Kunjungan

Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) menerima kunjungan dari SMK Islam PB. Soedirman 1 Jakarta pada Kamis, 2 Mei 2024 di Auditorium FPSB.

Sebanyak 81 siswa dari program keahlian Desain Komunikasi Visual (DKV) bersama 11 guru pendamping bertandang ke Yogyakarta untuk memberikan pengalaman dan pengetahuan terkait dunia perkuliahan. Prodi Ilmu Komunikasi UII dipilih karena jurusan ini memiliki irisan dengan program keahlian DKV.

Kepala Sekolah SMK Islam PB Soedirman 1, Sugiarti, M.Pd. menjelaskan bahwa para siswa mengunjungi beberapa kampus di luar Jakarta, selain untuk wawasan akademik juga bertujuan untuk mengasah kemandirian siswa. Menurutnya, banyak dari siswa-siswanya yang tak ingin jauh dari Kota Jakarta.

Kedatangan tersebut disambut gembira oleh pihak Prodi Ilmu Komunikasi UII, Ratna Permata Sari, S.I.Kom, M.A. selaku sekretaris program yang kemudian memberikan gambaran terkait dunia perkuliahan di jurusan Ilmu Komunikasi UII.

Sharing session

Beliau menyebutkan berbagai aktivitas mahasiswa mulai kegiatan akademik hingga non akademik seperti berbagai organisasi dan komunitas yang ada di Prodi Ilmu Komunikasi UII. Untuk mendukung aktivitas tersebut tersedia fasilitas mulai dari laboratorium Fotografi dan Multimedia, Lab TV & Podcast, ruang produksi Ikonisia TV, hingga PDMA Nadim.

“Sebenarnya di Ilmu Komunikasi ada beberapa laboratorium tapi ada di Gedung yang beda. DI sini adalah dedung fakultas lebih banyak ruangan kelas kalau di gedung komunikasi sebagai kantor administrasi dan laboratorium, mohon maaf kami belum bisa mengajak karena gedungnya agak kecil, jadi kalau datang sebanyak ini jadi kita menunggu menjadi mahasiswa UII saja,” ucapnya dengan penuh tawa kepada para siswa.

Selain menawarkan program regular, sejak tahun 2018 Prodi Ilmu Komunikasi UII juga mendirikan International Program Communication (IPC). Kelas berbahasa Inggris ini memiliki berbagai program unggulan dengan skala internasional mulai dari student exchange, Passage to Asean, dan berbagai program lainnya.

“Ilmu Komunikasi UII tidak hanya punya program regular, tapi juga punya International Program Communication (IPC) yang sudah berdiri pada tahun 2018, saat ini hampir tiga angkatan lulus,” ujar Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih, S.I.Kom., M.A. selaku sekretaris IPC.

“Program rutin kita adalah P2A atau Passage to ASEAN. Itu adalah program di bawah naungan Asosiasi Passage to ASEAN yang dulu sekretariatnya ada di Thailand sekarang di Vietnam. Tujuannya adalah memberi kesempatan kepada mahasiswa antar negara di ASEAN untuk saling belajar culture bahkan edukasi dalam konteks akademik,” tambahnya lagi.

Kunjungan tersebut berlangsung seru dengan antusiasme dari para siswa. Kegiatan ditutup dengan berbagai games serta foto bersama antara jajaran Prodi Ilmu Komunikasi UII dan pihak SMK Islam PB Soedirman 1 Jakarta.

Kuliah umum

Media Sosial dan Masa Depan Kemanusiaan menjadi tajuk pada pelaksanaan Kuliah Umum Pascasarjana Universitas Islam Indonesia (UII) pada 27 April 2024. Topik ini dipilih karena memiliki urgensi bagi kehidupan di masa mendatang. Secara sadar atau tidak, media sosial telah mengubah banyak hal termasuk dalam preferensi seseorang terhadap apapun termasuk politik.

Materi kuliah umum ini disampaikan oleh Prof. Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si, dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yang fokus pada kajian Media Policy, Comparative Media System, Public Media and Journalism, serta Media Activism.

Sebelum kuliah umum dimulai Prof. Dr. Jaka Nugraha, S.Si., M.Si. sebagai Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik dan Riset pada sambutannya menyampaikan terkait bagaimana media sosial tak cukup diimani dampak positifnya saja. Melainkan juga bagaimana berfikir kritis terhadap perkembangan teknologi digital dan bagaimana menyelesaiakan berbagai persoalan yang terjadi.

