Reading Time: < 1 minute

Apa kabar desa wisata Borobudur Magelang?

Di kesempatan kali ini, PSDMA Nadim akan melaksanakan diskusi bulanan.

Tema yang dibahas adalah “Komunikasi Pemberdayaan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Pemerintah Desa Wisata Karangrejo Borobudur Magelang)”.

📅 Kamis, 9 Juni 2022
🕑 14.00 WIB
📍 Zoom Link at:

Jangan lupa untuk hadir, ya!

Reading Time: 2 minutes

This article is a follow-up article from this article,

Imam Mujiono also, in his lecture, commented on how good the new FPCS UII Mosque was. The prayer room, which the Dean built at the end of the term of the Dean of FPSB UII, Fuad Nashori, had just been completed three days ago when this event was held. According to Imam, along with constructing a co-working space called Ruang Bahagia located in the Master of Psychology Room of FPSB UII, it became a unit for student development at FPCS.

Imam Mujiono, a speaker at the FPCS UII Grand Recitation in the context of the 27th Milad of FPSB UII, believes that it is time for lecturers and educators (and staff) to contribute to the prosperity of prayer rooms and mosques on campus and around their homes. This is an effort to develop the religious life of students and the community around the campus, said Imam, at the event, which was held on Saturday, May 28, 2022. The FPSB UII Grand Recitation was held in the framework of the 27th Anniversary of FPSB UII, which was broadcast live from the first online TV at UII named Ikonisia TV, belonging to the UII Communication Department.

“Let’s prosper the mosque; whoever is the congregation in this faculty, we will immediately approach the mosque. It is like if we are close, we will surely enter the mosque easily,” said Imam to the audience.

“Well, if you are not close, you will probably not come to the mosque. So let me invite all of us so that if there is an offer to become the mosque manager, just hurry. So that if you are close to the mosque, when there is a call to prayer, it will be easy to walk. At least it is in Magrib prayer. Ha-ha,” he said. While joking, it would be unique if UII’s academic community rarely went to the mosque.

“I once again hope that the lecturers and staff of this faculty will be willing to become managers at nearby mosques. Because student development is not only on campus, On-campus, the coaching may only take six hours. But coaching can also be done by the mosque manager closest to students. Mosque managers can involve and develop students around the mosque,” said Imam, who, according to his confession, has always been an activist for being a mosque manager since he was a student until now as a lecturer.

“From the student days, when I moved around on every place I lived, until now, I’m still a mosque manager. The difference is, I’m about to retire and change the mosque management, uh, I was asked to be on the Board of Trustees, so I’m still mosque manager too. I truly can not resign. Ha-ha,” he said with a chuckle.

In the past, the story goes, he made the campus mosque a center for student and community development. “In the afternoon, we provide these long tables for student coaching. Then in the afternoon, we can use these long tables for the Quran education for the children of the surrounding community. I don’t know how it is now. This story was before,” he said nostalgically to used to be a student.

Check out the snooze at:


 

Reading Time: 2 minutes

Why do prayers often go unanswered? How to make it easier for prayers to have the possibility of being answered? These questions often arise in every human effort to pray to the divine. Sometimes people don’t know when their prayers will be answered and how their efforts and endeavors can produce the expected results.

Imam Mujiono, a lecturer, said at the FPSB UII Grand Recitation, expressed the same thing in the context of the 27th Milad of FPCS UII. The event, which was held on Saturday, May 28, 2022, occupies at the FPCS UII Mosque, which has just been renovated for three days. This recitation program was conducted in a hybrid way (online via Zoom and Youtube broadcast live by UII Communications Department, Online TV “Ikonisia TV” and offline at the Mushola).

Ud’uuni astajib Lakum (Almu’min: 60) and Fal Yastajibuu lii wa Yu’min Billah (Al Baqarah: 186). If you want prayers to be heard, the key is to follow this verse of Allah,” said Imam Mujiono, a Lecturer in the Program Islamic Religious Education Studies, Faculty of Islamic Studies, UII.

According to Imam, people often want something but do not understand why prayer does not come true. “Even though the SOP in Islam is clear. If you want something, pray to me,” said Imam. “The word ‘me’ is referring to Allah. Not referring to the magician, not to shamans, not to superiors, etc.”

