Tag Archive for: Jepang

Kaleidoskop
Reading Time: 6 minutes

Deretan aktivitas dan hiruk-pikuknya dunia akademik tak mungkin berhenti meski pergantian tahun tengah berlangsung. Untuk menandai euforia itu, sedikit catatan pengingat terkait sejauh mana langkah yang telah dilakukan Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) sepanjang tahun 2023.

Kaleidoskop yang berisi kumpulan Conference and Academic Program di tahun 2023 adalah satu dari banyaknya indikator bagi jajaran punggawa di Prodi Ilmu Komunikasi UII dalam segi “seberapa progresif” dalam satu tahun ini. Tidak untuk saling meninggi, namun ini adalah bahan refleksi diri.

Dalam catatan ini konferensi yang dilakukan di dalam dan luar negeri telah diikuti oleh para dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII. Tak hanya itu, beberapa dosen lainnya juga aktif mengisi program akademik di beberapa uiversitas dan menjadi inisiator suatu program akademik seperti workshop berbasis riset.

Mengutip catatan dari Prof. Masduki dalam artikel yang terbit di laman The Conversation, “Riset: banyak konferensi di Indonesia tak memenuhi standar ilmiah, sering hadirkan pejabat, sponsor komersial, hingga trip wisata” menunjukkan 36 poster konferensi ilmiah bidang Ilmu Komunikasi di Indonesia selama periode 2015 hingga 2021 yang telah dianalisis, observasi, dan wawancara menunjukkan kecenderungan umum yang mengkhawatirkan.

Artinya, tak semua konferensi-konferensi yang hadir di Indonesia kerapkali kurang memenuhi standar konferensi ilmiah yang baik. Salah satu penanda paling umum yang menunjukkan indikator konferensi akademik bermasalah adalah tim penyelenggaranya merupakan korporasi bisnis, bukan asosiasi atau komunitas akademik yang berbasis pada keilmuan tertentu.

Sementara konferensi akademik yang baik adalah sebuah forum yang diselenggarakan oleh para ilmuwan, serta hasil dari riset-riset tersebut diperuntukkan kepentingan pengetahuan secara nonprofit.

Tentu hasil riset tersebut bukan untuk diabaikan, melainkan menjadi bahan pertimbangan konferensi akademik mana saja yang layak untuk diikuti, bukan hanya soal eksistensi melainkan pertimbangan reputasi.

Kaleidoskop “Conference and Academic Program” 2023

  1. The 2023 AIFIS-MSU Conference on Indonesian Studies

The AIFIS-MSU Conference on Indonesia Studies menyoroti kajian akademis Indonesia yang terus tumbuh dan berkembang dengan tujuan memperluas penyebaran penelitian dan kolaborasi dengan menghubungkan akademisi Indonesia dengan rekan internasional.

Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yakni Muzayin Nazaruddin, S.Sos., M.A., turut berpartisipasi dengan mempresentasikan paper berjudul “Post-disaster landscape transformations as reflections of nature-culture relations”. Konferensi ini berlangsung secara daring pada 11 hingga 15 Juli 2023.

  1. International Conference on Social Science & Humanities

Konferensi ini dihelat oleh Soscial Science and humanities Research Association (SSHRA) sebuah komunitas internasional yang terdiri dari para peneliti dan praktisi yang fokus pada pengembangan dan penyebaran ide-ide bidang ilmu sosial dan humaniora.

Tahun 2023, International Conference on Social Science & Humanities dihelat di Bangkok selama dua hari yakni 4 hingga 5 Juli 2023. Salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi yakni Sumekar Tanjung, S.Sos., M.A., berkesempatan mempresentasikan papernya yang berjudul “How is Masculine Ideology Represented in Raditya Dika’s Stand-Up Comedy?”.

  1. IAMCR Lyon 2023 – The International Association for Media and Communication Research

The IAMCR 2023’s mengusung topik Inhabiting the Planet: Challenges for media, communication and beyond. Topik tersebut juga diuraikam menjadi 33 bagian, konferensi tersebut mengeksplorasi konsekuensi permanen perubahan iklim, konflik budaya dan ketegangan politik, hilangnya sumber daya alam, hingga krisis kesehatan.

