Tag Archive for: p2a

Awarding night
Reading Time: 2 minutes

After traveling to the two countries of Indonesia and Malaysia, it was time for the P2A 2024 Awarding Night. The appreciation moment on 5 October 2024 marked the end of the Passage to ASEAN (P2A) 2024 series.

The awarding night was conducted in a hybrid way, live in the TV studio of the UII Communication Science Study Program, by combining Zoom meetings for delegates spread across two countries.

This international mobility involving Universitas Islam Indonesia and Universiti Utara Malaysia took place from 19 to 29 August 2024, travelling around Yogyakarta, Kuala Lumpur, Kedah, and Langkawi. Twenty delegates attended. The delegates were divided into groups and responsible for completing projects related to the AWARE theme: Exploring Digital Culture and Urban Environment in Creative Ecosystem. The work produced from the P2A 2024 project is in the form of photos, videos, and writings.

The P2A 2024 Awarding Night was also attended online by several university officials including the Vice Rector for Partnership and Entrepreneurship of UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D and Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D as the Head of UII Communication Science Department. While from UUM Dr Syamsul Hirdi bin Muhid and several other lecturers.

Both representatives from the university expressed their gratitude for the international collaboration that has been established since the last few years. Interestingly, the collaboration produced outputs that were able to hone the skills of the delegates from both universities.

The event that night was even more interesting because it was enlivened by art performances from the two cultures of Indonesia and Malaysia. Firstly Butterfly Dance, Javanese Dance and Rap from UII, while from UUM gave an offering of folk songs from Malaysia.

The most awaited moment was of course the announcement of the winner of the creative work of the delegates. After going through the judging process, the three best works were selected. The appointed jury was Marjito Iskandar Tri Gunawan, M.I.Kom who is a UII laboratory assistant as well as a film activist, while the representative from UUM was Dr Azzura.

List of Best Works in P2A 2024

3rd Winner:

– Spica, Latifah, Noraisyafika, Athirah, Batrisya: Travel Journal

2nd Winner:

– Nandita, Dila: Video Reel: Two Nations, One Journey

1st Winner Best Project

– Nurfahmi, Musdalifah, Kissharoopy, Faeiq: Everything’s Waiting For You

More information about P2A 2024 can be accessed on the following page:

P2A
Reading Time: 2 minutes

Selepas mengeksplore Yogyakarta dalam program inbound Passage to ASEAN (P2A) 2024, delegasi dari Internasional Program Ilmu Komunikasi UII bersama delegasi SCIMPA UUM akhirnya terbang ke Malaysia pada 24 Agustus 2024.

Menariknya 10 delegasi dari UII akan mengeksplore beberapa wilayah di Malayasia mulai dari Kedah yang merupakan rumah dari UUM, Langkawi, hingga Kuala Lumpur. Selama enam hari para delegasi akan mengikuti berbagai program yang telah disiapkan oleh pihak SCIMPA UUM,

Berbeda dengan program inbound, beberapa agenda yang akan diikuti delegasi UII selama di Malaysia adalah visiting to SCIMPA Anjung Tamu, photography session, hingga bergabung dalam konferensi internasional di Langkawi.

Tak hanya menjadi peserta dalam konferensi internasional, salah satu dosen pendamping dari Prodi Ilmu Komunikasi, Dr. Herman Felani, S.S., M.A ditunjuk menjadi keynote speaker dalam forum internasional tersebut.

Visiting Anjung Tamu dan Photography Session

Setelah tiba di Malaysia, pada 25 Agustus 2024 delegasi UII lakukan kunjungan ke SCIMPA Anjung Tamu. Berkeliling di lokasi kampus juga mengenal budaya akademik yang tentu berbeda dengan Indonesia.

Usai lakukan kampus tour, 10 delegasi dari UII berkesempatan belajar fotografi dengan Klub Kamera Kedah. Jika workshop photography sesi inbound di Yogyakarta mengambil latar alam, di Malaysia Klub Kamera Kedah mengajak para delegasi untuk mengeksplore kota di Alor Setar.