Then the next thing is to carry out the commandments of Allah. Each order, according to Imam, means SOP (Standard Operational Procedure). “Follow the SOP. If you want to make a stall that sells well, make an SOP so that people are interested in coming,” said Imam. The stalls should be clean, and the service should be polite, the prices are cheap, and don’t forget to ask Allah, the owner of the fortune, not the traditional healer or shaman, said Imam.

Then after that, humans are asked to believe and believe in the provisions of Allah. “So, pray that don’t hesitate to Allah. You must be sure that You will achieve everything you ask to God,” he added.

Continue reading click here

 

Reading Time: 2 minutes

Tulisan ini adalah tulisan lanjutan dari tulisan ini

Imam Mujiono juga dalam ceramahnya, ikut mengomentari begitu bagusnya Mushola FPSB UII yang baru ini. Mushola yang dibangun di akhir masa jabatan Dekan FPSB UII, Fuad Nashori, ini baru saja selesai tiga hari saat pengajian ini dilaksanakan. Menurut Imam, bersamaan dengan dibagunnya co-working space yang disebut Ruang Bahagia yang bertempat di Ruang Mapro FPSB UII, menjadi satu kesatuan pembinaan mahasiswa di FPSB.

Imam Mujiono, penceramah dalam Pengajian Akbar FPSB UII dalam rangka Milad ke-27 FPSB UII, berpendapat sudah saatnya Dosen dan Tendik juga ikut memakmurkan mushola dan masjid di kampus maupun di sekitar tempat tinggalnya. Ini adalah upaya mengembangkan kehidupan beragama mahasiswa dan masyarakat di sekitar kampus, kata Imam, pada acara yang diselenggarakan pada Sabtu 28 Mei 2022 ini. Pengajian Akbar FPSB UII ini dilaksanakan dalam rangka Milad ke-27 FPSB UII yang ditayangkan Live dari TV online pertama di UII bernama Ikonisia TV milik Prodi Komunikasi UII.

“Mari kita memakmurkan masjid, siapapun jamaah di FPSB ini, segera kita mendekat dengan masjid. Ibaratnya kalau kita dekat itu kan pasti kita akan mudah masuk masjid,” ajak Imam pada hadirin.

“Lha kalau nggak dekat boro-boro datang ke masjid. Jadi mari saya mengajak kita semua agar kalau ada tawaran menjadi takmir, disegerakan saja. Supaya kalau dekat dengan masjid, ada panggilan azan itu bakal mudah kaki melangkah. Minimal magriblah. Hehe,” katanya sembari berkelakar, betapa uniknya jika sivitas akademika UII jarang ke Masjid.

“Saya sekali lagi berharap dosen dan tendik FPSB UII berkenan menjadi takmir-takmir di masjid-masjid terdekat. Karena pembinaan mahasiswa tidak hanya di kampus. Di kampus pembinaannya hanya mungkin enam jam. Tapi pembinaan juga bisa dilakukan oleh takmir masjid terdekat dengan mahasiswa. Takmir bisa ikut melibatkan dan mengembangkan mahasiswa di sekitar masjid,” kata Imam, yang menurut pengakuannya adalah selalu aktif menjadi takmir sejak mahasiswa hingga sekarang.

“Dari jaman mahasiswa, jaman pindah-pindah ngontrak, sampai sekarang, saya masih takmir. Bedanya, sudah mau pensiun ganti pengurus takmir, eh diminta jadi Dewan Pembina, ya tetap takmir juga, hehe,” ujarnya sambil terkekeh.

Dulu, ceritanya, ia menjadikan masjid kampus sebagai pusat pembinaan mahasiswa dan masyarakat. “Kalau siang meja-meja panjang ini kami sediakan untuk pembinaan mahasiswa. Lalu sorenya meja-meja panjang ini bisa kita gunakan untuk taman pendidikan quran anak-anak masyarakat di sekitar. Saya tidak tahu kalau sekarang bagaimana. Ini dulu sih,” katanya nostalgia pada jamannya dulu menjadi Mahasiswa.

