Tag Archive for: MIKOM UII

International Seminar

The Department of Communications, Universitas Islam Indonesia, successfully held an international seminar titled “Citizen Parliament on Media and Democracy: A Tool for Democratic Renewal” on Thursday, 24 July 2025, Auditorium Room, 3rd Floor, Faculty of Social and Cultural Sciences (FISB), Universitas Islam Indonesia (UII). This seminar featured two esteemed speakers from Charles University, Czech Republic: Prof. Nico Carpentier and Assoc. Prof. Vaia Doudaki. The event aimed to introduce the concept of citizen parliament as a democratic tool and to explore the intersection of media, participation, and democratic renewal.

The event began with welcoming remarks from Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D., Head of Department, and Prof. Masduki, Dean of the Faculty of Social and Cultural Sciences. They expressed gratitude to the organizing team and highlighted the significance of citizen-driven dialogue in the digital age.

Following this, Dr. Zaki Habibie presented an overview of UII’s Master’s Program in Digital and Environmental Communication, providing context for how digitalization and environmental concerns intersect with communication studies, and the courses within the 4 semesters of this degree . This seminar was part of a broader Visiting Professor initiative designed to enrich academic discourse and curriculum development at UII.

It started by exploring how citizen parliaments—participatory forums where ordinary people discuss public issues—can strengthen democracy, especially in the context of media systems. Drawing from the European MEDEMA Project, Professor Carpentier explained that these forums allow citizens to deliberate, propose solutions, and offer recommendations on how media should function in a democratic society.

Building on this, Associate Professor Vaia Doudaki shared findings from a citizen parliament in the Czech Republic, where a diverse group of 20 citizens gathered to discuss media participation, representation, and regulation. They proposed 51 resolutions, with 31 accepted through consensus. These included calls for more inclusive media, stronger media literacy, protection from monopolies, and increased citizen involvement in public broadcasting.

Things to highlight as a communication student:

One of the most insightful parts of the seminar was when Professor Nico Carpentier explained that democracy is not a fixed concept, but rather an ongoing struggle. He highlighted that while most democracies are built on two core principles—representation and participation—there is often an imbalance between them. When participation is weak or absent, a political gap forms, leaving citizens disconnected from decision-making. Carpentier stressed that this imbalance becomes the subject of continuous political struggle, as different groups try to shape democracy in ways that either expand or restrict participation. In this context, citizen parliaments offer a practical response—creating spaces where ordinary people can deliberate and co-decide, ultimately working to close that gap and renew democratic practice.

It highlighted how democratic renewal is possible when citizens are given real opportunities to engage, and a call to imagine more participatory futures for media and democracy.

This seminar exemplifies UII’s commitment to fostering critical, international, and interdisciplinary dialogue. By introducing the concept of citizen parliaments, the event contributed valuable insight into how democracy can be revitalized through inclusive communication processes.

 

Written by: Thrya Abdulraheem Motea Al-aqab

Edited by: Meigitaria Sanita

Visiting Professor: Mentorship Developing Conference Abstract Into a Journal Manuscript

Publikasi riset menjadi salah satu bentuk tanggung jawab dosen sebagai akademisi. Dalam proses pengembangan karya ilmiah, dari abstrak konferensi menjadi naskah jurnal, kolaborasi dan kemandirian menjadi kunci utama keberhasilan.

Hal ini ditekankan oleh Nico Carpentier, Extraordinary Professor in Media and Communication Studies, Centre for Media Studies, Institute of Communication Studies and Journalism, Faculty of Social Sciences, Charles University, Prague, Czech Republic.

Nico menegaskan bahwa alih-alih hanya mengandalkan mentor eksternal, peneliti perlu menciptakan sebuah lingkungan kolaboratif yang memungkinkan mereka berbagi pengalaman dan memberikan umpan balik konstruktif.

Pendekatan ini tidak hanya memperkaya proses belajar bersama tetapi juga membantu mengatasi berbagai tantangan umum dalam penulisan akademik, seperti penyusunan kerangka kerja teoretis yang jelas, menjaga alur narasi tetap logis, dan menangani persoalan metodologis tanpa bias.

Dalam menulis artikel akademik kejelasan dan struktur narasi sangat menentukan keberhasilan komunikasi riset. Menurutnya, inti argumen harus disampaikan sejak awal tulisan, bukan ditunda hingga bagian akhir.