Photo session dilakukan dengan berbagai objek bangunan serta saling bergantian menjadi model dengan busana khas daerah.

CIIC Langkawi and Cultural Dinner

Konferensi internasional Creative Industry International Conference (CIIC) yang selenggarakan SCIMPA UUM pada 26 Agustus 2024 di Goldsand Hotel, Pulau Langkawi, Malaysia turut mengundang dosen prodi Ilmu Komunikasi yakni Dr. Herman Felani, S.S., M.A sebagai keynote speaker.

Bertemakan “The Emergence of AI in Culture and Creative Industries: Opportunities and Challenges.” Dalam presentasinya Herman Felani menyajikan hasil penelitiannya terkait penggunaan AI (artificial intelligence) atau kecerdasan buatan dan budaya populer dalam kampanye pemilihan presiden Indonesia di tahun 2024.

“Dalam dunia politik, AI yang dikombinasikan dengan budaya populer berhasil menarik pemilihan para pemilih muda khususnya dari generasi millenial dan Gen Z untuk mengekspresikan dukungan politik kepada kandidat presiden dan wakil presiden sebagai bagian dari kampanye yang kreatif,” ujarnya.

Diskusi tersebut mengundang banyak pertanyaan dan diskusi lebih lanjut, bagi audiens Malaysia fenomena yang dipaparkan tidak ditemui dalam pemilihan umum di Malaysia dan merupakan sesuatu yang unik dan menarik bagi warga Malaysia.

Sementara salah seorang mahasiswa S3 dari Universiti Utara Malaysia yang berasal dari China menyatakan bahwa presentasi dari Dosen UII tersebut memberikan inspirasi baginya untuk mengembangkan penelitiannya melalui penggunaan AI untuk melestarikan budaya ziarah ke makam keluarga di China.

Usai konferensi internasional, agenda ditutup dengan cultural dinner dari kedua pihak. Ini merupakan forum hangat dan santai.

Keterlibatan UII sebagai mitra Universiti Utara Malaysia 2024 merupakan bagian realiasi kerjasama yang telah berlangsung sejak 2018 antara Prodi Ilmu Komunikasi UII dengan SCIMPA UUM. Program ini merupakan rangkaian dari Program P2A ICE CREAM (Passage to ASEAN International Course on Creative Media) yang merupakan program mobility untuk mahasiswa UII dan UUM yang berlangsung pada 19-29 Agustus 2024. 10 orang mahasiswa International Program Ilmu Komunikasi UII juga hadir dalam workshop penggunaan AI dalam Produksi Konten yang menjadi acara pembuka CIIC 2024.

P2A
Reading Time: 3 minutes

Passage to ASEAN (P2A) 2024 bertajuk AWARE: Exploring Digital Culture and Urban Environment in Creative Ecosystem telah berlangsung dengan seru. Kegiatan ini melibatkan dua institusi pendidikan yakni International Program (IP) Prodi Ilmu Komunikasi UII bersama SCIMPA Universiti Utara Malaysia (UUM). Terdapat berbagai agenda menarik yang dilakukan dalam perjalanan dua negara di Indonesia dan Malaysia.

Inbound program mengambil latar di Yogyakarta, Provinsi yang kaya budaya tak akan habis dieksplorasi hanya dengan waktu satu pekan. Inbound berlangsung selama lima hari sejak 20 hingga 24 Agustus 2024. Peserta dari dua negara memiliki misi untuk menyelesaikan berbagai tugas pada setiap sesinya.

Tak hanya bersenang-senang keliling dua negara, program P2A memiliki prinsip Project Based Learning (PBL) dimana setiap delegasi berkesempatan meningkatkan hard skill dan soft skill untuk membuat berbagai karya dan konten melalui media. Selain itu mereka juga ditantang untuk bekerja sama dalam tim dengan berbagai perbedaan karakter dan budaya.

Dibuka langsung oleh Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) UII, Qurotul Uyun menyebut jika tema yang diangkat tahun ini menarik dan sesuai dengan beberapa masalah yang terjadi di Yogyakarta.

