Reading Time: 2 minutes

Seperti apa yang dimaksud dengan Istilah sinema organik? Mungkin ini menjadi pertanyaan yang banyak muncul di benak mahasiswa ketika mendengar istilah sinema organik dari Dirmawan Hatta saat workshop Desain karya Kreatif Batch 1. Mungkin istilah ini memang asing dan baru buat teman-teman yang baru masuk di dunia film. Istilah ini tidak sefamilar dokumenter atau indie. Sinema organik sebetulnya juga tidak bersebarangan dengan istilah film dokumenter atau film indie. Yang berbeda hanyalah pendekatannya saja.

Workshop Desain Karya Kreatif pada Sabtu (5/12), ini merupakan salah satu workshop penting selain untuk memberi jeda mahasiswa dengan tugas kuliah di masa pandemi. Workshop ini memberikan pandangan dan cara baru dalam membuat karya kreatif sekaligus persiapan menuju Seminar Proposal. Dalam rangka serial Road to Seminar Proposal ini, penting mahasiswa dibekali dengan berbagai tawaran ide untuk mereka sajikan dalam sebuah karya kreatif tugas akhirnya.

“Bagaimana mahasiswa mencari ide, menemukan masalah, mencari insight, untuk nanti bisa dikembangkan untuk karya kreatif maupun skripsi,” ungkap Puji Hariyanti, Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia membuka acara.

Sinema organik diperkenalkan dalam workshop ini oleh Dirmawan Hatta, salah satu pembicara dalam workshop daring ini. Sinema organik dibentuk oleh beberapa orang yang merasa prihatin dengan mindset bahwa film bagus harus dibuat dengan modal berlimpah. Mereka, orang-orang di komunitas film yang disebut Tumbuh Kembang Rakyat, mengembangkan sebuah pendekatan untuk membuat film.

Mereka merasa akan bisa membuat film yang bagus jika bisa menyakinkan film dengan perspektif yang otentik, bukan perpektif umum (kebanyakan), perspektif yang datang dari orang luar pembuat film. Sinema organik mencoba mengangkat sebuah konsep film warga. Film warga biasa yang luar biasa.

Bagaimana film yang bisa dibilang sinema organik itu? Awalnya mereka melakukan riset sosial, melakukan pengamatan dalam jarak dekat, hidup bersama warga saling bercerita dengan warga setempat. Tak hanya itu, “warga dilibatkan secara aktif, dan peran warga itu penting. Mereka yang memiliki perspektif akan masalah dalam film itu,” terang Dirmawan yang juga adalah Sutradara film Istri Orang.

Pendekatan partisipatif meyakini bahwa keterlibatan warga sebagai ‘orang yang punya gawe’ dalam film adalah utama. Dengan begitu film akan berangkat dari bagaimana warga memandang masalah, memandang realitas sosial, dari perspektif mereka sebagai warga. “Bukan perspektif kita sebagai pembuat film, bukan perspektif ilmiah,” katanya. Di sini orang luar diposisikan sebagai teman untuk bercerita, dan lebih banyak ada di bagian pengorganisasian dan teman berdiskusi.

 

Reading Time: 2 minutes

Yang terbayang ketika mendengar kata film indie atau film Independen adalah kualitasnya gambarnya sederhana, gelap, pemainnya “konco dewe”. Bertolak  belakang dengan yang kita bayangkan ketika mendengar film konvensional atau lazim dengan sebutan film komersial yang melibatkan ratusan kru, kamera besar dan mewah, lampu-lampu besar, budget besar dan aktor kondang, serta didistribukan lewat bioskop.

Stigma tersebut tidak salah, tapi tidak sepenuhnya benar. Dirmawan Hatta, seorang perintis Tumbuh Sinema Rakyat, memberikan padangannya tentang film Indie (Film Independen) yang berkembang saat ini.

Sabtu itu, 5 Desember 2020, Dirmawan tengah diundang dalam workshop Desain Karya Kreatif yang di selenggarakan oleh Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia. Workshop yang disiarkan langsung dari studio laboratorium audiovisual Komunikasi UII ini menjelaskan seperti apa perkembangan film Indie. Mahasiswa bisa menonton siarannya di Youtube Saluran Uniicoms TV.

