communication department UII Commnunication for empowerment
Reading Time: 3 minutes

oleh Rahma Tania Firdausyi, Agpri Ayu Karisma, Septian Saputra, Mellinda Bella S., Nurhamid Budi S.

Artikel ini dimulai dengan sebuah pertanyaan, bagaimanakah Indonesia tanpa permainan tradisional? Jawabannya sederhana: sepi. Untuk bisa sepaham dengan jawaban tersebut, pembaca perlu sedikit bermain-main dengan imajinasi.

Pejamkan mata anda dan bayangkan anda sedang melewati sebuah jalan kecil di tepian kota. Di kanan kirinya dipenuhi dengan pepohonan yang membuat suasana menjadi sejuk. Belum terlalu jauh anda melihat lapangan. Lapangan itu dipenuhi rerumputan hijau yang memanjakan mata. Di sana anda melihat gerombolan anak-anak sedang bermain kejar-kejaran dengan penuh tawa, dan keringat yang mengucur di seluruh tubuhnya. Bagaimana? Menyenangkan bukan?

Tapi jangan berhenti sampai di sana. Anda terus berjalan menyusuri desa. Namun, suasananya perlahan berubah, anda tidak menemukan anak-anak sedang bermain di manapun. Lalu anda mulai melihat kesana kemari dan hanya anak yang sedang sibuk bermain dengan gadget-nya yang anda temui. Bagaimana? Simpan jawaban itu untuk anda sendiri.

Tenang, jika anda membayangkan kesuraman yang bakal terjadi tanpa permainan tradisional, anda tidak sendiri. Salah satu anggota Karang Taruna Dusun Wonogiri juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya, meningkatnya minat anak-anak terhadap permainan yang berbasis gadget membuat permainan tradisional mulai kehilangan tempatnya. Dalam penuturan tersebut, dia bernostalgia akan masa kecilnya di awal tahun 2000-an. Dia juga mengatakan bahwa pada waktu itu, anak-anak selalu keluar rumah di sore hari untuk memainkan berbagai jenis permainan tradisional.

Ditujukan kepada anak-anak Dusun Wonogiri, Desa Pakembinangun, Sleman. Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk mengenalkan kepada anak-anak bahwa ada banyak permainan tradisional menarik yang bisa dimainkan. Dan tentu saja, kegiatan ini disambut oleh para pengurus desa dengan penuh suka cita mengingat kami menjanjikan festival permainan tradisional di akhir kegiatan yang akan membawa mereka mengarungi masa kecil yang telah lama terkubur oleh kesibukan kerja.

Program yang dijadwalkan selama sebulan ini dimulai pada Sabtu tanggal 12 Oktober 2019. Kegiatannya dimulai pada jam 14.00. Ini dimulai dengan pembuatan egrang kaleng dan telepon kaleng. Proses pembuatan egrang kaleng dilaksanakan secara individu oleh anak-anak Dusun Wonogiri. Anak-anak diberikan sepasang kaleng, lalu diajari cara membuatnya. Sedangkan telepon kaleng dibuat secara berkelompok. Anak-anak dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok diberi 2 pasang kaleng. Mereka diminta melubangi bagian tengah atas kaleng dengan ukuran yang cukup kecil. Kemudian lubang tersebut diikat dengan senar pancing.

Tiap kelompok juga diminta untuk menghias telepon kaleng tersebut dengan cat air. Anak-anak yang datang berjumlah 9 orang. Memang sedikit di bawah ekspektasi, namun semua itu digantikan dengan canda tawa riang dari anak-anak yang antusias dengan hal baru yang belum pernah mereka ketahui sebelumnya.

Hari kedua pelaksanaan kegiatan dilakukan pada keesokan harinya, yaitu Minggu, 13 Oktober 2019. Mainan yang pada hari sebelumnya telah dibuat, kali ini dimainkan. Pertama- tama, anak-anak diarahkan untuk mencoba egrang kaleng yang sudah mereka buat. Setelah cukup lelah, anak-anak diminta untuk istirahat terlebih dahulu, sambil minum dan makan makanan yang sudah disiapkan panitia.

Bermain dilanjutkan dengan mencoba telepon kaleng. Lalu diakhiri dengan permainan Gobak Sodor. Setelah cukup lelah, anak-anak dipersilakan untuk beristirahat dan bersiap-siap untuk pulang dan mengisi sisa hari mereka dengan bercerita penuh kebanggaan pada orang tua mereka. Cerita bahwa mereka sudah melakukan hal-hal luar biasa yang belum pernah mereka dapatkan sebelumnya.