IAMCR 2023 merupakan ruang untuk mengumpulkan gagasan dari masyarakat internasional yang terdiri dari akademisi dan peneliti bidang media dan komunikasi untuk membahas berbagai tantangan dengan lima tema terkait: kemanusiaan dan kemajuan; demokrasi; media, informasi, dan media, informasi, dan komunikasi; kota dan wilayah; dan akuntabilitas lingkungan.

Konferensi didukung oleh berbagai institusi pendidikan antara lain Universite Lumiere Lyon 2, Universite De Luon, Universite Lyon III Jean Moulin, serta Equipe de recherce de Lyon en sciences de I’information et de la communication.

Salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yang berpartisipasi menyampaikan gagasannya adalah Dr. Zaki Habibi, pihaknya mempresentasikan idenya dalam judul “The Hands that Create: Creative Resilience in the City through Corporeal Experiences of the Tactile Practices”. Konferensi digelar pada 9 hingga 13 Juli 2023 di Lyon, Perancis dan juga daring.

  1. ECREA Political Communication Conference, Berlin, Germany

Conference of the Political Communication Section of the European Communication Research and Education atau ECREA PolComm 2023 mengusung tema Navigating the Noise: Effective Communication for Solving Political Problems. Konferensi ini diselenggarakan oleh Institut Weizenbaum untuk serta networked society di Freie Universitat Berlin.

Prof. Masduki turut berpartisipasi dengan mempresentasikan paper berjudul “Mapping the Disinformation Ecosystem in Indonesia’s Digital Politics” pada 31 Agustus hingga 1 September 2023 di Berlin, Jerman.

  1. Indonesia Council Open Conference (ICOC) 2023

Indonesia Council Open Conference (ICOC) 2023” yang diselenggarakan oleh The Sydney Southeast Asia Centre at the University of Sydney and Humanitarian and Development Studies at Western Sydney University pada 25-27 September 2023.

Tema yang dipilih dalam ICOC 2023 adalah “Indonesia 25 Years On”, tema ini dipilih untuk menandai seperempat abad penolakan otoritarianisme di Indonesia setelah lengsernya Presiden Suharto pada Mei 1998.

Beberapa dosen yang turut menyampaikan gagasannya adalah Dr. Herman Felani Tanjung dengan artikel berjudul “From Agriculture to Tourism: The Race of Villages in the Magelang Area to Become Tourist Attractions”. Selanjutnya Dr. Subhan Afifi menyampaikan hasil risetnya yang berjudul “Digital Health Communication in Indonesia: Opportunities and Challenges”.

  1. The 14th Asian Conference on Media, Communication & Film (MediaAsia 2023)

The Conference on Media, Communication & Film (MediaAsia) diselenggrakan dalam kemitraan dengan beberapa institusi begengsi di dunia seperti Sussex University (UK), the Medill School of Journalism at Northwestern University (USA), serta akademisi dan praktisi yang bekerja dalam bidang tersebut.

Tahun 2023, telah diselenggarakan di Kyoto, Jepang tepatnya pada 10 hingga 13 Oktober.  Salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi yakni Ratna Permata Sari, S.I.Kom., M.A., yang memeiliki ketertarikan riset bidang ini berkesempatan mempresentasikan papernya yang berjudul “Making Decision: Masculine Women in Indonesian Movies”.

  1. The 15th AIWEST-DR (Aceh International Workshop and Expo on Sustainable Tsunami – Disaster Recovery)

AIWEAR-DR merupakam konferensi yang menyoroti isu terkait kemajuan terbaru dalam pengurangan risiko bencana multi bahaya, menyediakan platform interdisipliner untuk memajukan ilmu pengetahuan dan praktik kebencanaan.

Salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yang fokus terhadap riset kebencanaan yakni Muzayin Nazaruddin, S.Sos., M.A., turut mempresentasikan gagasannya yang berjudul “Safeguarding lives: exploring indigenous knowledge narratives and the Smong phenomenon in Aceh’s tsunami resilience” pada konferensi yang digelar Fakultas Psikologi UGM pada 11 hingga 13 Oktober 2023.

  1. The 3rd International Conference on Communication Science

ICCS ke-3 ini merupakan konferensi internasional yang dihelat oleh Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Mataram. Tahun ini tema yang diusung adalah “Global Challenges and Innovations for Sustainable Development: Communication, Media, Health, Culture, and the Environment in the Digital Era”.

