oleh Rahma Tania Firdausyi, Agpri Ayu Karisma, Septian Saputra, Mellinda Bella S., Nurhamid Budi S.
Artikel ini dimulai dengan sebuah pertanyaan, bagaimanakah Indonesia tanpa permainan tradisional? Jawabannya sederhana: sepi. Untuk bisa sepaham dengan jawaban tersebut, pembaca perlu sedikit bermain-main dengan imajinasi.
Pejamkan mata anda dan bayangkan anda sedang melewati sebuah jalan kecil di tepian kota. Di kanan kirinya dipenuhi dengan pepohonan yang membuat suasana menjadi sejuk. Belum terlalu jauh anda melihat lapangan. Lapangan itu dipenuhi rerumputan hijau yang memanjakan mata. Di sana anda melihat gerombolan anak-anak sedang bermain kejar-kejaran dengan penuh tawa, dan keringat yang mengucur di seluruh tubuhnya. Bagaimana? Menyenangkan bukan?
Tapi jangan berhenti sampai di sana. Anda terus berjalan menyusuri desa. Namun, suasananya perlahan berubah, anda tidak menemukan anak-anak sedang bermain di manapun. Lalu anda mulai melihat kesana kemari dan hanya anak yang sedang sibuk bermain dengan gadget-nya yang anda temui. Bagaimana? Simpan jawaban itu untuk anda sendiri.
Tenang, jika anda membayangkan kesuraman yang bakal terjadi tanpa permainan tradisional, anda tidak sendiri. Salah satu anggota Karang Taruna Dusun Wonogiri juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya, meningkatnya minat anak-anak terhadap permainan yang berbasis gadget membuat permainan tradisional mulai kehilangan tempatnya. Dalam penuturan tersebut, dia bernostalgia akan masa kecilnya di awal tahun 2000-an. Dia juga mengatakan bahwa pada waktu itu, anak-anak selalu keluar rumah di sore hari untuk memainkan berbagai jenis permainan tradisional.
Ditujukan kepada anak-anak Dusun Wonogiri, Desa Pakembinangun, Sleman. Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk mengenalkan kepada anak-anak bahwa ada banyak permainan tradisional menarik yang bisa dimainkan. Dan tentu saja, kegiatan ini disambut oleh para pengurus desa dengan penuh suka cita mengingat kami menjanjikan festival permainan tradisional di akhir kegiatan yang akan membawa mereka mengarungi masa kecil yang telah lama terkubur oleh kesibukan kerja.
Program yang dijadwalkan selama sebulan ini dimulai pada Sabtu tanggal 12 Oktober 2019. Kegiatannya dimulai pada jam 14.00. Ini dimulai dengan pembuatan egrang kaleng dan telepon kaleng. Proses pembuatan egrang kaleng dilaksanakan secara individu oleh anak-anak Dusun Wonogiri. Anak-anak diberikan sepasang kaleng, lalu diajari cara membuatnya. Sedangkan telepon kaleng dibuat secara berkelompok. Anak-anak dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok diberi 2 pasang kaleng. Mereka diminta melubangi bagian tengah atas kaleng dengan ukuran yang cukup kecil. Kemudian lubang tersebut diikat dengan senar pancing.
Tiap kelompok juga diminta untuk menghias telepon kaleng tersebut dengan cat air. Anak-anak yang datang berjumlah 9 orang. Memang sedikit di bawah ekspektasi, namun semua itu digantikan dengan canda tawa riang dari anak-anak yang antusias dengan hal baru yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya.
Hari kedua pelaksanaan kegiatan dilakukan pada keesokan harinya, yaitu Minggu, 13 Oktober 2019. Mainan yang pada hari sebelumnya telah dibuat, kali ini dimainkan. Pertama- tama, anak-anak diarahkan untuk mencoba egrang kaleng yang sudah mereka buat. Setelah cukup lelah, anak-anak diminta untuk istirahat terlebih dahulu, sambil minum dan makan makanan yang sudah disiapkan panitia.
