Summer course

This experience was written by Thrya, a student from Yemen who joined IPC UII batch 2024. During the last semester break, she participated in an inspiring activity.

During my university holiday, I decided to spend my time differently by joining several international short courses that offered not only learning experiences but also meaningful connections. I participated in the NUNI Presidential Forum & Student Camp 2025 at Universitas Andalas in Padang, the UNESA Summer Camp 2025 in Surabaya, and the ITroSCo 2025 (International Tropical Summer Course) in Jepara. Each program had its own uniqueness, but all shared one common goal, which is promoting the Sustainable Development Goals (SDGs) and encouraging youth to take part in creating a better and more sustainable world.

The first program I joined was the NUNI Student Camp, which focused on innovation in food and agriculture, health and medicine, advanced materials and AI, and disaster risk mitigation to accelerate the achievement of the SDGs. I was honored to receive the Best Student Category Award during the Bridging Inauguration Night, an achievement that deeply motivated me to continue learning and sharing ideas with others. Throughout the camp, I collaborated with students from various Indonesian universities to discuss how young people can actively contribute to sustainability efforts. It was eye-opening to see how interdisciplinary collaboration can turn global goals into actionable ideas. I learned that meaningful change starts from our immediate environment and that youth engagement plays a vital role in making sustainability a shared responsibility.

Next, I joined the UNESA Summer Camp, a seven-day cultural and educational program designed to immerse international students in Indonesia’s cultural legacy and inclusivity. The program included exciting activities such as learning Bahasa Indonesia and local languages, inclusive education (including sign language), traditional sports and games, cooking Indonesian dishes, and city tours.

Beyond cultural exploration, the camp subtly linked every activity with values of inclusivity and sustainability. It was inspiring to see how cultural exchange can foster global understanding. I truly enjoyed meeting participants from diverse countries and backgrounds, which helped me appreciate how different cultures can unite under shared global missions.

The final program I joined was the International Tropical Summer Course (ITroSCo 2025) organized by Universitas Diponegoro. This program focused on Sustainable Aquaculture and Coastal Ecosystems — addressing environmental challenges while highlighting the importance of marine conservation and sustainable resource management. I had the chance to learn directly from experts and collaborate with international peers. The experience allowed me to see how local practices in coastal cities can connect with global efforts to protect our planet. It strengthened my passion for learning how environmental sustainability is being implemented in Indonesia and inspired me to explore how similar approaches could be applied in my own country.

Reflecting on these experiences, I feel grateful for the opportunity to learn beyond the classroom. Each short course taught me valuable lessons about leadership, teamwork, cultural understanding, and sustainability. What inspired me the most was seeing how Indonesia integrates the SDGs into higher education and youth programs, showing that universities play a crucial role in shaping global-minded, socially responsible youth. These experiences also deepened my passion for learning how other countries address global issues and how they connect local culture and innovation with sustainability in everyday life.

These short courses did more than just teach me about the SDGs; they showed me what it means to live them. They reminded me that every small action, when shared and multiplied, can create a lasting impact. I will carry these lessons with me as I continue to grow, connect, and contribute to a more sustainable and united world.

KalFest Hub Seri #8: Behind Story Pemenang Film ReelOzInd! 2025

Kaliurang Festival Hub (KalFest Hub) seri #8 yang berkolaborasi dengan ReelOzInd! telah berlangsung pada Kamis, 23 Oktober 2025 di di Ruang Audio Visual Balai Layanan Perpustakaan Grhatama Pustaka DPAD DIY, telah menampilkan 9 film yang menang ReelOzInd! 2025.

Dua pertemuan festival ini menjadi saksi premier screening sekaligus pertemuan penonton dengan praktisi dan akademisi pengkaji film. Banyak cerita mendalam dibalik film-film terpilih, semuanya tersaji dalam satu acara kalFest Hub seri #8 x ReelOzInd!.

Penonton diajak menon 9 film secara simultan, dan berlanjut dengan diskusi. Sesi ini menghadirkan dua pembicara yakni Kevin Evans (Indonesia Director The Australia-Indonesia Centre) dan Dr. Dyna Herlina S (Film Researcher, Universitas Negeri Yogyakarta, Ketua KAFEIN).

ReelOzInd! tahun ini mengambil tema Imajinasi, bagi Kevin Evans kata tersebut mudah dipahami oleh kedua negara. “Tiap tahun kita ambil tema satu kata, sedikit dan dimengerti dua negara. gampang menyambung,” ujarnya.

ReelOzInd! adalah kompetisi dan festival film pendek yang ditujukan kepada sineas dari Australia dan Indonesia. Kevin menyebut lewat film mampu menyatukan berbagai hal dengan sederhana.