Dalam kesempatan ini Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom., selaku dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII turut menyampaikan gagasannya dalam paper berjudul “Child Marriage: An Exploratory Study in Aik Mual, West Lombok, West Nusa Tenggara” pada 25 Oktober 2023.

  1. The 3rd International Moving Image Cultures Conference (IMOVICCON 2023)

IMOVICCON (International Moving Image Cultures Conference) merupakan acara akademik yang diinisiasi oleh Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Pelita Harapan (UPH), dan Program Studi Film Universitas Multimedia Nusantara (UMN).

Konferensi yang digelar setiap dua tahun sekali ini bertujuan untuk mempertemukan para akademisi dan peneliti untuk bertukar dan berbagi pengalaman akademis dan hasil penelitian mereka tentang semua aspek Budaya Gambar Bergerak. Tahun 2023, topik yang diusung salah The Past, Present, and Future of Moving Image Culture.

Ratna Permata Sari, S.I.Kom., M.A., turut berbagi dalam diskusi akademik yang digelar di Jakarta 31 Oktober hingga 1 November 2023. Paper yang dipresentasikan berjudul “More Than Just Playing: The Pleasure of Online Game Players”.

  1. 7th ICCOMAC 2023 – ICA Affiliated

International Conference on Corporate and Marketing Communication merupakan forum akademik yang menyoroti isu tantangan dan dinamika era digital terhadap suatu organisasi dan lainnya. Selain itu hubungan symbiosis antara dasar-dasar komunikasi tradisional dan teknologi digital sangat penting dikaji oleh para akademisi dan praktisi agar mampu mengkaji integrasi teori-teori komunikasi mutakhir.

Tahun 2023 tema yang diusung adalah Revisit Communication: Integrating the Basics with Digital. Dua dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yang berpartisipasi adalah Nadia Wasta Utami, S.I.Kom., M.A., serta Narayana Mahendra Prastya, S.Sos., M.A. mempresentasikan paper berjudul “Official Instagram of University as News Sources for Journalist” pada konferensi yang dihelat oleh Universitas Katolik Atma Jaya pada 23 hingga 24 Oktober 2023.

  1. The 1st Communication Sciences International Conference For APJIKI Member (CSICA) 2023

Konferensi yang diinisiasi oleh Asosiasi Penerbit Jurnal Imu Komunikasi Indonesia (APJIKI) tahun ini diikuti oleh satu dosen Ilmu Komunikasi UII yakni Puji Rianto, S.IP., M.A., beliau merupakan chief coordinator Jurnal Ilmu Komunikasi yang kini terindeks Sinta 2.

Dalam konferensi akademik yang dilaksanakan di Denpasar, bali pada 23 hingga 24 November 2023 pihaknya mempresentasikan paper berjudul “Locality as a Space for Negotiation andResistance: Learning from Indonesian Local Television”.

  1. Cultural Studies Association of Australasia (CSAA) Conference 2023

Salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yakni Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D., merupakan anggota dari CSAA turut berpartisipasi pada konferensi ke 31 yang digelar pada 5 hingga 8 desember 2023 di University of South Australia, Adelaide, Australia.

Presentasinya yang berjudul “Perpetuating Stigma: Representation of Widows and Divorcees (janda) in Indonesian Media and Popular Culture” turut menyumbang gagasan untuk menciptakan ruang budaya yang terbuka dan inklusif untuk kolaborasi seperti di negara Australia.

Mengutip dalam laman resminya, CSAA berkomitmen dalam bidang kajian budaya yang bertujuan untuk inklusivitas. Dengan konferensi ini dapat dilakukan eksplorasi dan kajian budaya yang terkait untuk memberikan gagasan baru pada masalah lokal maupun global.

Selain deretan konferensi yang telah diikuti oleh dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, beberapa workshop yang telah dilakukan. Pertama Annual Workshop on Globalization 2023, “Media and Disaster Journalism: Comparing Indonesian and Japanese Experiences”.

