Hari media sosial
Reading Time: 5 minutes

Menyambut Hari Media Sosial di Indonesia yang jatuh pada 10 Juni 2023 tentu menjadi momen yang tepat untuk mengulas balik jejak digital yang pernah kita buat. Kira-kira, kegilaan apa yang sudah kita lakukan dengan media sosial? 

Hari Media Sosial perlu kita rayakan karena masyarakat Indonesia telah menempatkan media sosial menjadi rujukan utama sumber informasi, seperti terungkap dalam laporan hasil survei Kemenkominfo bersama Katadata Insight Center (KIC). Disebutkan bahwa media sosial kini menjadi rujukan informasi masyarakat Indonesia dengan persentase 72,6 persen dan bertahan dari tahun 2020 hingga 2022 mengalahkan televisi dan portal media daring. 

Di sisi lain, sifat media sosial yang membuat penggunanya mampu berinteraksi secara dua arah kerap kali menjadi forum adu komentar negatif hingga ujaran kebencian. Percaya tidak percaya, media sosial dapat mengubah manusia menjadi apa pun dan tak terduga karena kegilaannya. 

Perkembangan era digital yang pesat membuat kita dapat dinilai hanya dengan melihat beranda media sosial kita. Aktivitas digital kita terekam jelas. Maka tak heran, tak sedikit perusahaan yang meminta calon karyawannya mencantumkan akun media sosial yang dimiliki untuk melakukan screening awal.  

Tak hanya itu, dosa paling menakutkan justru adalah aib yang terbongkar dan tersebar melalui media sosial. Alasannya, masifnya penyebaran informasi melalui media sosial tak bisa kita bendung. Hal ini beberapa kali terjadi pada pesohor tanah air yang terjun di dunia entertainment. Ketika namanya tengah moncer, isu tak sedap seketika membuatnya menuai pujian dan atau hujatan di mana-mana. 

Beberapa pekan terakhir mungkin media sosial tengah dihebohkan video syur berdurasi 47 detik yang diduga RK. Awal mula video tersebar melalui media sosial Twitter sontak membuat korban tak tenang hingga berujung pelaporan melalui  kuasa hukumnya, Sandy Arifin dengan nomor laporan LP/B/113/V/2023/SPKT/Bareskrim Polri. Dalam laporan tersebut, pelaku dijerat Pasal 45 ayat 1 juncto 27 ayat 1 UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang Undang RI nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. 

Dalam konteks ini RB adalah korban, namun dengan segala ketakutan dan dukungan dari orang-orang terdekat Ia berani menghadapi publik yang berkoar-koar memojokkan dirinya. Ia meminta maaf ke hadapan publik atas kegaduhan yang sebenarnya dilakukan oleh pelaku penyebaran video diduga mirip dirinya yang tak bertanggung jawab. 

Sesuai dengan laporan yang dilakukan oleh kuasa hukum RK, Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyatakan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. 

Sementara untuk RK yang saat ini menjadi korban, LBH HKTI siap memberikan bantuan hukum agar RK tidak terus menerus menjadi sorotan negatif. Secara terbuka pihak RK juga akan meminta pendampingan psikolog dan selayaknya mendapatkan meminta bantuan dari Komnas Perlindungan Perempuan. 

Salah satu kegilaan di media sosial yang berefek brutal terjadi ketika video rekaman Mario Dandy, anak seorang Dirjen Pajak Kemenkeu RI, dengan sadar menganiaya David Ozora, anak petinggi GP Anshor, tersebar. Aksi yang sengaja direkam oleh Shane Lukas, sahabat pelaku,  viral di berbagai platform media sosial dan menjadi headline banyak media massa.  

Bahkan hingga kini proses hukum masih terus berjalan dan menetapkan Mario Dandy dan Shane Lukas sebagai tersangka atas kekejaman itu. Kasus ini juga menyeret ayah Mario Dandy yakni Rafael Alun Trisambodo yang menjadi sorotan publik karena kehidupan tak wajarnya yang bergelimang harta. Istrinya yang cenderung flexing  membuatnya diseret KPK dan dipecat secara tidak hormat sebagai aparatur sipil negara (ASN).  

Contoh kegilaan media sosial yang mampu mengubah nasib seseorang lainnya dialami oleh Fuji, adik ipar almarhum Vanessa Angel. Kepergian Vanessa pada penghujung tahun 2021 membuat Fuji menjadi sorotan publik. Warganet ramai-ramai memuji Fuji atas sikap dan kepeduliannya terhadap putra semata wayang Vanessa Angel dan Febri Andrianysah. Hal ini membuat Fuji mendadak populer dan dikenal publik, namun kebaikan itu tak selamanya disambut positif. Tak sedikit pengguna media sosial menghujatnya dengan sebutan terkenal dengan “jalur kematian”. 

Apapun itu, sebenarnya media sosial telah memberikan pengalaman dan informasi berharga. Tak sedikit keuntungan serta peluang muncul dari media sosial yang sebelumnya mungkin tak terpikirkan. 

Seperti yang dilakukan oleh Meilisa Sunora, salah satu alumni dari Prodi Ilmu Komunikasi UII, yang kini berprofesi sebagai pegawai bank sekaligus content creator di TikTok. Ia mengaku menjadi sosok yang lebih produktif dan kreatif berkat media sosial. Menariknya, hobinya membuat konten makan siang adalah sebuah ketidaksengajaan alias iseng-iseng yang justru mampu menghasilkan pundi-pundi yang tidak sedikit. 

“Pertama ekonomi aku dapet penghasilan dari TikTok itu dari keranjang kuning (affiliate) yang selama ini aku jual lewat video. Selain itu juga dapat endorsment dari berbagai brand. Itu nolong banget buat menambah uang jajan,” ujar Meilisa. 

Tak hanya itu, kini ia dikenal banyak orang ketika sedang beraktivitas di luar kantor. Hal ini membuatnya merasa mendapat banyak dukungan karena konten yang ia buat ternyata diterima pengguna media sosial. 

“Segi sosial aku jadi banyak banget teman yang tidak aku kenal tapi selalu support aku. Sampe  kadang lucu sendiri ketika aku makan di mana gitu suka ada aja yang menyapa tapi aku gak kenal, suka aja jadi ketemu temen baru,” tambahnya. 

“Ketika videoku banyak yang like itu senengnya luar biasa karena aku merasa karyaku diapresiasikan. Di sisi lain ternyata selama aku ngedit itu bisa ngilangin stres, sedih, dan overthingking,” tutur perempuan berusia 27 tahun itu. 

Meilisa tak memungkiri bahwa kenaikan follower-nya di TikTok cenderung cepat, berawal dari nol hingga Agustus 2022 video makan siang dengan menu natto viral hingga tembus 1 juta penonton seolah mengubah hidupnya. Ia kini konsisten mengunggah konten makan siang minimal 5 kali dalam seminggu. 

Meski terdengar asyik dan menikmatinya, ternyata tingkah ulah pengguna media sosial cukup unik. Tak jarang ada yang memberikan komentar negatif hingga menghina fisik. Tak hanya itu, sesama pengguna terkadang justru bertengkar karena ada yang membela dan menjatuhkannya. 

Khawatir dengan komentar warganet juga dirasakan oleh Natasia Nurwitasari alumni Prodi Ilmu Komunikasi UII yang kini menjadi Influencer Mama, Ia mengaku menonaktifkan notifikasi di Media Sosialnya demi mengurangi rasa stres. 

“Aku sampe sekarang mematikan notifikasi terus. Gak pernah terlalu mau ngecek kolom komentar, awalnya lumayan stres banget baca komentar-komentar negatif. Disitu aku dituduh “membohongi anak” padahal aku merasa di video udah jelas kok maksudnya itu untuk apa,” terang Natasia. 

Ibu satu anak itu pernah mendapat cibiran dari warganet terkait tips dan trik agar anak tidak selalu meminta mainan baru ketika berkunjung di pusat perbelanjaan. Ia juga telah menjelaskan alasannya secara detail. Namun tak semua orang menerima dengan positif ide tersebut. Hal ini membuatnya sempat ogah-ogahan membuat konten baru. Namun, kreativitasnya seolah tak bisa berhenti, Ia akhirnya bergabung dengan sebuah agency dan menerima endorsment dari beberapa brand ternama. 

“Aku sebenarnya masih belum terlalu mau melabeli diri aku sebagai influencer. Tapi keadaannya sekarang aku sudsh bergabung di agency, jadi mau tidak mau aku sudah kerja & berkecimpung di dunia digital creator. Untungnya yang dirasain banyak banget alhamdulillah Aku bisa tetep kerja biarpun sbg ibu rumah tangga,” jelasnya. 

Lantas bagaimana dengan kamu, sudahkah memanfaatkan dengan bijak kegilaan media sosial?  

Jika melihat peluang di Indonesia sepertinya cukup menguntungkan, tercatat masyarakat Indonesia memiliki setidaknya 8 media sosial. Selain itu, menurut survei Global Web Indeks, konsumen di Indonesia menghabiskan waktu selama 148 menit per hari untuk mengakses media sosial. 

