Artikel ini ditulis oleh Yasmeen Mumtaz Widyawan, salah satu mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi UII angkatan 2021 yang meraih beasiswa exchange di Belanda. Bagi, kamu yang tertarik untuk belajar di luar negeri, cerita dan pengalaman Yasmeen sangat layak untuk diikuti.
Salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, Holy Rafika Dhona, S.I.Kom., M.A., telah menelurkan buku dari hasil tesisnya di tahun 2014 lalu. Riset itu berjedul KELAHIRAN SUBJEK SUNDA Geneologi Subjek dan Kewilayahan Kelompok Etnis Sunda.
Hampir 10 tahun digarap ulang, akhirnya Marjin Kiri menerbitkannya dengan judul Subjek Sunda. Buku ini hakikatnya memberikan kritik terhadap anggapan Sunda sebagai etnisitas yang bersifat kodrati, tunggal, dan tetap.
Penulis berusaha dengan keras menyadarkan pembaca bahwa Sunda sebagai etnis muncul dalam kedirian masyarakat Sunda dari produk sejarah, lahir dari wilayah persilangan tumpukan wacana, dan sifatnya tidak abadi. Poin ini tercatat lengkap pada pendahuluan.
Beranjak dari sana, pada bagian Wilayah dan Batas di Pulau Jawa Masa Kolonial berbagai teks definisi Sunda dideskripsikan. Mulai dari sumber profan, ilmiah, hingga populer. Hasilnya semua mengamini bahwa Sunda adalah etnis di bagian barat pulau Jawa, kadangkala disebut Provinsi Jawa Barat yang memiliki budaya dan bahasa sendiri.
Mendebat Kedirian Sunda yang Tunggal
Gelaran Bedah Buku Subjek Sunda yang dinisiasi oleh LPM Himmah UII pada 6 Desember 2024 menghadirkan penulis, Holy Rafika Dhona dan pembedah Irfan Afifi seorang budayawan sekaligus cendekiawan yang concern dengan kajian Islam dan Jawa.
Menyebut Sunda dengan imbuhan bangsa, menjadi pencarian menarik bagi penulis. Ditemukan bahwa tahun 1914 hingga 1919 beberapa etnis di pulau-pulau mendeklarasikan diri sebagai bangsa. Sebagai contoh bangsa Jawa dan bangsa Selebes.
“Saya agak kaget baca data di tahun 1914-1919 bahwa mereka mendeklare atau menuliskan dirinya sebagai bangsa, bukan sebagai etnis,” ungkap Holy Rafika Dhona.
“Saya punya kesulitan akan saya bahasakan etnis atau bangsa. Karena kalau ngomong sama orang sekarang etnis tapi kalau waktu itu bangsa. Problem penulisan,” tambahnya.
Temuan risetnya menyebut jika kedirian Sunda tak lepas dari campur tangan Kolonial. Bahasa Sunda sebagai salah satu elemen utama etnis lahir dari ditemu-ciptakan oleh kolonial.
Namun, orang-orang Sunda memungkiri temuan tersebut. Keyakinannya, sebelum orang Eropa datang ke Sunda bahwa warga Kerajaan Sunda telah mempunyai kesadaran bahwa mereka berbeda dengan orang Jawa (rakyat Kerajaan Majapahit).
“Kesadaran diri bangsa Sunda datang sebelum ada kolonial, mereka merasa bahwa bagian dari perang bubat misalnya. Itu mengandaikan bahwa sunda datang dari nenek moyang yang dahulu kala,” ungkapnya.
“Mereka selalu mengkontraskan dirinya dalam beberapa hal dengan orang Jawa ini menjadi problem bagi saya. Mengapa ini menjadi wacana utama pakai analisis discourse, pasti ada sesuatu yang mengatur (dengan sendirinya) mengakui sebagai sebuah kebenaran bahwa kita berbeda dengan Jawa,” ujarnya lagi.
Irfan Afifi berargumen kesadaran etnis termasuk Sunda sebenarnya baru dan menguat karena fakta-fakta tertentu yang memisahkan Indonesia dalam bentuk wilayah. Seperti pulau Jawa yang terbagi menjadi beberapa wilayah yakni Jawa timur, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat.
“Pembentukan kesadaran terkait etnik tertentu sebenarnya dalam konteks ini saya menduga sejak awal, itu terbentuk baru. Kesadaran etnik itu muncul di abad 20,” ungkapnya dalam membedah buku Subjek Sunda.
