Komunikasi telah dibahas khusus dalam konferensi tahunan dalam International Conference on Artificial Intelligence in Information and Communication (ICAIIC). Tahun 2023 telah berlangsung di Bali, sementara tahun 2024 akan digelar di Jepang.

Menariknya pemanfaatan AI dalam kehidupan manusia juga telah masuk dalam ranah agama, mulai dari negara Jepang, Dubai, Jerman, hingga di Indonesia. Ada peralihan praktik agama yang memanfaatkan kehebatan AI.

“Ada kuil di Jepang yang sudah berdiri lebih dari 300 tahun selalu jadi tempat untuk orang memohon doa ternyata dalam waktu tiga tahun terakhir ini pemimpin doa digantikan robot misalnya ingin meminta ujian lancar dan lainnya. Kemudian di jerman sudah ada gereja yang menggunakan pendetanya AI bukan telekonferens atau apa nah ini sudah terjadi di luar sana. Sementara di Indonesia MUI hingga Munas NU 2023 telah mengkaji dalam tentang AI,” tambahnya.

Terdapat beberapa tips untuk menghadapi pesatnya perkembangan AI yang disampaikan dalam kuliah pakar tersebut. Tips ini berkaitan dengan sikap dan cara kita memanfaatkan AI secara tepat.

“Kunci menghadapi disrupsi ditengah pesatnya AI adalah SAKKTI yakni sensitif, adaptif, kolaboratif, kritis, transformatif, dan inovatif,” jelas Kaprodi Ilmu Komunikasi UII.

Dalam kegiatan ini hadir juga Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan, dan Alumni yakni Bapak Dr. Nizamuddin Sadiq, Sekretaris Ilmu Komunikasi UII Program Internasional Ibu Ida Dewi Kodrat Ningsih, S.I.Kom., M.A. sementara dari pihak Universitas Dehasen adalah Ibu Sri Narti, M.I.Kom selaku Kaprodi Ilmu Komunikasi.

Esai

Salah satu kemampuan yang wajib dimiliki mahasiswa adalah membuat artikel ilmiah hingga esai. Tak jarang beberapa mata kuliah khususnya bidang humaniora mewajibkan mahasiswa membuat esai dalam penilaian akhir.

Mengutip dari Merriam Webster Dictionary, esai merupakan komposisi sastra analitik atau interpretatif yang membahas topik tertentu dengan suduk pandnag terbatas.

Artinya dalam membuat esai poin penting yang wajib diketahui mahasiswa bukan hanya soal topik yang dijelaskan melainkan bagaimana cara menjelaskan suatu topik. Menjelaskan dengan argumentatif dan subjektif penulis.

Pengetahuan dan kemampuan menulis esai sangat dibutuhkan, mengingat dengan pesatnya perkembangan artificial intelligence (AI) yang banyak dimanfaatkan mahasiswa untuk berbuat sedikit nakal dalam menyelesaikannya.

Meski sering terlewat dalam sistem pendeteksi plagiasi, pembuatan esai menggunakan AI ternyata sangat mudah terdeteksi. Hal ini dapat dibaca dari karakter penulisan esai.

Salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Dian Dwi Anisa, S.Pd., MA, menyebut tujuan membuat esai bagi mahasiswa adalah untuk mengukur kemampuan logic mahasiswa dalam menangkap suatu isu.

Dosen yang mengampu mata kuliah Penulisan Kreatif itu juga menyebut esai merupakan bentuk kerja individu yang dapat melatih kemampuan dasar dalam menulis pada mahasiswa seperti menempatkan dan membedakan struktur kalimat mulai dari subjek, objek, dan keterangan.

“Untuk mengetahui dan mengukur logika berpikir mahasiswa dalam merespon isu, serta melatih kemampuan dasar dalam menulis,” ujarnya.

Kultur menulis di Prodi Komunikasi UII sengaja dibentuk sejak awal semester agar terbiasa mengembangkan argumen dengan mengkombinasi data dan fakta. Tujuannya tentu untuk meminimalisir berbagai bentuk plagiarisme.

Tercatat dalam tiga tahun terakhir, ada dua karya dari Prodi Ilmu Komunikasi yang diplagiat oleh institusi pendidikan lain. Tentu hal ini sangat meresahkan bagi penulis utama. Hal ini disampaikan oleh dosen Prodi Ilmu Komunikasi yakni Narayana Mahendra Prastya, S.Sos., MA, beberapa waktu lalu.