Sementara itu, sudah saatnya bagi tugas institusi pendidikan untuk terus memberi wadah saling belajar dan membuka diri demi masa depan kemanusiaan yang lebih baik

“Begitu dahsyatnya perpecahan polemik yang terjadi di media sosial masing-masing karena sudah terkungkung oleh sudut pandang masing-masing. Tentunya kita di dunia akademik ini harus membuka diri, membuka pemikiran kita bahwa suatu masalah bisa dilihat dari berbagai sisi,” ujarnya saat membuka Kuliah Umum Pascarjana, di Ruang Teatrikal Lantai 2, Gedung Kuliah Umum Dr. Sardjito UII.

Dipandu oleh Dr. Herman Felani, S.S., M.A. kuliah umum itu dimulai dengan statement yang cukup menggugah mahasiswa.

“Orang mengakses media sosial itu seperti dopamine, ngeposting sesuatu nunggu di-like, dikomen kalau engga nanti dia engga bahagia akhirnya generasi milenial banyak yang stres. Kalau begini masa depan kemanusiaan apakah bisa terwujud dengan sesuai harapan kita?” ujarnya.

Menjawab keresahan tersebut Prof. Masduki menyempaikan materi Media Sosial dan Dehumanisasi. Secara umum beliau menjelaskan dua perspektif terkait media sosial yakni digital optimist yang memandang perkembangan ini adalah peluang besar yang bisa dimanfaatkan secara maksimal. Kedua digital pesimis, bagaimana sebagai subjek pengguna tak hanya percaya dengan peluang namun percaya bahwa manusia adalah objek yang dimanfaatkan oleh platform.

Lebih dalam, beliau memaparkan bagaimana media sosial dalam kehidupan sosial politik mampu mengubah persepsi seseorang secara masif. Terbukti pada sepuluh tahun terakhir, akibat media sosial politik di Indonesia sangat mudah dinormalisasi.

“Medsos bukan penyubur demokrasi saat ini tapi pengubur demokrasi,” ujarnya.

Situasi mencekam terjadi di media sosial pada tahun 2017 terkait polarisasi politik pilkada DKI, hingga normalisasi politik dinasti Jokowi pada Pemilu 2024.

“Terjadi di Indonesia terjadi fabrikasi terhadap slogan Gemoy. Orang yang tadinya keras, militer, tiba-tiba di medsos isinya joget-joget dan anda suka mungkin bukan anda tapi keluarga kita jadi ini disinformasi,” ujarnya

“Saya enggak bicara politiknya, tapi media sosial membuat kita menormalkan yang tidak normal. Mungkin pak Jokowi tidak keliru sekali tapi orang yang berbisnis dengan media sosial, free rider orang ikut meramaikan begitu asal dia bisa klaim subcribernya berapa, viewersnya berapa akhirnya dapat duit,” tambahnya.

Demi masa depan manusia yang lebih baik, ada tiga solusi yang dirangkum oleh Prof. Masduki, pertama pendekatan regulasi ala Eropa: digital service act, digital citizenship act, publisher right, anti disinformation act; kedua, pendekatan akademik mendorong fakultas hukum dan sosbud atau isipol untuk mengkaji digital transformation and human right issues; ketiga pendekatan kultural: literasi digital dalam spirit kedaulatan digital.

Selengkapnya: https://www.youtube.com/watch?v=Y1aiZkuG8Z8

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Hari buruh

Tanggal 1 Mei diperingati sebagai hari buruh atau May Day, segala ketidakadilan terkait kesejahteraan akan disuarakan diberbagai penjuru negeri untuk masa depan yang lebih baik. Dua tuntutan utama yang disuarakan oleh para teman-teman buruh pada 1 Mei 2024 di Istana Negara dan Gelora Bung Karno adalah pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan Outsourcing dengan upah murah.

Merujuk pada UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, buruh diartikan sebagai setiap orang yang bekerja menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Menariknya menjadi buruh adalah kondisi objektif atau status sosial buruh tidak ditentukan berdasarkan merasa atau tidak, sadar atau tidak. Padahal sejatinya entah posisi manajer atau kepala cabang suatu perusahaan ia tetaplah buruh karena mendapat upah dari tempatnya bekerja.

Beranjak dari definisi buruh, istilah digital labour mungkin tak terlalu terdengar nyaring namun hal ini penting untuk diketahui banyak pihak. Menurut International Labour Organization (ILO), digital labour merupakan seseorang yang bekerja di bidang ekonomi platform berbasis web dengan tipe pekerjaan yang sangat terbuka kepada semua orang dan tersebar secara geografis atau crowdwork.

