The end of the year is like a series of pit stops. There must be times when we stop. Perspective as a Muslim, life as a series of milestones. There are certain moments as a Muslim for reflection.

“For example, we have a special month, namely the month of Ramadan. There we can perform worship. Then Allah multiplies the reward. There is a night of lailatul qodar, there is a warning of Nuzulul Quran. So there are momentum in Islam,” said Dr. Harry B Santoso S.Kom, M.Kom (Lecturer at the Faculty of Computer Science, University of Indonesia) in a routine study of #ngajikomikasi on Saturday (12/12). This time #ngajikomikasi raised the theme End of Year 2020 Reflection guided by Subhan Afifi, UII Communication Lecturer.

Harry added, for example, if there are days, there are also special days. He gave an example, Friday is the day of gathering. On Friday, the Muslims gather and listen to the preacher. “From a social perspective, of course there is no mechanism for Muslims to gather. But with Friday prayers Muslims gather and listen to messages from the preacher, and that’s where the Islamic community is built spiritually,” said Harry.

For him, the life series of a Muslim becomes a series. Humans have milestones. There are milestones for important events that we can see from a daily perspective. “Or we can see it monthly, or annually. For example, it could be like what we do now, reflecting the end of the year,” said Harry.

How should you live in the world? What a guide for reflection on life during the year. “The mental attitude of the Muslims, ideally, even though their feet stand in the world, their views are far ahead, to the final goal, namely jannah, or heaven,” explained Harry explaining the ideal mental attitude of a Muslim as a guide to self-assessment.

“This is what we need to reflect on that a Muslim should be a traveler, and the end of his journey is the hereafter,” he added.

 

0Days0Hours

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia menggelar

Diskusi peluncuran buku “Public Service Broadcasting and Post-Authoritarian Indonesia” (Masduki, Palgrave Macmillan, 2020) dengan judul:

Lembaga Penyiaran Publik: Kemarin, Hari Ini dan Esok

 

Jadwal:

Senin, 14 Desember 2020
Pukul 15:30-17:00 WIB

 

Diskusi ini menghadirkan:

Penulis

Dr.rer.soc. Masduki (UII, Yogyakarta)

Pembahas

Prof. Dr. Johannes Bardoel (University of Amsterdam, The Netherlands)

Assoc. Prof. Nurhaya Muchtar (Indiana University of Pennsylvania, USA)

———————–

Moderator

 

Mira Rochyadi-Reetz (Lecturer and Doctoral Student, Institute of Media and Communication Science Ilmenau University of Technology, Ilmenau- Germany

 

——–

 

Registrasi di link berikut:

info lebih lanjut Hub:

Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII kembali mengadakan #NgajiKomunikasi dengan tema:

“Refleksi Akhir Tahun 2020”

Islam merupakan agama yang sangat mementingkan soal waktu. Islam menganut konsep waktu monokronik, yakni waktu terus berjalan secara linier dan tidak bisa berputar ulang. Agama Islam memberikan pedoman hidup sesuai dengan waktu yang berjalan maju tersebut, sehingga umat Islam hendaknya bisa menjadi orang yang menghargai waktu dan bredisiplin dengan waktu[1]. Ketika waktu terus bergerak maju dan apa yang telah terjadi tak dapat diulangi kembali, maka sebagai orang Islam perlu untuk melakukan refleksi terhadap apa yang sudah dikerjakan selama ini.

Tahun 2020 akan segera berakhir. Tentu saja perlu adanya refleksi terhadap apa yang telah kita lakukan di sepanjang tahun ini. Tahun 2020, umat manusia menjalaninya dalam kondisi menghadapi krisis Covid-19 yang berdampak pada banyak hal. Ancaman terhadap kesehatan, adaptasi (beberapa di antaranya perlu dilakukan secara drastic) terhadap aktivitas yang kita lakukan, dampak terhadap pendapatan atau penghasilan, hingga ketahanan keluarga menjadi hal yang marak dibicarakan sepanjang tahun ini. Refleksi ini diperlukan untuk menghadapi tahun-tahun mendatang yang akan semakin penuh tantangan.