“Melalui film banyak orang di Australia dan Indonesia berfikir sama atau ralate oh pikirannya sama. Seringkali saya lupa, ini Indonesia atau Australia. Relate yang dialami, melihat dari lingkungan yang berbeda, dengan aspek primordial yang berbeda, dan kemanusiaan yang sama,” tambahnya.

Selain itu, film juga menjadi media pembelajaran yang menarik dan atraktif di Australia, terlebih kini banyak institusi pendidikan yang mengajarkan bahasa Indonesia.

Sementara Dr. Dyna Herlina, menyebut KalFest Hub mampu menjadi ruang strategis yang mampu menghubungkan festival dari berbagai negara. Salah satunya Australia yang selama ini tidak memiliki hubungan intensif dengan Indonesia. “KalFest Hub platform yang strategic to connect yang sebenarnya tidak terkoneksi. Saya berpikir ReelOzInd bisa kita undang, as well as festival,” ujarnya.

Behind Story Film-Film Pemenang ReelOzInd!

Tiga pemenang menyempatkan hadir dalam momen ini, cerita unik datang dari Firman Widyasmara kreator film berjudul Leleng, dengan teknik stop motion yang terkesan arkais menciptakan berbagai efek yang dinamis. Ternyata film animasi ini sempat tertunda bertahun-tahun lantaran berbagai situasi yang mendukung.

“Tantangannya karena ini film pertama jadi masih acakadut (berantakan), tapi di balik keterbatasan waktu cukup panjang, file sempat terserak karena pandemi Covid-19. Tahun 2023 mulai saya rapikan kembali seperti yang teman-teman saksikan,” ungkap Firman Widyasmara.

Cerita lain datang dari peraih Special Mention Young Filmmaker garapan Isla Ward. Filmnya berjudul Hurt People, Hurt People terispirasi dari kisah-kisah di sekililingnya. Bagaimana bullying terjadi pada murid-murid di sekolah. Ditemani dengan sang ayah, Isla menuju panggung KalFest Hub menceritakan di balik tema yang ia pilih.

“Why did I make that film? Because when I was 8 years old in green school. You have to do a project called a quest. Which is a passion project. Where you have to make something. Which is closer to something you like doing or something you like or appreciation or something like that. I don’t know there are people who make books, there are people who make songs. Everyone is doing something closer and I also made something more active. So I decided to make a film,” jelas Isla.

Terakhir, ada film Fighting for the Future pemenang Special mention Documentary, yang menyorot tinju yang dianggap dari kacamata anarkisme jalanan menjadi penyaluran hobi dan prestasi. Marjito Iskandar Tri Gunawan menyebut kelompok yang terbentuk informal menjadi ruang yang membawa kegelisahan menuju hal positif.

“Aku flashback lagi sekitar 20 tahun lalu, ini dunia mahasiswa dan remaja. Dicoba ditelusuri didalami lagi menjadi kegelisahan bersama. Dunia remaja adalah dunia penuh dengan energi,” tandasnya.

Final Film ReelOzInd! 2025 – Running Sheet

(Best Animation) Leleng | Zaenal Abidin (director) | Firman Widyasmara (producer) | Indonesia | 2025 | All Ages

(Best Documentary) Wadjemup Wirin Bidi | Glen Stasiuk (director/producer) | Australia | 2025 | All Ages

(Special Mention Fiction) Buried in Time | Deandrey Putra (director/producer) | Farhan Nugraha (producer) | Indonesia | 2025 | All Ages

(Special Mention Fiction) Fallow | Bonnie Van De Ven (director) | Andrew O’Keefe (producer) | Australia | 2024 | All Ages

(Special Mention Documentary) Fighting for the Future | Marjito Iskandar Tri Gunawan (director/producer) | Indonesia | 2025 | All Ages

(Special Mention Young Filmmaker) Hurt People, Hurt People | Isla Ayu Sri Ward (director/writer) | Indonesia | 2025 | All Ages

(Best Young Filmmaker) Running Away | Dari Justin (director/producer) | Australia | 2025 | All Ages

(Special Mention Animation) Elephant | Mia Innocenti (writer/director) | Phoebe Blanchard (writer) | Tenzin Kelly-hall (producer) | Australia | 2024 | All Ages

(Best Fiction/ Best Film) Kau, Aku, dan Kursi Itu (You and Me and that Chair) | Trivita Tiffany Winataputri (director/writer) | Matt Wallace (director) | Lawrence Phelan (producer) | Australia/Indonesia | 2023 | All Ages

KalFest Hub seri #8 ini menjadi momen spesial karena film-film pendek yang mendapatkan award akan diputar secara perdana dan serentak di Yogyakarta (Indonesia) dan Melbourne (Australia).