“Konsisten dilakukan setiap tahunnya, artinya ada komitmen antara dua belah pihak. Saya sangat mengapresiasi hal ini. Sementara isu yang diangkat, khususnya lingkungan di Yogyakarta ini sangat relate. Isu ini memang membutuhkan perhatian dari kita semua,” ujarnya dalam speech yang di gelar di Auditorium FPSB, (21/08).

Pada kesempatan yang sama Kaprodi Ilmu Komunikasi, Iwan Awaluddin Yusuf menyambut para delegasi dari SCIMPA UUM dengan pantun. Memiliki kedekatan budaya Melayu, pantun mampu mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal dan kesamaan identitas dua negara.

“Dari Kedah terbang ke Jogja. Mengikuti perjamuan di UII. Hati merekah datang ke acara Passage to Asean. Semoga persahabatan abadi hingga nanti,” ujarnya.

Disambut dengan hangat, perwakilan yakni Syamsul Hirdi Bin Muhid, selaku Deputy Dean (Student Affairs and Alumni) UUM mengaku lega dan seperti mengunjungi keluarga sendiri.

“Our first day it has been very, actually you know describe we feel. And we feel we are coming back to home and we are coming to our family,” ujarnya.

Program Inbound di Yogyakarta

Sesuai dengan tema yang AWARE: Exploring Digital Culture and Urban Environment in Creative Ecosystem semua program yang dirancang khusus oleh IP Ilmu Komunikasi UII bersama tim fokus dengan eksplorasi budaya di Yogyakarta, khususnya wilayah perkotaan. Tak hanya itu, budaya digital serta ekosistem kreatif di sekitarnya juga tak luput dari perhatian.

Selama pelaksanaan program, delegasi dari SCIMPA UUM didampingi oleh buddies yang berasal dari mahasiswa Ilmu Komunikasi UII. Mereka membentuk beberapa tim untuk saling aktif berdiskusi selama program berlangsung

Campus Tour

Herman Felani, salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi mengajak para delegasi mengelilingi lingkungan kampus UII. Beberapa gedung yang disambangi adalah FPSB, FIAI, dan sekitarnya. Herman menjelaskan secara detail mulai dari sejarah hingga gaya arsitekturnya.

Tak terlewatkan, Gedung Mohammad Hatta adalah tujuan utama. Perpustakaan pusat ini memiliki koleksi yang beragam hingga arsitekturnya yang tak biasa ternyata menyimpan sejarah dan peradaban yang sangat kaya. Di sana terdapat museum yang berisi informasi sejarah UII, sisi kanan berbagai artefak administrasi, bagian tengah berbagai benda bersejarah milik rektor pertama UII, KH Abdul Kahar Muzakkir. Dan sisi kiri dipenuhi dengan visual sejarah perjalanan UII.

Sementara, hal menarik lain adalah bangunan Candi Kimpulan yang tak sengaja ditemukan saat pembangunan perpustakaan tahun 2009 lalu. Candi bercorak Hindu ini sejajar dengan keberadaan Masjid Ulil Albab UII. Menambah nilai kergaman dalam sejarah budaya dan agama di wilayah Jawa.

Sejarah lengkap Candi Kimpulan dapat diakses melalui laman berikut:

https://library.uii.ac.id/candi/

Urban Walking Workshop

Tak hanya jalan-jalan di pusat kota, Urban Walking Workshop ini menggunakan sensory method. Zaki Habibi, dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII sebagai fasilitator dalam workshop tersebut menekankan bahwa dalam jalan-jalan itu menekankan penggunaan seluruh indra untuk mengeksplorasi pengalaman perjalanan itu.

Dimulai dari Tugu Golong Gilig (Tugu Yogyakarta) pada pukul 08.00 WIB kemudian melanjutkan perjalanan melalui jalan utama Kota Yogyakarta yang masuk dalam bagian situs UNESCO World Heritage: mulai dari jalan Margo Utomo, Mangkubumi, melewati rel kereta, kemudian berakhir di Jalan Malioboro. Jarak perjalanan kurang lebih sejauh 2.5 kilometer.