Ia mencoba kait-mengaitkan, fakta-fakta sejarah bagaimana konstruksi identitas etnik terbentuk dengan teori-teori masa kolonial. Misalnya
“Membaca bagaimana wacana-wacana dikembangkan oleh rezim-rezim tertentu di masa lalu dalam menentukan definisi etnik atau pembentukan kedirian Sunda termasuk kedirian Jawa,” ujarnya lagi.
“Zaman Rafles di awal-awal memetakan masyarakat Jawa itu membaginya sederhana. Wilayah kerajaan Yogyakarta dan Solo itu Fordsttern London lalu yang pesisir yang dikuasai VOC dianggap sebagai Jawa, yang bagian Barat disebut Western London dulu belum ada istilah Sunda,” ungkapnya
“Problemnya, konstruksi yang baru dilarikan kepada justifikasi Kerajaan di masa silam yang sangat jauh. Orang-orang Sunda hari ini membayangkan Padjajaran dan Tarumanegara misalnya, kejauhan.” Tandasnya.
Pernyataan di atas hanyalah beberapa penggal dalam buku Subjek Sunda, beberapa bagian lain dibahas lebih lanjut pada bab-bab Kelahiran “Wilayah Sunda”, Perbincangan Sunda Mencipta Kedirian Sunda, Volksraad, Marxsisme, dan Marhaen.
“Koe sadaja oge kantenan kamanah, jen adat the henteu langgeng. Ganti jaman tangtoe adat oge ganti… Koe sabab dina djaman ajeuna djelema the dibagi doea bagian, nja eta kaoem moeda dan kaoem kolot.” – “Ganti djaman ganti adat”. Papaes Nonoman, 30 September 1915
Buku ini bisa dibaca di Nadim Ilmu Komunikasi UII.a
Selengkapnya dapat ditonton melalui link YouTube berikut:
Prodi Ilmu Komunikasi UII menerima kunjungan dari Universitas Islam 45 (UNISMA) Bekasi pada 6 Desember 2024 di Ruang Rapat Magister FPSB UII. Kunjungan dilakukan dalam rangka benchmarking pengembangan Program Studi di UNISMA Bekasi menuju Akreditasi Unggul.
Untuk menjawab langkah menuju Akreditasi Unggul, benchmarking yang perlu dibedah tentu soal penjaminan mutu serta kurikulum.
Pihak UNISMA 45 Bekasi yang diwakili oleh Dr. Tatik Yuniarti, M.I.Kom. selaku tim penjaminan mutu mengawali diskusi dengan menanyakan implementasi penjaminan mutu di lingkup Prodi Ilmu Komunikasi UII.
“Bagaimana Implementasi (penjaminan mutu) dan perjalanannya seperti apa, karena di UNISMA jajaran penjaminan mutu masih minim personilnya dan general di tingkat universitas. Kami sebenarnya ingin memulai per Prodi, ingin melihat implementasi yang dilakukan secara rutin setiap semesternya di tim. Sehingga menjadi gambaran bagi kami,” ujar Dr. Tatik Yuniarti, M.I.Kom.
![Terima Kunjungan dari UNISMA 45 Bekasi, Prodi Ilmu Komunikasi UII Sampaikan Benchmarking Kurikulum hingga International Program](https://communication.uii.ac.id/wp-content/uploads/2024/12/IMG_5484-scaled.jpg)
Terima Kunjungan dari UNISMA 45 Bekasi, Prodi Ilmu Komunikasi UII Sampaikan Benchmarking Kurikulum hingga International Program
Kaprodi Ilmu Komunikasi UII Iwan Awaluddin Yusuf, S.I.P., M.Si., Ph.D. sedikit bercerita perjalanan dari Akreditasi C menuju Unggul yang secara organik dibangun bersama-sama. Tak hanya itu percobaan demi percobaan implementasi kurikulum dilakukan hingga menemukan formulasi yang efektif untuk mahasiswa.
Salah satunya terkait penempatan magang yang lebih efektif dilakukan setelah mahasiswa menyelesaikan skripsi. Penempatan ini dilakukan setelah ada evaluasi serta concern dari mahasiswa.
“Barangkali hal-hal seperti itu (evaluasi kurikulum) kami menyeimbangkan antara tuntutan eksternal seperti kurikulum Kampus Merdeka dan sebagainya denga napa yang bisa kami kontribusikan dengan style dan sumber daya kami, keunggulan-keunggulan kami yang justru membentuk Prodi,” jelasnya.
Setalah menjelaskan berbagai formulasi yang diterapkan, pertanyaan-pertanyan lain muncul khususnya mengenai International Program Communications (IPC) yang sejak 2018 resmi menerima mahasiwa dari dalam dan luar negeri.