Pendekatan ini membuat pembaca segera memahami fokus dan pentingnya penelitian yang dilakukan, serta mampu mengikuti perkembangan logis dari argumen yang disajikan. Sikap ini sangat membantu dalam proses peer-review karena memudahkan peninjau memahami kontribusi ilmiah yang ditawarkan.

“If your core argument appears only at the end, it risks being missed. Academic writing demands clarity from the start—readers must know early what your research is about and why it matters. Present your key idea up front, not as a hidden conclusion, but as a guiding thread throughout.” Pesan ini menguatkan pentingnya kemampuan komunikasi yang efektif dalam akademik.

Lebih jauh, Nico menekankan bahwa peneliti  tidak selalu membutuhkan bimbingan langsung dari dirinya “Because all the competences are here,” peneliti dapat saling membimbing dan mendukung satu sama lain berdasarkan pengalaman bersama. Dengan demikian, kemandirian akademik sekaligus budaya kolaboratif dapat terbangun secara berkelanjutan. “You share a lot of problems, some of you are more experienced than others, so you can also share these experiences and work with each other. You can mentor each other. So that’s the conclusion. Do it yourself!” ujarnya.

Dalam sesi visiting professor yang dihelat MIKOM UII beberapa pendampingan dilakukan seperti mapping and finding doctoral positions and postdoctoral fellowships untuk para dosen-dosen Ilmu Komunikasi UII. Sementara kegiatan inti selanjutnya adalah international seminar bertajuk ”Citizen Parliament on Media and Democracy: A Tool for Democratic Renewal” dengan pembicara Nico Carpentier dan Vaia Doudaki pada Kamis, 24 Juli 2025. Selengkapnya:

Visiting Professor: Method Workshop Arts-based Research

Pertanyaan sederhana dalam workshop kedua “apakah seni mampu menyadi alat dalam penelitian akademik?” jawabannya bisa. Menarik untuk ditelisik.

Sesi diskusi bersama Nico Carpentier, Extraordinary Professor in Media and Communication Studies, Centre for Media Studies, Institute of Communication Studies and Journalism, Faculty of Social Sciences, Charles University, Prague, Czech Republic mengiyakan bahwa kajian ini dibahas mendalam dalam art-based research.

Workshop art-based research fokus pada penelitian berbasis seni. Di Jurusan Ilmu Komunikasi UII, sebagian dosen telah melakukannya. Hasilnya bermacam-macam mulai dari film, buku foto, dan kekaryaan lainnya.

Art-based research sebuah pendekatan yang kerap disebut pergeseran-artistik di dunia akademik lantaran seni dan penelitian saling beririsan. Seolah menantan metode tradisional, art-based research menawarkan untuk memperluas pengetahuan dengan melampau rasionalitas (unsur perasaan, emosi, pengalaman indrawi).

Pendekatan ini menerima kompleksitas dan hibriditas. Disaat bersamaan peneliti harus menyeimbangkan perannya sebagai seniman sekaligus akademisi.

“Arts-Based Research is not only about knowledge but about feeling, experience, and the complexity of being both artist and academic—interacting without hierarchy, embracing hybridity as a source of insight,” jelas Nico.

Seni menjadi alat untuk penyelidikan dan komunikasi, bahasa berperan untuk mengekspresikan pengalaman manusia. Arts-based research menyoroti pentingnya interaksi, kolaborasi, dan kerendahan hati (tidak ada posisi superior).

Dalam penerapannya, art-based research digunakan dalam berbagai tahap mulai pengumpulan data, analisis, interpretasi, hingga presentasi (baik dalam riset seni maupun ilmu sosial). Biasanya hasilnya tentu adalah fitu-fitur estetika.

Dengan menggabungkan kepekaan artistik dan ketelitian akademik, mampu memberikan pemahaman dan representasi yang baru.

Meski nampaknya menarik, art-based research memiliki tantangan terutama soal ekspektasi politi dan epitemologis, hingga pengembangan keterlibatan kritis.