Lihat tayangan tundanya di:

 

Reading Time: < 1 minute

Mengapa doa sering tidak terkabul? Bagaimana agar doa lebih mudah memiliki kemungkinan terkabul? Beberapa pertanyaan itu sering mengemuka dalam tiap upaya manusia memanjatkan doanya pada ilahi. Kadang manusia hanya tidak tahu kapan doanya terkabul, dan bagaimana bisa upaya dan ikhtiarnya berbuah hasil sesuai yang diharapkan.

Begitu pula yang diungkapkan oleh Imam Mujiono, penceramah dalam Pengajian Akbar FPSB UII dalam rangka Milad ke-27 FPSB UII. Acara yang diselenggarakan pada Sabtu 28 Mei 2022 ini menempati Mushola FPSB UII yang baru saja tiga hari selesai direnovasi. Acara pengajian ini dilaksanakan secara hybrid (daring via Zoom dan Youtube disiarkan langsung oleh TV Daring Komunikasi UII “Ikonisia TV” dan luring di Mushola).

“Ud’uuni astajib lakum (Almu’min: 60) dan Fal Yastajibuu lii wa Yu’min Billah (Al Baqarah: 186). Jika ingin doa didengar maka kuncinya ikuti ayat Allah ini,” kata Imam Mujiono yang juga adalah Dosen di Program Studi Pendidikan Agama Islam, FIAI UII.

Menurut Imam, seringkali manusia menginginkan sesuatu tetapi tidak paham mengapa doa tidak kunjung maqbul. “Padahal SOP nya di islam sudah jelas. Kalau ingin sesuatu, berdoalah padaku,” kata Imam. “Ku ini merujuk pada Allah. Bukan merujuk pada pesugihan, bukan pada dukun, bukan pada atasan, dll.”

Lalu yang berikutnya adalah melaksanakan perintah-perintah Allah. Setiap perintah itu, menurut Imam, berarti SOP (Standar Operational Procedure). “Ikuti SOP nya. Mau bikin warung laris, ya bikin SOP sehingga orang tertarik datang,” kata Imam. Warungnya bersih, pelayanan sopan, harganya murah, dan jangan lupa memohon pada Allah sang pemilik rejeki, bukan pada dukun pesugihan, kata Imam.

Lalu setelah itu, manusia diminta yakin dan beriman pada ketentuan Allah. “Jadi, berdoa itu Jangan ragu-ragu pada Allah, harus yakin tercapai,” tambahnya.

Tulisan lanjutan baca klik di sini

Reading Time: 3 minutes

Sebagai sebuah kajian, komunikasi dan islam sering kali dipandang sebagi entitas yang berdiri masing-masing. Jarang ditemukan studi atau kajian komunikasi yang diintegrasikan dengan perpektif islam di dalamnya. Adanya gap ini memicu dosen-dosen ilmu Komunikasi untuk memulai mencari kacamata baru untuk melihat kelindan antara komunikasi dan islam di ranah kajian dengan menulis buku “Islam dalam studi Komunikasi”

Buku “Islam dalam Studi Komunikasi” ini ditulis oleh dosen-dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonedia (UII). Mereka adalah Holy Rafika Dhona, S.I.Kom., M.A.; Puji Rianto, S.I.P., M.A.; Anang Hermawan, S.Sos., M.A.; Dr. Subhan Afifi, S.Sos., M.Si.; Raden Narayana Mahendra Prastya, S.Sos., M.A.; Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih, S.I.Kom., M.A.; Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom.; Anggi Arif Fudin Setiadi, S.I.Kom., M.I.Kom.; Sumekar Tanjung, S.Sos., M.A. Bedah uku ini merupakan rangkaian acara milad ke-27 Fakultas Psikologi dan Sosia Budaya (FPSB) UII pada 21 Mei 2022.

Acara launching buku tersebut dibedah oleh Dr. Basuki Agus Suparno, M.Si. Dari Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Yogyakarta dan Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si. Dosen Prodi Ilkom FPSB UII. “Dalam Buku ini kami masih dalam rangka mencari bentuk integrasi islam dalam studi komunikasi,” kata Holy, salah satu penuis dalam buku ini.

