Seruan Bela Palestina: Makna Buah Semangka, Aksi Kampanye, hingga Kisah Pilu

Semangka
Reading Time: 4 minutes

Seruan membela Palestina atas tindak kejahatan kemanusiaan oleh Israel yang terjadi di sepanjang jalur Gaza terus menggema. Seruan ini diekspresikan lewat ilustrasi buah semangka yang menjadi simbol Palestina tak henti-hentinya menghiasi media sosial.

Media sosial menjadi ruang ekspresi dan advokasi yang dilakukan oleh berbagai pihak di Indonesia untuk mendukung pembebasan Palestina. Tak hanya itu, baru saja Aksi Damai Bela Palestina digelar di Monumen Nasional (Monas) pada Minggu, 5 November 2023.

Ilustrasi buah semangka menjadi properti yang melengkapi aksi damai dari pagi hingga siang. Mulai dari masyarakat, influencer, hingga publik figur turun ke jalan dengan mengibarkan poster ilustrasi buah semangka.

Deretan petinggi negeri turut hadir, seperti Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, hingga Muhadjir Effendi selaku Menko PMK turut hadir dalam gelaran aksi damai tersebut. Secara tegas Indonesia mendeklarasikan dukungan pembebasan Palestina.

“Atas nama pemerintah Indonesia, kami ingin menegaskan kembali dukungan Indonesia pada perjuangan bangsa Palestina,” ujar Menlu Retno Marsudi, dikutip pada laman Kompas.com.

Senada dengan Menlu, Yaqut Cholil Qoumas menegaskan jika membela Palestiana adalah bentuk membela kemanusiaan.

“Posisi Indonesia jelas. Kita akan berdiri bersama Palestina. Membela rakyat Palestina adalah membela kemanusiaan,” ujarnya dikutip dalam laman resmi Kemenag RI.

Sejak 7 Oktober 2023, Hamas atau Harrakat al-Muqawwamatul Islamiyah memulai gerakan sebagai tanda eskalasi antara Palestina dan Israel sejak keterlibatan perang pada tahun 2021 yang berlangsung selama 11 hari. Gerakan yang dilakukan Hamas merupakan bentuk respon atas kekejaman Israel selama beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan update terkini (6 November 2023) dilansir dari laman Aljazeera, korban tewas di jalur Gaza terus meningkat setidaknya 9.770 warga Palestina meninggal dalam serangan Israel dan 1.400 orang Israel tewas atas serangan Hamas sejak 7 Oktober lalu.

Makna dan Sejarah Buah Semangka untuk Palestina

Mengulik sejarah tentang simbol buah semangka yang digunakan untuk menyerukan pembelaan terhadap Palestina dari tragedi kemanusiaan sebenarnya telah terjadi sejak 1967. Mengutip dari laman media Time, hal ini dilakukan perang enam hari pasca Israel menguasai jalur Gaza.

Di tahun 2023, kejadian berulang pada bulan Januari Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memberikan perintah kepada polisi untuk menyita bendera Palestina. Disusul pemungutan suara atas rancangan undang-undang yang melarang orang-orang mengibarkan bendera Palestina di kantor pemerintahan termasuk universitas pada bulan Juni lalu.

Berdasarkan penuturan dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, Muzayin Nazaruddin, S.Sos., MA yang mengkaji lebih dalam terkait ilmu semiotik dan komunikasi, buah semangka dipilih karena memiliki nilai historis. Tak hanya itu, pada tahun 1967 pihak Israel juga melarang pengibaran bendera Palestina. Mereka menganggap mengibarkan bendera Palestina di ruang publik adalah tindakan kriminal.

“Semangka (dan sendok) adalah simbol perlawanan Palestina. Tentu, keduanya punya kisah historis masing-masing mengapa menjadi simbol perlawanan Palestina. Semangka menjadi simbol perlawanan sejak 1960-an ketika Perang Enam Hari 1967 terjadi dan Israel melarang pengibaran bendera Palestina karena dikhawatirkan bisa mengobarkan semangat nasionalisme Arab-Palestina,” tuturnya.