Tujuan Art-based Research

  1. Mengkomunikasikan hasil akademik menggunakan cara non tekstual
  2. Menjangkau audiens non-akademis
  3. Merangsang perdebatan masyarakat

Perbedaan Art-Based Research dengan Metode Lainnya

Quantitative Qualitative Art-based
Numbers Words Stories, images, sounds, scenes, sensory
Data discovery Data collection Data or content generation
Measurement Meaning Evocation
Tabulating writing (Re)presenting
Value neutral Value laden Political, consciousness-raising, emancipation
Realiability Process Authenticity
Validity Interpretation Truthfulness
Prove/convince Persuade Compel, move, aesthetic power
Generalizability Transferability Resonance
Diciplinary Interdisciplinary Transdisciplinary

Usai workshop, para peserta yakni para dosen dan staf Jurusan Ilmu Komunikasi UII diajak berkeliling untuk menyaksikan Photomontage Exhibition: The Construction of Europeanity in the House of European History by Nico Carpentier.

Workshop Art-based Research dalam sesi visiting professor dihelat oleh Magister Ilmu Komunikasi (MIKOM) UII.

Visiting Professor: #1 Workshop Participatory Action Research

Participatory Action Research (PAR) merupakan pendekatan penelitian yang memprioritaskan nilai pengetahuan pengalaman untuk menyelesaikan masalah yang disebabkan ketidakadilan sistem sosial.

Workshop Participatory Action Research dalam sesi visiting professor yang dihelat oleh Magister Ilmu Komunikasi (MIKOM) UII difasilitasi oleh Nico Carpentier, Extraordinary Professor in Media and Communication Studies, Centre for Media Studies, Institute of Communication Studies and Journalism, Faculty of Social Sciences, Charles University, Prague, Czech Republic.

Nico menyebut jika PAR penuh dengan “kolaboratif dan reflektif” yang melampaui kekuasaan tradisional di dunia akademis. Ada pembagian wewenang antara peneliti dan peserta (narasumber).

“Participation is not simply an invitation to contribute; it is a collaborative process that challenges traditional authority and power structures, fostering a shared journey of reflection and action,” jelas Nico.

Proses PAR bersifat jangka panjang dan siklikal, Nico menyebut “plan – action – observe – reflect” dan begitu seterusnya hingga mendapatkan hasil.

Dalam PAR mengakui subjektivitas dan bias sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Sehingga dalam pelaksanaanya penggunaan bahasa (fungsional) saat wawancara perlu dilakukan secara hati-hati demi mengatur dinamika kekuasaan. Karena bahasa mampu mempengaruhi hubungan bahkan memperkuat otoritas.

Pada dasarnya, participatory action research menghormati pengalaman semua pihak yang terlibat. Di Indonesia bisa disederhanakan dengan kalimat “tidak sok tau”.

Karakter PAR

  1. Didorong oleh peserta (sekelompok orang yang memiliki kepentingan dalam isu lingkungan yang diteliti).
  2. Bukan oleh sponsor, pemberi dana, atau akademisi dari luar (meskipun mereka mungkin diundang untuk membantu).
  3. Menawarkan model demokratis tentang siapa yang dapat memproduksi, memiliki, dan menggunakan pengetahuan.
  4. Kolaboratif di setiap tahap, melibatkan diskusi, menggabungkan keterampilan, dan bekerja sama.
  5. Ditujukan untuk menghasilkan tindakan, perubahan, atau perbaikan terhadap isu yang diteliti.

Prinsip-prinsip PAR 

  1. Penelitian tindakan adalah proses pemecahan masalah yang direncanakan dan dapat berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk mengkaji dan memecahkan masalah sosial dan organisasional.
  2. Penelitian tindakan adalah proses di mana hubungan antara peneliti dan semua pihak yang terlibat dalam proses tersebut dikelola secara demokratis, kooperatif, dan egaliter.
  3. Kelompok kecil berfungsi sebagai sarana utama untuk mencapai perubahan sosial.
  4. Penelitian tindakan adalah proses yang memanfaatkan pengetahuan ilmiah dari ilmu sosial dan perilaku, dan disesuaikan secara cermat dengan konteks di mana intervensi dilakukan. Proses ini menciptakan dan menerapkan metode intervensi yang relevan serta mengukur dampaknya.

Harapannya dalam workshop ini peserta yakni para dosen Ilmu Komunikasi UII mampu melakukan riset dan mengaplikasikan metode tersebut agar koneksi lebih mendalam, dialog berkelanjutan, dan pemberdayaan yang mutual.