 

Pengalaman Unik Alumni Ilkom UII Kuliah S2 di India, dari Adaptasi hingga Culture Shock

Pengalaman unik datang dari alumni Ilmu Komuniasi UII, Rizqiyah Yusrinawati yang kini tengah melanjutkan studi lanjut di India. Ia memilih Journalism and Mass Communication di Punjab University melalui beasiswa pemerintah India. Lebih dari tiga bulan menjalani hidup di India, Qiya membagikan cara beradaptasi hingga culture shock yang dialaminya.

Sebagai mahasiswa internasional, tentu bahasa Inggris menjadi andalannya untuk berkomunikasi. Namun, di Punjab University bahasa pengantarnya adalah bahasa Punjab. Tentu ini membuat Qiya harus berusaha lebih keras. Ia adalah satu-satunya mahasiswa internasional di kelas itu. Tak jarang ia meminta dosen untuk mengulang penjelasan dengan bahasa Inggris.

“Karena mahasiswa internasional di kelas hanya saya, maka dosen akan mengajar menggunakan Punjabi atau Hindi,” ungkap Qiya.

“Tapi kalo belum paham beliau akan menjelaskan ulang dalam bahasa Inggris,” tambahnya.

Tak hanya di kelas, bahasa Punjabi menjadi bahasa utama, termasuk saat berada berbelanja di toko, memesan ojek online dan sebagainya.

Soal makanan juga tak kalah unik, ia pernah memesan jus buah. Di tengah panasnya suhu di India, Qiya sudah membayangkan akan minum jus mangga yang menyegarkan. Sayangnya, ekspektasinya berubah, jus mangga yang dipesannya terasa asin berempah masala khas India.

“Makanan ya, paling berat (adaptasi). Di India semua penuh rempah. Tapi semakin lama mulai terbiasa Pernah coba beli jus buah kan, ternyata asin dan berempah,” ujarnya.

Bertahan hidup di India menjadi tantangan baginya, termasuk dalam mencari tempat tinggal. Hampir semua kos di India khusus mereka yang vegan, artinya tak boleh memasak apapun di dapur kecuali makanan vegan. Dan ini juga berlaku di kantin kampusnya.

Tapi, kondisi ini cukup menguntungkan bagianya. Sebagai seorang muslim tak perlu terlalu was-was dalam memilih makanan.

Di luar pengalaman-pengalaman unik itu, Qiya bersyukur cita-citanya kuliah di India terwujud. India adalah negara impiannya, sejak S1 di Ilmu Komunikasi UII ia telah meyakinkan diri untuk belajar di negara yang kaya tradisi dan budaya itu.

Sistem pendidikan di India cukup berbeda dengan Indonesia. Budaya mencatat dan mengahafal teori begitu kuat. Hal ini memaksanya beradaptasi dengan cepat dan mencari strategi yang tepat.

“Jujur disini masih kebanyakan teori, jadi dosen akan menerangkan, dan kami mencatat. Tapi ada practical class tapi tidak banyak,” ungkapnya.

“Yang bikin greget, ujiannya tulis tangan (pena biru dan banyak aturan lainnya). Kalo bisa nulisnya 4-5 halaman. Jadi tergantung seberapa banyak mahasiwa menulis. Literally 3 jam tangan tidak berhenti menulis berlembar-lembar,” tambahnya lagi.

Selain itu, mahasiswa-mahasiswa di India sangat kompetitif dan semangat belajarnya tinggi. Hal ini membuatnya terpacu untuk terus beradaptasi. Melanjutkan studi di India adalah pilihan yang telah dipertimbangkan secara matang.

Alasannya karena udah cinta banget sama India. Terlebih suka tentang art and culture. Selain itu, mempertimbangkan kemampuan diri, dari segi mental dan finansial juga. India rupees dan Indonesia rupiah gak begitu jauh, harga makanan disini juga 11 12 lah sama di Indonesia,” teranya.

Ia juga membagikan tipsnya lolos mendapatkan beasiswa, memulai dari riset universitas dan negara tujuan.

Berikut bebrapa tips yang disampaikan Rizqiyah Yusrinawati sukses meraih beasiswa S2:

  1. Riset kampus dan negara. Kita bakal belajar di negeri orang, gak lucu kalo tiba-tiba gak cocok sama negaranya.
  2. Riset jurusan tentunya.
  3. Cek ketersediaan beasiswa (tanpa beasiswa pun gapapa- kembali lagi sesuaikan dengan kemampuan diri).
  4. Cek syarat-syarat dan dokumen yang harus diunggah (baik jalur beasiswa maupun non beasiswa ya).
  5. TOEFL/ DET/ IELTS/ PTE atau apapun itu. Kemampuan bahasa yang diminta apa. Ada kan kampus yang mengizinkan pakai sertifikat bahasa mereka (yang nonenglish) kayak German, Jepang, Korea dkk. Tapi ENGLISH penting banget.
  6. Essay (personal statment) CV, resume and so on. Ini masuknya ke dokumen yang perlu diunggah ya. Tapi kayaknya tips and trick penulisannya sangat diperlukan.
  7. Ngobrol sama awardee beasiswa atau alumni dari uni tersebut. Jadikan mentor, minta bantuan.
  8. Diskusi dengan orang tua dan jangan lupa berdoa.