Tak sekedar warna buah semangka yang mewakili bendera Palestina, buah ini ternyata juga berkaitan dengan aspek kedaulatan pangan. Semangka merupakan varietas yang tumbuh subur di Palestina. Mengutip dari Tempo, selama masa Intifada tahun 1987-1993, Israel melarang petani Palestina menanam semangka yang dikenal dengan Jadu’i. hal ini dilakukan demi menekan pemberontakan mengingat sumber perekonomian terbesar dari bidang pertanian.

“Semangka dipilih karena kesamaan warna dengan bendera Palestina. Tentu saja, pilihan itu historis dan kontekstual, warga Palestina memilih semangka karena memang buah itu tumbuh subur di negara mereka. Kebetulan semangka, ketika dibelah, memiliki paduan warna yang sama dengan bendera negara Palestina,” tambah Muzayin.

Kampanye Semangka di Media Sosial

Saat ini ilustrasi semangka telah menjadi bagian dari kampanye di berbagai media, termasuk media sosial hingga media masa. Beberapa laman berita online nasional seperti Republika dan Detik dengan lugas menyisipkan ilustrasi semangka pada logo portalnya.

Begitupun dengan para influencer di tanah air yang terus menerus menerus membagikan ilustrasi dan emoticon semangka di akun media sosialnya untuk sebagai bentuk advokasi pembebasan Palestina.

Meski di Indonesia sebenarnya tak ada larangan mengunggah bendera Palestina, simbol semangka digunakan untuk menghindari sensor dunia maya.

“Dalam invasi Israel di tahun 2023 ini, semangka kembali menjadi simbol yang populer karena bisa menghindari sensor ‘dunia maya’. Yang menarik adalah ketika penggunaan simbol semangka itu mengglobal, orang dari berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, menggunakan semangka sebagai bentuk dukungan dan simpati mereka pada penduduk Palestina. Bukankah mereka, yang di luar Palestina, bisa dengan bebas mengibarkan bendera Palestina ketika berunjuk rasa? Mengapa mereka memilih semangka?,” ujarnya.

Secara umum, menyerukan aksi dengan mengibarkan bendera saat berdemonstrasi atau melakukan berbagai gerakan perlawanan adalah pilihan yang tampak gagah dan patriotik. Bendera dikibarkan dengan gagah, dengan semangat kuat membela bendera itu sendiri.

Namun, lebih dari itu semangka adalah pilihan yang berbeda. Jika bendera hanya menunjukkan perang antara negara, semangka adalah tentang kejahatan kemanusiaan.

“Sementara, pilihan semangka menunjukkan hal yang sangat berbeda. Yang terjadi bukanlah perang dua negara, “dua bendera”, yang sama-sama kuat, yang sama-sama mengibarkan bendera dengan gagah, yang memperjuangkan klaimnya masing-masing. Yang terjadi adalah “kejahatan kemanusiaan” dari satu negara yang mengibarkan bendera mereka dengan pongah, terhadap negara lain yang bahkan untuk mengibarkan bendera mereka pun tidak boleh,” jelasnya.

Dengan mengkampanyekan ilustrasi ini, masyarakat global diingatkan untuk terus membuka mata betapa pilu dan terkoyaknya kondisi Palestina saat ini.

“Semangka adalah simbol perlawanan yang ‘pilu’ dan ‘terkoyak’. Ketika masyarakat global memilih simbol itu, kita sebenarnya tengah mendefinisikan apa yang tengah terjadi, kemanusiaan yang tercabik dan kepiluan karena ketidakmampuan, bahkan warga global sekalipun, untuk segera menghentikan itu,” tandasnya.

Media sebagai ruang ekspresi dan advokasi pembebasan untuk Palestina. Secara tidak langsung masyarakat global yang memposting ilustrasi semangka di media sosial secara berulang telah melakukan propaganda untuk membela mereka yang tertindas.

Bagaimana dengan dirimu Comms, sudahkah turut mengkampanyekan semangka di media sosial sebagai bentuk aksi kemanusiaan?

 

Penulis: Meigitaria Sanita