Pemateri: 

Ustadz Dr Harry B Santoso S.Kom, M.Kom (Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia)

Jadwal

Hari/tanggal    : Sabtu / 12 Desember 2020

Jam                 : 13:00 WIB – 15:00 WIB

Media              : Daring (Zoom). Link/tautan : bit.ly/Pengajianilkomuii

 

Seperti apa yang dimaksud dengan Istilah sinema organik? Mungkin ini menjadi pertanyaan yang banyak muncul di benak mahasiswa ketika mendengar istilah sinema organik dari Dirmawan Hatta saat workshop Desain karya Kreatif Batch 1. Mungkin istilah ini memang asing dan baru buat teman-teman yang baru masuk di dunia film. Istilah ini tidak sefamilar dokumenter atau indie. Sinema organik sebetulnya juga tidak bersebarangan dengan istilah film dokumenter atau film indie. Yang berbeda hanyalah pendekatannya saja.

Workshop Desain Karya Kreatif pada Sabtu (5/12), ini merupakan salah satu workshop penting selain untuk memberi jeda mahasiswa dengan tugas kuliah di masa pandemi. Workshop ini memberikan pandangan dan cara baru dalam membuat karya kreatif sekaligus persiapan menuju Seminar Proposal. Dalam rangka serial Road to Seminar Proposal ini, penting mahasiswa dibekali dengan berbagai tawaran ide untuk mereka sajikan dalam sebuah karya kreatif tugas akhirnya.

“Bagaimana mahasiswa mencari ide, menemukan masalah, mencari insight, untuk nanti bisa dikembangkan untuk karya kreatif maupun skripsi,” ungkap Puji Hariyanti, Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia membuka acara.

Sinema organik diperkenalkan dalam workshop ini oleh Dirmawan Hatta, salah satu pembicara dalam workshop daring ini. Sinema organik dibentuk oleh beberapa orang yang merasa prihatin dengan mindset bahwa film bagus harus dibuat dengan modal berlimpah. Mereka, orang-orang di komunitas film yang disebut Tumbuh Kembang Rakyat, mengembangkan sebuah pendekatan untuk membuat film.

Mereka merasa akan bisa membuat film yang bagus jika bisa menyakinkan film dengan perspektif yang otentik, bukan perpektif umum (kebanyakan), perspektif yang datang dari orang luar pembuat film. Sinema organik mencoba mengangkat sebuah konsep film warga. Film warga biasa yang luar biasa.

Bagaimana film yang bisa dibilang sinema organik itu? Awalnya mereka melakukan riset sosial, melakukan pengamatan dalam jarak dekat, hidup bersama warga saling bercerita dengan warga setempat. Tak hanya itu, “warga dilibatkan secara aktif, dan peran warga itu penting. Mereka yang memiliki perspektif akan masalah dalam film itu,” terang Dirmawan yang juga adalah Sutradara film Istri Orang.

Pendekatan partisipatif meyakini bahwa keterlibatan warga sebagai ‘orang yang punya gawe’ dalam film adalah utama. Dengan begitu film akan berangkat dari bagaimana warga memandang masalah, memandang realitas sosial, dari perspektif mereka sebagai warga. “Bukan perspektif kita sebagai pembuat film, bukan perspektif ilmiah,” katanya. Di sini orang luar diposisikan sebagai teman untuk bercerita, dan lebih banyak ada di bagian pengorganisasian dan teman berdiskusi.

 

Yang terbayang ketika mendengar kata film indie atau film Independen adalah kualitasnya gambarnya sederhana, gelap, pemainnya “konco dewe”. Bertolak  belakang dengan yang kita bayangkan ketika mendengar film konvensional atau lazim dengan sebutan film komersial yang melibatkan ratusan kru, kamera besar dan mewah, lampu-lampu besar, budget besar dan aktor kondang, serta didistribukan lewat bioskop.