Secara umum, IPC terbentuk karena adanya penerimaan mahasiswa asing. UII memiliki berbagai komponen beasiswa untuk mahasiswa asing, sehingga tak sedikit menerima mahasiswa yang harus menggunakan bahasa Inggris dalam proses pembelajaran.
“Ketika ada mahasiswa asing otomatis semua kebutuhan menggunakan bahasa Inggris. Kalau campur-campur mahasiswa internasional jadi tidak paham, sehingga itu menjadi komitmen kami bahwa jika ada satu mahasiswa asing jangan pernah menggunakan atau kurangi menggunakan bahasa Indonesia,” ujar Iwan Awaluddin Yusuf.
Dari sana IPC terbentuk, kini menjelang 5 tahun berjalan berbagai mobility international berjalan seperti exchange program ke Malaysia, Italia, Belanda, dan Jerman. Terakhir program unggulan yang menjadi branding IPC yakni Passage to ASEAN (P2A), program kolaborasi dengan universitas-universitas di ASEAN untuk melakukan projek bersama dengan berkeliling beberapa negara.
Dari Bekasi, rombongan UNISMA 45 diwakili oleh Winda Primasari, S.Hum., M.Si (Kaprodi Ilmu KOmunikasi), Tim Penjaminan Mutu yang diwakili Dr. Tatik Yuniarti, M.I.Kom. dan Siti Khadijah, S.Sos., M.I.Kom. serta Miftakhudin, M.I.Kom. dan Saepudin, S.S., M.Soc., Sc. selaku dosen pendamping.
Sementara dari Prodi Ilmu Komunikasi UII juga hadir Ratna Permata Sari, S.I.Kom., M.A. (Sekprodi Ilmu Komunikasi), Dian Dwi Anisa, S.Pd., M.A. (Satgas Penjaminan Mutu Prodi) dan Holy Rafika Dhona, S.I.Kom., M.A. (Kepala Nadim).
Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) humor adalah sesuatu yang lucu, keadaan dalam cerita dan sebagainya yang menggelikan hati. Ada kejenakaan dan kelucuan yang bisa membuat tertawa.
Berbagai artikel menyebut jika humor bisa menjadi senjata atau alat paling tepat dalam mencapai komunikasi yang efektif. Dari Podcast Think Fast Talk Smart by Stanford Graduate School of Business yang bertajuk Make Em Laugh: How to Use Humor as a Secret Weapon in Your Communication menyebut jika humor memungkinkan komunikator terhubung dengan audiens untuk meredakan ketegangan, meningkatkan status, menumbuhkan kepercayaan, dan memaksa orang lain untuk mengikuti perspektif yang dibangun.
Tak jarang terselip ide-ide baru yang disamarkan dengan cara yang menyenangkan lewat humor. Hal tersebut terbukti efektif bahwa humor mampu meruntuhkan penghalang yang tinggi.
Di Indonesia, lazimnya humor biasa digunakan untuk lelucon belaka, dengan tindakan atau perkataan yang lucu dalam obrolan keakraban.
Lebih serius lagi ada anekdot, berisikan cerita singkat lucu dan mengesankan atas kejadian sebenarnya yang banyak digunakan untuk memberikan kritik dan menyoroti ironi. Hal ini beberapa kali digunakan oleh para komika untuk mengkritisi politikus.
Manfaat Humor dan Komunikasi Efektif
Obrolan dalam Podcast Think Fast Talk Smart, ternyata humor tak banyak digunakan dalam kondisi profesional. Dua narasumber yakni Jennifer Aaker seorang Profesor General Atlantic di Stanford Graduate School of Business dan Naomi Bagdonas, dosen Stanford sekaligus praktisi yang melatih humor dalam program Saturday Night Live dan The Today Show menyebutkan secara detail bagaimana manfaat humor dalam berkomunikasi.
Jennifer menyebut jika humor yang dianggap remeh dan tidak serius ternyata mampu menciptakan persepsi kredibilitas yang tinggi pada seseorang. Bahkan ia menyebut para pemimpin di perusahaan lebih menyukai karyawan yang memiliki rasa humor dan percaya bahwa akan bekerja lebih baik.
“Humor memengaruhi cara orang berinteraksi dengan Anda, menunjukkan selera humor dapat membuat rekan kerja dan teman-teman kita memberikan persepsi yang lebih baik mengenai kepercayaan diri, keyakinan, dan bahkan status kepada kita, serta memilih kita untuk menduduki jabatan kepemimpinan, dan juga menumbuhkan rasa percaya,” ujarnya.
Selanjutnya, humor dianggap mampu menciptakan kedekatan dalam sebuah hubungan maupun organisasi professional. Cara berpikir yang konvensional kerap menganggap bahwa karyawan harus menghormati pemimpin, namun kondisi saat ini bergeser bahwa pemimpin lebih ingin dipahami.