Ada masalah layaknya gunung es yang dialami oleh digital labour, artikel yang ditulis oleh Christian Fuch dan Sebastian Sevignani dari University of Wetminster UK pada laman trippleC menyebutkan argumen terkait konsep ekonomi politik dalam internet yang merujuk model akumulasi modal yang dominan dari platform internet perusahaan didasarkan pada eksploitasi tenaga kerja tak berbayar dari pengguna yang terlibat dalam pembuatan konten dan penggunaan blog, situs jejaring sosial, dan platform global.

Bagi kita pengguna Instagram, Facebook, WhatsApp, YouTube, Google, dan lainnya akan menciptakan keuntungan bagi pemilik platform. Kegiatan tersebut menciptakan komoditas data yang akan dijual kepada klien periklanan.

Prof. Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si. dosen Ilmu Komunikasi UII memberikan contoh terkait kreator konten di Indonesia, sejatinya mereka bukanlah pengusaha melainkan buruh platform.

“Dalam teori ekonomi politik media kita mengenal istilah digital labour, jadi kita bukan pelaku digital, bukan pengusaha digital tapi buruh digital,” jelasnya pada sesi Kuliah Umum Pascasarjana UII, 27 April 2024.

“Contoh kecil podcast Deddy Corbuzier, per paket itu berapa juta incomenya minimal Rp 350 juta revenuenya. Tapi pernahkah anda tahu keuntungan bahwa yang diraih itu hanya 10 persen dari keuntungan yang sesungguhnya. Sisanya milik owner platform,” tambahnya.

Kita sebagai pengguna menjadi objek atau angka algoritma yang menguntungkan bagi pemilik platform.

“Jadi sebenarnya konten kreator yang dijual bukan kontennya tapi jumlah viewersnya, jumlah subscriber, bahkan jumlah likesnya bisa dijual. Jadi sebenarnya Anda ini tidak dipedulikan mau dicerdaskan atau engga yang penting please subscribe, like, and comment hanya itu yang mereka mau dari Anda,” ujarnya lagi.

Lantas, bagaimana menciptakan kondisi yang adil?

Jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar tentu sangat menguntungkan pemilik platform global. Sementara, negara Indonesia tak mendapat pemasukan ataupun pajak atas bisnis tersebut. Selain itu data yang kita tautkan tanpa persetujuan akan dijual, artinya pengguna turut menjadi asset untuk kepentingan pemilik platform.

Prof. Masduki menyebutkan masyarakat Indonesia dapat mendorong pemerintah agar memaksa pemilik platform global agar mendirikan kantor di Indonesia dan membayar pajak agar kondisi ini juga adil untuk negara.

Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh insan pers di Indonesia beberapa waktu lalu adalah adalah mendorong pengesahan Publisher Rights, dalam aturan tersebut platform digital global mau tidak mau harus memberi keuntungan secara adil karena yang terjadi selama ini platform digital selalu mengagregasi berita-berita siber dari media online di Indonesia.

Menurutmu langkah apalagi yang perlu dilakukan oleh Indonesia agar kondisi ini sama-sama menguntungkan, Comms?

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Demokrasi

Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia (RI) menandatangani Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama pada Jumat, 26 April 2024, di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito UII.

Secara umum, nota kesepahaman tersebut melingkupi bidang pendidikan dan penyuluhan HAM, bidang pengkajian dan penelitian HAM, bidang pengabdian masyarakat, serta bidang-bidang lainnya yang dapat dilakukan bersama.

Setelah Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. dan Ketua Komnas HAM RI, Dr. Atnike Nova Sigiro, M.Sc meneken nota kesepahaman, acara dilanjutkan dengan diskusi panel bertajuk Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Negara Demokrasi.

Fathul Wahid menegaskan pentingnya isu tersebut, mulai dari fakta-fakta yang terjadi di lapangan hingga tekanan dan ancaman yang dialami oleh sejumlah jurnalis dalam menjalankan tugasnya.

“Banyak alasan dan fakta di lapangan berbicara ternyata kebebasan berpendapat dan berekspresi di banyak pojok itu merupakan barang mewah dan bukan tanpa risiko dan kita punya beberapa saksi,” ujarnya.

“Kebebasan berpendapat seorang jurnalis dituntut karena sebuah berita oleh pemerintah provinsi senilai Rp700 miliar. Ternyata kebebasan berpendapat itu tidak sesuatu yang bisa kita nikmati begitu saja. Kita berharap di negara demokrasi kebebasan itu terjamin, di Indonesia dijamin konstitusi tapi pelaksanaanya bisa jadi agak berbeda,” tambahnya memberikan contoh kasus.