Sebagai informasi Hari Media Sosial diinisiasi oleh Handi Irawan, CEO Frontier Group dan juga penggagas Hari Pelanggan Nasional. Gagasan Hari Media Sosial muncul karena fenomena penggunaan media sosial di Indonesia. Diharapkan dengan pesatnya perkembangan media sosial diimbangi dengan sikap yang bijak dan memanfaatkan kegilaan secara positif.

 

Penulis: Meigitaria Sanita
 

 

Media perempuan
Reading Time: 3 minutes

Media yang membahas khusus perempuan tercatat sangat minim di Indonesia, baik media arus utama maupun media alternatif. Tentu fenomena ini menarik untuk dibahas sejalan dengan pesatnya media yang muncul di Indonesia. 

Data menunjukkan media di Indonesia mencapai 47 ribu dengan 43 ribu berbasis online dengan jumlah perusahaan media sebanyak 1.700 yang telah tercatat di Dewan Pers. Menariknya, tak ada data yang menunjukkan kategorisasi segmen pembaca serta temanya. Seperti diungkapkan oleh Dosen LSPR Lestari Nurhajati sekaligus Peneliti di Konde.co yang menyebutkan tentang keberlanjutan media perempuan di Indonesia dalam  diskusi “Selebrasi Kolaborasi Media Perempuan Menolak Mati” yang digelar di GoetheHaus, Jakarta, pada Sabtu, 3 Juni 2023.  

Diskusi ini juga dipantik oleh jurnalis Konde.co Nani Afrida, Sonya Helen Sinombor jurnalis Kompas, Pimred Digitalmamaid Catur Ratna Wulandari, Direktur PR2Media dan Dosen Ilmu Komunikasi UII Masduki, dan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu. 

“Pemetaan media perempuan sudah lama sekali tidak dilakukan, yang sedang kritis yang mana, sudah punah yang mana, yang menuju masa depan cerah yang bagaimana,” ungkap Lestari. 

Dalam diskusi itu, Lestari memberikan penjelasan terkait gerakan feminisme yang tengah masif diperjuangkan oleh perempuan-perempuan Indonesia, termasuk kaum laki-laki yang turut mendukungnya. Ia menyebut, cikal bakal gerakan ini memang berakar dari Indonesia. 

“Indonesia sudah lama sekali mengenal gerakan perempuan. Orang kalau bilang gerakan feminisme itu dari Barat, no! Itu salah. Indonesia itu punya gerakan perempuan yang memang bercita-cita untuk memajukan perempuan, kesejahteraan perempuan, ini yang coba kita angkat lagi,” tegasnya. 

Terkait tantangan media perempuan di Indonesia, dari hasil riset yang dilakoninya, Lestari mengategorikan dalam tiga periode waktu yakni era 1970-1990, 1990-2000, dan saat ini. Tampaknya, isu terkait pergerakan feminisme justru kurang laku, artinya isu konten cukup menjadi penghalang bagi media untuk menemukan audiens. 

Sementara untuk mendapatkan banyak pembaca Media Perempuan pada rentang tahun 1970-1990 cenderung didominasi dengan konten domestik, seperti kuliner, fesyen, dan lainnya. Sementara periode tahun 1990-2000, media perempuan lebih banyak mengeksplorasi tema perempuan muslimah yang digambarkan dengan perempuan yang taat dna menurut.  

“Muslimah itu ada satu titik dibatasi, yang sayangnya isinya tak jauh berbeda dengan kita harapkan untuk memperjuangkan gerakan,” tutur Lestari. 

“Dalam pendekatan Ilmu Kajian Media, media-media perempuan yang maju adalah yang masih menggunakan pendekatan dengan ragam rubrikasi yang menunjukkan sifat-sifat dalam konteks domestikasi kuliner, fesyen,” tambahnya.  

Hingga kini, hanya ada delapan majalah perempuan cetak yang masih bertahan, mayoritas franchise dari luar. Yang asli Indonesia hanya ada dua yakni Femina dan Kartini. Ada pula  11 radio, sementara tak ada satu pun televisi yang khusus untuk program tentang perempuan. 

Dalam diskusi tersebut juga turut dibahas isu bias gender ruang redaksi, namun beranjak dari segi kuantitas perempuan yang tergabung bergelut pada media nampaknya masih ada persoalan lain yang perlu mendapat sorotan. Nyatanya Jurnal Perempuan masih konsisten dan eksis hingga kini sejak berdiri pada tahun 1995. 

Jurnal Perempuan berkomitmen menulis isu tentang gender dan feminisme secara serius dan akademis. Apakah media ini lantas mendapatkan pangsa pasar yang tepat? Atau sekadar komitmen menyediakan public service news? 

Sementara Nani Afrida menyebutkan, tantangan saat ini adalah terkait keberlanjutan media yang didirikan. Selain dari berbagai isu, untuk mengisi konten Media Perempuan dianggap tak semudah menciptakan konten layaknya media mainstream. 

“Menjadi jurnalis untuk media perempuan itu gak hanya harus tahu 5W 1H, dia juga harus tahu konsep, harus tahu tentang perempuan, dan lain-lain, dan itu tidak bisa dimiliki semua orang,” terang Nani. 

Selaras dengan Nani, Catur Ratna Wulandari pendiri digitalmama.id mengeluhkan bahwa media sosial turut mengubah itu. Ia harus bersaing dengan influencer mama yang kerap membagikan konten menarik lewat Instagram, TikTok, dan media sosial lainnya. 

“Konten kita saingannya dengan influencer mama,” sebut Catur. 

Hal ini membuatnya lebih luwes lagi dan sering kehilangan arah tentang Media Perempuan yang pertama kali Ia gagas sebagai bentuk upaya kesejahteraan perempuan dan kesetaraan gender. Namun bukan berarti influencer mama memproduksi konten yang tak mengedukasi, melainkan pilihan variasi konten yang dinilai lebih menarik untuk dinikmati. 

Menjawab berbagai persoalan “Media Perempuan yang menolak Mati”, dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia sekaligus Direktur PR2Media, Masduki, menawarkan beberapa solusi kepada media alternatif yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk meminta dukungan dari segi pembiayaan. 

Ia mengutarakan tiga mazhab terkait tawaran solusi tersebut. Pertama mazhab Eropa yang memberikan subsidi rutin setiap tahun untuk lembaga-lembaga alternatif. Kedua mazhab Amerika yang cenderung memberi subsidi kecil-kecilan seperti pengurangan pajak, upaya sumbangan atau hibah dari negara. Terakhir, meminta platform global seperti Google dan Facebook untuk memberikan donasi demi mendukung literasi berita yang tidak berhenti pada penciptaan tren dan acara saja. 

“Selain kita berkolaborasi, menurut saya karena ini kerja-kerja menyediakan publik servis news nutrisi untuk otak, seharusnya negara membantu kita, negara bertanggung jawab,” ungkap Masduki. 

Dalam kesempatan itu, Masduki juga mengapresiasi terbitnya buku hasil riset yang digagas oleh Konde.co yang selama ini kurang terjamah dan luput dari sorotan publik dan pemilik media di Indonesia. 

“Memproduksi pengetahuan baru, kita punya problem langkanya pengetahuan tentang jurnalisme gender berbasis perempuan. Buku ini memberikan amunisi yang penting sekali,” ucapnya. 

Dalam acara yang digagas oleh Konde.co yang bekerja sama dengan Voice dan Google News Iniative itu sekaligus dilakukan peluncuran riset berjudul “Kolaborasi Menolak Mati: Pemetaan Kondisi Media Perempuan di Indonesia” yang berisi tentang tantangan yang dihadapi media perempuan di Indonesia, baik media alternatif maupun media perempuan arus utama. Konde.co juga meluncurkan sebuah film berjudul “Silenced Worker” atau pekerja yang dibungkam. 

Usai pemutaran film dilanjutkan peluncuran buku “Kolaborasi Menolak Mati: Pemetaan Kondisi Media Perempuan di Indonesia” hadir juga dan Jurnalis Kompas Sonya Helen Sinombor dan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu. 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

 

Gempa Jogja
Reading Time: 4 minutes

Gempa Jogja yang terjadi pada 27 Mei 2006 menyisakan duka dan luka mendalam bagi warga DIY. Meski 17 tahun berlalu, ingatan dan trauma masih tergambar jelas, mencekam, dan menyeramkan di setiap sudut Yogyakarta. 

Bencana layaknya kiamat itu terjadi pada Sabtu sekitar pukul 05:53 WIB, tepat saat para pelajar bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Minggu terakhir masuk sekolah itu seolah gelap tanpa harapan. 

Gempa berkekuatan Magnitudo (M) 6,3 yang berlangsung selama 57 detik itu tercatat dalam sejarah sebagai gempa paling mematikan di dunia yang terjadi pada rentang tahun 2000-2022. Gempa Jogja 2006 menempati posisi ke-9 atas jumlah korban jiwa yang melayang. 