Dirmawan menceritakan film Indie di awal kemunculannya sebelum era internet dan streaming ada. Workshop yang dipandu oleh Ratna Permatasari, Dosen Komunikasi UII, dengan klaster Riset Komunikasi Visual, ini melaju seru. Ratna mengajukan beberapa pertanyaan pemantik sehingga membuat mahasiswa lebih mudah mendapatkan gambaran yang diberikan.

“Mau digarap dengan skema-skema apapun jika film tersebut didasari sebagai upaya untuk menjawab kebutuhan mereka itulah film independen. Bukan untuk kepentingan industri film konvensional.”

Gambaran film Indie yang umum dipahami, kata Dirmawan, bahwa film indi adalah film dengan budget kecil, kru sedikit, kamera biasa, tapi bisa juga didistribusikan melalui bioskop. “Apakah kalau didistribusikan lewat bioskop nggak bisa disebut Indie? Tidak juga,” kata Dirmawan.

Dirmawan juga melanjutkan bahwa film indi memang tidak memiliki definisi yang rigid dan pasti. Hal ini sering membuat perdebatan tersendiri. Dari sekian perdebatan, Dirmawan lebih melihat secara subtantif. Film seperti apa yang bisa dibilang sebagai film indie? Ia mencoba melihat dari spiritnya. “Mau digarap dengan skema-skema apapun jika film tersebut didasari sebagai upaya untuk menjawab kebutuhan mereka itulah film independen. Bukan untuk kepentingan industri film konvensional.”

Reading Time: < 1 minute

 Mencari ide inspiratif itu susah-susah gampang. Sesusah cari ide untuk membuat artikel atau judul skripsi. Tapi sebenarnya tidak sesulit itu. Begitu yang diungkapkan Bagus Kresnawan atau lebih dikenal dengan Bagus Tikus, seorang alumni Komunikasi UII angkatan kedua pada 5 Desember 2020. Paparan itu ia sampaikan kemarin dalam acara Awarding FKI (Festival Konten Inspiratif) 2020 yang diadakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia.

FKI perdana ini adalah festival yang mendorong netizen agar dapat membuat konten positif dan inspiratif. Dari sejak pembukaan pendaftaran kompetisi FKI, puluhan peserta telah berpartisipasi dengan beragam konten. Mulai dari Vlog, film pendek fiksi hingga film pendek dokumenter. Diskusi bersama Bagus Tikus sekaligus membuka acara penganugerahan FKI pada 2020 ini.

Bagus, yang juga pendiri huntingpasar.id, memulai dengan membedah istilah inspiratif. Ia mencoba menyerderhanakan inspiratif itu tidak selalu sesuatu yang membuat orang lain bergerak untuk melakukan perubahan. Tidak serumit dan tidak sesulit itu.

Bagi Bagus Tikus, inspiratif itu cukup untuk membuat orang untuk gelisah saja. Pastinya hal itu dekat dan sangat kita sukai. Ia mencontohkan, “aku mengulas A to Z tentang I-pad. Tanpa ada tendensi untuk membuat orang tergerak. Hanya karena aku suka saja.”

Dari konten itu ternyata di luar dugaannya menjadi konten yang bagus dan populer, “banyak orang akan mikir oh Ipad mahal, tapi ternyata kalau dihitung bisa lebih murah. Dan kualitas gambar yang bagus bisa membuat aku lebih produktif dan menguntungkan untuk bikin konten.” Dia menceritakan bawa dengan konten tersebut bahakan ada orang yang akan membeli barang, memutuskan untuk tidak membeli barang, atau sebaliknya.

Jadi tidak perlu merasa terbebani dengan konten yang harus menggugah orang lain untuk bergerak. Cukup buat saja konten atau pesan yang kita sukai dan dekat dengan kehidupan kita. Orang lain tergerak atau tidak, itu bukan urusan nanti.

 

 

Reading Time: 2 minutes

Media Sosial memberikan banyak kemudahan bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pesan. Media sosial adalah kesempatan emas bagi siapapun yang ingin berkarya dan menyebarkan pesan mereka. Bahkan sarapan saja bisa disambi dengan berbagai aktifitas yang menguntungkan dan berfaedah.

Bagus Kresnawan alias bagus Tikus, seorang pendiri huntingpasar.id, membeberkan rahasianya tentang bagaimana dia memulai komunitasnya, juga bagaimana dia mencari ide inspiratif dalam konten yang dia buat. Paparan Bagus Tikus ini disampaikan bersamaan dengan puncak acara penghargaan Festival Konten Inspiratif (FKI) 2020 pada Sabtu (5/12). Perhelatan FKI ini adalah yang pertama diselenggarakan oleh Uniicoms TV, saluran TV daring milik Program Studi Ilmu Komunikasi UII.