Visiting Professor
Visiting Professor

Visiting Professor

Magister Ilmu Komunikasi UII menggelar:
International Seminar
Citizen Parliament on Media and Democracy: A Tool for Democratic Renewal

PEMBICARA:
Nico Carpentier
Extraordinary Professor in Media and Communication Studies,
Charles University, Prague, Czech Republic

Vaia Doudaki
Associate Professor, Institute of Communication Studies and Journalism,
Charles University, Prague, Czech Republic

Kamis, 24 Juli 2025
⏰ 09.30 – 12.00 WIB
Auditorium Room, Lantai 3
Fakultas Ilmu Sosial Budaya (FISB) UII
Jl. Kaliurang Km.14,5, Yogyakarta

Terbuka untuk umum!
️ Registrasi gratis: bit.ly/hadirMIKOMUII
(Batas registrasi: Selasa, 22 Juli 2025)

Visiting Professor Merlyna Lim dalam Grand Launching MIKOM UII

Visiting professor menjadi salah satu program unggulan di Magister Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII). Resmi diluncurkan pada Selasa, 29 April 2025 di GKU Dr. Sardjito UII kali ini MIKOM kedatangan Prof. Merlyna Lim dari Carleton University, Canada.

Lahirnya MIKOM tercatat sebagai anak ke 60 bagi UII, dalam momen bersejarah ini Grand Launching dikemas apik melalui rangkaian acara Asia Tenggara dalam Membingkai Media Digital dan Aktivisme Sosial. Dihadiri oleh kolega dari akademisi dari berbagai penjuru, NGO, hingga rekan media, Grand Launching dilanjutkan dengan diskusi bedah buku “Social Media and Politics in Southeast Asia” dengan pembahas Prof. Merlyna Lim dan Prof. Masduki.

Dipandu oleh Kaprodi Ilmu Komunikasi UII, Dr. Zaki Habibi diskusi berlangsung responsif. Prof. Merlyna Lim sebagai penulis buku yang diterbitkan oleh Cambride University Press membedahnya dengan sangat detail.

Pemaparan dari Prof. Merlyna Lim

Pemaparan dari Prof. Merlyna Lim. Image: Desyatri Parawahyu

Buku tersebut ditulis untuk memperluas studi di Asia Tenggara dalam konteks hubungan kompleks antara media sosial dan politik. Peran ganda pada media sosial justru menjadi penyebab utama praktik otoriter melalui politik algoritmik. Termasuk dalam kontestasi pemilihan umum, di Indonesia adalah contoh nyata.

Secara tegas, Prof. Merlyna Lim menyebut bahwa media sosial tidak pernah diciptakan untuk mendukung sistem demokrasi suatu pemerintahan.

“Sosial media tidak pernah diciptakan untuk empowering dan pasrtisipasi untuk demokratis. Tapi dasarnya kapitalis bukan untuk semua orang untuk berkomunikasi secara sehat,” terangnya.

Dari politik algoritmik, kapitalisme komunikatif di media sosial justru lebih mengutamakan pemasaran algoritmik dibanding diskusi publik. Dampaknya kualitas demokrasi semakin memburuk.

Algoritma di media sosial benar-benar mengacaukan rasionalitas manusia, Prof. Merlyna Lim menyebutnya mobilisasi afektif biner, bagaimana “algoritma mendorong emosi ekstrem yang memperkuat dua sisi aktivisme yakni progresif dan regresif,” jelasnya.

Parahnya, dampaknya akan meluas mulai dari polarisasi filter bubble (kantong algoritmik), disinformasi, hingga tren otokratisasi.

Prof. Masduki sebagai pembahas selanjutnya menyebut fenomena politik di Indonesia. Contoh nyata yang terjadi adalah kecenderungan politik dinasti.

“Ada satu kecenderungan di Asia Tenggara politik dinasti. Masalah serius di Asia Tenggara, apalagi di Indonesia termasuk di kota-kota dan daerah,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Prof. Masduki juga menunjukkan data bahwa hanya 8 persen dari populasi dunia yang hidup dalam demokrasi penuh, sisanya campuran termasuk Indonesia.

Menjawab persoalan tersebut, Prof. Masduki mencoba memberikan tiga tawaran solusi yakni melalui reformasi struktural politik, merebut dan merayakan kembali ruang digital (deliberasi isu kerakyatan, demokrasi substansial), dan memperdalam demokrasi yang tangguh untuk politik yang selalu ada.

Mikom UII

Tercatat 20 tahun berdiri Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) akhirnya secara resmi lakukan grand launching Magister Ilmu Komunikasi (MIKOM) pada Selasa, 29 April 2025 di GKU UII. Fokus pada kajian Digital and Environmental Communication harapannya mampu menjadi solusi dari permasalahan bangsa.