Dari data BPBD Bantul, total korban meninggal mencapai 5.782 jiwa dan 26.299 luka berat serta ringan. Sementara jumlah rumah rusak total 71.763, rusak berat 71.372, dan 66.359 rumah rusak ringan.  

Trauma masih dirasakan oleh Nur Arifin Hakim, warga Kota Jogja yang saat itu masih duduk di kelas 2 SMP. Hakim saat itu mengira gempa terjadi karena Gunung Merapi yang berstatus Siaga 3, namun dugaannya salah. “Teman TPA ku meninggal gara-gara itu (red: Gempa Jogja 2006) 

Pusat gempa berada di Sungai Opak Dusun Potrobayan, Sriharjo, Pundong, Bantul. Dari Pundong sebagai titik episentrum dan jalur gempa menuju ke Klaten. Artinya lokasi gempa berjarak kurang lebih 19 km dari rumah Hakim yang terletak di Pandeyan, Umbulharjo, Kota Jogja. 

“Aku hampir ketiban tumpukan Coca-cola beberapa kerat yang disusun di dalam rumah, aku lari dari kamar mandi. Banyak rumah ambruk, temanku ada yang meninggal, bapaknya temanku juga ada yang meninggal. Kukira itu hari kiamat,” ucapnya menenang pengalaman mencekam itu. 

Kabar temannya yang meninggal ia ketahui sekitar sehari pascagempa, terkejut dan campur aduk. Orang yang selama ini menemani masa-masa belajar di masjid setiap sore tak akan ia lihat lagi raut wajahnya. Kehilangan teman kali ini menjadi pengalaman perpisahan yang sebenarnya bagi Hakim. Kesedihan itu perlahan-lahan memudar bersama proses pendewasaan dirinya. 

Serupa dengan Hakim, Eni Puji Utami yang kala itu kelas 1 SMP tak menyadari ada gempa. Ia sedang bersantai naik sepeda di sekitar desanya. Sesampai rumah ia terkejut, rumah-rumah di Bambanglipuro tak sedikit yang hancur. Ia berpikir akan terjadi tsunami hingga ketakutan terpisah dari ibunya. 

“Ketakutan pasti ada, takut tsunami, takut kehilangan keluarga, hingga takut terpisah dengan ibuku,” ucapnya mengingat kejadian 17 tahun silam. 

Jika warga DIY ketakutan dan trauma kehilangan orang-orang terdekatnya karena gempa, namun para ahli sepakat bahwa bukan gempa yang membunuh manusia tetapi bangunan yang menimpa mereka. 

“Berkaca dari fenomena gempa Jogja 2006, para ahli mengingatkan bukan gempa yang membunuh manusia. Namun bangunannya. Korban tewas pada umumnya karena tertimpa bangunan yang roboh. Sementara itu korban luka-luka banyak terjadi karena kepanikan yang luar biasa,ungkap Dwi Daryanto, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Bantul, dilansir dari laman elshinta. 

Menilik penelitian berjudul “Jurnalisme Bencana di Indonesia, Setelah Sepuluh Tahun” yang dipublikasikan oleh Muzayin Nazaruddin pada Jurnal Komunikasi Volume 10, Nomor 1, tahun 2015, secara gamblang tertulis bahwa bencana yang terjadi di Indonesia selain dari spek geologis juga aspek sosial demografis. 

Kondisi yang terjadi saat Gempa Jogja 2006 tak ada prediksi apapun sebelumnya. “Gempa bumi dapat terjadi tanpa adanya tanda-tanda pasti; dan dapat terjadi kapan pun. Teknologi ciptaan manusia belum mampu untuk memprediksi waktu gempa akan terjadi,ujar Dr. Raditya Jati Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB dilansir dari laman bnpb.go.id. 

Indonesia termasuk dalam wilayah Pasific Ring of Fire (Deretan Gunung Berapi Pasifik) yang berbentuk melengkung dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, hingga Sulawesi Utara ditambah pertemuan dua lempeng tektonik dunia. 

Selanjutnya aspek sosial demografis yang sangat berperan penting pada sikap dan tindakan yang mampu meningkatkan kerentanan terhadap bencana. Keragaman budaya, etnis, agama selain menjadi kekayaan ternyata di sisi lain justru menjadi potensi bencana jika tidak dikelola dengan baik. 

Sementara kondisi Gempa Jogja 2006 kala itu benar-benar kaos, mulai dari mitigasi bencana hingga simpang siur dan hoaks muncul di mana-mana. Hal ini diungkapkan oleh salah satu Dosen Ilmu Komunikasi UII, Narayana Mahendra Prastya, yang saat itu menjadi wartawan Detik Biro Jogja. 

“Kondisi chaos di mana-mana, banyak hoaks dan pesan berantai. Karena listrik dimatikan akses berita hanya mengandalkan radio. Akhirnya banyak orang meninggalkan rumah lupa mengunci pintu, maling beraksi,” ujarnya. 

Sementara pada penelitian yang disebutkan oleh Muzayin Nazaruddin, media massa dalam menyikapi pemberitaan bencana justru cenderung menunjukkan euforia pemberitaan bencana dibandingkan mitigasi bencana dan langkah selanjutnya. 

Secara tidak langsung eksploitasi bencana sebagai “kisah satir yang menghibur” karena dianggap sebagai sumber informasi yang tak pernah kering dari nilai berita. 

Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan masyarakat Indonesia setelah mengetahui bahwa daerah yang ditinggalinya merupakan ladang bencana”?  

Setelah belajar dari Gempa Jogja 2006, Sumatera Barat 2009, Pidie Jaya 2016, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat 2018, dan Sulawesi Barat 2020 pihak BNPB menawarkan tiga solusi yang komprehensif.  

Pertama, pada pengelolaan risiko bencana, investasi pengurangan risiko bencana (PRB) dapat dilakukan demi upaya mitigasi bencana. Sementara sebagai upaya pencegahan maupun mitigasi bencana pada konteks wilayah yang pernah terdampak, prinsip build back better and safer menjadi sangat penting dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi.  

Negara maju seperti Jepang, telah melakukan retrofitting pada salah satu ruang yang ada di rumah. Retrofit ini merupakan teknik melengkapi bangunan dengan memodifikasi atau membangun kembali dengan menambah bagian atau peralatan baru yang dianggap perlu karena tidak tersedia pada saat awal pembuatannya.  

Kedua, pendekatan kolaborasi pentaheliks, pentaheliks ini terdiri dari pemerintah, pakar atau akademisi, lembaga usaha, masyarakat, dan media massa memiliki peran yang luar biasa dalam penanggulangan bencana.  

Pendekatan ini akan meningkatkan aspek kewaspadaan, akses ke sumber daya, koordinasi dalam PRB maupun pemulihan, serta memperkuat pengambilan keputusan, akses komunikasi serta koordinasi saat tanggap darurat. Dalam hal ini kritik terhadap media massa agar tak hanya eksploitasi kisah kesedihan saja melainkan edukasi kepada masyarakat. 

Terakhir, pendekatan adaptasi revolusi industri 4.0. Pendekatan ini dapat berkolaborasi dengan pendekatan pentaheliks dan diharapkan terwujud inter-konektivitas. Dari proses ini akan menghasilkan big data yang dapat digunakan sebagai kajian maupun penciptaan sesuatu. End to end dari terobosan ini untuk keselamatan nyawa manusia.   

Selain tiga pendekatan tersebut, pemulihan pascabencana melalui konteks sosial juga menjadi hal penting untuk membangun resiliensi keluarga keberlanjutan hidup di tengah porak poranda pemukiman. Kekuatan gotong royong membangun kembali kehidupan pascabencana. Namun hal ini akan terwujud dengan adanya sikap kepemimpinan dan komitmen kepala daerah.  

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Aplikasi Zoom
Reading Time: 3 minutes

Pandemi Covid-19 mengubah banyak hal termasuk kebiasaan melakukan pertemuan secara online atau daring. Dari sekian banyak platform yang bisa digunakan untuk melakukan pertemuan virtual, aplikasi Zoom paling banyak dipilih. Padahal ruang ini tidak 100 persen aman karena rawan penyusupan hingga Zoom Bombing.

Zoom Bombing adalah tindakan yang dilakukan seseorang secara sengaja bergabung dalam konferensi video padahal mereka tidak diundang.

Masalahnya tujuan orang-orang tersebut bergabung adalah mengganggu jalannya acara pertemuan dalam Zoom. Bentuk gangguan yang dilakukan oleh pelaku Zoom Bombing cenderung mirip virtual gatecrashing yakni menyebarkan pelecehan dan ujaran kebencian.

Baru-baru ini juga terjadi Zoom Bombing yang dialami oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII. Saat PDMA Nadim bersama komunitas mahasiswa “Dispensi” menggelar diskusi rutin, tiba-tiba di menit ke-8 ada seseorang yang meminta persetujuan bergabung. Hal itu langsung diiyakan oleh salah satu staf PDMA Nadim karena memang sifat diskusi terbuka untuk mahasiswa umum.