Setiap pekan dilalui dengan pola yang kurang lebih sama. Hari Sabtu anak-anak akan diminta untuk membuat permainan tradisional dan di Hari Minggu mereka akan memainkannya ditambah dengan beberapa permainan lain yang sudah kami persiapkan. Hanya saja, permainan yang diperkenalkan selalu berbeda beda.

Permainan tersebut mulai dari Ular Tangga, Lompat Tali, Egrang, Bakiak, mobil mobilan dari sandal, Boi-Boian, hingga Bentengan. Semua permainan itu dilaksanakan dengan penuh sukacita. Sampai pada akhirnya hari minggu ketiga dari program ini pun tiba. Anak-anak yang sudah mengetahui bahwa kegiatan ini sudah mendekati masa-masa terakhirnya mengucapkan sebuah kalimat dengan nada lirih, “yahh udah mau selesai yaa,” ucap mereka.

Hanya berselang 7 hari setelah ucapan tersebut, tanggal 3 November 2019 pun tiba.  Bertempat di Bumi Perkemahan Wonokemuning, kami mengakhiri rangkaian kegiatan dengan sebuah festival permainan tradisional. Festival dimulai dengan sambutan oleh Kepala Desa Pakembinangun, Ketua Panitia Dolan Skuy, dan Kampoeng Hompimpa Yogyakarta.

Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan berbagai perlombaan. Perlomban yang diadakan dibagi menjadi lomba untuk anak-anak dan untuk orang dewasa. Semua orang berlomba-lomba memberikan kemampuan terbaik mereka dalam menjalankan tiap perlombaan yang diadakan.

Mereka menjalankan tiap lomba dengan penuh kegembiraan. Jatuh, kotor, dan keringat adalah unsur yang paling banyak mewarnai kegiatan kali ini. Uniknya, di tengah keseriusan tersebut, senyum keceriaan, canda tawa, dan kehebohan – dan tentu saja, keringat – sangat jelas terpancar dari wajah mereka.

Kegiatan yang ditutup dengan pembagian hadiah. Pada pungkasan acara ini menyisakan banyak luapan perasaan di dalamnya. Senang karena bisa dimulai dan diakhiri dengan lancar, serta banyak antusiasme di dalamnya. Namun juga menyisakan sedih karena kegiatan yang penuh suka cita dan canda tawa ini harus diakhiri.

Namun, satu hal yang kami ketahui, permainan tradisional tidak akan pernah mati. Meskipun seluruh dunia telah diperdaya dengan bentuk permainan baru berbentuk kotak berukuran diagonal 6 inci. Akan selalu ada jiwa-jiwa yang rindu akan asyiknya berlarian penuh canda tawa dengan sesamanya.

——————————————————-

Mulai Januari hingga Maret 2020, kami akan mengunggah tulisan seri
tentang manajemen komunikasi non komersil di bawah supervisi Puji Hariyanti, S.I.Kom, M.I.Kom.
Puji Hariyanti adalah dosen spesialis kajian klaster Komunikasi Pemberdayaan. Ia telah berkali-kali
mendapatkan hibah-hibah dan riset soal pemberdayaan. Berikut ini adalah tulisan-tulisan mahasiswa
Prodi Ilmu Komunikasi UII tahun angkatan 2017 ketika mengambil mata kuliah Manajemen Komunikasi Non Komersil. Tulisan diterbitkan dengan melewati proses bimbingan Puji Hariyanti dan tahap penyuntingan oleh A. Pambudi W.

Reading Time: 2 minutes

More and more participants of Asikopti’s meeting was came and sign the attendance book. Since morning on Wednesday, February 12, 2020, participants representing Islamic univeersities institutions in Indonesia have gathered at the Auditorium of the Faculty of Psychology and Social and Cultural Sciences (FPSB) of the Islamic University of Indonesia (UII). In this event, they will hold discussions in the event entitled the Meeting of the Association of  Communication Science of Islamic Universities in Indonesia (Asikopti) tenure of 2019-2022. UII’s Communication Science Department was became the host after the Asikopti’s Congress was previously held by the Universitas Islam Bandung, Faculty of Communication Science.

The agenda, in addition to completing personnel and management arrangements, also discussed other plans. Such as plans for the management inauguration after Ramadan, and also urgent issues related to Islamic higher institutions, and plans to launch the Indonesian Association of Communication Studies Lecturer (Asdikom). Asdikom is the first initiative in Indonesia as a professional association specializing in the studies and professions of Communication Sciences lecturers in Indonesia.

