Tag Archive for: nadim

Reading Time: 2 minutes

The fate of traditional markets has been underestimated. But the Perumda Pasaraya traditional market is just the opposite. However, after the pandemic, this market experienced a drastic decline. According to data from the Association of Indonesian Market Traders (APPSI), the sales turnover of traditional markets decreased by 35%. This condition makes traditional market managers must immediately make strategies to bring consumers back to the market.

The topic of the marketing strategy in this traditional market is research conducted by Amalia Nur Rachman. She is a Communication student in the Universitas Islam Indonesia (UII) class of 2017. On this occasion, Amalia shared her research results in a discussion held by the Center for Alternative Media Studies and Documentation (PSDMA) NADIM at the Department of Communications, UII on Thursday, July 29, 2021.

In her research entitled Strategy Integrated Marketing to Increase Shopping Enthusiasm at Traditional Markets, Amalia focuses on a traditional market in the Menteng area, Central Jakarta. The marketing strategy is not enough just to revitalize the market. But also carry out various more integrated marketing strategies.

Some of the elements used by Perumda Pasar Jaya are to promote by advertising both print and digital. Amalia explained some examples of advertising by way of promotional prints for paid advertising products, printing banners and posters. Meanwhile, digital promotion with a totem video wall for events to be held. In addition to these advertisements, Perumda Pasaraya also activates four official social media accounts to publish events that will be or have already been held.

Perumda Pasaraya also conducts personal selling and other promotions by organizing an event, shopping tourism year, basic food bazaars for local residents, providing discounts, coupons, gifts.

Corporate Social Responsibility (SCR) efforts are also carried out by the Public Relations (PR) of Perumda Pasaraya. Early Childhood Education Center for local residents and traders, assistance for disaster victims, MSME centers, atmospheric control machines to prolong the age of vegetables, onions and chillies, free health checks, giving masks, hand sanitisers, face shields and socialization of health protocols, building 40 food barns, and managing rubbish.

 

Reading Time: < 1 minute

Nasib pasar tradisional selama ini dipandang sebelah mata. Tapi parasr tradisional Perumda Pasaraya justru sebaliknya. Hanya saja, setelah pandemi pasar ini mengalami penurunan drastis. Menurut data Asosiasi Pedangan Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), omset penjualan pasar tradisional menurun hingga 35%. Kondisi ini membuat pengelola pasar tradisional harus segera membuat strategi untuk kembali mendatangkan konsumen ke pasar.

Topik Strategi pemasaran di pasar tradisional ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Amalia Nur rachman. Ia adalah mahasiswa Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) angkatan tahun 2017. Pada kesempatan ini Amalia berbagai hasil penelitiannya dalam diskusi yang diadalakan oleh Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) NADIM Ilmu Komunikasi UII pada Kamis, 29 Juli 2021.

Dalam penelitian berjudul Strategi Pemasaran Terpadu untuk Meningkatkan Antusiasme Berbelanja di Pasar Tradisional ini, Amalia fokuskan di sebuah pasar traditional di area menteng, Jakarta Pusat. Strategi pemasarannya tidak cukup hanya sebatas melakukan revitalisasi pasar saja. Tapi juga melaukan berbagai strategi pemasan yang lebih terintegrasi.

Beberapa elemen yang digunakan Perumda Pasarjaya adalah melakukan promosi dengan beriklan baik cetak mapun digital. Amalia menjelaskan beberapa contoh advertising dengan cara promosi cetak produk iklan berbayar, cetak spaduk dan poster. Sedangkan promosi digital dengan totem video wall untuk event yang akan diselenggarakan. Selain iklan tersebut, Perumda Pasaraya juga mengaktifkan media sosial sebanyak 4 akun resmi untuk mempublikasikan acara yang akan dilaksanakan maupun sudah.

Perumda pasaraya juga melakukan personal selling dan promosi lain dengan membuat event tahun wisata belanja, bazar semabako untuk warga sekitar, memberikan diskon, kupon, hadiah.

Upaya Corporate Sosial Responsibiity (SCR) juga dilakukan oleh Public Relation (PR) Perumda Pasaraya ini.  PAUD untuk warga sekitar dan pedangan, bantuan korban musibah, sentra UMKM, mesin kontrol atmosfer untuk memperlama usia sayuran, bawang dan cabai, Pemeriksaan kesehatan gratis, pemberian masker, handsanitizer, faceshiled dan sosialisasi protokol kesehatan, membangun 40 titik lumbung pangan, dan pengelolaan sampah.

Reading Time: 2 minutes

Siapa yang menentukan berada di kelas sosial apa kita di masyarakat? Jawabannya bisa bermacam-macam. Salah satunya yang menentukan adalah majalah musik. Majalah musik mendefinisikan bahwa selera musik kita menunjukkan dimana level kelas kta dalam masyarakat. Masyarakat penyuka musik dangdut dan pop melayu adalah selera kelas bawah sedangkan rock, pop, dan jazz adalah selera kelas menengah.

 

Hal-hal tersebut diungkapkan oleh Kavca Diosaputra dari hasil risetnya dalam majalah musik Rolingstone Indonesia (RSI). Mahasisswa tingkat akhir Ilmu Komunikasi UII itu mempresentasikannya dalam rangkaian acara Webinar series episode 16 yang diselenggarakan oleh Pusat Studi dan dokumentasi media Alternatif (PSDMA) NADIM Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia pada Jumat, 16 April 2021.