Namun hal tak terduga terjadi, seseorang tersebut mengubah nama dengan “Batu Khan” dan menuliskan hal yang tak berhubungan dengan topik diskusi menjelang sore itu. Ia bertindak tak senonoh dengan menampilkan video porno.

“Dia masuk pakai nama yang istilahnya wajar nama Indonesia yang wajar, lalu nge-chat udah pakai nama ‘Batu Khan’ dan menulis ‘I love internasional football in Bali’. Ngga lama setelah itu dia gambar alat kelamin di screen yang dipaparkan Pak Nara (pembicara),” ujar Ajeng Putri Andani, salah satu staf PDMA Nadim.

Tindakan tak senonoh ini pertama kali disadari oleh Narayana Mahendra Prastya, S.Sos., M.A selaku pemantik diskusi bertajuk “Manajemen Ruang Berita Media Berita Bulu Tangkis di Indonesia”. Ia berbicara agak keras di sela-sela diskusi “penyusup” “ada penyusup”. Melihat aksinya disadari, Batu Khan lantas mengubah profil akun dengan video porno dengan suara cukup keras dan mengganggu.

Diskusi yang digelar dengan Zoom itu akhirnya berjalan kembali setelah kegaduhan di awal mereda. Dugaannya, penyusup berhasil masuk dengan cara mengacak Meeting ID karena memang dari pihak PDMA Nadim dan Dispensi tak menerapkan password atau memang pelaku mengetahui informasi diskusi melalui media sosial.

Fenomena ini sempat viral di tahun 2020 lalu hingga berujung pelaporan. Pihak Zoom dilaporkan dengan kasus pelanggaran privasi dan keamanan pada aplikasinya hingga harus membayar 85 juta dolar AS atau setara Rp1,2 triliun.

Pembayaran dilakukan oleh pihak Zoom demi penyelesaian gugatan tersebut. Selain itu, Zoom juga dituntut untuk memperketat keamanan demi menghindari Zoom Bombing atas pengguna yang akan bertindak tak senonoh dan mengacaukan forum.

Meski demikian aplikasi Zoom tetap menjadi primadona untuk melakukan virtual meeting. Bahkan di Amerika Serikat, aplikasi Zoom menempati posisi tertinggi mencapai 3,2 juta pengguna melampaui TikTok yang menempati posisi kedua 1,9 juta pengguna (data tahun 2020).

Zoom juga menjadi aplikasi paling banyak diunduh di seluruh dunia pada tahun 2020, sebanyak 681 juta kali diunduh, disusul Google Meet 331 juta, dan Microsoft Teams 200 juta.

Aplikasi Zoom sebenarnya telah dikembangkan sejak 2011 oleh Eric Yuan, namun benar-benar meroket saat pandemi Covid-19. Tercatat perusahaan aplikasi Zoom meraup pendapatan 956 juta dolar AS setara Rp13,8 triliun pada kuartal I-2021. Sementara tahun 2022 kenaikan terus diraih perusahaan Zoom dengan meraih pendapatan sebesar 1,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp15,93 triliun pada kuartal I 2022.

Artinya dengan kondisi seperti ini sudah selayaknya pihak Zoom selalu melakukan perbaikan dan pemeliharaan berkala. Hal ini telah dikonfirmasi dengan mengumumkan bahwa pihak Zoom melakukan peningkatan keamanan yang ditujukan untuk membantu penyelenggara rapat memblokir upaya Zoom Bombing.

Solusi yang ditawarkan pihak Zoom untuk menghindari kasus penyusupan hingga Zoom Bombing

Atas kasus penyusupan hingga Zoom Bombing, pihak Zoom mengingatkan kepada para penggunanya untuk melakukan beberapa tips agar tetap aman saat meeting berjalan.

Pertama, gunakan Zoom sesuai kebutuhan. Jika kita akan menggunakan aplikasi Zoom untuk kebutuhan virtual meeting yang bersifat terbuka dan umum pastikan untuk selalu memilih Zoom Meetings, Zoom Webinars, atau Zoom Events, produk yang dirancang khusus untuk acara digital.

Kedua, sebaiknya hindari penggunaan Personal Meeting ID (PMI). Pada dasarnya PMI merupakan satu pertemuan yang berkelanjutan yang cocok untuk meeting dengan orang yang rutin (sudah saling kenal). Sebaiknya jangan gunakan PMI untuk meeting berturut-turut dengan audiens yang umum kecuali selalu mengunci meeting dengan menggunakan fitur Ruang Tunggu untuk menerima peserta satu per satu.

Terakhir soal Manage Screen Sharing, tentu kita tidak ingin sembarang orang mengambil alih dan membagikan konten yang tidak diinginkan dalam meeting. Caranya? Dengan membatasi hal ini sebelum meeting pada menu kontrol host sehingga hanya kita yang dapat berbagi layar.

Dengan beberapa tips tersebut diharapkan pengguna Zoom terhindar dari gangguan dan penyusup. Lantas bagaimana dengan kamu, Comms? Dengan berbagai kemudahan Zoom yang ditawarkan dan kendala yang terjadi, akankah tetap memilih aplikasi virtual meeting sebagai pilihan utama?

Pekerjan yang dapat digantikan AI
Reading Time: 4 minutes

Ramai terdengar pembahasan yang membuat panik berbagai pihak lantaran beberapa pekerjaan akan tergantikan oleh artificial intellegence (AI). Benarkan pendapat tersebut? Simak beberapa data berikut ini tentang AI yang dianggap sebagai perkembangan teknologi menyeramkan. 

AI atau kecerdasan buatan adalah suatu sistem komputer atau perangkat mesin dengan mengadopsi karakter otak manusia. Artinya AI bekerja dengan meniru aktivitas kognitif manusia mulai dari leraning, reasoning, decision making, hingga self correction. 

Pekerjaan yang mampu dilakukan oleh AI mulai dari kendali, robotika, mekanisme kontrol, komputasi, penjadwalan, hingga data mining. Secara umum AI diciptakan untuk optimalisasi pekerjaan. 

Sebagai contoh sederhana untuk memahami kinerja AI dapat kita lihat dari pola kebiasaan kita ketika hendak mencari barang di E-Commerce. Saat kita mengetik “sepatu docmart wanita” di mesin pencarian E-Commerce maka barang tersebut akan muncul, kita dapat memilih sesuai dengan kriteria yang diinginkan.  

Selanjutnya kita akan menemukan produk rekomendasi di hari yang sama hingga hari berikutnya. Rekomendasi tersebut merupakan hasil kerja AI yang didapat dari data produk-produk yang pernah kita beli. 

Lantas benarkah pekerjaan kita dapat diambil alih oleh AI karena memiliki sistem yang lebih optimal dibandingkan kinerja manusia. Bagaimana nasib lulusan Ilmu Komunikasi? 

Salah satu AI yang tengah menjadi perdebatan di dunia akademis dan industri adalah asisten virtual bernama ChatGPT, merupakan situs pengolahan bahasa atau Generative Pre-Training Transformer yang dikembangkan OpenAI.  

Dengan menggunakan ChatGPT kita dapat memerintahnya untuk membuat teks, menerjemahkan bahasa, hingga menjawab apa pun pertanyaan yang kita ajukan. Sontak hal ini membuat ketar-ketir para pekerja di bidang penulisan seperti content writer, jurnalis, pekerja media, hingga pekerja kreatif lainnya. 

Kekhawatiran itu muncul berkaitan dengan teknik plagiarisme yang dapat mengancam integritas akademik. Bahkan ketika kita mengetikkan perintah “puisi senja” maka ChatGPT akan memberikan enam bait puisi tentang senja yang menarik dan puitis. Kecanggihan ini tentu membuat sebagian orang cemas karena AI dapat menggantikan keahlian manusia. 

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Similiarweb jumlah kunjungan ke ChatGPT mencapai 1,8 miliar peningkatan terjadi sejak awal tahun 2023. Artinya banyak orang yang menggunakan  ChatGPT untuk memudahkan dan menyelesaikan pekerjaannya.  

Negara yang paling banyak menggunakan ChatGPT di antaranya Amerika Serikat dengan presentase 15,22 persen, India 6,32 persen, Jepang 4,01 persen, Kolombia 3,3 persen, Kanada 2,75 persen, serta 68,4 persen tersebar di seluruh dunia kecuali yang disebutkan tadi. 

Membaca data tersebut apakah ChatGPT memang efektif dan dapat dipercaya di dunia akademis? Menurut salah satu dosen di Prodi Ilmu Komunikasi UII Narayana Mahendra Prastya, S.Sos., MA. ketakutan bukan hanya soal plagiarisme di kalangan mahasiswa melainkan pengaplikasiannya yang cenderung tidak sinkron. 