“Katanya hunting foto dan video, ternyata cuma mau sarapan,” kata Sumekar Tanjung, moderator sekaligus Dewan Juri FKI, memantik diskusi lebih lanjut dengan Bagus. Tanjung, yang juga adalah Dosen Komunikasi UII klaster riset Komunikasi VIsual dan Visual Culture, mengupas banyak hal tentang bagaimana menggunakan media sosial untuk aksi-aksi positif dan menginspirasi.

Bagus menceritakan bagaimana ia memulai huntingpasar.id sebagai gerakan inspiratif mempromosikan pasar tradisional Indonesia. Hingga kini hunting pasar sudah berada di lebih dari 74 kota. Bahkan sudah hunting hingga Turki dan Hongkong.

Bagus, yang juga alumni Komunikasi UII angkatan 2005, ini menceritakan bagaimana ia mengawali huntingpasar.id. Ia mengaku sama sekali tidak ada keterampilan foto dan video sama sekali. Pernah bekerja di radio swasta, lalu keluar dari pekerjaan itu. Kemudian dunia seperti melemparnya ke dunia produksi video profesional. Dia merasakan bahwa dunia fotografi dan video itu menyenangkan. Mulailah ia tergerak untuk mencari tempat untuk belajar. Ternyata tidak mudah.

“Cuma sekadar nongkrong saja untuk melihat dan mengamati bagaimana video itu diproduksi. Nah, cuma begitu saja caraku belajar awalnya,” Jelas Bagus sederhana dalam Webinar dengan tema “Membuat Konten Positif dan Inspiratif” di siaran langsung Channel Uniicoms TV.

Selanjutnya, ia iseng mengajak teman-temannya di Jogja untuk hunting bareng. Ia membuat blog untuk mengajak siapaun terus belajar bareng dan hunting di pasar. Dalam blog itu ia mengajak semua orang dengan semangat amatir, belajar, sekadar untuk memperbanyak portofolio saja. Ia juga menyertakan link untuk tergabung di grup WhatsApp. Ternyata antusiasmenya sangat besar. “Sore aku bikin grup WhatsApp-nya besok dah penuh.” kata Bagus.

Ternyata, media sosial bisa kamu jadikan wahana belajar dan berkumpul. Tak harus kamu jadi influencer untuk bisa mengubah dunia. Bahkan dengan alat paling sederhana seperti ponsel, kamu bisa hasilkan foto yang menarik bahkan menginspirasi.

Kata Bagus, semangat amatir membuat kamu tak perlu malu terus memotret dan bikin video. Misi untuk tidak gampang minder perlu mahasiswa Komunikasi UII pegang juga, yang penting punya portofolio dulu. “Terus berkarya, tingkatkan portofolio, nggak perlu nunggu punya alat-alat mahal untuk punya karya yang menginspirasi.”

 

Reading Time: < 1 minute

Road to Seminar Proposal
(WAJIB bagi angkatan 2018 dan yang belum mengambil Mata Kuliah Seminar Proposal)

Batch #1
WORKSHOP DESAIN KARYA KREATIF

Bersama
Dirmawan Hatta
Sutradara Film Istri Orang (Nominasi FFI 2020)
Penulis Skenario Film Mangkujiwa
Founder Tumbuh Sinema Rakyat

Day 1.
Sabtu, 5 Desember 2020
13.00-15.00 WIB

Day 2.
Sabtu, 12 Desember 2020
09.30-Selesai

 

*WAJIB bagi angkatan 2018 dan yang belum mengambil Mata Kuliah Seminar Proposal

Reading Time: < 1 minute

Dalam rangkaian Awarding FKI 2020 yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi FPSB UII, selain mengumumkan nama-nama pemenang akan diadakan juga Webinar dengan tema “Membuat Konten Positif dan Inspiratif”. Sebagai pembicara Bagoes Kresnan alias @bagustikus. Bagoes Kresnan adalah salah satu Alumni Program Studi Ilmu Komunikasi UII Angkatan 2005, seorang  Content Creator dan Founder huntingpasar.id.