Stigma tersebut tidak salah, tapi tidak sepenuhnya benar. Dirmawan Hatta, seorang perintis Tumbuh Sinema Rakyat, memberikan padangannya tentang film Indie (Film Independen) yang berkembang saat ini.

Sabtu itu, 5 Desember 2020, Dirmawan tengah diundang dalam workshop Desain Karya Kreatif yang di selenggarakan oleh Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia. Workshop yang disiarkan langsung dari studio laboratorium audiovisual Komunikasi UII ini menjelaskan seperti apa perkembangan film Indie. Mahasiswa bisa menonton siarannya di Youtube Saluran Uniicoms TV.

Dirmawan menceritakan film Indie di awal kemunculannya sebelum era internet dan streaming ada. Workshop yang dipandu oleh Ratna Permatasari, Dosen Komunikasi UII, dengan klaster Riset Komunikasi Visual, ini melaju seru. Ratna mengajukan beberapa pertanyaan pemantik sehingga membuat mahasiswa lebih mudah mendapatkan gambaran yang diberikan.

“Mau digarap dengan skema-skema apapun jika film tersebut didasari sebagai upaya untuk menjawab kebutuhan mereka itulah film independen. Bukan untuk kepentingan industri film konvensional.”

Gambaran film Indie yang umum dipahami, kata Dirmawan, bahwa film indi adalah film dengan budget kecil, kru sedikit, kamera biasa, tapi bisa juga didistribusikan melalui bioskop. “Apakah kalau didistribusikan lewat bioskop nggak bisa disebut Indie? Tidak juga,” kata Dirmawan.

Dirmawan juga melanjutkan bahwa film indi memang tidak memiliki definisi yang rigid dan pasti. Hal ini sering membuat perdebatan tersendiri. Dari sekian perdebatan, Dirmawan lebih melihat secara subtantif. Film seperti apa yang bisa dibilang sebagai film indie? Ia mencoba melihat dari spiritnya. “Mau digarap dengan skema-skema apapun jika film tersebut didasari sebagai upaya untuk menjawab kebutuhan mereka itulah film independen. Bukan untuk kepentingan industri film konvensional.”

 Mencari ide inspiratif itu susah-susah gampang. Sesusah cari ide untuk membuat artikel atau judul skripsi. Tapi sebenarnya tidak sesulit itu. Begitu yang diungkapkan Bagus Kresnawan atau lebih dikenal dengan Bagus Tikus, seorang alumni Komunikasi UII angkatan kedua pada 5 Desember 2020. Paparan itu ia sampaikan kemarin dalam acara Awarding FKI (Festival Konten Inspiratif) 2020 yang diadakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia.

FKI perdana ini adalah festival yang mendorong netizen agar dapat membuat konten positif dan inspiratif. Dari sejak pembukaan pendaftaran kompetisi FKI, puluhan peserta telah berpartisipasi dengan beragam konten. Mulai dari Vlog, film pendek fiksi hingga film pendek dokumenter. Diskusi bersama Bagus Tikus sekaligus membuka acara penganugerahan FKI pada 2020 ini.

Bagus, yang juga pendiri huntingpasar.id, memulai dengan membedah istilah inspiratif. Ia mencoba menyerderhanakan inspiratif itu tidak selalu sesuatu yang membuat orang lain bergerak untuk melakukan perubahan. Tidak serumit dan tidak sesulit itu.

Bagi Bagus Tikus, inspiratif itu cukup untuk membuat orang untuk gelisah saja. Pastinya hal itu dekat dan sangat kita sukai. Ia mencontohkan, “aku mengulas A to Z tentang I-pad. Tanpa ada tendensi untuk membuat orang tergerak. Hanya karena aku suka saja.”

Dari konten itu ternyata di luar dugaannya menjadi konten yang bagus dan populer, “banyak orang akan mikir oh Ipad mahal, tapi ternyata kalau dihitung bisa lebih murah. Dan kualitas gambar yang bagus bisa membuat aku lebih produktif dan menguntungkan untuk bikin konten.” Dia menceritakan bawa dengan konten tersebut bahakan ada orang yang akan membeli barang, memutuskan untuk tidak membeli barang, atau sebaliknya.