Itulah cerita dan pengalaman menarik dari salah satu alumni Ilmu Komunikasi, harapannya kisah suksesnya mampu meberi inspirasi ya Comms.

PRESS RELEASE – KalFest Hub Seri #8 Berkolaborasi dengan ReelOZInd! ‘Menyatukan Film Pendek Indonesia-Australia di Jogja’

Menjadi agenda penutup tahun ini, Kaliurang Festival Hub (KalFest Hub) seri #8 berkolaborasi dengan ReelOzInd!. Festival digelar pada Kamis, 23 Oktober 2025 di Ruang Audio Visual Balai Layanan Perpustakaan Grhatama Pustaka DPAD DIY.

ReelOzInd! adalah kompetisi dan festival film pendek yang ditujukan kepada sineas dari Australia dan Indonesia. Tahun 2025, ReelOZInd! Yang digawangi oleh Jemma Purdey (Autralia) dan Gaston Soehadi (Indonesia) mengambil tema Imajinasi berhasil mendapatkan 9 pemenang dari berbagai kategori.

KalFest Hub seri #8 ini menjadi momen spesial karena film-film pendek yang mendapatkan award akan diputar secara perdana dan serentak di Yogyakarta (Indonesia) dan Melbourne (Australia).

Menjadi tuan rumah, Dr. Zaki Habibi selaku Kaliurang Festival Hub Programmer menyebut bahwa kesempatan ini dapat tercapai karena telah membangun jejaring yang cukup intensif dengan Jemma Purdey, Direktor Festival ReelOzInd!.

“KalFest Hub telah lama membangun jejaring dengan programmer Jemma Purdey dari Melbourne, yang membuka kesempatan kolaborasi untuk memutar film ReelOzInd! di Jogja,” ucapnya.

Pada kesempatan ini selain menhadirkan premiere screening 9 film, juga akan dilanjutkan dengan diskusi bersma Kevin Evans (Indonesia Director The Australia-Indonesia Centre) dan Dr. Dyna Herlina S (Film Researcher, Universitas Negeri Yogyakarta, Ketua KAFEIN). Beberapa pemenang ReelOzInd! Juga akan hadir untuk mewarnai diskusi dari kacamata produksi.

“Dalam seri #8 yang menjadi penutup tahun 2025, pemutaran film diselenggarakan di Kaliurang Festival Hub, Jogja, dilanjutkan dengan diskusi bersama tamu spesial dan filmmaker,” ujar Dr. Zaki Habibi.

Bagi pecinta dan pengkaji film agenda ini adalah kesempatan berharga yang sayang untuk dilewarkan. “Festival ini menghadirkan Premiere Screening serentak di Melbourne dan di Jogja pada 23 Oktober 2025, memberikan akses film yang sama tanpa harus ke Melbourne,” tandasnya.

Berikut beberapa daftar film yang akan diputar pada KalFest Hub Seri #8 x ReelOzInd!:

Final Film ReelOzInd! 2025 – Running Sheet

(Best Animation) Leleng | Zaenal Abidin (director) | Firman Widyasmara (producer) | Indonesia | 2025 | All Ages

(Best Documentary) Wadjemup Wirin Bidi | Glen Stasiuk (director/producer) | Australia | 2025 | All Ages

(Special Mention Fiction) Buried in Time | Deandrey Putra (director/producer) | Farhan Nugraha (producer) | Indonesia | 2025 | All Ages

(Special Mention Fiction) Fallow | Bonnie Van De Ven (director) | Andrew O’Keefe (producer) | Australia | 2024 | All Ages

(Special Mention Documentary) Fighting for the Future | Marjito Iskandar Tri Gunawan (director/producer) | Indonesia | 2025 | All Ages

(Special Mention Young Filmmaker) Hurt People, Hurt People | Isla Ayu Sri Ward (director/writer) | Indonesia | 2025 | All Ages

(Best Young Filmmaker) Running Away | Dari Justin (director/producer) | Australia | 2025 | All Ages

(Special Mention Animation) Elephant | Mia Innocenti (writer/director) | Phoebe Blanchard (writer) | Tenzin Kelly-hall (producer) | Australia | 2024 | All Ages

(Best Fiction/ Best Film) Kau, Aku, dan Kursi Itu (You and Me and that Chair) | Trivita Tiffany Winataputri (director/writer) | Matt Wallace (director) | Lawrence Phelan (producer) | Australia/Indonesia | 2023 | All Ages

Dengan kolabarasi antara KalFest Hub seri #8 dengan ReelOzInd! Mampu mempererat relasi kedua negara. Selain itu film-film yang dihadirkan memberikan kesempatan berbagi cerita yang jauh dari stereorip dan drama politik. Festival ini bertujuan meningkatkan kesadaran dari kedua Negra lewat karya kreatif.