Dalam buku ini, kata Holy, beberapa penulis mencoba menerjemahkan islam dalam fieldnya. Ada juga yang mentranslasi islam dalam etika komunikasi. Sehingga buku tersebut sangat beragam. Secara sistemaatika, empat  tulisan dalam buku adalah tulisan konseptual, dan tiga tulisan setelahnya tulisan berbasis riset. Buku ini juga tidak ditulis sebagai buku ajar yang nantinya akan diajarkan sebagai satu mata kuliah khusus ke mahasiswa. Tapi buku ini berusaha mencari bentuk baik dalam kerangka konspetual, etika, maupun diranah kerangka riset nantinya. “kami menegaskan bahwa integrasi islam di komunikasi masih belum selesai, dan masih banyak tugas kerja yang harus diselesaikan. Seperti kami tadi ceritakan, kami mencari ada yang menyebutkan, seperti saya, islam tidak dicitrakan menjadi etika normatif, sedangkan Pak Subhan, misalnya, salah satu penulis, telah menjadikan islam sebagai etika normatif.,” ujar Holy.

Masduki, sebagai pembedah, juga mengomentari tentang penerbitan buku ini. Ia berbagi cerita pengalamannya melakukan riset jurnalisme dengan beberapa profesor di luar negeri. Pada tahun 2017 Masduki pernah menulis, ada riset besar antara beberapa profesor besar di bidang journalism studies. Risetnya tentang ‘journalism and the islamic world view’ katanya. Riset ini melihat delapan negara muslim; afrika, timur tengah, asia tenggara, maupun selatan, dan middle east. “Kami lama sekali berdebatnya itu. Ada Thomas Hanitz, juga Prof. Basyouni Ibrahim Hamada dari Qatar, Ada juga Prof Nurhaya dari US, banyak mengargumen gunakan nilai-nilai jurnalisme amreika. Salah satu poin penting paper itu adalah, tentang bagaimana sih konsep normatif tentang jurnalisme itu dari kacamata subyektif jurnalis di negara muslim,” jelas Masduki yang juga adalah doktor di Bidang Regulasi dan Komunikasi.

Jurnalisme itu dipahami punya muatan kejujuran berdasar pada prinsip qulill haqqu walau kaana murron (Telling the truth). Lalu ada pula konsep kedua; pedagogy, dalam bahasa arab disebut tabligh dan amar maruf nahi munkar. Selanjutnya ada fungsi media mendidik. Ada juga konsep maslahah dalam quran. “Kemaslahatan itu public interest. Lalu juga konsep being moderator, jurnalisme yang wasatiyah. Konsep tabayyun. Di era disinformasi kini ada pentingnya the tabayyun journalism,” papar Masduki menceritakan dinamika temuan risetnya.

Masduki mengatakan, dalam riset tersebut terjadi dialog antara akademisi muslim dan barat. Ada sintesis dan dialog. “Jika merujuk Hassan Hanafi, pemikir dari Univerity Cairo dan ambil S3di paris, hasil perenungannya di buku kiri islam itu: muncul sebagai tawaran islam yang bisa menjawab situasi islam hari ini. Apa yang bisa kita sampaikan di sini seperti kata Hasan itu: apa yang perlu kita sampaikan integrasi islam dan sekuler, kita perlu kritik ilmu sekuler itu, dimulai dengan dewesternisasi,” kata Masduki berpendapat dengan melakukan refleksi meminjam pemikiran Hasan Hanafi.

Menurut Masduki, bukan integrasi, melainkan mempertanyakan apa yang problem dari western perspective communication. “Lalu kita mengkritik diri kita sendiri. Kita seirng menjadikan islam hanya sebagai bingkai. Islam hanya bingkai packaging, Komunikasinya tetap western. ini menjadi penyederhanaan,” kritik Masduki kemudian.

Reading Time: 2 minutes

Sering kita mendengar petuah untuk jangan terlalu lama berada di tentang comfort zone atau zona nyaman. Apalagi jika kita ingin sukses dan banyak pengalaman. Tapi bagaimana sih comfort zone dan bagimana cara keluar dari zona itu?

Gelaran Teatime oleh IPC mengudang salah satu mahasiswa International Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (IPC UII), Faradisa Djasmine Anderson, untuk mengobrol tentang dunianya dengan barbagai prestasi dan kegiatan yang padat. Teatime kali ini Jumat, 18 Mei 2022, bertajuk Life of a Student and Regional Ambassador yang akan berbincang santai dengan gadis yang akrab dipanggil Disa itu.