Erik Setyawan, the new Chair of Asikopti from Fikom Universitas Islam Bandung (Unisba), said Asikopti needs to be the vanguard of Islamic higher education that brings mercy to the people and benefits to their association members. Communication Major that are incorporated can cooperate with each other to improve the quality of their programs. Asikopti’s members can network in terms of improving the quality of journals, the development of scientific studies and curriculum, research collaboration, especially in studies with Islamic values.

Bono Setyo, the previous chairman of Asikopti, also said that each member of Asikopti had their own strengths. There are professors and doctors who can inspire in collaboration and cooperation toimprove the quality of activities of each member. Each Asikopti’s member can exchange networks so that the Asikopti’s benefits are truly felt. There are much more potentials that can be collaborated and are important to be supported.

In the 2019-2022 tenure, the Chairperson and the board of Asikopti also planned several programs to increase the usefulness of Asikopti for the study of islamic values ​​and public nature. The Proposed program plans such as an international conference, Special Journal for Asikopti’s Members, Member database (including competencies in it), and the matter of moving the Asikopti secretariat to Unisba.

Reading Time: 2 minutes

On Wednesday, February 12th, 2020, in the Auditorium Room of the Faculty of Psychology and Social and Cultural Sciences (FPSB) of Universitas Islam Indonesia (UII), representatives from several islamic universities in Indonesia followed up their ideas before. The ideas are about the establishment of Association of Indonesian communication science lecturer. Previously, at the Asikopti’s (Association of Communication Science Department on Islamic Universities at Indonesia) Congress at Universitas Islam Bandung (Unisba) in 2019, several lecturers from the Department of Communication Studies around Indonesia sparked the need for professional associations for communication science lecturers. At that time, the name Asdikom was born, a bahasa acronym from the Indonesian Association of Communication Science Lecturers.

Asdikom is an idea that arises due to some anomalies. So far, existing associations, such as Aspikom (Association of Indonesian Communication Science Department) and Asikopti, do not bind lecturers but universities and majors in communication sciences. The effects and benefits are different. Both of them are not included in the lecturer profession association. Initially, this association was followed by personal membership for all lecturers who were members of Asikopti. The future plan, according to Fajar Iqbal, Asdikom’s secretary general, in the future Asdikom is not only limited to lecturers of Asikopti members.

Asdikom which is chaired by Ani Yuningsih, a doctor from Communication Studies at the Bandung Islamic University, has greater potential than Asikopti. “Because the membership is personal lecturer academics,” said Fajar Iqbal who is also a lecturer at UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Bono Setyo, a former of Asikopti, and Fajar Iqbal, both of them are UIN Sunan Kalijaga UIN communication lecturers, and all participants agreed that the lecturer association would focus on the orientation of personal development of lecturers. Both in science and the capacity of individuals to achieve the best careers of their members. Indirectly, it will increase scientific studies and benefits in the community.

Reading Time: < 1 minute

Isu-isu mendesak yang diusulkan agar dapat dibincangkan dalam pertemuan Asikopti berikutnya beragam. Pertemuan pada agenda pelantikan pengurus Asikopti di Universitas Veteran Sukoharjo beberapa bulan lagi itu, adalah usulan Puji Hariyanti, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII dan Rama Kertamukti dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Puji menawarkan agar agenda berikutnya Asikopti bisa membahas konsep Kampus Merdeka yang baru saja dicetuskan oleh Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayan RI.

“Bagaimana konsekuensinya, apa efeknya, dan kajian konseptualnya dan implementasinya pada perguruan tinggi,” kata Puji Hariyanti. Terutama tentu penting membincang konsep tersebut pada perguruan tinggi yang berlandaskan pada nilai islam seperti perguruan tinggi islam anggota-anggota Asikopti. “Kami di UII sendiri juga masih menggodok implementasi konsep tersebut, perlu kajian yang matang dan menyeluruh,” tambahnya.

Isu lain yang penting juga didalami adalah kapasitas anggota Asikopti dalam pemanfaatan Big data. Rama kertamukti mengusulkan pada pertemuan berikutnya, Asikopti bisa menghelat workshop big data untuk pengembangan jurnal ilmiah. Workshop juga menjadi magnet bagi para peserta.