“Kolaborasi ini diharapkan memperkuat jaringan dan relasi antara Indonesia dan Australia, khususnya antara Jogja dan Melbourne, sesuai spirit KalFest Hubsebagai penghubung berbagai entitas.” Tandas Dr. Zaki Habibi.

Rundown KalFest Hub seri 8 x ReelOzInd!

No Pukul Kegiatan  Durasi
15.00-15.15 Registrasi Kehadiran  15 Menit 
15.15-15.25 Sambutan dari Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, FISB, UII  10 Menit
15.25- 15.30 Sambutan dari Direktur Kaliurang Festival Hub.  5 Menit
15.30.17.00 Pemutaran film pemenang (Terbaik dan Penghargaan Khusus) dari setiap kategori kompetisi ReelOzInd.  120 Menit
17.00-18.00 Diskusi bersama perwakilan dari Australia Indonesia Center dan Akademisi pengkaji film.  60 Menit
18.00-18.45 Tanya jawab  45 Menit
18.45-18.50 Penyerahan souvenir kepada pembicara dan Foto bersama.  5 Menit
18.50-19.00 Penutup 10 Menit

 

 

 

Screening Festival Film Bahari

Film berjudul Sweat Dripping in the Ripples of the River kembali diputar dalam Festival Film Bahari pada 16 Oktober 2025. Sesi menonton bersama di UIN Siber Cirebon menjadi ruang bertemunya kreator dengan penonton. Para mahasiswa yang datang menunjukkan antusias terhadap film-film yang diputar.

Salah satu kru film Sweat Dripping in the Ripples of the River, Iven Sumardiyantoro menyebut bahwa mahasiswa yang datang sebagian besar penasaran terkait bagaimana proses produksi film dokumenter. Sebagai editor sekaligus cameramen, ia menjelaskan berdasarkan pengalaman yang dilaluinya.

“Mereka banyak bertanya tentang bagaimaana produksinya. Saya menjelaskan bagaimana kerja pasca produksi, editor bekerja sama dengan sutradara untuk menjahit cerita agar cerita dapat diterima, proses ini cukup panjang,” ujarnya menjelaskan.

Pertanyaan lain juga muncul, salah satunya terkait pemilihan isu. “Dalam film dokumenter isu yang dipilih sesuai dengan realitas. Di Demak, Jawa Tengah kondisinya banyak perempuan beralih profesi sebagai nelayan karena berbagai faktor termasuk krisis lingkungan,” tambahnya.

Film dokumenter ini berkisah tentang sosok perempuan nelayan di Demak, Jawa Tengah. Menariknya, sosok nelayan perempuan dalam kisah ini tidak hanya bergulat dengan profesi dan ekonomi melainkan juga kerja-kerja melestarikan lingkungan. Ini adalah bentuk kepedulian untuk keberlangsungan ekosistem perairan di Demak.

Festival Film Bahari 2025 mengambil tema Kembali ke Laut puluhan film bertemakan laut dan kelautan diputar serentak diberbagai titik di Kota Cirebon. secara umum film-film yang diputar mengambil tema climate change hingga ekosistem laut.

Salah satu film lainnya yang diputar adalah, Whales-Beloved and Hunted garapan sutradara Michael Neberg. Film dokumenter ini merekam kapan penangkap paus Norwegia, penangkapan paus demi berbagai kepentingan terutama budaya konsumsi di Eropa.

Bagi Iven Sumardiyantoro, banyak pesan mendalam dalam film-film yang dikurasi oleh Festival Film Bahari. Selain menebalkan pemahaman soal kelautan penonton diajak membaca berbagai realitas di berbagi belahan dunia.

Sebagai informasi film dokumenter Sweat Dripping in the Ripples of the River merupakan salah satu karya kreatif yang diproduksi oleh dosen dan staf Prodi Ilmu Komunikasi UII yakni Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom. bersama Marjito Iskandar Tri Gunawan, M.I.Kom. Film ini juga terpilih dalam Program Akuisisi Pengetahuan Lokal Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) periode 1 tahun 2024.

How Digital Technology Shapes Our Modern Lives

Technology has become an inseparable part of human life. From the moment we wake up to the time we go to sleep, our days are surrounded by digital devices and online connections. This “digital lifestyle” has transformed how we communicate, learn, and even relax. As technology continues to evolve, it influences not only our habits but also the way humans function and how they interact across the globe.