Photography Workshop

Mengambil latar di Ledok Sambi, photography workshop berlangsung pada 22 Agustus 2024 dipandu oleh Hardoyo, dosen sekaligus praktisi bidang fotografi dan desain grafis. Sebelum menerjunkan para delegasi untuk hunting foto di alam, Hardoyo menjelaskan sejarah bagaimana Ledok Sambi yang merupakan desa wisata inisiasi warga hingga budayanya.

Hasil jepretan dari delegasi UII dan UUM akhirnya direview satu per satu. Salah satu yang disampaikan terkait teknik mengambil foto adalah membuat komposisi yang tepat.

“Dalam mengambil foto kita harus berani untuk mendekati objek, agar angle dan komposisi lebih pas dan tidak ambigu,” ujar Hardoyo.

Cultural Night

Ini merupakan program terakhir yang berlangsung di Hotel Cakra Kembang. Program penutup tersebut menampilkan dua pertunjukan dari UUM dan UII. Diawali dengan makan malam yang hangat, kemudian acara dilanjutkan dengan pertunjukan kedua negara.

Delegasi UUM menampilkan tarian dan lagu-lagu Melayu, lengkap dengan pakaian adat yakni baju kurung. Sementara, dari UII menampilkan teater dengan cerita modern atas fenomena viral di media sosial.

Penulis: Meigitaria Sanita

P2A
Reading Time: < 1 minute

Passage to Asean (P2A) 2024 kembali dilaksanakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi (Program Internasional) UII bersama Universiti Utara Malaysia (UUM) pada 19-29 Agustus 2024.

P2A kali ini akan mengeksplore dua negara yakni Indonesia dan Malaysia, berbagai forum dan workshop akan digelar. Dengan tajuk AWARE: Exploring Digital Culture and Urban Environment in Creative Ecosystem, pertemuan ini akan mengambil latar di Yogyakarta untuk Indonesia serta Kuala Lumpur, Kedah, dan Langkawi saat di Malaysia.

Menariknya para mahasiswa dari kedua universitas ini akan saling bertukar budaya dengan merasakan langsung negara-negara yang dikunjungi. Perlu diketahui, P2A merupakan program mobility international yang rutin dilakukan setiap tahunnya.

Penasaran apa bagaimana keseruan para mahasiswa yang akan lakukan urban walking keliling Yogyakarta dan eksplor Langkawi?

Pantau terus Instagram @ip.communications.uii dan @komunikasiuii.official

Jadwal Perjalanan P2A 2024

Venue Yogyakarta Indonesia

19 Agustus 2024         : Team UUM arrives at Yogyakarta

20 Agustus 2024         : Welcoming in UII

21 Agustus 2024         : Urban Walking Workshop

22 Agustus 2024         : Photography Workshop in Ledok Sambi Village with Expert, Cultural Night Performance

23 Agustus 2024         : Free time at Jogja

Venue Malaysia

24 Agustus 2024         : Arrive in KLIA

25 Agustus 2024         : Visit to SCIMPA Anjung Tamu, Photography Session (Alor Setar)

26 Agustus 2024         : UUM Sintok, Trip Langkawi

27 Agustus 2024         : CIIC Langkawi and Cultural Dinner

28 Agustus 2024         : Free time in Langkawi

29 Agustus 2024         : Flight from KL to Yogyakarta

Reading Time: 2 minutes

Setelah beberapa kali webinar dan kuliah umum, seluruh peserta P2A mulai membuat produksi media kreatif selama dua minggu. Semua peserta dibagi menjadi sepuluh kelompok. Setiap kelompok terdiri dari berbagai anggota dari universitas dan negara beragam di ASEAN. Seperti Indonesia (UII dan UAJ), Vietnam (DTU dan UEL), Kamboja (AIC), Malaysia (UUM), Singapura, dan Filipina.