“Dulu para pemimpin perlu dihormati. Dan sekarang mereka perlu dipahami. Dan sementara itu, humor adalah obat mujarab yang ampuh untuk membangun kepercayaan,” ujar Naomi Bagdonas.
Terkait kreativitas, melontarkan humor membutuhkan cara berpikir cepat dan menghubungkan satu konteks ke konteks yang lain. Dengan melatihnya terus menerus seseorang akan terbiasa menciptakan ide-ide baru.
Humor yang Bijak
Marilah menyamakan persepsi terkait humor yang bijak, kunci utama adalah meletakkan humor pada fakta dan tak membawa isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).
Ide humor berasal dari kebenaran yang berasal dari diri sendiri dan realitas sosial. Dengan melakukan pengamatan-pengamatan dan eksekusi yang matang maka humor akan diterima oleh publik. Karena pada dasarnya humor berfungsi menyuarakan keresahan.
Bahkan komika-komika profesional akan melakukan riset mendalam, mencatat fakta, menggabungkan dengan realitas berhari-hari untuk mendapatkan humor yang tak merendahkan.
Cara menyampaikan humor juga tak sembarangan, sesuaikan dengan kondisi dan audiens yang hadir. Hal ini berkaitan dengan kemampuan public speaking yang kita miliki. Bagaimana mengatur suara dan ekspresi yang tampak.
Terakhir, humor juga mesti setara. Kerap kita melemparkan lelucon dengan teman yang saling mengenal karakter satu sama lain. Hal ini tak masalah jika menggunakan bahasa yang cenderung keras bahkan berujung saling olok. Berbeda jika humor dilakukan oleh seorang public figure dengan penonton. Public figure pada kondisi tersebut memiliki kuasa, sementara penonton tak berdaya. Jika humor menuju subjek penonton secara spesifik dengan mengolok maka humor tersebut bukanlah lelucon yang lucu melainkan merendahkan harga diri seseorang.
Kabar membanggakan datang dari Program Studi Ilmu Komunikasi UII khususnya International Program Communication (IPC). Pada Wisuda Periode II Tahun Akademik 2024/2025, dua mahasiswa raih prestasi di akhir masa studi.
Keduanya adalah Fikri Haikal Ramadhan, S.I.Kom dan Arsila Khairunnisa, S.I.Kom alumni IPC UII Batch 2020.
Fikri Haikal Ramadhan, mencatatkan namanya sebagai lulusan terbaik di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) pada pelepasan wisudawan bulan November. Ia berhasil lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,98.
Sebelumnya, Arsila Khairunnisa juga mendapatkan predikat wisudawan terbaik di FPSB bulan September dengan IPK sempurna yakni 4,0. Hal tersebut membawanya sebagai wisudawan berselempang Summa Cumlaude satu-satunya pada prosesi wisuda II Tahun Akademik 2024/2025 pad 1 Desember lalu.
Summa Cumlaude yang diraih Arsila merupakan sejarah baru bagi Prodi Ilmu Komunikasi, ia adalah wisudawan pertama yang meraih IPK sempurna.
Menariknya, kedua mahasiswa tersebut tak hanya berprestasi di bidang akademik namun juga aktif dalam berbagai program. Keduanya merupakan MC professional yang terbiasa memandu berbagai event baik di UII maupun eksternal.
Arsila menuturkan selama proses belajar di Prodi Ilmu Komunikasi selain lingkungan yang sangat mendukung, metode pembelajaran yang diterapkan para dosen menarik dan up to date.
“Di UII, saya mendapatkan akses yang cukup untuk mengembangkan kemampuan dan bakat saya. Para dosen yang berpengalaman dan berdedikasi tidak hanya menjamin kemampuan akademik, tetapi juga memberikan pengalaman yang berharga. Proses pembelajaran dirancang semenarik mungkin, dengan metode pengajaran terkini yang membuat segala sesuatunya tetap menarik,” tutur Arsila.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Fikri Haikal Ramadhan, ia mengungkapkan rasa bersyukurnya atas pegalaman berharga selama menjadi mahasiswa di UII.
“Saya merasa sangat beruntung menjadi bagian dari keluarga besar Ilmu Komunikasi UII. Dosen-dosennya ramah dan dekat dengan mahasiswa, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Begitu juga dengan dengan mahasiswanya yang seru dan kreatif, membuat pengalaman kuliah menjadi lebih berwarna,” ujarnya.
“Proyek-proyek komunikasi juga melatih kreativitas sekaligus memberikan pengalaman berharga, terutama yang skala besar. Kalau bukan di Ilkom UII, mungkin saya tak akan menjadi MC professional seperti sekarang,” tambahnya.