The story of technology is one of continuous progress. From the invention of the wheel to the rise of the internet, every era has witnessed innovations that changed human life. The late 20th century marked a turning point with the introduction of personal computers and mobile phones, followed by the digital revolution of the 21st century. The emergence of the internet, social media, and artificial intelligence has made information and communication faster and easier than ever before. Today, technology connects people from different parts of the world in seconds, creating what many call a “global village.”

How Technology Shapes Our Lives

In modern society, digital technology affects almost every aspect of daily life. Communication has become instant through messaging apps and video calls. Education has moved beyond the classroom, with online learning platforms offering access to knowledge anytime and anywhere. Work has also changed to remote jobs, and digital collaboration tools allow teams to work together across continents. Moreover, the COVID-19 pandemic, as explained in Bonnie’s journal “The Influence of COVID-19 Pandemic on Technology,” showed how urgent and necessary technology became during that time. It was not just about new inventions, but about how circumstances forced people to adapt quickly and find digital solutions for work, study, and even the health sector. Its convenience and change could also bring challenges, such as screen addiction, job loss, and reduced face-to-face interactions. Still, technology remains a powerful tool that enhances creativity, productivity, and global connection.

The Future Potential of Digital Technology

The future of digital living holds endless possibilities. Artificial intelligence, virtual reality, and smart devices are expected to make life even more efficient and personalized. Smart homes will automate daily tasks, self-driving cars will change transportation, and digital health technologies will improve medical care. Yet, as technology advances, ethical questions about data use, job automation, and digital inequality will grow. The future challenge is to ensure that technology serves humanity positively rather than replacing it.

The digital age has transformed the way people live, think, and interact. From its early beginnings to its current state, technology has shaped a new lifestyle centered on connectivity and convenience. While it brings many benefits, it also requires responsibility and balance. As we look toward the future, embracing technology wisely will be key to building a more connected, innovative, and humane world.

References

Bunch, & A. Hellemans. (2013, April 2). A Brief Outline of the History of Technology. 1-13. https://web.engr.oregonstate.edu/~funkk/Courses/TGL/Resources/history_of_tech_v4.pdf

Clipper B. (2020, June 30). The Influence of the COVID-19 Pandemic on Technology: Adoption in Health Care. Nurse leader, 18(5), 500-503. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7324321/

Schwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. World Economic Forum. Retrieved October 16, 2025, from https://law.unimelb.edu.au/__data/assets/pdf_file/0005/3385454/Schwab-The_Fourth_Industrial_Revolution_Klaus_S.pdf

Written by: Thrya Abdulraheem Motea Al-aqab

Edited by: Meigitaria Sanita

Two IPC Students Win Third Place at the International Business Plan Competition Leading Scientific Fair 2025

Two IPC UII students won third place in the Leading Scientific Fair 2025 International Business Plan Competition. The competition, held on 11–12 October 2025 at the K.H.A Wahid Hasyim Building, UII, Nabila Aulia Zahra and Gadis Kurnia Khamba emerged as winners.

In the competition, the IPC UII team presented BridgeSkill, a web-based mentoring platform that connects retirees as mentors with UMKM owners. According to Nabila Aulia Zahra, this idea was inspired by her mother. This year, her mother retired, but her capacity allows her to facilitate UMKM players.

“I wanted to step out of my comfort zone, and my mother, because of this BridgeSkill idea, since my mother retired this year. I hope that one day this idea can be realised and be helpful, especially for retirees who still want to be productive and UMKMs that want to grow,” she said.

Similar to her teammate, Gadis Kurnia Khamba wanted to step out of her comfort zone and challenge herself by participating in this competition.

“My main motivation for joining this competition was to challenge myself to step out of my comfort zone and learn how to turn an abstract idea into a concrete, realistic business plan,” she said.

For both IPC Batch 2023 students, this competition was their first experience. They had no relevant experience whatsoever. However, they met the right mentor. One of the UII Communication Science lecturers, Ibnu Darmawan, S.I.Kom., M.I.Kom., was willing to guide them.

“Initially, I received several potential ideas from friends for mentoring this creative business plan project from Nabila and Gadis. From these many ideas, I began to select several options that seemed realistic and had great potential, considering that the key to a business idea is its feasibility. Especially if there are similar businesses already operating, this can be used as a benchmark to facilitate the preparation of the business flow,” said the UII Communication Science lecturer.

Ibnu Drmawan explained that the advantage of this idea is not only empowering the retiree community, but also helping the UMKM community, which is often constrained by funds to access professional business training or consultants.

After working hard for about a month to draft the proposal, Nabila and Gadis completed it. Their proposal, titled “Bridgeskill: Empowering Micro Small Medium Enterprises Through Expert Retiree Mentorship and Intergenerational Collaboration”, was accepted and placed them as finalists.