“Ketakutannya (menggunakan ChatGPT) tentang konteks yang tidak match. Ketika mahasiswa mengutip untuk memperkuat gagasan malah hasilnya tidak nyambung. Misalnya ketika meminta ChatGPT rangkuman jurnal tentang media sosial kita sebagai pengguna yang harusnya merangkai sendiri poin-poin dan mengaitkan,” ujarnya.  

Terkait soal plagiarisme di kalangan mahasiswa Narayana menyebut jika belum pernah mendeteksi apakah itu benar-benar dikerjakan dengan memindahkan dari ChatGPT. Kecurigaan tentu muncul ketika penulisan dalam proposal  

“Belum pernah terdeteksi apakah menggunakan ChatGPT atau bukan, ketika mahasiswa menuliskan tinjauan pustaka sangat jago dan rapi, tapi melihat interview guide dan lainnya kedodoran,” tandasnya. 

Pekerjaan yang kemungkinan digantikan AI 

Ketakutan kita soal pekerjaan yang akan digantikan oleh AI nampaknya memang wajar, bagaimana tidak sejak dirilis pada bulan November tahun lalu ChatGPT telah digunakan untuk membuat surat lamaran, membuat buku anak, hingga membantu siswa mencontek saat ujian. 

Sejak dirilis pada bulan November tahun lalu, ChatGPT dari OpenAI telah digunakan untuk menulis surat lamaran, membuat buku anak-anak, dan bahkan membantu siswa menyontek dalam ujian.  

Dilansir dari laman Business Insider, chatbot pada ChatGPT sangat hebat lebih dari yang dibayangkan, karyawan Amazon yang menguji ChatGPT menyebut jika chatbot ini melakukan “pekerjaan yang sangat baik” dalam menjawab pertanyaan dukungan pelanggan, “hebat” dalam membuat dokumen pelatihan, dan “sangat kuat” dalam menjawab pertanyaan seputar strategi perusahaan.  

Meski demikian ChatGPT juga bisa saja salah, seperti disebutkan oleh pengguna ChatGPT pernah menemukan informasi yang salah menjawab masalah pengkodean, dan menghasilkan kesalahan dalam matematika dasar. 

Dalam artikel tersebut menyatakan jika riset yang dipublikasikan oleh University of Oxford di tahun 2013 menyebutkan 47 persen di Amerika Serikat dapat digantikan oleh AI dalam rentang waktu 20 tahun ke depan. 

Namun, riset itu dibantah oleh Anu Madgavkar seorang mitra di McKinsey Global Institute yang mengatakan jika AI tak serta merta dapat menggantikan posisi manusia. Penilaian manusia perlu diterapkan pada teknologi untuk menghindari kesalahan dan bias. 

“Kita harus memikirkan hal-hal ini sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas, bukan sebagai pengganti,” ujar Madgavkar dalam wawancaranya dengan Business Insider.  

Itu artinya AI tidak dapat menggantikan keberadaan manusia melainkan membantu agar pekerjaan semakin optimal. Berikut beberapa pekerjaan yang akan berkaitan dan dapat dikerjakan AI yang dioperasikan manusia. 

  1. Tech jobs (Coders, computer programmers, software engineers, data analysts) 
  2. Media jobs (advertising, content creation, technical writing, journalism) 
  3. Legal industry jobs (paralegals, legal assistants) 
  4. Market research analysts 
  5. Teachers 
  6. Finance jobs (Financial analysts, personal financial advisors) 
  7. Traders 
  8. Graphic designers 
  9. Accountants 
  10. Customer service agents 

Nasib lulusan Ilmu Komunikasi bersaing dengan AI? 

AI yang berkembang pesat ternyata tidak benar-benar mengancam manusia, justru ada sisi positif dengan kecanggihan yang terus dikembangkan hal ini disampaikan oleh Dr. Ir. Lukas, MAI, CISA, IPM dosen Teknik Elektro Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,sekaligus Ketua Indonesia Artificial Intelligence Society (IAIS) melalui kanal YouTube The Conversation. 

“Tentu saja AI dapat menggantikan pekerjaan manusia khususnya yang selama ini yang dikerjakan secara otomatis, pekerjaan yang sifatnya repetitif, dan teknis, pekerjaan yang kotor, yang membosankan, dan berbahaya sudah selayaknya bisa kita alihkan ke komputer karena AI bisa mengerjakan itu jauh lebih bagus daripada manusia dan justru itu untuk menyelamatkan manusia,” ungkapnya. 

Perlu diketahui bahwa nasib lulusan Ilmu Komunikasi tidak akan terpinggirkan oleh AI. Karena menurut keterangan Dr. Lukas kreativitas manusia tidak dapat ditiru oleh AI. 

“Sebetulnya kita masih dapat merasakan bahwa tulisan ChatGPT adalah tulisan robot. Misalkan saya sebagai dosen tahu polanya, ngomongnya ChatGPT ini. ChatGPT dalam beberapa hal mungkin mencoba lebih kreatif dengan melakukan ekstrapolasi kadangkala semakin dia kreatif justru semakin ngawur dan terjebak pada sesuatu yang tidak masuk akal,” tandasnya. 

Itu artinya kekhawatiran kita terhadap AI terlalu berlebihan karena pada dasarnya AI diciptakan untuk membantu bukan menggantikan manusia. 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Kunjungan Prodi Ilmu Komunikasi ke NTU Singapura
Reading Time: 3 minutes

Prodi Ilmu Komunikasi UII beberapa waktu lalu melakukan kunjungan ke Singapura untuk melakukan pertemuan dengan berbagai pihak termasuk universitas terkemuka di sana. Menariknya ada peluang emas bagi mahasiswa serta alumni Prodi Ilmu Komunikasi UII. Penasaran apa saja peluang tersebut? 

Tujuan utama kunjungan yang dilakukan Ketua Prodi Ilmu Komunikasi UII beserta jajarannya tentu untuk menjalin kerjasama dengan berbagai institusi.  

Beberapa pihak yang bersedia menyambut hangat Prodi Ilmu Komunikasi UII di antaranya adalah School of Communication and Information NTU, RSiS at NTU, Lembaga Riset think-thank Singapura, ATDIKBUD Singapura, dan SIS Ltd. 

Dari pertemuan yang dilakukan pada 9-10 Mei 2023 itu tentu membuahkan hasil yang seolah membawa angin segar bagi Prodi Ilmu Komunikasi UII. Selain menambah khasanah keilmuan, peluang positif juga terbuka lebar bagi mahasiswa dan alumni Prodi Ilmu Komunikasi yang akan melanjutkan studi di Singapura. 

Kesempatan beasiswa untuk mahasiswa dan alumni Ilmu Komunikasi UII di NTU 

Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Bapak Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si., Ph.D. menyebut jika ada kesempatan bagi mahasiswa dan alumni untuk meraih beasiswa di Nanyang Technological University (NTU) Singapura. 

Bahkan sudah ada wacana terkait kesediaan dari kolega Ilmu Komunikasi NTU untuk diundang ke Prodi Ilmu Komunikasi terkait pembahasan tersebut. 

“Mereka dan kolega di Komunikasi NTU meyatakan siap diundang sewaktu-waktu ke Prodi Komunikasi UII. Terutama untuk info session tentang program besiswa S2 di NTU yang ditujukan untuk alumni dan mahasiswa tingkat akhir, juga tentang program S3 terutama untuk rekan-rekan yang membutuhkan,” jelas Pak Iwan. 

Terkait kapan pihak NTU akan diundang oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII, Dr Zaki Habibi selaku dosen Ilmu Komunikasi  yang juga mengikuti kunjungan tersebut menyebut belum dapat memastikan tanggalnya karena rencana ini masih harus dibahas lagi. 

“Belum (tanggal pastinya), masih menjadi rerasan awal dan butuh persiapan,” ungkap Dosen yang akrab disapa Pak Zaki itu. 

Kunjungan ke ISEAS

Peluang sebagai research fellows di ISEAS

Peluang sebagai Research Fellows ISEAS Yusof Ishak Institute 

ISEAS Yusof Ishak Institute merupakan lembaga riset think-thank milik Singapura yang memiliki fokus penelitian isu-isu kontemporer seputar kajian Asia Tenggara. 

Banyak insight yang didapatkan oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII saat mengunjungi lembaga riset yang telah berdiri sejak 1968 diantaranya sebagai berikut: 

  1. Strategi lembaga riset mulai dari merancang fokus utama dan posisi lembaga riset, identifikasi target audiens utama sehingga ragam produk luaran riset dapat dibuat dan disebarkan dengan efektif, hingga membahasa tentang strategi pendanaan & grants. Karena beberapa hal di atas merupakan tantangan-tantang yang kerap dihadapi para peneliti dan dosen di Indonesia. 
  2. Kesempatan menjadi research fellows di Singapura, pemaparan yang diterima oleh pihak Prodi Komunikasi UII mulai dari segi manajerial, relasi dengan policy makers dan HEI (inst.pend.tinggi), serta mekanisme research fellows di dalam dan luar ISEAS. 
  3. Kesempatan bergabung menjadi bagian dari projek yang dapat dikerjakan dari Indonesia maupun menetap sementara di Sngapura. Riset yang ditulis nantinya akan dipublikasikan di ISEAS dalam kurun waktu tertentu.  