Pada kesempatan itu disusun susunan kepengurusan Asikopti yang komposisinya berasal dari beragam kampus. Misalnya ada pengurus perwakilan dari Prodi atau jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), UIN Sunan Kalijaga, Univet Sukoharjo, Unida Gontor, UAD, Unisba, UIN Suska Riau, Unisa, UIN Sumatera Utara, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Raden Fatah Palembang, UIN Alauddin Makassar, dan beberapa kampus lainnya.

Berita ini adalah lanjutan dari tulisan ini.

Reading Time: 2 minutes

Sejak pagi pada Rabu, 12 Februari 2020, peserta-peserta yang mewakili perguruan-perguruan tinggi islam di Indonesia telah berkumpul di Auditorium Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII). Pada acara ini, Mereka akan berembug dalam acara yang diberi tajuk Rapat Formatur Kepengurusan Asosisasi Ilmu Komunikasi Perguruan Tinggi Islam (Asikopti) masa bakti 2019-2022. Komunikasi UII kali ini menjadi tuan rumah setelah sebelumnya Kongres Asikopti diadakan oleh Fikom Universitas Islam Bandung.

Agendanya, selain melengkapi personalia dan susunan kepengurusan, juga membahas rencana-rencana lain. Seperti rencana pelantikan pengurus paska ramadhan mendatang, isu-isu mendesak terkait perguruan tinggi islam, dan rencana peluncuran Asosiasi Dosen Ilmu Komunikasi Indonesia (Asdikom). Asdikom adalah inisiatif pertama di Indonesia sebagai asosiasi profesi yang mengkhususkan pada kajian dan profesi dosen Ilmu Komunikasi di Indonesia.

Erik Setyawan, Ketua Asikopti yang baru dari Fikom Universita Islam Bandung (Unisba), mengatakan Asikopti perlu menjadi garda depan perguruan tinggi islam yang membawa rahmat pada umat dan memberi manfaat pada anggotanya. Prodi-prodi yang tergabung bisa saling kerjasama untuk meningkatkan kualitas prodinya. Anggota asikopti bisa berjejaring dalam hal peningkatan kualitas jurnal, pengembangan kajian keilmuan dan kurikulum, kolaborasi riset, terutama pada kajian-kajian dengan nilai-nilai islam.

Bono Setyo, ketua Asikopti sebelumnya, juga mengakatakn bahwa tiap prodi anggota asikopti punya kelebihan masing-masing. Ada profesor dan doktor yang bisa menjadi inspirasi dalam kolaborasi dan kerjasama meningkatkan mutu kegiatan masing-masing prodi. Tiap prodi anggota Asikopti dapat bertukar jejaring sehingga manfaat asikopti betul-betul terasa. Ada potensi-potensi yang bisa dikolaborasikan dan penting didukung.

Dalam masa kepengurusan 2019-2022 ini, Ketua dan pengurus Asikopti juga merencanakan beberapa program untuk meningkatkan kebermanfaatan Asikopti untuk Kajian Nilai-Nilai Islam dan Keumatan. Rencana program yang diusulkan misalnya konferensi internasional, Jurnal Khusus Anggota Asikopti, Database anggota (termasuk kompetensi di dalamnya), dan soal kepindahan sekretariat Asikopti ke Unisba.

 

Reading Time: < 1 minute

Pada Rabu, 12 Februari 2020, di Ruang Auditorium Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB), perwakilan dari beberapa perguruan tinggi islam di Indonesia melanjutkan gagasan mereka tentang pendirian asosiasi dosen ilmu komunikasi se-indonesia. Sebelumnya, dalam Kongres Asikopti di Universitas Islam Bandung 2019 lalu, beberapa dosen jurusan dan prodi Ilmu Komunikasi se-Indonesia mencetuskan perlunya asosiasi profesi untuk dosen-dosen ilmu komunikasi. Pada saat itu, lahir nama Asdikom, akronim dari Asosiasi Dosen Ilmu Komunikasi Indonesia.

Asdikom adalah gagasan yang muncul akibat beberapa kegelisahan. Selama ini asosiasi yang telah ada, seperti Aspikom dan Asikopti, tidak mengikat dosen melainkan perguruan tinggi dan program studi/ jurusan ilmu komunikasi. Efek dan manfaatnya berbeda. Keduanya pun bukan termasuk asosiasi profesi dosen. Mulanya, asosiasi ini diikuti oleh keanggotan personal bagi seluruh dosen yang menjadi anggota ASIKOPTI. Rencana ke depan, menurut Fajar Iqbal, sekretaris Asdikom, ke depan Asdikom tidak hanya terbatas pada dosen anggota Asikopti.