Sekretaris Prodi IPC, Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih, S.I.Kom., M.A mengaku terharu dengan pencapaian ini. Selama 6 tahun menghandle IPC, prestasi yang diraih kedua alumni tersebut menjadi hasil pantas untuk dibanggakan.
“Jujur entah kenapa periode ini saya sangat terharu, bangga dan melepas adik-adik semua dengan bismillah dari IPC. Semoga perjalanan mereka kedepan selalu dimudahkan dan menjadi yang terbaik seperti yang sudah mereka usahakan ini, cumlaude dan summa cumlaude, terbaik dari yang terbaik baik di kehidupan dunia ataupun akhirat,” tandasnya.
Sebagai informasi dalam periode ini terdapat 46 wisudawan dari Ilmu Komunikasi yang berhasil menyematkan gelar sarjana, 11 dari IPC dan 35 dari regular.
Program Studi Ilmu Komunikasi UII telah berkomitmen menyelenggarakan konferensi internasional sejak tahun 2014. Tercatat sebanyak 7 kali Conference on Communication, Culture and Media Studies (CCCMS) terlaksana dan menjadi branding yang melekat pada institusi.
Untuk merawat dan transfer knowledge, Prodi Ilmu Komunikasi UII melakukan workshop bertajuk Pengelolaan Event Konferensi Internasional untuk para dosen beserta staf pada 29 November 2024 di Gedung RAV FPSB UII.
Muzayin Nazarudin, S.Sos., M.A dan Dr. Zaki Habibi keduanya merupakan dosen sekaligus inisiator konferensi internasional di Prodi Ilmu Komunikasi bertugas menjadi fasilitator pada momen tersebut.
Memulai konferensi internasional dibutuhkan perencanaan yang matang, setidaknya dibutuhkan dua tim yakni tim konsep dan tim teknis untuk merealisasikannya.
“Beberapa panduan yang perlu diketahui salah satunya soal tim. Harus ada tim teknis yang memulai lebih awal biasanya ini tim kecil. Selanjutnya tim teknis melaksanakan dengan tim besar,” ujar Muzayin Nazarudin, S.Sos., M.A.
Mengingat konferensi internasional merupakan forum intelektual yang mempertemukan antara akademisi hingga praktisi dalam membahas isu tertentu ataupun memaparkan hasil riset yang tengah dijalankan, tentu hal detail yang berkaitan dengan partisipan menjadi concern utama.
“Konferensi esensinya adalah perjumpaan dan perbincangan. Forum akademik yang melibatkan banyak partisipan, membahas topik-topik yang beragam,” ujar Dr. Zaki Habibi.
Beliau juga menambahkan bahwa lima hal yang perlu diperhatikan antara lain:
- Reputasi dan kiprah kualitas kekaryaan pembicara utama (keynote speaker)
- Tema dan topik-topik call for paper
- Akses menuju dan selama di kota penyelenggaraan konferensi
- Kesempatan bertemu dan berbincang dengan dan para peserta
- Potensi publikasi dan kolaborasi pasca konferensi
Beberapa panduan teknis yang perlu digarap secara matang sebagai berikut.
Tiga Fase yang Wajib Diketahui tentang Konferensi Internasional
- Fase call for abstract, anggota tim yang dibutuhkan (konseptor lebih dari satu, desainer-web managemen, publisis, kesekretariatan.
- Fase persiapan teknis – pelaksanaan konferensi
- Fase paska konferensi
Merumuskan Hal-hal Mendasar
- Tema utama, deskripsi dan turunan tema.
- Keynotes (satu luar, satu dosen prodi). Hal ini dilakukan sebagai potensi kolaborasi jangka panjang.
- Waktu dan lokasi, target audiens, ketersediaan ruang, pastikan pelaksanaan dilakukan di kampus.
- Rencana publikasi, koordinasikan dan buat perjanjian yang jelas dengan pihak pengelola jurnal.
- Time line, berkaitan dengan penjadwalan dan perhitungan waktu.
- Event pendamping, selain tour di tempat wisata, salah satu daya tarik yang bisa dilakukan adalah memberikan workshop-workshop pendamping.
Konferensi internasional yang telah dilakukan harapannya menjadi ruang untuk menjalin kolaborasi, memperluas koneksi antar akademisi dan praktisi. Selain itu, momen ini bisa menebalkan expertise para dosen di Prodi Ilmu Komunikasi UII.
“Konsensus yang ingin kita buat, sudah banyak doktor sudah saatnya promot teman sendiri expert di bidang tersebut, sehingga ini menjadi ruang yang tepat,” tandas Muzayin Nazarudin, S.Sos., M.A.