A few days later, based on the assessment of the proposal’s content, they advanced to the next stage, which was the idea presentation.

“We continued the mentorship for the presentation preparation. This time, we collaborated with Mrs. Lutviah, considering her expertise in English presentations. Unfortunately, due to various constraints, we could only conduct one rehearsal with very limited time,” added Ibnu Darmawan.

From this international competition experience, the participants gained many insights. In addition to establishing external relationships, they also understood how a business works.

“Of course, the relationships and advice from the judges to improve ourselves for future competitions,” said Nabila Aulia Zahra.

“This experience taught me a lot, even about aspects I had never considered before, like market research and revenue strategy. I gained a better understanding of how to build a business idea from scratch, collect supporting data, and prepare a presentation under tight deadlines. Since it was just me and one teammate, we really had to complement each other, split tasks wisely, and stay in sync even when things got hectic. It was definitely challenging, but it made me more confident and motivated to keep developing new ideas in the business field,” said Gadis Kurnia Khamba.

Webinar IAMCR

Webinar Integritas Akademik Seri 1

Guru Besar, Integritas Akademik vs Reputasi Perguruan Tinggi di Indonesia

(Belajar dari Kasus Pemberhentian 17 Guru Besar Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin)

Waktu: Jumat, 17 Oktober 2025

Pukul: 19.00 WIB

Link GMeet: http://meet.google.com/vgz-zksn-czm

Pembicara:

  • Prof. Masduki – Guru Besar UII, Aktivis Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik
  • Dr. AS Martadani – Dekan Fisipol, Universitas Widya Mataram
  • Dr. Fahrinoor – Dosen Magister Ilmu Komunikasi, Aktivis Forum Peduli ULM Banjarmasin

Moderator: Meigitaria Sanita – IAMCR Indonesia

Webinar ini diselenggarakan oleh IAMCR Indonesia

Informasi selengkapnya: 089626804163

‘Rajbani Gibran’ Mahasiswa Ilmu Komunikasi Raih Juara 2 Lomba MTQ Tingkat Nasional

Mahassiwa Ilmu Komunikasi, D. Rajbani Gibran Ahmad berhasil memenangkan kompetisi MTQ tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Lambung Mangkurat pada 6-9 Oktober 2025.

Mahasiswa angkatan 2024 tersebut berhasil meraih juara dua pada kategori Musabaqah Syahril Qur’an. Kompetisi beregu ini merupakan bidang musabaqah yang mengungkapkan isi kandungan Al-Qur’an dengan cara menampilkan bacaan, puitisasi, terjemahan, dan uraian yang menunjukkan kesatuan yang serasi.

Kompetisi ini merupakan debut tingkat nasional perdana bagi Rajbani, ia bercerita bahwa bidang Syahril Qur’an telah ditekuninya sejak masih mondok di tahun 2019. Meski demikian jalannya tidak mulus, beberapa kali ia harus menelan pil pahit lantaran kegagalannya yang berulang.

 “Ini pengalaman pertama aku bisa menjadi peserta lomba MTQ tingkat nasional,” ujarnya.

Sebelumnya di tahun 2022 ia sempat menjadi calon peserta MTQ Nasional untuk mewakili Kafilah Jawa Barat, sayangnya tujuh hari menjelang keberangkatannya justru ia diganti oleh peserta lain.

Kejadian serupa ternyata berulang di tahun 2024, ia dipanggil sebagai calon peserta untuk Jawa Barat. Namun mimpinya pupus karena tergantikan calon lain.

Its okey tidak apa-apa mungkin belumb rezekinya, dan di tahun 2024 saya kembali lagi kepanggil TC calon peserta nasional kafilah Jawa Barat lagi, alhasil kasus nya masih sama seperti di tahun 2022. Setelah itu saya bermimpi ketika nanti saya sudah jadi mahasiswa saya harus mengikuti MTQMN dan harus sampai naik panggung,” ungkapnya penuh keyakinan.

Akhirnya cita-citanya terwujud saat memasuki semester tiga perkuliahannya di UII. Rajbani mengikuti seleksi internal di UII, selanjutnya seleksi online pra-nasional dengan mengirim video online. Ia dan tim bersaing dengan ratusan tim dari seluruh Indonesia.

“Alhamdulillah lolos 48 besar dan siap berangkat ke Nasional lomba secara offline di Universitas Lambung Mangkurat, Saya tampil penyisihan di hari pertama dan alhamdulillah Masuk babak Final 6 besar dan Finish di Posisi 2,” ungkapnya.

Ia bersyukur mendapatkan dukungan dari pihak kampus untuk mewujudkan cita-citanya. “Terimakasih UII karena sudah mendukung mahasiswa untuk berkembang,” tandasnya.