Selain mengunjungi institusi Singapura, perwakilan dari Prodi Ilmu Komunikasi UII juga menyempatkan mengunjungi Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Singapura serta Sekolah Indonesia Singapura Ltd atau SIS Ltd yang berfokus menyiapkan pendidikan untuk anak-anak warga negara Indonesia yang berada di Singapura. 

Dalam kunjungan ke Singapura itu diwakili oleh Ketua Prodi Ilmu Komunikasi UII yakni Bapak Iwan Awaluddin Yusuf, S.IP., M.Si, Ph.D, beserta beberapa dosen di antaranya Dr.rer.soc. Masduki,S.Ag., M.Si., M.A., Dr.Zaki Habibi, Comms., dan Dr. Herman Felani, S.S., M.A. 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Karakter penonton
Reading Time: 4 minutes

Tren menonton konser pasca pandemi menjadi ajang mencari hiburan hingga eksistensi bagi beberapa orang sepanjang akhir tahun 2022 hingga 2023. Tak jarang calon penonton rela ”war tiket” seharga belasan juta.  

Pandemi Covid-19 menutup segala lini akses hiburan yang digelar secara offline. Menjelang meredanya kasus positif Covid-19 konser offline mulai bermunculan seolah memuaskan dahaga para penikmat musik di Indonesia yang haus hiburan. 

Pada bulan Februari deretan konser spektakuler digelar di Indonesia mulai dari konser Tulus yang digelar 11 Kota, ITZY: The 1st World Tour Checkmate, Sehun dan Chanyeol, dan Westlife yang digelar pada Februari 2023.  

Disusul bulan Maret yang tak kalah menyita perhatian yakni dibuka dengan Konser NCT Dream, Blackpink World Tour, Joyland Festival, dan Arctic Monkeys.  

Usai digelar konser-konser spektakuler tersebut ramai lagi konser Coldplay yang akan digelar pada 15 November 2023. Meski digelar menjelang akhir tahun konser bertajuk Coldplay Music of The Spheres World Tour memulai penjualan tiket pada 17 Mei 2023. 

Menariknya tiket konser-konser besar ini selalu sukses terjual tanpa tersisa meski harganya cukup tinggi. Para calon penonton rela “war tiket” dengan berbagai cara, mulai dengan berusaha sendiri hingga jastip kepada penyedia jasa demi dapat menonton grup musik kesayangannya tampil. 

Sebut saja konser Blackpink bertajuk Born Pink yang digelar selama dua hari di Stadion Gelora Bung Karno mampu menggaet penonton hingga 70 ribu. Diluar dari 70 ribu orang tersebut ternyata lebih banyak orang yang tak kebagian tiket dan gagal nonton konser grup musik asal Korea Selatan tersebut. 

Tiket konser Blackpink kala itu dibanderol dari yang termurah Rp1,3 juta hingga Rp3,8 juta terjual habis hanya dalam waktu 30 menit. Sementara tiket Coldplay akan dijual dari range Rp11 juta hingga Rp800 ribu. 

Meski dengan harga belasan juta nyatanya para calon penonton tak gentar dan menyerah mereka tetap akan war tiket. Lantas apa alasan mereka melakukan hal ini? Apakah memang fans sejati, haus hiburan, atau hanya fomo dan eksistensi semata? 

Salah satu perempuan bernama Linda menyebutkan jika Ia akan mengikuti war tiket Coldplay pada presale 17 Mei 2023 nanti. Alasannya karena memang menyukai Coldplay sejak Ia remaja. 

“Berencana nonton dan war tiket Coldplay, sebenarnya mau nonton konser Justin Bieber tapi karena cancel akhirnya nonton Coldplay,” ujar Linda. 

Perempuan berusia 29 tahun itu juga menyaksikan konser Blackpink pada bulan Maret lalu, bahkan Ia telah menyiapkan dana sekitar Rp5-6 juta demi bertemu Girlband kenamaan Korea Selatan itu. Disinggung soal pengeluaran yang fantastis Linda menyampaikan jika itu “Worth it” dengan keseruan yang Ia dapatkan. 

“Tidak masalah harganya tinggi, bisa kan kita bayangkan bagaimana serunya lagu Viva La Vida dinyanyikan bareng-bareng. Bahkan bos di tempat kerjaku akan meliburkan karyawannya karena mereka juga ingin nonton konser Coldplay,” tandasnya. 

War tiket konser Coldplay di Jakarta juga akan dilakukan oleh Rizka Aulia seorang staff salah satu Institusi Pendidikan di Yogyakarta. Jika Linda akan war tiket sendiri, berbeda dengan Rizka yang lebih memilih untuk jastip kepada adiknya yang kerap kali membuka jasa war tiket. 

“Kalau dapet ya nonton, aku mau minta carikan adikku yang biasa buka jasa war tiket konser K-Pop. Kalau ditanya soal alasan nonton aku memang suka Coldplay dan suka dateng ke konser,” ujar Rizka. 

Selain alasan kesukaannya terhadap grup musik asal Britania itu, Rizka menyebut ingin menyaksikan konser yang mengusung konsep ramah lingkungan mengingat Coldplay telah menggelar konser ramah lingkungan dengan cara mengurangi emisi CO2 hingga 50 persen, mendukung teknologi baru dengan energi hijau, dan membiayai proyek lingkunganyang bisa mengembalikan jejak karbon dari hasil tur yang mereka lakukan. 

“Aku penasaran dengan konser Coldplay yang ramah lingkungan, dari pemasangan lantai kinetik hingga sepeda kayuh listrik. Semakin kita seru loncat-loncatnya maka akan menghasilkan sumber energi listrik,” pungkasnya. 

Tren nonton konser pasca pandemi ini turut meluluhkan hati para atasan di tempat kerja hingga membuat keputusan humanis demi mendukung kesenangan karyawannya. Selain kelonggaran libur yang disampaikan Linda tadi ternyata ada CEO disebuah perusahaan yang rela memberi pinjaman kepada karyawannya yang ingin menonton konser Coldplay. 

Sebuah cuitan dari pengguna Twitter @aetheraz menyebut jika bosnya akan memberi pinjaman dengan bunga nol persen bagi karyawannya agar bisa mengikuti keseruan konser Coldplay. 

“Kantor gue, especially CEO gue, ngasih pinjaman dengan bunga 0% untuk yang mau nonton Coldplay. Kalau Taylor Swift ke Indonesia, dia juga bakal ngasih pinjaman.” Tulis akun @aetheraz. 

Sebenarnya gerombolan orang-orang yang rela berbondong-bondong demi mendapatkan tiket konser itu memang benar adalah fans garis keras atau memang mereka yang fomo nonton konser pasca Pandemi Covid-19? 

Seorang bernama Nita penyedia jasa war tiket menyebutkan jika pelanggan yang datang pada dirinya berasal dari lintas generasi. Selain itu memang karena cari hiburan setelah Pandemi Covid-19. 

“Kalo coldplay kayanya fans lintas generasi dari yang kelahiran tahun 80-2000an pun masuk dan pengen pada nonton,” ujarnya. 

Pekerjaan yang menumpuk serta beban kerja selama pandemi membuat mereka ingin mencari penyegaran dengan cara menonton konser. 

“Iya salah satunya  karena habis pandemi, butuh hiburan dari capenya kerja Coldplay salah satunya,” jelas Nita. 

Nita juga menyebutkan jika pada konser Coldplay di Indonesia war tiket jauh lebih menantang karena jumlahnya lebih banyak dibandingkan saat konser Blackpink Maret lalu. Sementara dalam melakukan war tiket juga dibatasi setiap akun. Artinya Ia membutuhkan banyak anggota dalam melakukan war tiket Coldplay nanti. 

“Yang Coldplay presale  nembus 70 tix, biasanya kalo kpop 50an. Dibatesin tergantung team yang bantuin, soalnya dari web sendiri pembelian tiket dibatasin. Coldplay ini , 1 akun maksimal beli 4 tiket,” pungkas perempuan berusia 27 tahun itu. 

Jika merujuk pada pengakuan tiga narasumber di atas, hampir semua menyatakan ingi merasakan euforia dan mencari kesenangan, meski ada yang penasaran dengan unsur unik dari konser Coldplay yang ramah lingkung. 

Sebenarnya bagaimana sih karakter penonton konser itu? Dari artikel yang dipublikasikan oleh Mummar Syarif di kanal The Conversation terdapat tiga karakteristik penonton konser di Indonesia. Tiga kategori ini Ia dapatkan dari hasil wawancara dengan Harriman Samuel Saragih, Assistant Professor dari Monash University Indonesia. 

Pertama adalah Pleasure seeker, didominasi kaum muda rata-rata usia 22 tahu. Mereka adalah penonton yang mendatangi konser untuk mencari hiburan, kesenangan, serta menjauhkan diri sejenak dari kesibukan sehari-hari. 