Tips Keluar dari Zona Nyaman

Kesibukan Disa di dunia pariwisata sebagai Duta Taruna Nusantara pariwisata Jawa Tengah 2022 diawali dengan kesukaannya di dunia modeling. Dunia yang ia geluti sejak remaja. Ia merasa dunianya menyenangkan sekaligus membosankan. “Aku merasa kok duniaku gini-gini aja. Aku merasa stuck,” ungkap Disa.

“Aku merasa harus mencoba sesuatu yang baru,” kata Disa menceritakan kisahnya saat itu. Disa lalu mencoba peruntungan dengan mendaftar Duta pariwisata Kebumen dan lolos. “Buat aku, mencoba hal baru itu seperti mendapat tantangan,” lanjutnya.

“Memilih mencoba hal baru bukan karena merasa aku berbakat, bukan karena aku bisa. Tapi karena aku merasa ini adalah hal yang belum pernah aku coba sebelumnya,” paparnya.

Menurut Disa, ketika mencoba hal baru, terus saja mencoba. Kita belum tentu akan tahu akan gagal atau berhasil. “Nggak usah dipikirin. Coba aja,” ajak Disa memotivasi orang-orang yang takut mencoba hal baru.

Pintar Bagi waktu

Disa memiliki jadwal padat. Dia bekerja dan kuliah secara bersamaan. Selain melakukan kegiatan edukasi dan mendedikasikan waktu dan pengatahuannya untuk kemjuan pariwisata Provinsi Jawa Tengah, Disa juga harus bejar sekaligus mengerjakan tugas kuliah yang tidak sedikit. “Aku selalu ada note to do list di hape. Aku harus perhitungkan kegiatan ini harus dikakukan kapan, kegiatan hari ini apa, dan besok apa.” Hal ini untuk menghindari membuang waktu sia-sia.

“Aku nggak mau membuang kesempatan hari ini. Selagi bisa harus aku kerjakan hari ini,” ucap Disa.

Reading Time: 2 minutes

There are so many beautiful movies that we enjoy. Behind the beautiful films that we enjoy, it turns out that it takes a long process and often requires precision. One of the first vital processes is the creation of a script. Creating a script is not as easy as making and fantasizing and then pouring it into the form of a script.

In an expert or public lecture held by the Communication Department at the UII, Agni Tirta talked about how their community produces films. Agni Tirta is a documentary filmmaker and the head of the Jogja Filmmaker Society.

In the expert lecture on April 23, 2022, Agni told me how to make a film script. He can spend more than a month making a short movie alone. “Because the first week is already a draft. That’s the zero draft. Then another week is read and developed to draft 1, 2, and so on. It can be up to draft 10, 11, or 13. So writing a script can take months if it’s a short movie,” said Agni.

It’s Not Easy to Change the Storyline in a Movie Script

In addition to data, movie scripts are very much determined by imagination. Like imagination, storyline ideas can also wander and change wildly. But it will be difficult to change the storyline when the imagination has been poured into a script.

Such is the question of Sumekar Tanjung, a lecturer of Communication Studies UII, who wants to know how the trick or mechanism determines changes in the storyline of the character in the story. “For example, he wants to change from life path A to life path B,” said Tanjung.

It turns out that making this script should not be arbitrary. It is possible for the storyline to change. But a lot must be considered, such as the character’s nature and character, the environment, and even the character’s psychological atmosphere. “When I create characters, I imagine them to be alive,” Agni said.

Agni said that changing the script should not be haphazard, and one must be careful in making the story choices. “When we create a character with a complete character and lively atmosphere, such as age, nature, zodiac, what kind of environment he grew up in, his psychology too. The rest (of the story) will follow the character,” Agni explained.

“For me, it goes back to the log line or key sentence. There are many scenes that, when we write them, we doubt whether they will be used. When we are confused, we immediately go back to the log line. When the choice is opposite and does not support the main mission of the story, no matter how good the log-line is, it will not be used.”