Annual Workshop on Globalization (AWG) ini merupakan workshop tahunan yang digelar oleh International Program Prodi Ilmu Komunikasi UII. Dalam diskusi yang dipandu oleh Dr. Zaki Habibi hadir tiga pembicara yakni Yoshimi Nishi, Professor and Researcher in The Center for Southeast Asian Studies (CSEAS), Kyoto University, Jepang. Pembicara kedua adalah Ahmad Arif, General Chairman of Disaster Journalist for Indonesia and Kompas Journalist. Ketiga, Muzayin Nazaruddin, Researcher on Disaster and Enviromental Communication, Universitas Islam Indonesia.

Sebelumnya Prodi Ilmu Komunikasi UII juga menggelar International Association for Semiotic Studies (IASS-AIS) menggelar international workshop bertajuk “Semiotics of Brands and Consumer Culture” pada 22 Agustus 2023 di Gedung Lantai 3 Prodi Ilmu Komunikasi UII dengan menghadirkan Prof. Kristian Bankov dari New Bulgarian University yang sekaligus Secretary General IASS-AIS.

Itulah sederet catatan terkait kegiatan konferensi akademik hingga workshop yang mengiringi perjalan Prodi Ilmu Komunikasi 2023.

 

Penulis: Meigitaria Sanita

AWG
Reading Time: 4 minutes

Letak geografis negara Indonesia selama ini dianggap keuntungan luar biasa. Selalu dikagumi dan disanjung dengan kata-kata cantik, indah, dan menakjubkan karena laut dan gunungnya yang  menyimpan sumber daya dan selalu estetik dalam potret yang bertebaran di media.

Namun, ada hal yang luput tentang keindahan Indonesia. Seolah terbuai dengan keindahan, Indonesia ternyata negara rawan bencana mulai dari gempa bumi, tsunami, erupsi, hingga banjir.

Berdasarkan riset bertajuk World Risk Report 2022 yang dirilis oleh Bündnis Entwicklung Hilft bersama Institute for International Law of Peace and Armed Conflict (IFHV) of the Ruhr-University Bochum menyebut bahwa Indonesia merupakan negara paling berisiko terkena bencana kedua di dunia dengan skor World Risk Index (WRI) sebesar 43,50 poin.

Dalam laporan tersebut terdapat 193 negara berisiko terkena bencana di dunia, posisi pertama adalah Filipina dengan skor WRI 46,86 poin, disusul Indonesia. Selengkapnya dapat diakses melalui https://reliefweb.int/report/world/worldriskreport-2023-disaster-risk-and-diversity.

Setidaknya ada lima indikator mengapa Indonesia masuk dalam negara kedua paling rawan bencana di dunia yakni paparan (exposure), kerentanan (vulnerability), kerawanan (susceptibility), kurangnya kapasitas mengatasi masalah (lack of coping capacities), kurangnya kapsitas adaptasi (lack of adaptive capacities).

Peliknya persoalan bencana di Indonesia seolah tak banyak dilirik, terbukti dengan minimnya edukasi dan literasi kebencanaan di ranah pendidikan. Melihat keresahan ini, International Program Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar workshop bertajuk “The 4th Annual Workshop on Globalization 2023: Media and Disaster Journalism, Comparing Indonesian and Japanese Experiences” pada 19 Oktober 2023 di Perpustakaan Pusat UII.

Annual Workshop on Globalization (AWG) ini merupakan workshop tahunan yang digelar oleh International Program Prodi Ilmu Komunikasi UII. Dalam diskusi yang dipandu oleh Dr. Zaki Habibi hadir tiga pembicara yakni Yoshimi Nishi, Professor and Researcher in The Center for Southeast Asian Studies (CSEAS), Kyoto University, Jepang. Pembicara kedua adalah Ahmad Arif, General Chairman of Disaster Journalist for Indonesia and Kompas Journalist. Ketiga, Muzayin Nazaruddin, Researcher on Disaster and Enviromental Communication, Universitas Islam Indonesia.

AWG

Annual Workshop Globalization, foto bersama pembicara dan mahasiswa
Foto: Rizka Aulia Ramadhani

Comparing Indonesian and Japanese Experiences

Membandingan Indonesia dan Jepang dalam segi pengalaman bencana menjadi inti pembahasan AWG kali ini. Jika Indonesia masih terperangkap dalam eksploitasi tangisan kehilangan akibat bencana di media, ternyata Jepang lebih memberikan edukasi cara bangkit hingga antisipasi bencana susulan dalam berita di media lokal dan nasional.