Asdikom yang diketuai oleh Ani Yuningsih, doktor dari Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung, memiliki potensi lebih besar dari asikopti. “Karena keanggotaannya bersifat personal akademisi dosen,” kata Fajar Iqbal yang juga dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Bono Setyo dan Fajar Iqbal – keduanya adalah dosen ilmu komunikasi UIN Sunan Kalijaga- dan seluruh peserta pada hari itu bersepakat bahwa asosiasi dosen ini akan fokus pada pada orientasi pengembangan dosen secara personal. Baik dalam keilmuan maupun kapasitas individu guna meraih karir terbaik anggota-anggotanya. Secara tidak langsung, itu akan meningkatkan kajian keilmuan dan manfaat di tengah masyarakat.

communication department UII Commnunication for empowerment
Reading Time: 3 minutes

Cerita Literasi Buku Baca (Ciluk-Ba): Dari Komunikasi UII Untuk Mereka Oleh Rima Natasya, Vania Taufik R., Arvannya P. Sagala, M. Valiant D., M. Imam Akbar Pohan (Mahasiswa Komunikasi UII angkatan 2017)

Cerita literasi buku baca atau Ciluk-Ba merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang disusun oleh lima orang mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia. Kegiatan ini bertempat di Panti Asuhan Sinar Melati, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Topik utamanya tentang pentingnya membaca buku bagi remaja di era digitalisasi.

Kegiatan ini memfasilitasi santri panti asuhan agar memeroleh materi dari orang-orang yang ahli dalam bidangnya . Tak hanya materi, kegiatan ini berlanjut hingga pada tataran praktek. Praktiknya beragam, misalnya, bagaimana cara membaca buku dan meningkatkan minat dalam membaca buku.

Panti Asuhan Sinar Melati yang menjadi lokasi kami mengadakan program ini kekurangan buku bacaan yang bermutu. Terutama tema agama dan pengetahuan umum. Maka kami selaku pelaksana kegiatan berinisiatif mengumpulkan beberapa buku. Harapannya, ini dapat menambah koleksi dan persediaan buku di perpustakan Panti Asuhan Sinar Melati. Tentu saja, secara tidak langsung kegiatan ini juga ikut mendukung program literasi. Kami juga memberikan beberapa kegiatan yang menunjang program dan menjadikan siswa-siswi Panti Asuhan Sinar Melati tersebut lebih sadar akan pentingnya membaca.

Sebagai panti asuhan yang menampung remaja, literasi membaca diperlukan untuk menunjang kebutuhan pendidikan baik formal maupun non formal. Dengan adanya kegiatan ini juga diharapkan mampu membuat siswa dan siswi Panti Asuhan Sinar Melati lebih kritis dalam memperoleh dan mengumpulkan informasi. Nantinya, kami berharap agar mereka dapat mengetahui dengan sendirinya mana informasi yang harus diterima dan mana yang tidak boleh diterima. Inilah peran buku sebagai jendela dunia agar senantiasa dapat menyaring kualitas informasi.

Kami melaksanakan 4 pertemuan dalam sebulan., Terdapat 4 agenda pula yang berbedasetiap harinya. Kami juga memberikan materi berupa teori dan bedah buku bersama untuk mengurangi rasa bosan siswa dan siswi Panti Asuhan tersebut. Hari demi hari pun kami lalui sesuai kegiatan yang sudah kami rencanakan.

Menjadikan remaja pada kisaran usia 11 hingga 16 tahun untuk menjadi target sasaran memang cukup berat. Faktor umur mereka yang masih ingin bermain-main menjadi salah satu faktor penghambat dalam membimbing dan memberikan arahan pada mereka. Terlebih kurangnya intensi bertemu orang-orang luar panti membuat mereka kurang terbuka dengan orang baru.

Namun, hal tersebut tidak lantas menjadikan kami menyerah dalam melaksanakan program. Kami terus melakukan pendekatan secara perlahan agar mereka dapat mengerti dan paham seluruh prosesi kegiatan..

Sejak awal kedatangan kami dalam menyalurkan donasi buku, siswa-siswi memperlihatkan antusiasmenya terhadap buku-buku tersebut. Terlebih pada buku berbentuk novel. Hal ini memberikan kami kesadaran, bahwa mereka lebih tertarik pada novel fiksi maupun non fiksi yang keberadaannya masih jarang di panti asuhan tersebut. Pada sesi pemberian materi oleh beberapa pemateri memang terlihat sedikit siswa yang memperhatikan, khususnya siswa laki-laki.