Skripsi salah satu alumni Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) tiba-tiba ramai di media sosial Instagram. Pasalnya, Raditya Dika sebagai subjek riset membagikan tangkapan layar dari laman dspace.uii.ac.id dengan keterangan skripsi berjudul Simbolisme Bromance Raditya Dika dan Pandu Winoto dalam Channel YouTube Raditya Dika.
Riset yang ditulis oleh Pandu Bagus Pratama direspon oleh Raditya Dika, ia menuliskan “Baru tau ternyata kisah saya dan @panduwinoto13 dijadikan skripsi. ”.
Mendapat lebih dari 60 ribu komentar dan lebih dari 800 ribu like dari netizen, skripsi milik Pandu Bagus Pratama menuai berbagai respon. Tak sedikit yang menjadi polisi bahasa hingga mempertanyakan mengapa judul tersebut di-acc oleh dosen pembimbing.
Lantas, apa yang dibahas oleh Pandu Bagus Pratama dalam lembaran tebal untuk menuntaskan kewajiban meraih gelar sarjananya tersebut?
Bromance dalam Riset
Konsep bromance mengacu pada hubungan persahabatan antar laki-laki yang saling menyayangi satu sama lain, namun dilakukan dengan batasan. Menyoroti hubungan Raditya Dika dan Pandu Winoto, penulis membagikan beberapa tangkapan layar potret keduanya dalam konten. Adegan-adegan tersebut menunjukkan keakraban pertemanan antar laki-laki.
Dengan pendekatan kualitatif dan menganalisisnya dengan semiotika Roland Barthes. Tanda-tanda representasi bromance dalam video YouTube chanel Raditya Dika dikelompokkan menjadi tiga analisis mulai dari dialog, tindakan, dan penampilan.
Peneliti menemukan kedekatan-kedekatan dari scene yang ditangkap, mulai dari menyuapkan makanan, ucapan permintaan maaf, hingga penampilan penggunaan pakaian yang senada.
Riset selengkapnya dapat dibaca pada Jurnal Mahasiswa Komunikasi Cantrik pada laman di bawah ini:
https://journal.uii.ac.id/cantrik/article/view/18973
Jurnal Mahasiswa Komunikasi Cantrik yang dikelola Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) meraih akreditasi Sinta 4.
Berdasarkan Keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 177/E/KPT/2024 pada 15 Oktober 2024, Jurnal Mahasiswa Cantrik dengan EISSN 28072499 meraih “Akreditasi Baru Peringkat 4 mulai Volume 1 Nomor 2 Tahun 2021 sampai Volume 6 Nomor 1 Tahun 2026”.
Melalui proses panjang, Puji Rianto, S.IP., M.A, selaku Editor in Chief menyebutkan proses dan usaha yang dilakukan untuk mencapai titik ini. Demi melancarkan proses akreditasi, usaha yang dilakukan salah satunya melaksanakan workshop untuk para pengelola jurnal.
“Ikhtiar pertama yang terpenting adalah mempelajari dengan sebaik mungkin syarat akreditasi jurnal. Untuk itu, kami melakukan serangkaian workshop untuk memahami dengan baik syarat dan proses akreditasi agar sesuai standar akreditasi Sinta,” ujarnya.
Lebih lanjut, dalam proses peningkatan akreditasi dua hal yang tak boleh luput adalah manajemen dan substansi. Artikel diseleksi secara ketat agar reputasi jurnal tetap terjaga.
“Pada dasarnya, akreditasi mencakup dua hal, manajemen dan substansi. Untuk manajemen, kami pastikan bahwa artikel diproses dengan baik sesuai standar. Artikel yang publish pasti melalui double blind review dan revisi. Tata letak juga kami perbaiki agar tampilannya lebih bagus. Dari sisi substansi, kami jaga melalui proses di editor. Mereka memastiksn bahwa artikel telah ditulis sesuai dengan standar penulisan ilmiah,” tambahnya.
Cakupan dan Kualitas Artikel
Fokus isu pada Jurnal Mahasiswa Komunikasi Cantrik meliputi Kajian Media, Komunikasi Massa dan Jurnalisme, Public Relation dan Komunikasi Strategis, dan Media Kreatif. Jurnal ini secara konsisten terbit dua kali dalam satu tahun yakni bulan Mei dan November.
Jika sebelumnya jurnal ini menjadi wadah publikasi riset yang dilakukan mahasiswa, setelah naik tingkat ke Sinta 4 harapannya artikel yang diterbitkan semakin berkualitas dan cakupannya lebih luas.