Yoshimi Nishi menyampaikan materi terkait “Collective Memory and Inheritance of Disaster Experience in Jepang”, ia menjelaskan konsep mitigasi bencana, komunikasi bencana yang dibangun pemerintah di Jepang, hingga Memorial Day yang terus disampaikan dalam sistem pendidikan di Jepang agar semua siswa dari generasi memahami negaranya adalah tempat rawan bencana sehingga mampu beradaptasi dan bangkit dari bencana.

Salah satu komunikasi dan edukasi dibangun melalui film dan drama series. Tahun 2016 ada Your Name atau dalam bahasa Jepang Kimi no Na Wa, Shin Godzilla (2016), Crimson Fat (1976), Oshin (1983-1984), dan banyak lainnya.

Film sengaja dijadikan media edukasi bagi masyarakat Jepang, bahkan mereka memiliki kalimat ampuh yakni “sonae” “kakugo” yang berarti kesiapsiagaan.

Disaster film is strategy disaster management. From costume to culture, sonae kakugo,” ucap Yoshimi Nishi.

Ia menjelaskan terkait cerita yang dibangun melalui berbagai cara dan upaya mampu membangkitkan kesiapsiagaan masyarakat di Jepang dalam menghadapi bencana besar seperti tsunami maupun gempa.

Your body moves without you even thinking abaout it, culture transmitted acrros generations. Stories can experience events you have never experienced before,” imbuhnya.

Jika di Jepang masyarakat telah siap dan beradaptasi dengan bencana, lain halnya dengan Indonesia. Ahmad Arif yang telah malang melintang di dunia media menyampaikan materi terkait “Lesson from Aceh Tsunami 2004 in Japan 2011: Disaster Similiarities, Differences in Media Responses” menyebut bahwa media di Indonesia masih terperangkap dalam eksploitasi kesedihan bencana.

Dari pengalaman meliput kedua bencana, Ahmad Arif membuka materi dengan membandingkan data kedua bencana yang berkekuatan sama, gempa tsunami di Aceh berkekuatan Mw 9,1 memakan korban 126.915 orang meninggal, 37.063 dinyatakan hilang. Sementara di Sendai, Japan dengan kekuatan gempa tsunami Mw 9,1 dengan korban meninggal 15.883 meninggal dan 2.681 korban hilang.

Angka-angka itu menjadi fakta bahwa Indonesia masih minim kapasitas dalam mengatasi dan adaptasi bencana. Banyak faktor yang membuat Indonesia tertinggal jauh dalam menghadapi bencana karena budaya dan kebiasaan masyarakat.

“Indonesia tertinggal dari Jepang, agak susah meniru karena berbagai faktor mulai dari budaya, antropologi, dan sejarah,” terang Ahmad Arif.

Minimnya pengetahuan mitigasi bencana semakin diperparah dengan karakter media di Indonesia. Dari riset yang dilakukan oleh Ahmad Arif ada perbedaan mencolok dalam segi peliputan. Bencana tsunami Aceh 2004 seolah terputus karena akses dan informasi terputus sehingga foto kejadian itu diketahui di hari kedua. Sementara pada tsunami Sendai 2011, informasi langsung diketahui di hari yang sama karena media di Jepang telah mengantisipasi peristiwa yang akan terjadi.

“Foto tsunami Aceh baru diketahui di hari kedua, foto yang dicantumkan pada hari pertama itu tsunami di India. Berbeda dengan di media Jepang yakni Yomiuri Shimbun, media di sana sudah mengantisipasi peristiwa ini (bencana) akan terjadi,” jelasnya.

Ditambah fokus media di Indonesia adalah fokus memotret tragedi dengan konten yang sama dengan gambar kerusakan, orang menangis, dan gambar korban. Sementara di Jepang lebih fokus pada proses recovery.

Terakhir materi terkait “Media and Disasters: Indonesian Experiences (Some Early Reflections)” yang disampaikan oleh Muzayin Nazaruddin yang telah aktif mendalami kajian komunikasi bencana.

Pada awal penyampaian materi, ia melempar pertanyaan terkait bencana tsunami Aceh kepada audiens. Ia menanyakan apakah para mahasiswa yang lahir pada tahun sekitar tahun 2004 tahu informasi terkait bencana tersebut. Menariknya, mahasiswa menjawab mereka mengetahui dari media dan cerita orang tua namun tidak dari sekolah atau institusi pendidikan. Hal ini menegaskan bahwa minim edukasi mitigasi bencana di bangku sekolah.