 

Acara Awarding FKI 2020 dan Webinar ini disiarkan secara langsung di channel Youtube UNIICOMS TV, pada Sabtu  5 Desember 2020 jam 10.00 WIB.

Reading Time: < 1 minute

Pendemi Corona Virus 19 telah melanda Indonesia lebih dari 6 bulan, menelan ribuan korban meninggal. Menyebabkan resesi ekonomi di berbagai negara. Secara sosial, pandemi covid 19 juga menimbulkan ketakutan di masyarakat. Banyak aspek berubah secara drastis dan cepat. dalam Kuliah pakar kali ini Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (28/11) mengundang Eko setiawan S.I. Kom, M. Med.Kom, seorang sosial mesia strategist dari Dinas Kominfo Jawa Timur.

Eko menjelaskan bahwa secara psikologis, dalam kondisi bencana, dalam hal ini pandemi covid 19, masyarakat akan terus mencari mencari informasi yang terbaru. Informasi tentang upadate jumlah dan sebaran wilayah orang yang terkonfirmasi positif menjadi banyak dicari oleh masyarakat.

Untuk dapat memberikan informasi yang tepat sararan pemerintahan harus tahu peta demografi penduduknya, usia, sebaran wilayah, dan juga media banyak digunakan. Jenis konten yang disajikan juga harus diperhatikan dengan baik agar tidak menabah kepanikan dan bermanfaat. Agenda setting yang sejak awal dipancang adalah berita harus berdampak baik, misalnya tidak membuat panik, mengedepankan hidup sehat dan aman dengan pola kehidupan baru pakai masker, rajin cuci tangan, jaga jarak. “Fokus informasi adalah informsi yang berdampak pada masyarakat bagi publik, bermanfaat bukan sekadar berita seremonial,” ujar Eko.

Agar informasi mudah dipahami, Kominfo Jatim juga mengunakan video, infografis, untuk menunjang tingkat keterbacaan masyarakat. “Kalau memilhat data demografi masyarakat platform medsos yang banyak digunakan oleh orang-orang kan FB dan IG,” papar Eko.

Dalam situasi pandemi yang serba tak pasti pemerintah harus menyediakan layanan yang bisa diakses secara interaktif dan cepat. Dalam kasus ini, dinas kominfo Jawa Timur membuat langkah taktis. Beberapa diantaranya adalah membuat media center dan call center untuk menerima keluhan dan laporan masyarakat terkait covid 19, melakukannkonfrensi pers baik berkala maupun insidential, open rwlawan dan menggunakan jaringan untuk menyebarluaskan informasi, menyebar informasi melalui baliho, poster, spanduk, maupun iklan layanan masyarakat.

Reading Time: 2 minutes

Corona virus 19 pandemic has hit Indonesia for more than 6 months, claiming thousands of deaths. It caused economic recession in various countries. Socially, the Covid 19 pandemic has also caused fear in the community. Many aspects change drastically and rapidly. In this expert lecture, the Indonesian Islamic University Communication Science (28/11) invited Eko setiawan SI Kom, M. Med.Kom, a social media strategist from the Communication and Information Agency of  East Java.

Eko explained that psychologically, in a disaster situation, in this case the Covid 19 pandemic, people will continue to look for the latest information. Information about the number and area distribution of people who have been confirmed positive has become much sought after by the community.

To be able to provide accurate information, the government’s recommendation must know the demographic map of its population, age, distribution of areas, and also the widely used media. The type of content presented must also be considered carefully so as not to add to panic and be useful. From the start, the agenda setting was that news had to have a good impact, for example not to panic, prioritizing a healthy and safe life with a new lifestyle using masks, diligently washing hands, keeping your distance. “The focus of information is information that has an impact on society for the public, it is useful not just ceremonial news,” said Eko.

To make the information easy to understand, the Communication and Information Technology Agency of East Java also uses videos and infographics to support the readability of the community. “If you look at the demographic data of the community, the social media platforms that are widely used by people are FB and IG,” said Eko.

In a pandemic situation that is completely uncertain, the government must provide services that can be accessed interactively and quickly. In this case, the East Java communication and information office made a tactical move. Some of them are establishing media centers and call centers to receive complaints and reports from the public regarding Covid 19, conducting press conferences, both periodically and incidental, open volunteers and using networks to disseminate information, spread information through billboards, posters, banners, and public service advertisements.