“Sebelum akreditasi, artikel yang masuk terbatas sehingga pilihannya juga terbatas. Setelah terakreditasi, kami berharap artikel yang masuk semakin banyak sehingga pilihannya juga semakin variatif. Secara otomatis, kualitas artikel seharusnya semakin meningkat,” ujar Puji Rianto, S.IP., M.A.
Sebagai informasi Sinta merupakan Science and Technology Index, merupakan laman atau database yang dikelola Kemendikbud Ristek yang menyajikan jurnal nasional terakreditasi.
Sementara, pada tingkatan jurnal Sinta mencakup 6 tingkatan. Mulai yang tertinggi Sinta 1, Sinta 2, Sinta 3, Sinta 4, Sinta 5, dan Sinta 6.
Menerbitkan artikel ke jurnal bereputasi sangat penting bagi mahasiswa maupun dosen, salah satunya untuk berbagai prasyarat kelulusan hingga berpengaruh terhadap angka kredit pengajuan jabatan fungsional.
Terkait cara menerbitkan artikel ke jurnal berpeutasi dapat membaca tips dan trik pada laman berikut ini: https://communication.uii.ac.id/bagaimana-cara-mempublikasikan-tugas-akhir-di-jurnal-bereputasi/
Laman resmi jurnal Mahasiswa Komunikasi Cantrik:
https://journal.uii.ac.id/cantrik
Idealnya kegiatan jurnalistik harus terpisah dengan persoalan bisnis. Peran jurnalis menjadi menjadi faktor terbesar dalam sebuah produk jurnlistik yang disampaikan kepada publik. Sayangnya, pagar api jurnalistik (firewall) telah runtuh dari dalam.
Catatan dari Nanang Krisdinanto, dosen Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) dalam bukunya yang berjudul Runtuh dari Dalam, Serangan Komersialisasi terhadap Pagar Api jurnalistik di Indonesia menjadi topik diskusi yang dihelat oleh Program Studi Ilmu Komunikasi UII bersama Sekolah Jurnalisme SK Trimurti, dan AJI Yogyakarta pada 4 November 2024 di UII.
Prof. Masduki, dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII membuka diskusi dengan melontarkan pernyataan terkait bagaimana jurnalis bekerja dalam memproduksi berita.
“Harus free from economy interest, bebas dari persoalan bisnis. Dilema di antara profesional jurnalis, pimred, editor,” ujarnya.
“Jurnalis itu manusia biasa yang dipengaruhi banyak faktor di dalam dia bekerja (status kerja, gaji yang diterima, struktur lingkungan redaksi) mempengaruhi sebuah berita yang dia tulis.” Tambahnya lagi.
Pagar Api yang telah Runtuh
Nanang Krisdinanto sebagai penulis memaparkan hasil penemuannya bahwa ruang lingkup jurnalistik tak memiliki batasan konkret akibat kondisi ekonomi dan politik.
“Apa yang saya cemaskan sampai hari ini tidak menunjukkan gejala menurun tapi semakin meningkat eskalasinya. Sehingga pada akhir buku ini kesimpulannya adalah, bisnis media itu memang hidup di Indonesia tapi yang saya khawatirkan jurnalismenya mungkin sudah mati atau bahkan terancam mati,” ungkapnya.
“Garis pagar api antara redaksi dan bisnis sudah tidak dihormati lagi,” tambahnya.
Praktik-praktik penerabasan pagar api sebenarnya telah terjadi sejak tahun 90an, namun hal ini semakin parah selama masa pandemi Covid-19, semua bisnis semakin sulit termasuk pendapatan media dan iklan. Kondisi tersebut berakibat pada berita yang dihasilkan oleh jurnalis. Melalui berbagai proses di ruang redaksi yang sedemikian dimanipulative karena berbagai kepentingan (iklan).
“Itu tidak hanya disumbang dari kekuatan besar di luar (ekonomi dan politik) tapi juga dari dalam dari para jurnalis itu sendiri yang mengalami perubahan signifikan dalam cara mereka memandang jurnalisme,” jelasnya.
Temuan tersebut diamini oleh Nugroho Nurcahyo, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Jogja yang turut menjadi pembicara. Bergelut dengan industri media lokal, ia mengungkap bobroknya ruang redaksi yang telah kaburnya batasan berita dan advertorial.
“Omong kosong kalau orang bilang 80 persen media itu hidup dari iklan. Dan yang dibayangkan iklan display misal satu iklan satu halaman itu hampir tidak mungkin dilakukan. Dari perusahaan media komunikasi yang meminta untuk advertorial itu pagar apinya mungkin konten promosi, ada juga yang dikode adv itu enggak cukup bagi mereka,” jelasnya.