Akibat eksploitasi media Indonesia terhadap tragedi bencana, berdampak pada korban bencana yang mudah mendapat informasi hoaks.

The media landscape has dramatically changed more effective for risk communication, its mean more hoax, more rumors,” pungkas Muzayin Nazarudin.

Muzayin memberikan lima tawaran untuk menghadapi dan merespons bencana di Indonesia antara lain mengintegrasikan kebijakan redaksi dengan kebijakan pengurangan risiko bencana yang lebih komprehensif dengan kebijakan pengurangan risiko bencana.

Kedua, transformasi dari “bencana sebagai peristiwa media” menjadi “jurnalisme pengurangan risiko bencana” lebih “pengurangan risiko bencana” komitmen yang lebih besar terhadap PRB, terkait komunikasi risiko, peringatan dini, dan pendidikan bencana.

Ketiga, peningkatan keterampilan jurnalis secara terus menerus terkait dengan isu-isu risiko dan terkait dengan isu-isu risiko dan bencana.

Keempat, media arus utama media lama harus  menjadi sumber yang berwibawa dan terpercaya, mengklarifikasi rumor, dan menyajikan berita yang akurat.

Terakhir, mengedukasi masyarakat tentang keterampilan pengecekan fakta keterampilan literasi media, terutama dalam isu risiko dan bencana kolaborasi dengan pemangku kepentingan yang relevan.

Itulah catatan terkait perbandingan pengalaman mengatasi bencana antara Indonesia dan Jepang. Bagaimana Indonesia ke depan ya Comms? Apakah media di Indonesia akan berhenti menyoroti tragedi dan beralih pada proses recovery seperti media di Jepang?

Society 5.0
Reading Time: 3 minutes

Society 5.0 atau masyarakat 5.0 kini menjadi topik perbincangan hangat di kalangan akademisi. Berbagai universitas di Indonesia telah menyampaikan gagasan Society 5.0 yang dikemas dalam berbagai kegiatan seperti kuliah umum, workshop, seminar, hingga riset.

Masyarakat super cerdas menjadi nama lain dari Society 5.0, yang mana pusat penyelesaian masalah sosial akan diselesaikan melalui integrasi ruang siber dan fisik. Lantas bagaimana peran Ilmu Komunikasi pada Society 5.0?

Tercatat, diskusi terkait Society 5.0 telah ramai sejak awal tahun 2017. Berdasarkan artikel yang diterbitkan oleh Tempo pada 9 Maret 2019 disebutkan bahwa hal ini merupakan proyek Pemerintah Jepang untuk memberi kesan sebagai bangsa yang besar dan disegani.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yakni Irin Oktafiani dan Ibnu Thufail sepakat bahwa Jepang memang jago dalam menciptakan label yang mengesankan bangsa-bangsa lain. Pernyataan tersebut diungkapkan pada diskusi “Jepang Society 5.0” di Jakarta pada 8 Maret 2019.

Konsep Society 5.0 pertama kali diumumkan secara terbuka oleh Perdana Menteri Shinzo Abe pada forum internasional konferensi CeBIT (Centrum der Buroautomation und Informationestechnologie und Telekommunikation) yang dihelat di Jerman tahun 2017 lalu.

Inti dalam pembahasan itu, Society 5.0 berbeda dengan Industry 4.0 yang digagas Jerman (2010) ataupun Singapore Smart Nation (2014). Ia menegaskan, penggunaan teknologi maju tidak hanya digunakan untuk mendukung industri infrastruktur perekonomian namun juga untuk mendukung kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang.

Timeline selanjutnya di tahun 2019, Abe Shinjo kembali menyampaikan visi Society 5.0 pada Forum Ekonomi Dunia di Davos Swiss. Pada kesempatan itu, pihaknya menyebutkan sebuah masyarakat yang berpusat pada manusia dalam kemajuan ekonomi melalui penyelesaian masalah sosial melalui sistem yang saling terintegrasi baik maya maupun fisik.