Namun, ketika agenda kegiatan bedah buku, antusiasme nampak cukup besar. Kemudian asa kami timbul agar di dalam diri mereka muncul ketertarikan membaca. Pada sesi tanya jawab, kami bertanya: apa yang membuat mereka ingin membaca? Banyak yang menjawab untuk mengisi waktu luang dan sebagai bahan hiburan. Dari jawaban mereka ini, kami sebagai pelaksana kegiatan sangat bahagia mendengarnya, karena tidak sedikit yang suka membaca hingga menunjukkan antusiasme yang tinggi.

Tidak hanya menyajikan materi tentang pentingnya membaca, kami juga membuat lomba puisi. Tujuanna mengasah imajinasi dan kemampuan menulis yang selama ini tidak disalurkan.Hasil karya puisi-puisi yang diciptakan menunjukkan siswa-siswi Panti Asuhan Sinar Melati juga bisa menciptakan puisi yang indah. Puisi juga ditulis dengan kata-kata yang indah dan penuh dengan makna. Kami memberikan penghargaan pada siswa siswi yang dinilai memiliki keunikan dan makna yang menarik dalam puisi buatannya.

Kami berharap tingkat membaca di Panti Asuhan Sinar Melati mampu meningkat. . Pada akhirnya, kami mencatat beberapa pembelajaran sebagai pelaksana kegiatan. Sebagai pelaksana kegiatan, diharapkan mampu lebih banyak belajar bagaimana mendidik dan memberikan arahan kepada siswa-siswi yang masih menduduki usia ‘remaja’. Harapannya, dari kegiatan ini, remaja memiliki semangat untuk berkarya lewat ekspresi tulisan. Pada gilirannya, tulisan mereka dapat menjadi sesuatu yang berharga dan bermakna bagi masyarakat luas.

Kami menyimpulkan bahwa literasi mengenai pentingnya membaca bagi remaja memerlukan dorongan dari orang-orang sekitar. Baik dari orang tua maupun para guru di sekolah. Caranya dengan memberi kesempatan para remaja untuk membaca. Minimal bisa dengan membudayakan membaca minimal 10 menit perhari.

Selain itu, penyediaan sarana untuk melakukan aktivitas membaca baik di kalangan masyarakat dan sekolah juga penting. Misalnya dengan memperbaiki kualitas perpustakaan atau menjadikan perpustakan tempat yang menarik agar membaca tidak menjadi kegiatan yang membosankan melainkandan hiburan.

Reading Time: 2 minutes

Senin (10/2), Mutia Dewi hadir sebagai pembicara dalam Workshop Menulis Proposal Pengabdian Masyarakat untuk Dosen Ilmu Komunikasi UII. Workshop yang dilaksanakan pagi hari di Prodi Ilmu Komunikasi UII ini diikuti belasan dosen Ilmu Komunikasi UII. Mulai dari dosen yang fokus pada kajian media, gender, visual culture, jurnalistik hingga regulasi komunikasi. Workshop ini bertujuan agar para dosen dapat mengoptimalkan pengabdian masyarakatnya selama ini dengan dukungan dana yang cukup juga, misalnya support dari Dikti dan Instansi swasta lain. Workshop berjalan dengan konsep diskusi dan cerita pengalaman dan praktik baik dari beberapa dosen lain juga.

Mutia memaparkan pengalaman-pengalamannya menembus hibah pada seluruh dosen Komunikasi UII. Hibah yang dimaksud adalah hibah pengabdian masyarakat baik di Dikti maupun lembaga lain. Mutia tercatat pernah menembus hibah dikti yang kompetitif pada 2015, hibah Direktorat Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat UII, dan hibah lainnya.

Beberapa dosen merasa pelatihan ini menjadi kunci untuk mereka yang selama ini kesulitan menembus hibah pengabdian dikti. Padahal hibah dikti adalah salah satu kunci tingginya derajat pengabdian masyarakat dalam dokumen akreditasi BAN-PT.

Salah satu yang ikut hadir dan berdiskusi adalah Narayana Mahendra, dosen Komunikasi UII (klaster penelitian jurnalisme dan komunikasi olahraga). Bagaimana detil atau kemasan proposal yang jitu untuk menembus hibah-hibah tersebut, tanyanya.

Mutia Dewi menjelaskan bahwa menurut pengalamannya, buatlah proposal dengan kemasan yang mudah dibaca. “Jadi tulislah persoalan yang dihadapi masyarakat atau mitra, analisis situasi, dan solusi dengan rigid, mudah, dan jelas,” jawab Mutia.