 

Reading Time: 2 minutes

Ada kalanya sebuah perusahaan mengalami krisis dengan pemberitaan miring. Semua kasus yang mempengaruhi citra perusahaan tentunya akan menimbulkan krisis tertentu. Dalam situasi krisis tersebut kerja Public Relation menjadi sangat penting untuk menyelamatkan nama baik perusahaan.

Dalam rangkaian acara diskusi Komunikita yang dipandu Nadia Wasta Utami, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia, kali ini (@1 November 2020) menghadirkan Dr. Ayu Cornelia, seorang pendiri Agensi PR dan Markering Communication, sekaligus salah satu Dewan Kebudayaan Yogyakarta.

Dalam upaya menyelamatkan citra perusahaan itu PR tidak hanya beraksi saat krisis saja. Tugas PR, kata Ayu Cornelia, sebelumnya Marketing Communication Hotel Hyatt, tidak hanya saat terjadi krisis saja. “Tugas PR itu bukan pemadam kebakaran,” ujar Cornelia.

Ia melanjutkan bahwa PR harus juga menjalin relasi dengan banyak pihak. Semua pekerjaan di semua lini perusahaan dia harus tahu. Ia juga harus menjalin relasi dengan wartawan bahkan pimpinan wartawan. Selain harus menjaga kegiatan atau event mungguan dan bulanan untuk menjaga berita positif perusahaan, PT juga harus menjaga media relation. “Tidak hanya saat krisis, tetapi dalam setiap event. Bahkan sekadar mengucapkan idul fitri, paskah, atau Natal,” ungkap Cornelia yang sejak lulus doktor, ia merintis agensi atas namanya Cornelia and Co.

“Selama saya 7 tahun di Hyatt ada 5 sampai 6 krisis. Alhamdulillah nama Hyatt ga selalu ditulis di surat kabar, paling cuma ditulis ‘hotel bintang lima di Jogja Utara’,” kata Cornelia.

PR itu tentang bagaiamana menjalin hubungan dengan semua pihak. Jadi seorang PR dituntut low profile tetapi high content. “PR is about maintaining relationship, buka cuma menghubungi relasi kalau kita butuh tok!” ujar Cornelia.

Saat terjadi krisis, usahakan hanya satu suara yang keluar dari perusahaan. Maksimal 2 orang yg boleh ngomong cm CEO dan humas, “harus kita komunikasan juga sama semua internal, ‘guys-guys nanti kalau ada pertanyaan dari wartawan yang boleh jawab cuma pimpinan dan saya marcom’. Jangan ada ilmu kebatinan diantara kita,” jelas Ayu.

 

Reading Time: 2 minutes

There are times when a company goes through a crisis with skewed coverage. All cases that affect the company’s image will certainly give rise to a certain crisis. In this crisis situation, Public Relations work is very important to save the good name of the company.

In a series of Communikita discussion events hosted by Nadia Wasta Utami, Lecturer in Communication Sciences at the Islamic University of Indonesia, this time (@ November 1, 2020) presented Dr. Ayu Cornelia, a founder of the PR and Marketing Communication Agency, one of the Yogyakarta Cultural Council.

In an effort to save the company’s image, PR does not only act in times of crisis. The task of PR, said Ayu Cornelia, was previously Marketing Communication at the Hyatt Hotel, not only during a crisis. “Homework is not a firefighter,” said Cornelia.

She statedd that PR must also establish relationships with many parties. All jobs in all lines of the company he should know. He also has to establish relationships with journalists and even the head of journalists. Apart from having to maintain weekly and monthly activities or events to maintain positive company news, PT must also maintain media relations. “Not only in times of crisis, but in every event. Even just saying Eid, Easter, or Christmas,” said Cornelia, who since graduating from her doctorate, has started an agency under her name Cornelia and Co.

“During my 7 years at Hyatt there were 5 to 6 crises. Alhamdulillah, the name Hyatt was not always written in the newspapers, at most it was written as ‘five star hotel in North Jogja’,” said Cornelia.

PR is about how to build a relationship with all parties. So a PR is required to have a low profile but high content. “PR is about maintaining relationships, not just contacting relationships if we need to knock!” said Cornelia.

When a crisis occurs, keep only one voice out of the company. A maximum of two people can talk to the CEO and PR, “we have to communicate with all internally, ‘guys, if there are questions from journalists, only the leader and I can answer them.’ Don’t have mysticism between us,” Ayu explained.