Dan hari H pun tiba, tepatnya 10 Desember 2021, setelah berminggu-minggu dan bekerja sama tim, masing-masing kelompok diundang untuk mempresentasikan hasil akhirnya. Ada yang mempresentasikan photo story dengan media flipbook, atau website photo story, ada yang menghadirkan e-magazine, atau ada juga yang menyajikan animasi yang disebut picture story.

Banyak juga yang membuat vlog individual dan vlog grup. Yang menarik adalah tema apa yang mereka bawakan kepada para juri. Misalnya, Anda dapat melihat bagaimana mereka menyajikan tema dan topik yang berbeda seperti berbagai es krim di negara-negara ASEAN, Tempat Bersejarah di Asian, atau Anda dapat melihat berbagai pekerjaan atau profesi unik di seluruh negeri di Asean. Setidaknya terkumpul sepuluh media kreatif dari sepuluh kelompok, enam negara, delapan kampus, dan lebih dari seratus mahasiswa (peserta).

Banyak komentar dari para juri yang juga merupakan dosen dari rekanan P2A Ice Cream. “Ini adalah proses pembelajaran yang sempurna untuk mereka dan masa depan mereka. Ya. Selamat untuk kalian semua. Tahukah Anda, tidak semua mahasiswa kita memiliki kesempatan untuk mengikuti program ini,” kata Dorien Kartikawangi, Kepala Prodi Komunikasi, Universita Katolik Atma Jaya, Jakarta, Indonesia.

Adzira Husain, dosen School of Computing, College of Arts & Sciences, Universiti Utara Malaysia, juga mengapresiasi semua pihak. Ia mengomentari konsep, sinematografi, foto, dan teknik lain dari karya para peserta. “Saya tahu sulit mendapatkan komitmen dari negara lain, tetapi Anda telah melakukannya dengan sebaik-baiknya,” kata Adzira Husain.

Sementara itu, Herman Felani, dosen Departemen Ilmu Komunikasi UII, juga mengapresiasi kerja keras tim tersebut. Ia mengucapkan selamat kepada seluruh kerja tim dan para mentor yang telah mendampingi proses media kreatif. “Ini juga pembelajaran berbasis proyek Anda. Jadi prosesnya juga jauh lebih berharga dari sekadar hasil. Tapi tentunya kita ingin yang berbasis hasil juga, bagus,” kata Herman Felani.

Reading Time: 2 minutes

After several webinars and general lectures, all of the participants of P2A start to make a creative media production for two weeks. All of the participants were divided into ten groups. Every group contains various members from any university and country in ASEAN. Such as Indonesia (UII and UAJ), Vietnam (DTU dan UEL), Cambodia (AIC), Malaysia (UUM), Singapore, and Filipina.

And the D day has come, ot 10 December 2021, after weeks and teamwork, each group was invited to present their final results. Some of them offer a photo story with flipbook medium, or website of photo stories, some of them were presenting e-magazine, or some of them present an animation so-called picture story

Many of them also create vlogs and group vlogs. The exciting thing is what theme they bring to the judges. For example, you can see how they present different themes and topics such as various ice cream in other countries in ASEAN, Historical Places in Asia, or you can see multiple unique jobs or professions across the country.  At least there collected ten creative media from ten groups, six countries, eight campuses, and more than a hundred students (participant).

 

There are many comments from the judges, who are also a lecturer from partners of P2A Ice Cream. “This is a perfect learning process for them and their future. Yeah. Congratulation to all of you. You know, not all our students have the opportunity to join this program,” said Dorien Kartikawangi, head of School of Communication, Universita Katolik Atma Jaya, Jakarta, Indonesia.

Adzira Husain, lecturer at the School of Computing, College of Arts & Sciences, Universiti Utara Malaysia, also appreciates all groups. She shares more comments on the concept, the cinematography, the photo, and other technique of the work. “I know it’s hard to get the commitment from a different country, but you have done it the best,” Said Adzira Husain.

At the same time, Herman Felani, lecturer of the Department of Communications, UII, also appreciate the team’s hard work. He congrats all the teamwork and the mentors who have accompanied the creative media process. “This is also your project-based learning. So the process is also much more precious than just the result. But of course, we want an outcome-based, good,” said Herman Felani.