Kedua, pengunjung yang belajar biasanya mereka berasal dari seniman atau pengamat musik yang sedang mencari banyak pengetahuan dan referensi demi pengembangan diri. 

Terakhir, transcendentalist mereka adalah orang-orang yang merasa turut serta berkontribusi pada konser musik tersebut. Selain menikmati musik, mereka juga pelaku kreatif di dalamnya, tidak hanya pada acara saja tapi juga terhadap ekonomi dan industri musik itu sendiri. 

Dari deretan pernyataan dan pendapat ahli di atas bagaimana menurutmu Comms dengan fenomena nonton konser setelah pandemi? Lebih cenderung datang ingin bertemu fans dan menikmati konser atau sekedar mengikuti tren agar tak ketinggalan? 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

HP jadul
Reading Time: 2 minutes

Generasi Z di Amerika Serikat saat ini sedang ramai berburu handphone jadul. Akibat tren ini perusahaan HMD Global yang memproduksi ponsel Nokia terus menjual HP jadul yang mirip keluaran tahun 2000-an hingga jutaan perangkat. 

Tercatat sejak tahun 2022 HMD Global mengalami peningkatan penjualan HP jadul dengan puluhan ribu terjual setiap bulan.  

HP jadul termasuk ponsel flip atau slide yang kini dicari memiliki fitur tambahan GPS atau hotspot. Lantas apa alasan utama Gen Z di Amerika Serikat memilih HP jadul? Sementara di Indonesia kini tengah berlomba-lomba membeli smartphone keluaran terbaru. 

Gen Z yang lahir pada rentang tahun 1997-2012 saat ini berusia 11 hingga 26 adalah generasi pertama yang tumbuh pada evolusi teknologi pintar. Artinya smartphone telah menjadi aksesoris sehari-hari bagi mereka. 

Kondisi ini yang membuat Gen Z di Amerika Serikat merasa bosan dan beralih menggunakan HP jadul. Pernyataan ini diungkapkan oleh Jose Briones seorang influencer asal Colorado Amerika Serikat. Selain bosan, dampak terhadap kesehatan mental juga menjadi alasan utama. 

“Saya rasa Anda bisa melihatnya pada populasi Gen Z tertentu – mereka bosan dengan layar. Mereka tidak tahu apa yang terjadi dengan kesehatan mental dan mereka mencoba mengurangi penggunaan ponsel.” Ungkap pemuda 27 tahun kepada CNBC. 

Gen Z yang biasanya beralih ke doomscrolling untuk mendapatkan kenyamanan, secara sukarela kembali ke tahun 2000-an untuk berlindung dari ekonomi konsumen yang merajalela. 

“Saya pikir saya ingin mendapatkan [saya kira] rasa lebih terhubung dengan teman dan keluarga saya. Dan kemudian saya juga hanya ingin mengurangi waktu di depan layar,” ujar reporter Buzzfeed berusia 23 tahun, Fjolla Arifi, kepada ABC News, setelah secara ketat menggunakan ponsel flip selama seminggu. 

Kebiasaan Gen Z yang menonton video di smartphone hampir 7,2 jam setiap hari, terpaku dengan estetika feed Instagram yang dikurasi membuat waktu dan kesehatan mental mereka terganggu. 

“Kami menyadari bahwa setiap masalah yang kami alami saat keluar malam, semua hal yang membuat kami menangis, semua hal yang membuat kami bersenang-senang, berawal dari ponsel kami,” jelas pengguna TikTok @skzzolno tentang alasan mengapa ia dan teman-temannya hanya membawa ponsel mereka. 

Selain alasan tersebut mereka ingin mengenang masa ketika teknologi tidak sepenuhnya memakan waktu, tetapi hanya sebagai aksesori.  

Alasan ini sesuai dengan hasil penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Experimental Psychology: Applied. Pada penelitian tersebut menyebutkan tiga poin penting terkait durasi menggunakan smartphone terhadap kesehatan mental. 

Pertama, mengurangi penggunaan smartphone hanya satu jam sehari selama seminggu dapat meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi kecemasan hingga depresi. 

Kedua, memantau penggunaan smartphone dan bagaimana dampaknya dapat membantu kita menciptakan perubahan positif. 

Namun temuan ketiga ini cukup menarik bahwa menghentikan penggunaan smartphone sepenuhnya ternyata tidak begitu bermanfaat bagi kesehatan mental. 

“Menurut penelitian, perubahan sadar dan terkendali dari waktu harian yang dihabiskan untuk menggunakan smartphone dapat berkontribusi pada kesejahteraan subjektif – lebih sedikit gejala depresi dan kecemasan, kecenderungan penggunaan yang lebih sedikit, lebih banyak kepuasan hidup – dan gaya hidup yang lebih sehat, [termasuk] lebih banyak aktivitas fisik, [dan] lebih sedikit perilaku merokok, dalam jangka panjang,” kata Yalda Safai, MD, MPH, seorang psikiater di New York. 

Tren ini turut menyumbang data merosotnya pengiriman smartphone global di tahun 2022 yang mencapai 1,2 miliar unit yakni sekitar 11,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. 

Sementara Gen Z di Indonesia kini tengah berburu smartphone terbaru seperti iPhone 13 dan iPhone 14 ternyata juga tak terlalu mendongkrak pembelian smartphone di Indonesia. Berdasarkan laporan International Data Corporation (IDC) pasar smartphone di Indonesia tahun 2022 juga alami penurunan hingga 35 juta unit atau sekitar 14,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun penurunan di Indonesia ini terjadi karena faktor ekonomi seperti inflasi sehingga berdampak pada daya beli konsumen. 

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Yudisium
Reading Time: 2 minutes

Momen tak terlupakan tentu dirasakan oleh 14 mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII). Bagaimana tidak tepat pada perayaan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2023 mereka dinyatakan lulus. 

14 mahasiswa tersebut resmi menyandang gelar sarjana S.I.Kom. pada pelaksanaan yudisium yang dilakukan secara daring. Tentu saja kelulusan ini terjadi berkat kerja kerasnya menyelesaikan pendidikan selama kurang lebih 4 tahun terakhir. 

Dalam pelaksanaan yudisium tersebut Kaprodi Ilmu Komunikasi UII Bapak Iwan Awaluddin Yusuf, Ph.D. secara resmi menyebutkan 14 mahasiswa telah lulus dari jenjang sarjana dan telah memenuhi persyaratan kelulusan.   

Dari 14 mahasiswa yang dinyatakan lulus dalam pelaksanaan yudisium tersebut, salah satu mahasiswa yang raih Indeks Prestasi Akademik (IPK) tertinggi adalah Rizka Fitri Annisa yakni 3,9. Mahasiswa angkatan 2019 itu menyelesaikan studi S1 kurang dari 4 tahun dengan meraih predikat “Sangat Memuaskan” atau Cumlaude.  

Selanjutnya ada mahasiswa angkatan 2018 yakni Rahmalia Kusumadewi juga meraih IPK 3,9 pada pelaksanaan yudisium 2 Mei 2023 sore itu. 

Menjadi satu-satunya angkatan 2019 yang telah lulus pada momen Hari Pendidikan Nasional itu, Rizka Fitri Annisa mengaku sangat lega karena berhasil melewati tantangan yang tak mudah. Mengingat dirinya adalah angkatan yang terpaksa menjalani pembelajaran secara daring dampak dari pandemi Covid-19. 

“Terkait kelulusan saya alhamdulillah perasaannya lega sekali karena akhirnya dapat menuntaskan salah satu kewajiban dan tanggung jawab saya baik kepada orang tua, pendidik, maupun diri saya sendiri. Untuk melewati semester demi semesternya pasti ada tantangan apalagi pada angkatan 2019 khususnya perkuliahan terpaksa dilaksanakan secara online karena terdampak pandemi Covid-19,” terangnya saat dihubungi Prodi Ilmu Komunikasi. 

Rizka juga memberikan pesan terkait tanggung jawab serta tips agar kita tetap fokus dengan tujuan dan mimpi untuk menyelesaikan jenjang sarjana. 

“Namun karena saya punya mimpi untuk bisa mewujudkan apa yang saya raih sekarang, maka tidak boleh luput dari semangat, doa, perjuangan, dan dukungan dari orang-orang di sekitar. Saya sangat berterima kasih kepada orang tua saya, orang terkasih saya, sahabat-sahabat saya, dosen-dosen yang telah mengajar saya, terkhusus DPA sekaligus DPS saya Ibu Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom. Tidak lupa kepada staf-staf prodi Ilmu Komunikasi yang sudah membantu saya dan berbagai pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Intinya pencapaian saya ini bukan berkat dan milik pribadi saja namun juga milik mereka yang berdiri di samping dan di belakang saya.” Tambahnya. 

Hadir juga Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi Ibu Ratna Permata Sari, S.I.Kom., MA , Sekretasis International Program Ibu Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih, S.I.Kom., MA, serta Bapak Raden Narayana Mahendra P , S.Sos., MA dalam proses kelulusan 14 mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi. 