Jadi tidak perlu merasa terbebani dengan konten yang harus menggugah orang lain untuk bergerak. Cukup buat saja konten atau pesan yang kita sukai dan dekat dengan kehidupan kita. Orang lain tergerak atau tidak, itu bukan urusan nanti.

 

 

Media Sosial memberikan banyak kemudahan bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pesan. Media sosial adalah kesempatan emas bagi siapapun yang ingin berkarya dan menyebarkan pesan mereka. Bahkan sarapan saja bisa disambi dengan berbagai aktifitas yang menguntungkan dan berfaedah.

Bagus Kresnawan alias bagus Tikus, seorang pendiri huntingpasar.id, membeberkan rahasianya tentang bagaimana dia memulai komunitasnya, juga bagaimana dia mencari ide inspiratif dalam konten yang dia buat. Paparan Bagus Tikus ini disampaikan bersamaan dengan puncak acara penghargaan Festival Konten Inspiratif (FKI) 2020 pada Sabtu (5/12). Perhelatan FKI ini adalah yang pertama diselenggarakan oleh Uniicoms TV, saluran TV daring milik Program Studi Ilmu Komunikasi UII.

“Katanya hunting foto dan video, ternyata cuma mau sarapan,” kata Sumekar Tanjung, moderator sekaligus Dewan Juri FKI, memantik diskusi lebih lanjut dengan Bagus. Tanjung, yang juga adalah Dosen Komunikasi UII klaster riset Komunikasi VIsual dan Visual Culture, mengupas banyak hal tentang bagaimana menggunakan media sosial untuk aksi-aksi positif dan menginspirasi.

Bagus menceritakan bagaimana ia memulai huntingpasar.id sebagai gerakan inspiratif mempromosikan pasar tradisional Indonesia. Hingga kini hunting pasar sudah berada di lebih dari 74 kota. Bahkan sudah hunting hingga Turki dan Hongkong.

Bagus, yang juga alumni Komunikasi UII angkatan 2005, ini menceritakan bagaimana ia mengawali huntingpasar.id. Ia mengaku sama sekali tidak ada keterampilan foto dan video sama sekali. Pernah bekerja di radio swasta, lalu keluar dari pekerjaan itu. Kemudian dunia seperti melemparnya ke dunia produksi video profesional. Dia merasakan bahwa dunia fotografi dan video itu menyenangkan. Mulailah ia tergerak untuk mencari tempat untuk belajar. Ternyata tidak mudah.

“Cuma sekadar nongkrong saja untuk melihat dan mengamati bagaimana video itu diproduksi. Nah, cuma begitu saja caraku belajar awalnya,” Jelas Bagus sederhana dalam Webinar dengan tema “Membuat Konten Positif dan Inspiratif” di siaran langsung Channel Uniicoms TV.

Selanjutnya, ia iseng mengajak teman-temannya di Jogja untuk hunting bareng. Ia membuat blog untuk mengajak siapaun terus belajar bareng dan hunting di pasar. Dalam blog itu ia mengajak semua orang dengan semangat amatir, belajar, sekadar untuk memperbanyak portofolio saja. Ia juga menyertakan link untuk tergabung di grup WhatsApp. Ternyata antusiasmenya sangat besar. “Sore aku bikin grup WhatsApp-nya besok dah penuh.” kata Bagus.

Ternyata, media sosial bisa kamu jadikan wahana belajar dan berkumpul. Tak harus kamu jadi influencer untuk bisa mengubah dunia. Bahkan dengan alat paling sederhana seperti ponsel, kamu bisa hasilkan foto yang menarik bahkan menginspirasi.