 

Reading Time: 2 minutes

Finding Theme Ideas for work is often a headache and time-consuming. However, ideas can arise amid unforeseen conditions and even within limitations.

Denty Piaway Nastitie’s experience, a journalist and photographer for Kompas Group Media, Indonesia, studying in London, UK. Denty speaking in a Webinar entitled P2A (Passage to ASEAN) Ice Cream 2021, International Course on Creative Media (Ice Cream) Inspiring the World with Creative Production, was initiated by the Communication Studies Program, the Islamic University of Indonesia on November 16, 2021.

Denty told his story when she was quarantined in a hotel in England. Several weeks she was tired of not getting out of the hotel. She watches Netflix Apps all day. But over time, he got bored. Just somersault on the bed staring at the hotel ceiling and occasionally looking out the window.

After so many frustrating days, She looked out. She imagined that the windows were screens framing passersby on the streets of London. “I imagine they are models who are waddling like a model who is on a fashion show,” said Denty.

Activating imaginations like Denty’s is one of many ways to help find themes for story photos. In addition, Denty also shared how we found a suitable piece.

Find the story

The first way is to find the story. Here, Denty suggests first finding the story or memory you want to convey. For example, you want to talk about childhood, memorable places, exciting events, natural beauty, painful experiences, and others.

Identify the Audience

When you have found a theme, you also have to think about who this photo will be shown. For yourself, the local community, national media, or international media. This will make the photographer think about what theme or image to take.

Decide the order

A photo story is a story, and we have to think about how this story will begin, how the conflict will build, and end. We have to compose the picture. Is it with a chronological narrative or by associating one story with a particular event that is already known to the public?

In addition to telling about her creative process in taking themes and taking pictures during the quarantine period, Denty also told how he took photos of the life journey of someone with a mental illness. She takes pictures of his daily life, how he struggles with his condition, lives with the surrounding community, the people who support him, and his inner mood.

To describe a person’s inner life with a mental disorder is not easy. Denty wants to show it in a photo; people who see it can feel a complicated psychological condition. “This picture of a person with a black shadow, and this black and white color, I want other people to feel what is in their psychological atmosphere. Humans are angry, happy, sad, disappointed; humans feel different thoughts and feelings. The human psychological atmosphere is like multi-layered.”

 

Reading Time: 2 minutes

Mencari Ide Tema untuk sebuah karya sering kali membuat pusing dan memakan banyak waktu. Namun, ide bisa saja muncul di tengah-tengah kondisi yang tak terduga dan bahkan dalam keterbatasan.

Pengalaman tersebut diceritakan Denty Piaway Nastitie, Jurnalis dan Fotografer Kompas Media yang sedang melanjutkan Studi di London, UK. Webinar P2A  (Passage to Asean) Ice Cream 2021, International Course on Creative Media (Ice Cream) Inspiring the World with Creative Production, ini diprakarsai oleh Program Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Indonesia pada 16 November 2021.

Denty menceritakan kisahnya saat ia di karantina di sebuah hotel di Inggris. Beberapa minggu ia bosan tak bisa keluar dari hotel. Ia hanya menonton netflix sepanjang hari. Tapi lama-kelamaan ia merasa bosan. Hanya bisa jungkir balik di kasur menatap langit-langit hotel dan sesekali melihat keluar melalui jendela.

Setelah sekian hari frustasi, ia melihat keluar dan membayangkan bahwa jendelanya adalah layar yang membingkai orang-orang yang lewat di jalanan London. “Saya berimajinasi mereka adalah model yang sedang berlenggak lenggok layaknya seorang model yang sedang fasion show,” kata Denty.

Mengaktifkan imajinasi seperti Denty tersebut adalah satu dari sekian cara untuk membantu menemukan tema untuk foto cerita. Selain itu, Denty juga membagikan bagaimana cara kita menemukan tema yang pas.