Atnike Nova Sigiro dalam sambutannya juga menyebut selain “melanjutkan kolaborasi yang selama ini dilakukan antara UII dengan Komnas HAM” ia juga menggarisbawahi terkait hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah syarat mutlak untuk pengembangan diri warga negara.

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Negara Demokrasi

Diskusi panel tersebut menghadirkan lima pakar antara lain Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H., M.A. (Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik); Dr. Abdul Haris Semendawai, S.H., LL.M. (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI); Prof. Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si. (Ilmu Komunikasi UII dan Forum Cik di Tiro); Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. (Fakultas Hukum UII dan PYBW UII); dan Fatia Maulidiyanti (International Federation for Human Rights).

Diskusi dibuka oleh Dr. Herlambang P. Wirataman, S.H., M.A. yang membahas detail terkait kebebasan akademik. Berdasarkan temuan-temuan risetnya, sejak tahun 2015 kondisi di Indonesia tidak baik-baik saja.

Sementara baru-baru ini menjelang pesta demokrasi di Indonesia, deretan rektor di perguruan tingga dipaksa menyuarakan citra positif untuk kepentiang politik tertentu.

“Model baru otoritarianisme memanfaatkan informasi sebagai alat manipulasi itu pararel dengan temuan saya memperlihatkan bahwa kebebasan akademik mendapat serangan-serangan itu dan dianggap narasi-narasi yang muncul adalah narasi yang sebenarnya dominan tapi represif seperti hal yang dimaklumkan,” jelasnya.

“Peristiwa menjelang pemilu misalnya ketika rektor-rektor ditekan untuk mendapatkan citra positif Jokowi itu dianggap biasa saja. Padahal itu serangan yang paling memalukan,” tambahnya.

Menurutnya, gerakan kebebasan akademik sangat penting dilakukan demi mengawal perlawanan hukum dan konstitusional.

“Sehingga gerakan kebebasan akademik dan solidaritasnya harus dikuatkan agar pencerdasan kewargaan tumbuh dan dapat menjaga negara hukum demokratis dengan mengawal perlawanan hukum dan konstitusional,” tandasnya.

Temuan tersebut sejalan dengan data yang ditemukan oleh Prof. Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si. yang kini tengah sibuk menjadi pengajar di Prodi Ilmu Komunikasi UII. Beliau menegaskan soal kebebasan berekspresi dan kebebasan pers merupakan bagian tak terpisahkan.

“Antara kebebasan berkespresi dan kebebasan pers sebetulnya dua sisi mata uang. Jika kita merujuk banyak scholar bahwa kebebasan berekspresi tidak akan terjadi jika tidak ada kebebasan pers,” jelasnya.

Sulitnya situasi yang terjadi di Indonesia terjadi karena demokrasi yang buruk. Masduki menyebut pers saat ini berbasis internet tidak cukup bebas, kebebasan tersebut adalah mitos. Karena faktanya Indonesia adalah kategori partly free dalam penggunaan internet.

“Indonesia juga bukan termasuk negara yang free, orang bebas menyampaikan apapun di internet kan tidak. Kita dimasukkan dalam kategori partly free. Negara-negara yang free pasti dengan sistem demokrasi yang baik,” tambahnya.

Tak hanya di internet, tekanan-tekanan juga dilakukan dengan kalimat-kalimat represif. Hal ini terjadi pada hajatan besar pesta politik dI mana akademisi di perguruan tinggi negeri dipaksa bungkam atas dasar netralitas.

“Ada penggunaan bahasa yang sangat represif terhadap teman-teman akademisi terutama di perguruan tinggi negeri. Jadi saya mengajak banyak sekali kawan di PTN untuk menyuarakan kritik terhadap politik dinasti misalnya tetapi kemudian mereka tersandera dengan kalimat ‘yang namanya ASN ini harus netral’. Jadi ada diksi netralitas kalau merujuk Pierre Bourdieu bahasa itu sebagai alat control atas kebebasan berpikir,” pungkasnya.

Diskusi lengkap dapat disaksikan melalui kanal YouTube brikut:

https://www.youtube.com/watch?v=HZKs5j0AB-E

Riset

Ilmu Komunikasi merupakan jurusan yang cukup populer di Indonesia, hal ini terbukti dari jumlah peminat pada Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) 2024. Data yang disebutkan oleh Databoks Katadata menempatkan jurusan Ilmu Komunikasi pada deretan tiga teratas dengan persaingan ketat di beberapa universitas.

Popularitas ini ternyata tak cukup imbang dengan ragam riset dari jurusan Ilmu Komunikasi. Salah satu konten reel Instagram milik Alwi Johan Yogatama atau @alwijo yang diunggah pada 22 Maret 2024 mendapat respons masif dari netizen.