Bermain dilanjutkan dengan mencoba telepon kaleng. Lalu diakhiri dengan permainan Gobak Sodor. Setelah cukup lelah, anak-anak dipersilakan untuk beristirahat dan bersiap-siap untuk pulang dan mengisi sisa hari mereka dengan bercerita penuh kebanggaan pada orang tua mereka. Cerita bahwa mereka sudah melakukan hal-hal luar biasa yang belum pernah mereka dapatkan sebelumnya.
Setiap pekan dilalui dengan pola yang kurang lebih sama. Hari Sabtu anak-anak akan diminta untuk membuat permainan tradisional dan di Hari Minggu mereka akan memainkannya ditambah dengan beberapa permainan lain yang sudah kami persiapkan. Hanya saja, permainan yang diperkenalkan selalu berbeda beda.
Permainan tersebut mulai dari Ular Tangga, Lompat Tali, Egrang, Bakiak, mobil mobilan dari sandal, Boi-Boian, hingga Bentengan. Semua permainan itu dilaksanakan dengan penuh sukacita. Sampai pada akhirnya hari minggu ketiga dari program ini pun tiba. Anak-anak yang sudah mengetahui bahwa kegiatan ini sudah mendekati masa-masa terakhirnya mengucapkan sebuah kalimat dengan nada lirih, “yahh udah mau selesai yaa,” ucap mereka.
Hanya berselang 7 hari setelah ucapan tersebut, tanggal 3 November 2019 pun tiba. Bertempat di Bumi Perkemahan Wonokemuning, kami mengakhiri rangkaian kegiatan dengan sebuah festival permainan tradisional. Festival dimulai dengan sambutan oleh Kepala Desa Pakembinangun, Ketua Panitia Dolan Skuy, dan Kampoeng Hompimpa Yogyakarta.
Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan berbagai perlombaan. Perlomban yang diadakan dibagi menjadi lomba untuk anak-anak dan untuk orang dewasa. Semua orang berlomba-lomba memberikan kemampuan terbaik mereka dalam menjalankan tiap perlombaan yang diadakan.
Mereka menjalankan tiap lomba dengan penuh kegembiraan. Jatuh, kotor, dan keringat adalah unsur yang paling banyak mewarnai kegiatan kali ini. Uniknya, di tengah keseriusan tersebut, senyum keceriaan, canda tawa, dan kehebohan – dan tentu saja, keringat – sangat jelas terpancar dari wajah mereka.
Kegiatan yang ditutup dengan pembagian hadiah. Pada pungkasan acara ini menyisakan banyak luapan perasaan di dalamnya. Senang karena bisa dimulai dan diakhiri dengan lancar, serta banyak antusiasme di dalamnya. Namun juga menyisakan sedih karena kegiatan yang penuh suka cita dan canda tawa ini harus diakhiri.
Namun, satu hal yang kami ketahui, permainan tradisional tidak akan pernah mati. Meskipun seluruh dunia telah diperdaya dengan bentuk permainan baru berbentuk kotak berukuran diagonal 6 inci. Akan selalu ada jiwa-jiwa yang rindu akan asyiknya berlarian penuh canda tawa dengan sesamanya.
——————————————————-
Mulai Januari hingga Maret 2020, kami akan mengunggah tulisan seri
tentang manajemen komunikasi non komersil di bawah supervisi Puji Hariyanti, S.I.Kom, M.I.Kom.
Puji Hariyanti adalah dosen spesialis kajian klaster Komunikasi Pemberdayaan. Ia telah berkali-kali
mendapatkan hibah-hibah dan riset soal pemberdayaan. Berikut ini adalah tulisan-tulisan mahasiswa
Prodi Ilmu Komunikasi UII tahun angkatan 2017 ketika mengambil mata kuliah Manajemen Komunikasi Non Komersil. Tulisan diterbitkan dengan melewati proses bimbingan Puji Hariyanti dan tahap penyuntingan oleh A. Pambudi W.