Find the story

Cara pertama adalah dengan menemukan cerita. Di sini, Denty menyarankan untuk menemukan dulu cerita atau memory yang ingin disampaikan. Misalnya ingin menceritakan tentang masa kecil, tempat yang memorable, atau peritiwa menarik, keindahan alam, pengalaman menyedihkan, dan lainnya.

Identify the Audience

Ketika sudah menemukan tema, kita juga harus memikirkan tentang untuk siapa foto ini akan diperlihatkan. Untuk diri sendiri, masyakat lokal setempat, media nasional atau media international. Hal ini akan membuat fotografer memikirkan tema atau foto apa yang akan diambil.

Decide the order

Fotostory adalah cerita, dan kita harus memikirkan bagaimana cerita ini akan dimulai, bagaimana konflik dibangun, dan diakhiri. Kita harus menyusun gambarnya. Apakah dengan cerita yang kronologis, atau dengan mengasosiasikan satu cerita dengan sebuah event tertentu yang sudah dikenal publik.

Selain menceritakan prses kreatifnya dalam mengambil tema dan memotret selama masa karantina, Denty juga menceritakan bagaimana ia memotret perjalanan hidup seseorang dengan gangguan mental (mental illness). Ia memotret bagaimana hidup kesehariannya, bagaimana ia berjuang dengan penyakitnya, hidup dengan masyarakat sekitar, orang-orang yang mendukungnya, dan suasana batinnya.

Untuk melukiskan suasana batin kehidupan seorang dengan gangguan mental teryata tidaklah mudah. Denty ingin menampilkannya dalam sebuah foto orang yag melihat bisa seolah merasakan kondisi psikologis yang rumit. “Gambar orang dengan bayangan hitam, dan warna hitam putih ini, saya ingin orang lain ikut merasakan apa yang ada dalam suasana psikologisnya. Marah, senang, sedih, kecewa, manusia merasakan berbagai pikiran dan perasaaan yang berbeda dalam satu waktu. Suasananya psikologis manusia itu kan seperti multi layer.”

Reading Time: 2 minutes

Fotografi selama ini didominasi oleh laki-laki. Setiap kali melihat fotografer, baik di media cetak maupun online, pasti dihuni oleh sosok laki-laki. Jikapun melihat fotografer perempuan, hanya segelintir saja. Foto yang dihasilkan pun cenderung adalah pembingkaian yang lahir dari budaya patriarki. Fotografi femini lahir untuk menjadi kritik dan alternatif untuk menangkap foto yang melihat dari sisi feminin.

Panizza Allmark, Profesor of Visual and Cultural Studies from Edith Cowan University, Australia memaparkan hasil kajiannya tentang fotografi feminin dalam sebuah Webinar P2A Ice Cream 2021, International Course on Creative Media. Passage to Asean (P2A) tahun ini mengambil tema Inspiring the World with Creative Production. P2A Ice cream 2021 ini diprakarsai oleh Program Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia pada 16 November 2021. Selain UII, ada juga universitas lain yang menjadi Co-host, misalnya, Universiti Utara Malaysia (UUM) dan Duy Tan University Vietnam. Sedangkan beberapa mitra resmi antara lain juga adalah termasuk AIC (Academy International Cambodia), Unika Atma Jaya Jakarta, Binus University, Genetic Computer School Singapore, University of Economic and Law Vietnam, Vietnam National University, Svay Rieng University, Victoria University College, dan lain-lain.

Dalam presentasinya “Photographie feminine and documentary photography”, Allmark banyak menjelaskan apa itu fotografi feminine dan mengapa lahir perpektif ini dalam dunia fotografi. “Fotografi feminine adalah kritik representasi partiarki. Kamera bisanya ada di belakang laki-laki, dan merepresentasikan cara pandang laki-laki. Karena, selama ini sejarahnya didominasi laki-laki.”

Kamera yang merupakan alat tembak untuk membingkai foto kini bisa dilihat dari cara pandang feminin. Untuk menunjukkan seperti apa fotografi feminin, Allmark juga menampilkan foto-foto karyanya. Ia ingin menunjukan bahwa fotografi feminie tak sekadar fotografer yang secara fisik perempuan karena perempuan bisa saja memiliki cara pandang patriarki.