Selain itu ada pula yang wajib masuk dalam proposal yaitu luaran (output) dan kelayakan pengabdian. “Dalam setiap proposal saya yang tembus itu saya selalu menambahkan luaran sehingga pemberi hibah akan merasa jelas memberi hibah. Hasilnya jelas terlihat,” katanya. Sedangkan bagian ‘kelayakan pengabdian’ sangat penting ada di proposal agar meyakinkan pemberi hibah.

Tentu saja surat kesediaan mitra menjadi kunci diterimanya proposal. Jika mitra sudah bersedia, kesuksesan jalannya program sudah setengah jalan. Workshop ini juga membahas tips dan trik juga dalam merancang dan mengelola anggaran pengabdian masyarakat. Selain anggaran, ada juga trik mengemas keluaran (output) yang menarik seperti dengan video after movie atau poster summary pengabdian. Keluaran seperti ini bisa memermudah dan merangsang agar khalayak terinspirasi untuk melakukan pemberdayaan.

Puji Hariyanti, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UII, juga membagikan pengalamannya. Ia mengatakan dengan anggaran subsidi pengabdian masyarakat untuk dosen, dosen bisa menggaet mahasiswa juga agar terjadi kolaborasi. “Mahasiswa-mahaiswa kita kreatif dan variatif juga lho memilih mitra dan lokasi  Bisa dilihat saat mereka melakukan program pengabdian masyarakat pada saat mata kuliah desain program non komersil tahun lalu,” katanya. Saat itu, mahasiswa bisa menggaet beragam mitra, seperti institusi BUMN, komunitas masyarakat dan hobi, maupun kalangan pelajar di sekolah SMP dan SMA.

communication department UII Commnunication for empowerment
Reading Time: 2 minutes

Indonesia adalah negara yang memiliki peringkat kedua dalam kategori negara penyumbang sampah terbesar. Sampah yang disumbangkan merupakan sampah yang sulit terurai salah satunya plastik. Plastik sendiri hadir di dalam kehidupan masyarakat masa kini untuk dijadikan bahan pengganti alat kebutuhan sehari-hari yang terbuat dari alam seperti kayu, rotan, dan besi.

Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang mulai mengalami kesulitan dalam mengolah sampah. Hal tersebut dibenarkan karena TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang berada di Piyungan justru semakin meluas. Artinya kota yang memiliki penduduk sebanyak 3,8 juta jiwa terus memproduksi sampah dan membuat TPA semakin meluas.

Berangkat dari keresahan itu, kami melalui matakuliah Manajemen Non Komersil mencoba untuk membagikan semangat sadar mengurangi produksi sampah dan mengolah sampah. Dengan itu kami menggandeng Jogja Garuk Sampah untuk memberikan kesadaran itu kepada kawan-kawan di SMP N 3 Kalasan dalam acara Everyday Is Earth Day.

Kami mengenalkan sekaligus mempraktikan pembuatan Ecobrick guna mengolah sampah dan ikut mengurangi produksi sampah rumah tangga. Tentunya diharapkan kegiatan ini dapat menginspirasi mengurangi beban TPA Piyungan.

 

Sampah plastik menjadi Ecobrick

Ecobrick merupakan produk olahan daur ulang yang menggunakan bekas botol minuman dan sampah plastik kemasan ataupun kantong plastik. Sesuai namanya, jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia, Ecobrick adalah batu-bata ramah lingkungan. Lebih jelasnya, ecobrick adalah batu-bata yang terbuat dari plastic dan dipadatkan ke dalam botol plastik bekas minuman. Seperti batu-bata, ecobrick juga dapat dijadikan pengganti batu-bata dan dijadikan barang berguna lainnya seperti tempat duduk ataupun meja.

SMP N 3 Kalasan merupakan sekolah yang juga peduli terhadap lingkungan. Kami memperkenalkan ecobrick ini agar setiap anak mampu menyadari pentingnya menjaga lingkungan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada akhirnya kami harap bisa tertanam dalam jiwanya sebuah kesadaran ramah lingkungan. Dari pihak sekolah pun, turut antusias karena pada dasarnya siswa-siswi di SMP N 3 Kalasan belum mengenal dan mengetahui mengenai Ecobrick.

