Duit Cekak, Ngamen, dan Lagu Legenda (2)
lanjutan dari Pergi Ke Singapura Dengan Montor-Montor Cilik (1)
Imam juga paling berpikir keras soal masalah biaya. Butuh biaya yang tak sedikit untuk persiapan, keberangkatan dan biaya hidup di Singapura. “Segan minta orang tua, dan nggak pengin ngerepotin,” ungkapnya. Imam, yang juga pernah ikut kegiatan komunitas foto Klik18 dan MUN, ini mengaku, sampai berdebat dengan orang tua soal itu, “tapi alhamdulillah semuanya sudah teratasi dengan baik.” Menurutnya, triknya, ia melakukan komunikasi dan diskusi baik-baik dengan orang-tua. “Terus ngasih tahu segala hal mengenai event-ya dan ngasih alasan kenapa mau ikut ke Singapore.” Imam berkata motivasinya ikut SICF ingin menunjukkan pada orang tuanya bahwa ia bisa berprestasi juga walaupun tidak dalam hal akademik.
Tak hanya individu, dalam skala tim, di internal PSM MV UII juga berhadapan dengan beragam tantangan yang tak mudah. Misalnya, cerita Imam, yang pertama tim harus hadapai masalah dana juga. Kebutuhan dana tinggi, “jadi terpaksa yang ikut lomba harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, dan ada beberapa anak yang tidak membayar karena masalah keluarga dan lain-lain.” Untungnya, sambung Imam, “dari Univ (UII) beri dukungan berupa dana,” katanya, sehingga dapat membantu meringankan beban dana dan membantu beberapa orang yang tidak bisa membayar. Sebelum berangkat, dari rektorat UII menjadwalkan pertemuan, “dan saat ketemu kami diberi motivasi dan mereka membantu kami menenangkan pikiran dan hati.”
Yang unik, PSM MV UII membawa lagu-lagu dengan nilai-nilai daerah yang belakangan hampir tenggelam oleh lagu pop dan lagu mancanegara. PSM UII, kata Fakhriyah Fatin, Ketua PSM MV UII, pada Humas UII, mereka maju ke SICF di kompetisi dengan dua kategori lagu: Mixed Voice (Category B2) dan Folklore. Masing-masing 6 peserta untuk kategori Mixed Voices dan 19 peserta untuk kategori Folklore.
Lagu-lagunya legendaris, bermuatan dakwah, dan beberapa sangat lokal. Lagu yang dinyanyikan misalnya “Ya Muhammad SAW”, “Zigeunerleben”, “Mae-e” untuk Mixed Voice. Lalu di kategori folklore ada lagu-lagu daerah di Indonesia yang legendaris seperti “Montor-Montor Cilik” yang pada jaman dulu sempat populer dan digubah oleh Ki Narto Sabdo. Ada juga lagu yang populer dari tanah papua, yang dulu sempat dipopulerkan grup band Rock asal Papua “Black Brothers” berjudul “Diru-Diru Nina”. Tak hanya itu, menarik juga mendengar sajian langsung Miracle Voice UII membawakan lagu khas Kalimantan Selatan bertitel “Paris Barantai.” Dengan lagu-lagu legenda seperti Montor-Montor Cilik dan Diru Diru Nina inilah gerbong PSM pergi ke Singapura meraih Golden Award dengan nilai 80,77.
Imam merasakan mendapat banyak manfaat dari aktivitas kemahasiswaan seperti PSM ini. Selain merasakan atmosfer kekeluargaan, ia juga banyak belajar mengenai olah vokal, konser, dan kompetisi. Selain itu, ia di PSM secara tidak langsung juga belajar soal karakter, pengembangan diri, dan manajemen. “Kan di PSM bukan cuma sekedar nyanyi doang tapi belajar organisasi juga.” katanya. “Saya ingin memanfaatkan hobby saya agar menghasilkan prestasi yang dapat membanggakan kampus orang tua dan negara.”
Imam berharap semoga Ilmu Komunikasi UII semakin maju dan dikenal di seluruh dunia. Imam juga berpesan walaupun tidak bisa berprestasi di bidang akademik, “Carilah hal atau bidang yang kamu kuasai dan jadikanlah hal tersbut sebagai motivasi. Tekunilah bidang itu Insyaalloh ketika menjalani hal tersebut dan menghadapi masalah dalam bidang itu kalian akan tetap tenang dan bahagia,” pesannya. Mimpi Imam katanya, ia berharap bisa membawa PSM menduduki peringkat tertinggi di setiap perlombaan. “Sehingga orang mengakui kita dan menunjukan bahwa universitas islam pun bisa memenangkan perlombaan seni bernyanyi dunia,” tutupnya.