Iwan Awaluddin Yusuf, Ph.D selaku Ketua Jurusan menyampaikan rangkuman perjalanan lahirnya program MIKOM yang akan segera beroperasi September mendatang.

“Momentum bersejarah untuk Departemen Ilmu Komunikasi UII, setelah sekian lama berproses dengan bangga dan senang hati melahirkan MIKOM. Semoga ini menjadi bagian dari proses lahirnya solusi dari permasalahan bangsa,” jelasnya membuka acara.

Sebelumnya benchmarking ke beberapa universitas yang menjalankan magister komunikasi dilakukan, mulai dari UI, UMN, LSPR, hingga NTU Singapura. Dari perjalanan tim pendiri berdiskusi panjang dan menentukan arah kajian yakni Digital and Environmental Communication.

MIKOM UII

Pemaparan MIKOM UII oleh Prof. Subhan Afifu. Image: Desyatri Parawahyu

Penjelasan detail dipaparkan oleh Prof. Subhan Afifi selaku Kaprodi MIKOM UII, “Belum banyak kajian yang melibatkan perspektif kemanusiaan environmental humanities, bukan hanya mengkaji namun juga mengarahkan mahasiswa pada tindakan nyata dalam menanggapi isu digital dan ekologi,” ujarnya.

Rektor UII, Prof. Fathul Wahid hadir untuk menandai grand launching MIKOM UII, beliau memberikan berbagai contoh dinamika politik di dunia yang dipengarui oleh komunikasi dan media digital.

Mulai dari kasus korupsi di Filipina soal korupsi tahun 2001 yang menimbulkan aksi melalui mobilisasi pesan SMS dan memblokade salah satu jalan, hingga penciptaan kesan positif pada perpolitikan di Indonesia 2024 lalu.

Lahirnya MIKOM menambah pilihan kajian humaniora di UII, “Kehadiran MIKOM menambah portofolio dan menjadi pilihan anak bangsa untuk kuliah di UII,” pungkasnya.

Setelah sesi Grand Launching MIKOM usai, dilanjukan dengan diskusi buku “Social Media and Politics in Southeast Asia” bersama Prof. Merlyna Lim, Canada dari Carleton University, Canada beserta Prof. Masduki.

Berikut lima alasan mengapa mengambil fokus Digital and Environmental Communication:

Transformasi Digital dalam Pola Pikir, Interaksi, dan Komunikasi

  • Teknologi digital mengubah pola pikir, perilaku, dan komunikasimanusia secara radikal, termasuk munculnya media baru yang menggantikan media lama.

Kebutuhan Literasi Digital dan Kemampuan Analitis Tingkat Lanjut

  • Tidak cukup mahir teknis; perlu kemampuan analitis untuk memahami perubahan sosial-budaya dan mengembangkan strategi kampanye isu lingkungan.

Krisis Ekologis Global dan Pentingnya Perspektif Kemanusiaan: Environmental Humanities

  • Krisis lingkungan (perubahan iklim, punahnya spesies); Indonesia: Mega Biodiversity vs Biodiversity Hotspot.
  • Akar krisis: relasi timpang manusia-alam dalambudaya modern; kontestasi kuasa dalam isu lingkungan di media digital.
  • Dibutuhkan pendekatan lintas disiplin berbasis budaya dan kemanusiaan (ecocriticism, political ecology, dll)

Digitalisasi dan Lingkungan: Konstruksi Sosial dan Tindakan Nyata

  • Teknologi digital membentuk persepsi masyarakat tentang lingkungan.
  • Kampanye digital mendorong aksi nyata seperti Urban Farming, Gerakan Zero Waste, Penanaman Pohon, Climate Diet, Bersih Pantai/Sungai, Donasi Konservasi, dan Kampanye Transportasi Ramah Lingkungan.

Kontribusi KajianKomunikasi: Dari Representasi ke Intersubjektivitas

  • Komunikasi perlu bergeser dari sekedar membicarakan lingkungan menjadi berkomunikasi dengan lingkungan.
  • Paradigma more-than-human communication mengakui non-human sebagai subjek komunikasi.
  • Diperlukan pendekatan komunikasi dan humaniora untuk memperkaya studi lingkungan di Indonesia.

Informasi pendaftaran selengkapnya dapat diakses melalui link berikut: https://communication.uii.ac.id/magister/