 

Diosaputra yang kerap disapa Dio mengumpulkan arsip dalam rentang 12 tahun sejak 2005 hingga 2017. Dalam arsip majalah yang ia temukan wacana yang paing sering sering muncul adalah konser. Baik berita, review konser, persiapan, cerita dibaik panggung, kerusahan, dan lain sebagainya.

 

Dari artikel-artikel tentang konser di majalah RSI tersebut, Dio menarik beberapa ide pokok tentang apa itu konser. Konser dan musik adalah alat politik kelas menengah atas. Disini, konser adalah tempat melarikan diri dari rutininas keseharian (leisure). Rutinitas harian yang maksud adalah rutinitas antara rumah, keluarga, dan pekerjaan dalam ruang kantor. Yang artinya dalah pekerjaan yang bersifat formal, bukan pekerjaan di luar ruang seperti pedangan, supir, atau pekerjaan ain luar ruangan yang sering disebut pekerjaaan informal.

“Konsep-konsep dominan yang dibicarakan dalam majalah Rolling Stone Indonesia cenderung membicarakan kepentingan kelas atas”

-Kavca Diosaputra-

 

Dalam mendefinikan kelas menengah selain melalui konser dan jenis musik tertentu, juga ditunjukkan melalui berita. Misalnya, artikel yang menggangkat musik dangdut dan pentas panggungnya. Konser dangdut selalu diidentikkan dengan kerusuhan dan mabuk. Selain itu, diksi yang digunakan selalu menggunakan kata ‘rakyat’ dan ‘selera rakyat’. Kata ‘rakyat’ selalu diidentikan dengan masyarakat kecil atau wong cilik.

 

Selain dari sisi pemilihan kata, mitos kelas menengah dalam majalah RSI juga terihat dari porsi tuisan dan mengedepankan subjek otoritas (misalnya: pemerintah) sebagai narasumber utama berita, bukan penonton ataupun pedangang, petugas kebersihan, dll.

 

Bukti selanjutnya adalah berkaitan dengan topik-topik artikel yang dibawa dalam majaah RSI. “Konsep-konsep dominan yang dibicarakan dalam RSI cenderung membicarakan kepentingan kelas atas,” tulis Dio dalam salah satu slide presentasinya.

 

“Misalnya pembicaraan tentang pariwisata musik. Ini terlihat lebih mengedepankan bisnis besar daripada membicarakan ekonomi kelas bawah.” Dari apa yang dibicarakan dapat terlihat dimana RSI memposisikan keberpihakan dan mewacanakan kelas tertentu.

Reading Time: 2 minutes

Who determines which social class we belong to in society? The answers could vary. One of those who determine our social class  is a music magazine. Music magazines define that our taste in music indicates where our class level is in society. People who like dangdut and pop music belong to lower class tastes, while rock, pop, and jazz are middle class tastes.

These things were revealed by Kavca Diosaputra from the results of his research in the music magazine Rolingstone Indonesia (RSI). The final year student of Communication Studies UII presented it in a series of Webinar series episode 16 organized by the Center for Alternative Media Studies and Documentation (PSDMA) NADIM Communication Studies at the Islamic University of Indonesia on Friday, April 16, 2021.

Diosaputra, who is often called Dio, collected archives for a span of 12 years from 2005 to 2017. In the magazine archives he found that the discourse that appeared most often was concerts. Good news, concert reviews, preparations, stories on stage, riots, and so on.

From the articles about concerts in RSI magazine, Dio drew some main ideas about what concerts are. Concerts and music are tools of upper middle class politics. Here, the concert is a place to escape from the daily routine as a leisure time. Daily routines mean routines between home, family, and work in the office. Which means it is a formal job, not an outdoor job such as a tradesman, driver, or other outdoor work which is often called an informal job.

“The dominant concepts discussed in Rolling Stone Indonesia magazine tend to talk about the interests of the upper class”

-Kavca Diosaputra-

 

In defining the middle class apart from concerts and certain types of music, it is also shown through news. For example, articles about dangdut music and stage performances. Dangdut concerts are always identified with riots and drunkenness. In addition, the diction used always uses the words ‘people’ and ‘people’s tastes’. The word ‘people’ is always identified with the small community or wong cilik.

Apart from the choice of words, the myth of the middle class in RSI magazine is also seen from the writing portion and puts the subject of authority (eg government) as the main source of news, not spectators or traders, cleaners, etc.

Further evidence is related to the topics of articles carried in the RSI magazine. “The dominant concepts discussed in RSI tend to talk about the interests of the upper class,” Dio wrote in one of his presentation slides.

“For example, talk about music tourism. This seems to put big business ahead of the lower class economy.” From what was discussed, it can be seen where RSI is positioning partiality and discourse on certain classes.

 

Reading Time: < 1 minute

Program Studi Ilmu Komunikasi UII kembali menggelar diskusi bulanan.

PSDMA Nadim, Komunikasi UII, mengundang Kavca Diosaputra, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UII 2016, sebagai pembicara. Dio adalah mahasiswa Komunikasi UII dari klaster riset komunikasi geografi.

Kali ini Dio akan berbicara tentang riset yang pernah dilakukan, bagaimana konstruksi kelas menengah dalam ruang konser di majalah Rolling Stone Indonesia.

Jangan lupa merapat pada hari Jumat, 16 April 2021. Pukul 13:00 WIB. Via Zoom, ya!