Beberapa foto yang dihadirkan oleh Allmark adalah fotostory yang menunjukan demo perempuan-perempuan dengan wajah trauma karena anaknya yang diambil oleh pemerintah otoriter. Mereka sedang berdemontrasi menuntut informasi dan anaknya kembali. Dalam salah satu foto itu terlihat dua orang perempuan yang hendak berpelukan ketika masih mengenakan atribut tulisan protes masih melingkar di pundak mereka saat demontrasi.

Ia ingin menunjukan bagaimana kondisi psikologis perempuan karena anaknya hilang dan ketika mereka saling menguatkan satu sama lain saat melakukan aksi protes.

Foto lainnya adalah foto yang berusaha untuk membingkai kembali foto yang diproduksi oleh patriarki. Ia mengambil foto secara acak dimanapun ia berada .

“Saya ingin menunjukan perpektif berbeda. Foto-foto ini berusaha tampil sebagai kritik terhadap foto-foto yang ada.”

Ada pula foto foto yang ditangkap oleh Panizza di Bangkok, yakni sebuah foto yang didalamnya memuat gambar seorang wanita yang berhasil meraih gelar akademik, bersamaan dengan gambar seorang wanita berpose vulgar dengan mengenakan pakaian dalam.

Dalam foto tersebut, Allmark melihat sebuah kontras oposisi biner dalam sebuah foto yang ia tangkap sendiri dengan kacamata feminin.

Reading Time: 2 minutes

Men have dominated photography. Every time Allmark sees a photographer, both in print and online, it is inhabited by a male figure. Even if you see female photographers, only a few. The resulting photos also tend to be framing born of patriarchal culture. Feminine photography was taken to critique and an alternative to capturing images that look from the feminine side.

Panizza Allmark, Professor of Visual and Cultural Studies from Edith Cowan University, Australia, presented the results of her study on feminine photography in a 2021 P2A Ice Cream Webinar, International Course on Creative Media. This year’s Passage to ASEAN (P2A) takes the theme Inspiring the World with Creative Production. P2A Ice cream 2021 was initiated by the Communication Science Program at the Universitas Islam Indonesia on November 16, 2021. 

Besides UII, other universities are co-hosts, for example, Universiti Utara Malaysia (UUM) and Duy Tan University Vietnam. At the same time, some of the official partners include AIC (Academy International Cambodia), Unika Atma Jaya Jakarta, Binus University, Genetic Computer School Singapore, University of Economic and Law Vietnam, Vietnam National University, Svay Rieng University, Victoria University College, and other.

In her presentation “Photography feminine and documentary photography,” Allmark explained a lot about what feminine photography is and why this perspective was born in the world of photography. “Feminine photography is a critique of patriarchal representation. The camera is usually behind the man and represents the male perspective. Because, so far, its history has been dominated by men.”

The camera, a shooting tool for framing photos, can now be seen from a feminine perspective. To show what feminine photography looks like, Allmark also displays pictures of her work. She wants to show that feminine photography is not just a photographer who is physically female because women can have a patriarchal perspective.

Some of the photos presented by Allmark are photos showing demonstrations of women with traumatized faces because authoritarian governments took their children. They are demonstrating demanding information and their child back. In one of the photos, two women are about to hug while still wearing the protest sign still wrapped around their shoulders during the demonstration.

She wanted to show how the psychological condition of women because their children were missing and when they supported each other during protests.

Other photos are photos that attempt to reframe photos produced by the patriarchy. She took photos randomly wherever she was.

“I want to show a different perspective. These photos try to appear as a critique of the existing photos,” She said.

Panizza also takes a photo in Bangkok, which is a photo which contains a picture of a woman who has won an academic degree, along with an image of a woman posing vulgarly in underwear.

Allmark sees a binary oppositional contrast in a photo he captured with feminine glasses in the image.