Definisi Society 5.0

Dari background di atas, lantas apa definisi Society 5.0? Mengutip laman resmi Japan Cabinet Office, “A human-centered society that balances economic advancement with the resolution of social problems by a system that highly integrates cyberspace and physical space”.

Konsep Society 5.0 menempatkan masyarakat yang berpusat pada manusia demi menyeimbangkan kemajuan ekonomi melalui penyelesaian berbagai masalah sosial dengan sistem yang saling berintegrasi yakni ruang siber dan ruang fisik.

Urutannya sebagai berikut, Masyarakat 1.0 (berburu dan meramu), Masyarakat 2.2 (bercocok tanam), Masyarakat 3.0 (industri mesin), Masyarakat 4.0 (teknologi informasi), dan Masyarakat 5.0 (masyarakat super cerdas).

Berdasarkan penjelasan Japan Cabinet Office, Society 5.0 disebut sebagai masyarakat dengan tingkat konvergensi paling tinggi antara dunia maya dan ruang fisik. Jika pada Masyarakat 4.0 orang-orang mengakses layanan cloud di dunia maya melalui internet dan mencari, mengambil, dan menganalisis informasi atau data.

Sementara pada Society 5.0 hampir seluruh informasi sensor di ruang fisik terakumulasi di dunia maya. Di dunia maya, data besar ini nanti dianalisis oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), dan hasil analisis tersebut diumpankan kembali kepada manusia di ruang fisik dalam berbagai bentuk.

Peran Ilmu Komunikasi dalam Society 5.0

AI menjadi diskusi menarik akhir-akhir ini. Sederet artikel mempertanyakan kemungkinan AI menggeser peran manusia. Terlebih AI menjadi bagian utama pada Society 5.0. Akankah manusia benar-benar akan digantikan AI? Ternyata, manusia tak akan tergantikan karena AI justru membantu manusia untuk lebih produktif. Selengkapnya dapat dibaca pada artikel berikut https://communication.uii.ac.id/benarkah-pekerjaan-manusia-akan-digantikan-oleh-ai-chatgpt-tak-terkendali-hingga-nasib-lulusan-ilmu-komunikasi/.

Dalam Serial Diskoma #8 yang digelar oleh magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada diskusi tentang “Artificial Intelligence dalam Industri Komunikasi” muncul pendapat bahwa selamanya AI tak akan menggantikan manusia karena pengetahuan merupakan modal utama yang dimiliki oleh manusia. Sementara informasi yang diakses dengan berbagai platform adalah komoditas. Artinya manusia yang lihai menggunakan AI yang menjadi unggul.

Peran Ilmu Komunikasi cukup besar dalam hal ini, terlebih dalam produksi informasi di tengah-tengah transformasi digital. Lulusan Ilmu Komunikasi menjadi aktor utama dalam produksi informasi.

Transformasi digital merupakan perubahan mendasar terkait cara organisasi beroperasi. Dilansir dari McKinsey & Company, transformasi digital bertujuan untuk membangun keunggulan secara kompetitif dengan teknologi dalam skala besar sehingga mampu meningkatkan pengalaman pelanggan dan menurunkan biaya.

Dalam hal inilah peran Ilmu Komunikasi menjadi penting. Agar tim IT sukses menyempurnakan peran AI dalam transformasi digital perlu ada pemahaman komunikasi yang efektif. Komunikasi menjadi pendorong kesuksesan suatu proyek atau bisnis.

Komunikasi disebut-sebut sebagai kunci kesuksesan ini karena lulusannya dianggap memiliki skill dalam menyelesaikan berbagai masalah mulai dari menjangkau semua karyawan dengan pendekatan multi-saluran, menciptakan budaya perusahaan yang kuat dengan meningkatkan keterlibatan, menciptakan sistem pencatatan yang otoritatif untuk komunikasi, mengoptimalkan seluruh perangkat teknologi komunikasi, menyederhanakan kampanye komunikasi dengan efisien, hingga mengumpulkan analitik kritis untuk menginformasikan strategi.

Terlepas dari prasangka Society 5.0 adalah proyek Pemerintah Jepang, Ilmu Komunikasi adalah pengetahuan yang dinamis dan mampu beradaptasi dalam berbagai kondisi. Bagaimana pendapatmu tentang ini, Comms?

 

Penulis: Meigitaria Sanita