“Mereka inginnya ini menjadi konten berita yang belakangan hari disebut brand content. Sialnya kalau di daerah, media belum dipercaya oleh privat sector mereka masih pakai konsultan media di Jakarta dan placementnya di media-media nasional dan banyak media nasional sudah berekspansi di sini mencari ekosistem bisnis yang lebih visible dalam tanda kutip bisa membayar SDM lebih rendah dengan kualitas yang sama di ibu kota,” tandasnya.
Fakta-fakta yang dikemukakan oleh Nugroho Nurcahyo menegaskan bahwa selain runtuhnya pagar api dari dalam, juga persaingan bisnis media tidak imbang antara media lokal dan nasional.
Buku yang diterbitkan Marjin Kiri tersebut membahas detail bagaimana pagar api jurnalistik sebagai salah satu filosofi dasar jurnalisme atau sekat yang membatasi redaksi dan bisnis demi menjaga independensi atau objektivitas praktik jurnalisme tengah diruntuhkan secara terang-terangan oleh desakan komersialisasi dalam industri media massa.
Dosen sekaligus Kaprodi Ilmu Komunikasi UII, Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D berkesempatan mengikuti program International Faculty Exchange Week (IFEX) 2024 ke Universiti Utara Malaysia (UUM) pada 4 hingga 6 November 2024.
Dalam program tersebut, beliau melakukan pengajaran (visiting lecturer) di salah satu fakultas, yakni School of Creative Industry Management and Performing Arts (SCIMPA). Beberapa materi yang dibagikan meliputi creative thinking, creative writing, literasi digital, kecerdasan buatan (AI), hingga fotografi jurnalistik.
Bukan tanpa alasan, materi tersebut dipilih karena memiliki keterkaitan dengan keilmuan komunikasi juga kurikulum di SCIMPA UUM.
“Materi seputar dunia kreatif dan industri komunikasi juga kaitannya dengan tren-tren dunia komunikasi saat ini dan ke depan yang saya bahas dari perspektif komunikasi. Jadi sangat berkaitan dengan SCIMPA saya bicara tidak terlalu pada tataran yang sangat teoritis tapi juga bagaimana itu bisa diterapkan dengan kebutuhan mereka,” ujaranya menjelaskan.
Pengalaman mengajar kali ini cukup bergam, dosen Ilmu Komunikasi UII harus mengisi lima kelas mulai undergraduate, postgraduate, hingga dosen dan staf.
![Visiting Lecturer](https://communication.uii.ac.id/wp-content/uploads/2024/11/WhatsApp-Image-2024-11-06-at-21.37.21-scaled.jpeg)
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII Ikuti Lecturer Exchange di Universiti Utara Malaysia, Foto: Dok Pribadi
“Untuk yang postgraduate menyampaikan hasil riset sebagai satu insight ke mereka seperti pengembangan AI dan teknologi komunikasi di dunia jurnalisme, dunia media dan segala rupa kaitannya dengan masa depan keilmuan komunikasi,” tambahnya.
Dalam program IFEX 2024 tercata melibatkan 14 dosen dari 6 negara yang selanjutnya tersebar mengajar di berbagai fakultas di UUM.
Peluang Kerja Sama dengan Mitra Internasional
Selain menjadi guest lecturer, dosen Ilmu Komunikasi UII juga melakukan pertemuan-pertemuan strategis untuk menindaklanjuti beberapa peluang kerja sama yang sebelumnya telah digagas.
Sebagai informasi, beberapa kerja sama yang akan direalisasikan dalam waktu dekat tentu mobility international untuk mahasiswa IPC yakni P2A 2025. Jangka panjang akan ada program dual degree serta matching grand.
“Kegiatan kemarin cukup produktif karena mereka akan berkunjung kembali Jogja untuk menindaklanjuti yang saya sampaikan kemarin tentang dual degree dan matching grant,” jelasnya.
Usai menjalankan kegiatan akademik, beliau menyempatkan untuk bertemu dengan empat mahasiswa IPC yang sedang menempuh kredit transfer internasional (ICT) di SCIMPA, UUM.
Kegiatan menarik lainnya adalah Do-Bond, yakni pertemuan akbar dengan semua mahasiswa, dosen, dan staf dan termasuk lembaga kemahasiswaan untuk sosialisasi dan membahas beragam isu atau persoalan kampus.
Hubungi Kami
Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Psikologi & Ilmu Sosial Budaya
Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang km. 14,5 Sleman, Yogyakarta 55584 Indonesia
Telephone: +62-274-898444 ext. 3267
Faks: +62 274 898444 ext. 2106
Email: [email protected]
![](https://www.uii.ac.id/wp-content/uploads/2021/11/QS-Star.png)