Berikut daftar mahasiswa yang dinyatakan lulus dari Prodi Ilmu Komunikasi pada 2 Mei 2023:  

  1. 16321073 – I’intan kalimatussaqdia 
  2. 18321033 – M.Zhorif Afif Naufal 
  3. 18321136 – Rahmalia Kusumadewi 
  4. 18321171 – Miladia Arifa 
  5. 18321194 – Nadiarsandy Maghriza Bhakti 
  6. 18321205 – M Fikri AG 
  7. 18321074 – Delsi Yasintha Aulia 
  8. 18321173 – Naura Medisa Putri 
  9. 19321161 – Rizka Fitri Annisa (Cumlaude) 
  10. 18321184 – Rian Ade Saputra 
  11. 18321114 – Zanavia Javasta Meuthiarani 
  12. 18321203 – Ath Thaariq Nur Hakim 
  13. 18321147 – Dinda Saarah Salsabila 
  14. 18321190 – Oktavia Nur Halimah 

Demikian 14 mahasiswa dari Prodi Ilmu Komunikasi UII yang dinyatakan lulus bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2023.  

Makanan favorit
Reading Time: 4 minutes

Daftar makanan dan minuman yang paling disukai masyarakat Indonesia sebagai pilihan menu buka puasa akan dipaparkan dalam artikel berikut ini. Setidaknya ada 8 hidangan teratas pilihan masyarakat Indonesia. Deretan makanan ini disukai karena cita rasa yang nikmat dengan rasa manis dan gurih.  

Setelah berpuasa selama hampir 13 jam tentu tubuh kita membutuhkan asupan makanan dan minuman untuk mengembalikan energi. Salah satu sumber utama yang mudah dan cepat didapatkan dari makanan yang memiliki kandungan gula. Namun yakin jika pilihan makanan ini baik untuk tubuh? 

Wajar jika 8 daftar hidangan yang paling disukai masyarakat Indonesia ini dominan ditempati oleh makanan-makanan manis dan bersantan. Beragamnya menu khas daerah serta tradisi di Indonesia bisa jadi pemicu utama mengapa masyarakat kita gemar konsumsi gula dan santan. 

Berdasarkan data survei dari 818 responden di Indonesia dengan range usia 18-55 tahun oleh TGM Research, menyebutkan kolak menjadi menu primadona saat buka puasa. 

Hidangan paling disukai adalah kolak dengan nilai 17,2 persen, selanjutnya ada rendang 11,2 persen, Opor ayam persen, kolak pisang 5,3 persen, disusul kurma 4,8 persen, ketupat 4,8 persen, opor 3,9 persen, dan terakhir es buah 2,4 persen. 

Dalam survei tersebut juga didapatkan hasil jika 90 persen masyarakat Indonesia memilih memasak di rumah untuk teman dan keluarga, serta 99 persen buka bersama anggota keluarga di rumah. 

Sama halnya dengan kebiasaan yang terjadi di lingkungan kita, seperti yang dilakukan melalui survei cepat di Grup WhatsApp Prodi Ilmu Komunikasi UII yang berisi dosen, staf, serta mahasiswa magang ditemukan hasil bahwa seluruhnya memilih minuman pembuka manis saat membatalkan puasa. 

Sebanyak 22 suara yang dikumpulkan sebanyak 3 orang memilih kolak, 2 orang es buah, 8 orang es degan, 5 orang memilih es campur, dan 4 orang lainnya. Menurut pengakuan 4 orang yang memilih lainnya cenderung mengaku berbuka dengan teh hangat manis maupun es teh manis. 

Artinya kebiasaan minum dan makan makanan yang memiliki kandungan gula menjadi primadona untuk membatalkan puasa. 

Risiko terlalu banyak konsumsi gula 

Berdasarkan daftar hidangan yang disebutkan di atas, semua makanan yang disukai oleh masyarakat Indonesia mengandung gula, garam, dan lemak (GGL) yang cukup tinggi. Sementara konsumsi zat gula, garam, dan lemak berlebih akan memicu penyakit diabetes, tekanan darah tinggi, jantung, stroke, ginjal, hingga gangguan saraf. 

Sebenarnya terkait batasan konsumsi GGL telah diatur dalam Permenkes Nomor 30 Tahun 2013. Dalam aturan tersebut juga mengatur pencantuman informasi kandungan GGL pada pangan siap saji dan pangan olahan.  

Kebutuhan dan anjuran konsumsi gula setiap orang per hari sebesar 10 persen dari total energi (200kkal) setara 4 sendok makan atau 50 gram. Sedangkan untuk garam per hari 2000 mg natrium, setara 1 sendok teh atau 5 gram. Terakhir konsumsi lemak per hari adalah 20-25 persen dari total energi (702 kkal) setara dengan 5 sendok atau 67 gram. 

Lantas bagaimana dengan kandungan kolak, apakah baik untuk kesehatan? Ternyata kandungan nutrisi pada kolak sangat baik untuk tubuh dengan catatan dengan tidak berlebihan dalam konsumsi per harinya. 

Bahan utama pada kolak adalah santan dengan berbagai isian seperti pisang, ubi, kolang-kaling, dan gula (gula merah ataupun gula pasir). Dilansir dari laman halodoc sekitar 100 gram kolak terkandung 163 kalori. 

Artinya satu mangkuk kolak pisang terdapat 47 persen lemak, 48 persen karbohidrat, 6 persen protein. Lemak dalam kolak pisang terdiri dari lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Sementara kadar gula di dalamnya sekitar 11,95 gram dan 2,8 gram serat. 

Sedangkan untuk opor ayam yang memiliki bahan dasar santan dan ayam memiliki nilai 163 kalori per 100 gram, 8,67 gram lemak, 5,6 gram karbohidrat, dan 16,53 gram protein. 

Namun menyantap opor ayam akan lebih nikmat dengan nasi atau lontong, nilai kalori nasi sebesar 129 kalori per 100 gram, sedangkan lontong 144 kalori per 100 gram.  

Artinya konsumsi satu mangkok kolak masih aman untuk tubuh kita, namun perlu diketahui yang kita konsumsi tidak hanya itu. Masih ada nasi, opor ayam dan beberapa makanan lain. Maka kita perlu menciptakan gaya hidup sehat dan memperhatikan anjuran konsumsi GGL. 

Konsumsi GGL yang tinggi memicu berbagai penyakit terutama terkait kasus diabetes di Indonesia yang tinggi sebagai dampak pola hidup yang tidak sehat. Tahun 2021 jumlah penderita diabetes di Indonesia sekitar 19,47 juta, hal ini diprediksi akan terus meningkat.  

International Diabetes Federation (IDF) memprediksi jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 28,57 juta di tahun 2045. Artinya jumlah ini lebih besar 47 persen dari tahun 2021. 

Dalam jangka 10 tahun jumlah penderita diabetes di Indonesia meroket hingga 167 persen, sebelumnya tahun 2011 jumlah penderita diabetes 7,29 juta. Sementara jumlah kematian pada 2021 sebesar 236.711 jiwa atau meningkat 58 persen dari tahun 2011 yakni 149.872 jiwa. 

Solusi jalani puasa Ramadan tetap sehat 

Lantas bagaimana cara kita memperbaiki dan mengatur pola hidup yang sehat dan tetap fit selama menjalani ibadah puasa. Setidaknya ada tiga opsi yang bisa kita lakukan yakni memilih nutrisi yang baik, olahraga, dan membuat rencana makanan yang akan kita konsumsi. 

Langkah awal yang perlu kita lakukan adalah memastikan nutrisi baik yang masuk ke tubuh kita serta membatasi beberapa bahan yang buruk. Pastikan konsumsi makanan berkualitas tinggi dengan memperbanyak minum air putih dan menyeimbangkan dengan karbohidrat dari pati, sayur-sayuran, protein, dan produk susu lemak alami agar tetap terhidrasi selama puasa. Sementara beberapa hal yang perlu dihindari adalah makanan dengan kandungan garam, kafein, gula yang tinggi serta makanan olahan. 

Selanjutnya pastikan untuk meluangkan waktu untuk olahraga, meski puasa kita tetap harus aktif secara fisik demi kesehatan. Yang perlu diperhatikan adalah hindari latihan intensitas tinggi seperti lari cepat atau angkat beban di siang hari. Gantinya olahraga ringan 15-30 menit seperti jalan kaki, senam pilates, ataupun yoga. 

Terakhir yakni membuat rencana menu ke depan, pastikan tidak meninggalkan sahur demi memenuhi asupan untuk energi aktivitas siang hari terutama bagi pelajar dan pekerja. Agar lebih efektif rencanakan menu sahur dan buka puasa dengan fokus makan makanan berkualitas tinggi. 

Selain tiga hal tersebut pastikan agar tubuh kita memperoleh waktu istirahat dan tidur yang cukup agar metabolisme dalam tubuh tidak terganggu. 

 

Penulis: Meigitaria Sanita