17 November 2019, merupakan hari pertama kami melakukan pengenalan dan sosialisasi bersama kawan-kawan SMP N 3 Kalasan. Pada hari pertama, kami mulai dengan menjelaskan mengapa penting untuk menjaga lingkungan terutama peduli terhadap sampah. Kemudian sesi selanjutnya kami lanjutkan dengan pengenalan Ecobrick dan mempraktikkannya.

Lalu pada pertemuan kedua, dengan menayangkan film dokumenter mengenai sampah yang ada di TPA Piyungan, diharapkan menjadi tamparan untuk semakin sadar terhadap sampah. Pada pertemuan kedua, kawan-kawan siswa SMP N 3 Kalasan ini juga melanjutkan ecobrick yang telah dibuat pada pertemuan pertama.

Dan pada pertemuan terakhir adalah awarding (penghargaan). Kami mulai menimbang untuk menilai apakah ecobrick yang telah kawan-kawan buat sesuai dengan standar. Kami juga menentukan kelompok mana yang mendapatkan hadiah sebagai bentuk apresiasi dalam pembuatan ecobrick terbanyak dengan standar terbaik.

Semoga hal kecil yang kami lakukan dapat menularkan hal baik kepada kawan-kawan SMP N 3 Kalasan. Harapannya hal itu terus berkelanjutan untuk menularkannya kepada masyarakat sekitar. Langkah kecil ini harapannya bisa menjadi solusi atas karesahan sampah yang terus bertambah. Dan semoga kita selalu ingat untuk terus memberi atas apa yang kita dapat dari alam semesta ini.

communication department UII Commnunication for empowerment
Reading Time: 2 minutes

Eksplorasi Kreatifitas Anak bersama Sekolah Pantai Oleh Edward M.Simanjuntak, Arwan Zubair, Imam Ar Razy

Program Eco.Project merupakan serangkaian kegiatan yang di selenggarakan di pesisir Pantai Pacer kabupaten Pacitan. Jawa Timur. Tujuannya mengajak anak-anak rentan sekolah dasar untuk mengurangi penggunaan gawai. Tingginya penggunaan gawai berakibat pada berkurangnya interaksi antar sebaya mereka. Program ini juga mencoba menumbuhkan rasa kepedulian anak-anak terhadap lingkungan dan memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan.

Rangkaian kegiatan eco.project sendiri ialah berupa pemberian materi seputar isu lingkungan. Hasil dari materi tersebut akan langsung diterapkan di pinggir pantai dengan cara melakukan konservasi membersihkan sampah-sampah di sepanjang pantai itu.  Terdapat juga isu seputar kesehatan dan  literasi media yang kemudian dibungkus dalam sebuah ruang kelas di pinggir pantai. Model ruang kelas seperti ini membuat anak-anak dapat lebih leluasa belajar dan bercengkrama dengan teman sebayanya.

Program ini juga mengajak mereka mengasah keterampilan dan kreatifitas membuat kerajinan tangan dari kertas dengan bentuk hewan kesukaan mereka. Tak hanya itu, kegiatan lainnya adalah mengabadikan cap tangan anak-anak di atas kain sebagai bentuk kesepakatan mereka untuk mengurangi penggunaan gawai bersama-sama. Bentuk kegiatan lainnya adalah mengajarkan mereka melukis di atas totebag. Upaya ini berguna untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Alhasil kami mengharapkan ke depannya pengalaman ini dapat diimplementasikan oleh anak-anak dalam kehidupan sehari-harinya.

Kami tidak sendiri dalam menjalankan program ini. Ada mitra yang sukarela mau berkolaborasi bersama kami yaitu Project Child Indonesia. Mereka telah memberikan kontribusi banyak dalam hal mengajar serta mau berbagi pengalaman dan wawasan bersama kami. Hasil dari kolaborasi proyek ini telah menghasilkan output yang maksimal dan menambah antusiasme anak dalam belajar.

 ————–

Mulai Januari hingga Maret 2020, kami akan mengunggah tulisan seri
tentang manajemen komunikasi non komersil di bawah supervisi Puji Hariyanti, S.I.Kom, M.I.Kom.
Puji Hariyanti adalah dosen spesialis kajian klaster Komunikasi Pemberdayaan. Ia telah berkali-kali
mendapatkan hibah-hibah dan riset soal pemberdayaan. Berikut ini adalah tulisan-tulisan mahasiswa
Prodi Ilmu Komunikasi UII tahun angkatan 2017 ketika mengambil mata kuliah Manajemen Komunikasi Non Komersil. Tulisan diterbitkan dengan melewati proses bimbingan Puji Hariyanti dan tahap penyuntingan oleh A. Pambudi W.