Artikelnya yang berjudul “Pemanfaatan Situs Web Resmi Lembaga Pendidikan sebagai Sumber Berita oleh Wartawan Surat Kabar Lokal di Yogyakarta” dalam publikasi Jurnal The Messenger Volume 9, No.2, 2017 diplagiat oleh mahasiswa dari Universitas lain dengan judul “Pemanfaatan Web Resmi Perguruan Tinggi sebagai Sumber Berita oleh Wartawan Media Massa Lokal” yang dipublikasikan pada Jurnal Gunahumas, Vol 2, No 1, 2019.

Mengetahui karya dicuri, Narayana mengambil tindakan protes dan menyertakan bukti kepada penerbit.

“Saya mengirimkan email protes kepada pengeola jurnal Gunahumas dan penulis. Pada email itu saya lampirkan artikel saya dan artikel peniru,” ujarnya.

Atas protes tersebut ia mendapat balasan permintaan maaf dari pelaku, dan take down artikel kepada pihak penerbit. Artikel berhasil di take down pada Juli 2021.

Kasus terbaru juga menimpa Nadia Wasta Utami, S.I.Kom, MA, tugas akhir mahasiswa bimbingannya Vania Taufik Rahmani yang berjudul “Analisis E-Customer Relationship Manamgement BPJS Kesehatan Republik Indonesia pada Mada Pandemi Covid-19 dalam Menjaga Loyalitas Pelanggan”.

Karya tersebut diplagiat oleh AL dan MC dengan judul “Analisis E-Customer Relationship Manamgement BPJS Kesehatan Republik Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19 dalam Menjaga Loyalitas Pelanggan” dan dipublikasikan di Jurnal ResPublica Vol.1, No 3, Maret 2023.

Kasus-kasus plagiarisme seperti di atas diharapkan tidak dilakukan oleh mahasiswa maupun civitas akademika di Prodi Ilmu Komunikasi UII. Untuk menghindari hal demikian perlu dibangun kultur kejujuran sejak dini. Salah satunya intensitas berlatih menulis esai. Namun banyak kendala yang dialami mahasiswa sehingga menganggap menulis esai sangat sulit.

Untuk memudahkan, berikut beberapa tips menulis esai yang dikutip dari laman resmi Students The University of Melbourne.

Tips Menulis Esai

  1. Analisis Topik untuk Memulai Awalan yang Menarik

Esai berisi argumen dan tanggapan, hal pertama yang wajib dilakukan adalah menganalisis topik. Pastikan mahasiswa mengetahui secara detail topik yang akan dijelaskan.

Cara menganalisis dengan cara riset kecil seperti membaca data, jurnal, dan berbagai referensi lainnya. Data dan hasil riset tersebut dapat disajikan menjadi fakta pembuka yang menggugah dan menarik di awal tulisan.

  1. Menentukan Argumen

Menentukan argumen artinya menjelaskan perspektif kita terhadap topik yang disajikan dalam menjawab pertanyaan. Argumen harus diimbangi dengan fakta empiris, sehingga dapat menyajikan dalam bentuk kalimat secara spesifik.

Pastikan sebelum menjawab dengan argumen masukkan konflik, contohnya topik darurat sampah di Yogyakarta. Uraikan secara menarik dan detail fenomena tersebut sehingga mudah menentukan argumen.

  1. Membuat Susunan Koheren

Hal ini menjadi hal dasar yang wajib diketahu, dalam esai terdiri dari pendahuluan, isi, dan kesimpulan. Pastikan untuk menyusun secara koheren.

Pendahuluan bersisi konteks esai, isi adalah pengembangan argumen serta uraian kasus dengan berbagai bukti, sementara kesimpulan biasanya berisi tawaran solusi.

  1. Menuliskan dengan Jelas

Tuliskan kalimat secara jelas dengan poin-poin yang tepat. Pastikan untuk membaca ulang atau editing cermat dan lakukan berulang agar tak ada kalimat yang ambigu.

  1. Megutip Sumber yang Kredibel

Cantumkan dan periksa sumber yang valid dan kredibel. Pastikan bahwa kutipan akurat dan lengkap. Penting bagi mahasiswa untuk membaca Teknik mengutip sumber referensi seperti jurnal, website, hingga buku.

Demikian beberapa tips menulis esai tanpa pusing harus bergantung dengan AI. Yuk, terapkan tips-tips tersebut ya Comms.