Reading Time: 2 minutes

Banyak sekali film-film indah yang kita nikmati. Di balik film-film indah yang kita nikmati itu ternyata membutuhkan proses panjang dan tak jarang memerlukan ketelitian. Salah satu proses awalnya yang vital adalah pembuatan naskah (script). Membuat naskah ini tidak semudah membuat dan mengkhayal lalu dituangkan dalam bentuk skrip.

Dalam kuliah pakar atau public lecture yang diadakah oleh Prodi Imu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Agni Tirta bercerita tentang bagaimana gambaran komunitas mereka memproduksi film. Agni Tirta adalah seorang pembuat film dokumenter yang juga merupakan ketua Paguyuban Filmmaker Jogja.

Dalam kuliah pakar pada 23 April 2022 itu, Agni memnceritakan bagaimana prosenya membuat naskah sebuah film. Untuk membuat film pendek saja, ia bisa menghabiskan waktu lebih dari satu bulan. “Karena seminggu pertama itu sudah jadi draftnya. Itu draf nol. Lalu seminggu lagi dibaca lagi dan dikembangkan untuk jadi jadi draft 1, draft 2, dan seterusnya. Rata-rata bisa sampai draft 10, 11, hingga 13. Jadi menulis script itu bisa sebulanan kalau film pendek,” ujar Agni.

Tak Mudah Mengubah Jalan Cerita dalam Naskah Film

Selain data, Naskah Film memang sangat ditentuakan oleh imajinasi. Selayaknya imajinasi, ide jalan cerita pun bisa dengan liar mengembara dan berubah. Tetapi ketika imajinasi sudah tertuang menjadi naskah, akan sulit mengubah jalan cerita.

Seperti pertanyaan Sumekar Tanjung, seorang dosen Imu Komunikasi UII yang ingin mengetahui bagaimana trik atau mekanisme untuk menentukan perubahan jalan cerita si karakter tokoh dalam cerita. “Misalnya dia mau mengubah dari jalan hidup A ke jalan hidup B,” kata Tanjung.

Ternyata membuat naskah ini tidak boleh sembarangan. Bisa saja alur ceritanya berubah. Tapi harus banyak yang diperhatikan seperti sifat dan karakter tokoh, lingkungan, dan bahkan suasana psikologis si tokoh. “Ketika saya membuat tokoh, saya membayangkan tokoh-tokoh itu benar-benar hidup,” kata Agni.

Agni mengatakan bahwa mengganti naskah itu tidak boleh sembarangan dan harus berhati-hati menentukan pilihan ceritanya. “Ketika kita membuat tokoh yang sudah lengkap karakter dan suasana kehidupannya misalnya usia, sifat, zodiak, dia dibesarkan oleh lingkungan seperti apa, psikologisnya juga. Nanti kelanjutannya (cerita) akan mengikuti karakter si tokoh,” papar Agni.

“Kalau saya kembali ke log-line atau kalimat pengunci. Banyak adegan yang ketika kita menulis itu kita ragu bakal terpakai atau tidak. Ketika bingung itu, segera kembali lagi ke log-line. Ketika pilihannya berlawanan dan tidak mendukung misi utama cerita, ya log-line sebagus apapun tidak akan dipakai.”

Reading Time: < 1 minute

We are happy to invite early career scholars, PhD students, and researchers to participate in the Southeast Asian Frontiers (SEAF) Workshop Series #1: Highlands. The SEAF Workshop aims to host innovative discussions concerning historical and ongoing frontierization in Southeast Asia.

This year, the workshop is funded by the Regional Science Association International (RSAI) and Universitas Islam Indonesia. The Department of Communication, Universitas Islam Indonesia, will host the workshop in Yogyakarta from August 18th-20th, 2022—with a remote participation option available. We are honored to have Michael Eilenberg (Aarhus University), Tania Li (University of Toronto), and Timo Maran (University of Tartu) as keynote speakers for this workshop.

We invite your abstract submission by May 31st, 2022. The selected participants can apply for limited travel grants and compete for the best paper prize! The selected on-site participants also can enjoy the 4-nights free accommodation in Yogyakarta.

Please visit SEAF Website below for further information about SEAF.

See the full poster here,

SEAF Workshop Team

CLICK HERE for SEAF Workshop Website