Raihan prestasi dari D. Rajbani Gibran Ahmad turut mengharumkan nama UII, khususnya Jurusan Ilmu Komunikasi di mata publik.

Ask the Expert: Keamanan Digital Perempuan dalam Bermedia Sosial

Perempuan menjadi sosok rentan di media sosial, diakui atau tidak perempuan lebih sering mendapat risiko kekerasan online. Data dari United Nation – Regional Centre for Western Europe, menyebut 16 hingga 58 persen perempuan dan anak perempuan menjadi sasaran kekerasan online.

Kekerasan online bisa muncul karena berbagai tindakan di masa lalu. Tahun 2010an pelecehan berbasis gambar atau revenge porn menuai banyak perhatian. Penyebaran gambar intim tanpa concern kerap digunakan untuk balas dendam hingga senjata mengontrol perempuan. Tahun 2017, data menunjukkan 1 dari 10 perempuan menjadi korban kekerasan online sejak usia 15 tahun. Kondisi ini semakin parah pada pandemi Covid-19, semua aktivitas bergantung pada ruang digital.

Selain fakta tersebut, kecemasan juga datang dalam bentuk penguntitan. Informasi keberadaan seseorang dapat dengan mudah diketahui publik. Sementara, percepatan teknologi dalam sisi negatif memperburuk kondisi. Perkembangan AI menambah kompleksitas masalah ini. dengan mudah aplikasi berbasis AI menghasilkan pornografi deepfake, dan sulit untuk dibuktikan oleh korban.

Ditambah algoritma di media sosial kini menyukai interkasi yang melonjak tinggi, sehingga konten tersebar dengan cepat dan tak terbatas. Lantas bagaimana seharusnya perempuan aman di ruang digital?

Dosen Ilmu Komunikasi UII, Ratna Permata Sari, S.I.Kom., M.A. membagikan berbagai upaya agar perempuan lebih bijak di ruang digital khususnya dalam menggunakan sosial media.

  • Bagaimana cara perempuan bisa lebih kritis dalam mengelola jejak digitalnya agar tidak disalahgunakan pihak lain?

Saya menjawab terkait dengan pengguna media sosial secara luas. Bisa dimulai dengan memperhatikan apa yang diposting. Mungkin kita bisa mengatakan saring sebelum sharing. Dengan mulai tidak membagikan informasi pribadi ke media sosial seperti foto KTP, foto KK, atau hal-hal tentang dokumen-dokumen yang rahasia. Mungkin kalau perempuan, ada yang perlu lebih diperhatikan mengenai foto atau video yang terkait dengan dia dan tubuh dia secara umum. Dari situlah kemudian paling tidak mengetahui bahwa apa yang diposting sudah mengandung sebuah makna bahwa akan ada sesuatu yang jangan sampai di sesali di kemudian hari.

  • Apa bentuk risiko atau ancaman digital yang paling sering dihadapi perempuan ketika menggunakan media sosial?

Ancaman atau risiko di media sosial biasanya terkait dengan hal-hal yang sifatnya lokasi. Jadi location atau shared location itu sebenarnya mengandung risiko. Terutama buat perempuan ada beberapa kasus yang kadang-kadang terkait dengan penguntitan, di-stalking atau kemudian dalam beberapa kasus terjadi proses anarkis dan lain sebagainya karena memang kita meletakkan atau memberitahu lokasi kita di postingan terkini atau live. Sehingga kemudian sarannya kalau kemudian posting di media sosial baiknya dilakukan secara tertunda atau tidak live. Sehingga mereka tahu kita di mana tapi itu mungkin sudah beberapa jam atau sudah beberapa hari kita sejak di tempat tersebut.

  • Apa pesan utama yang sebaiknya ditanamkan pada perempuan agar mereka lebih sadar keamanan data di media sosial?

Terkait dengan keamanan data, pertama pengguna media sosial kita secara umum harus tahu bahwa kita harus terus mengupdate cyber security atau keamanan di media sosial. Salah satunya adalah dengan kita terus melakukan update pasword kita di media sosial dan juga melakukan atau tidak memberitahu atau tidak meletakkan password kita di tempat-tempat yang mudah diakses oleh banyak orang. Dan terkait dengan isu yang pertama yang saring sebelum sharing adalah, terutama buat perempuan jika kita dalam sebuah hubungan yang dekat dengan seseorang, untuk mulai memperhatikan atau lebih concern terhadap konten atau postingan yang akan kita bagikan di media sosial dan terkait hal-hal yang sifatnya intim seperti itu, bisa foto, bisa video, atau apapun yang postingan karena bagaimanapun kita harus tahu bahwa jejak digital itu sifatnya permanen seperti itu.

Itulah bebrapa upaya meningkatkan keamanan perempuan di ruang digital, lantas bagaimana pendapatmu Comms?