Kata Bagus, semangat amatir membuat kamu tak perlu malu terus memotret dan bikin video. Misi untuk tidak gampang minder perlu mahasiswa Komunikasi UII pegang juga, yang penting punya portofolio dulu. “Terus berkarya, tingkatkan portofolio, nggak perlu nunggu punya alat-alat mahal untuk punya karya yang menginspirasi.”

 

Road to Seminar Proposal
(WAJIB bagi angkatan 2018 dan yang belum mengambil Mata Kuliah Seminar Proposal)

Batch #1
WORKSHOP DESAIN KARYA KREATIF

Bersama
Dirmawan Hatta
Sutradara Film Istri Orang (Nominasi FFI 2020)
Penulis Skenario Film Mangkujiwa
Founder Tumbuh Sinema Rakyat

Day 1.
Sabtu, 5 Desember 2020
13.00-15.00 WIB

Day 2.
Sabtu, 12 Desember 2020
09.30-Selesai

 

*WAJIB bagi angkatan 2018 dan yang belum mengambil Mata Kuliah Seminar Proposal

Dalam rangkaian Awarding FKI 2020 yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII, selain mengumumkan nama-nama pemenang akan diadakan juga Webinar dengan tema “Membuat Konten Positif dan Inspiratif”. Sebagai pembicara Bagoes Kresnan alias @bagustikus. Bagoes Kresnan adalah salah satu Alumni Program Studi Ilmu Komunikasi UII Angkatan 2005, seorang  Content Creator dan Founder huntingpasar.id.

 

Acara Awarding FKI 2020 dan Webinar ini disiarkan secara langsung di channel Youtube UNIICOMS TV, pada Sabtu  5 Desember 2020 jam 10.00 WIB.

Pendemi Corona Virus 19 telah melanda Indonesia lebih dari 6 bulan, menelan ribuan korban meninggal. Menyebabkan resesi ekonomi di berbagai negara. Secara sosial, pandemi covid 19 juga menimbulkan ketakutan di masyarakat. Banyak aspek berubah secara drastis dan cepat. dalam Kuliah pakar kali ini Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (28/11) mengundang Eko setiawan S.I. Kom, M. Med.Kom, seorang sosial mesia strategist dari Dinas Kominfo Jawa Timur.

Eko menjelaskan bahwa secara psikologis, dalam kondisi bencana, dalam hal ini pandemi covid 19, masyarakat akan terus mencari mencari informasi yang terbaru. Informasi tentang upadate jumlah dan sebaran wilayah orang yang terkonfirmasi positif menjadi banyak dicari oleh masyarakat.

Untuk dapat memberikan informasi yang tepat sararan pemerintahan harus tahu peta demografi penduduknya, usia, sebaran wilayah, dan juga media banyak digunakan. Jenis konten yang disajikan juga harus diperhatikan dengan baik agar tidak menabah kepanikan dan bermanfaat. Agenda setting yang sejak awal dipancang adalah berita harus berdampak baik, misalnya tidak membuat panik, mengedepankan hidup sehat dan aman dengan pola kehidupan baru pakai masker, rajin cuci tangan, jaga jarak. “Fokus informasi adalah informsi yang berdampak pada masyarakat bagi publik, bermanfaat bukan sekadar berita seremonial,” ujar Eko.

Agar informasi mudah dipahami, Kominfo Jatim juga mengunakan video, infografis, untuk menunjang tingkat keterbacaan masyarakat. “Kalau memilhat data demografi masyarakat platform medsos yang banyak digunakan oleh orang-orang kan FB dan IG,” papar Eko.

Dalam situasi pandemi yang serba tak pasti pemerintah harus menyediakan layanan yang bisa diakses secara interaktif dan cepat. Dalam kasus ini, dinas kominfo Jawa Timur membuat langkah taktis. Beberapa diantaranya adalah membuat media center dan call center untuk menerima keluhan dan laporan masyarakat terkait covid 19, melakukannkonfrensi pers baik berkala maupun insidential, open rwlawan dan menggunakan jaringan untuk menyebarluaskan informasi, menyebar informasi melalui baliho, poster, spanduk, maupun iklan layanan masyarakat.