Konten tanya jawab judul skripsi pada momen wisuda salah satu universitas ternama di Jawa Barat itu seolah mewakili riset-riset jurusan Ilmu Komunikasi, Jurnalistik, dan Media yang cenderung itu-itu saja.

Video yang telah ditonton lebih dari 900 ribu pengguna Instagram tersebut menuai komentar bernada negatif. Sebagain besar menilai jika judul tersebut terlalu mudah dan tidak berbobot.

“Pada gak berbobot ya skripsinya, Mahal2 biaya kuliah, skripsi unfaedah,” tulis akun @aa.irone.

“kok judul skripsi org kykny gmpg bgt yah,” tambah akun @diki_latu_har_hari.

“Hhmmm… Bangga kah bikin skripsi judul kek gituaan,” seru akun @kamakafi_patria.

Kelima mahasiswa dalam mahasiswa itu menyebutkan judul skripsinya adalah representasi dari sebuah film. Mulai dari anime One Piece hingga film Ngeri-ngeri Sedap yang sempat trending beberapa tahun lalu.

https://www.instagram.com/reel/C4zmeCUPDuF/?utm_source=ig_web_copy_link&igsh=MzRlODBiNWFlZA==

Merujuk pada riset The Dark Side of Communication Studies in Higher Education of Indonesia yang ditulis oleh Prof Masduki, dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) pada jurnal ASPIKOM menunjukkan iklim akademik Ilmu Komunikasi di Indonesia selama 20 tahun terakhir stagnan. Runtuhnya sistem politik otoriter Orde baru 1998 tak mengubah iklim akademik menjadi lebih bebas. Sementara inovasi cukup terbatas yakni hanya pada kurikulum atau mata kuliah tertentu.

Riset kualitatif yang dilakukan oleh 60 anggota ASPIKOM menunjukkan tiga kecenderungan antara lain pilihan minat, pilihan nomenklatur program studi atau jurusan, dan fakultas yang menaungi bidang ilmu komunikasi. Paling populer dan diminati adalah Ilmu Komunikasi yang bersifat umum dan holistik, Jurnalistik, dan Hubungan Masyarakat. Sementara riset dan minat di luar ketiganya bercorak kritis tampak rendah.

Tawaran Solusi untuk Riset Komunikasi

Menghadapi iklim akademik dan riset yang disebut itu-itu saja, Holy Rafika Dhona, S.I.Kom, M.A., salah satu dosen Ilmu Komunikasi UII menawarkan solusi yang menarik.

Artikel terbarunya yang berjudul Studi Media dan Komunikasi di Indonesia Stagnan: Perlu Pendekatan Baru pada laman The Conversation menyebut penyebab stagnansi riset komunikasi adalah liberalisasi pada tata kelola universitas. Selama ini pengetahuan komunikasi diartikan sebagai transmisi pesan dan terpusat dalam media sehingga yang dipelajari hal itu-itu saja.

Solusi yang ditawarkan agar riset komunikasi lebih beragam yakni dengan pendekatan materialis. Salah satu profesor komunikasi dari Universitas Grenoble, Prancis yakni Yves De La haye menjelaskan bahwa pendekatan ini sebagai kritik atas pandangan transmisi informasi. Komunikasi dan media tak sekadar transmisi informasi tetapi semua hal termasuk komoditas, orang, hingga ide.

Holy menyebut dengan pendekatan materialis mahasiswa dapat menangkap masalah secara riil dalam msayarakat.

Hal itu dilakukan dengan memperluas area penelitiannya pada subjek-subjek yang diabaikan dalam studi komunikasi selama ini, misalnya pedagang sayur (yang memobilisasi komoditas sayur dari desa ke kota), pedagang jajanan di sekolah-sekolah, petani, nelayan dan seterusnya.

Ia memberi contoh soal branding dalam komunikasi pariwisata, sebut saja fenomena ziarah wali dalam masyarakat Indonesia. Branding selalu mengasumsikan wisata modern dan teknologi, sementara ziarah wali terjadi karena budaya lokal. Dengan pendekatan materialis, fokus dapat dialihkan pada bunga tabur sebagai komoditas ekonomi antara pedagang kecil di tempat zirah hingga medium sakralitas.

Argumen soal pendekatan materialis dalam studi komunikasi tidak hanya menghasilkan keragaman dalam bidang riset tetapi juga sebagai jawaban mengenai fenomena komunikasi dan media bukanlah kepura-puraan yang dilontarkan James W. Carey.

Artikel selengkapnya dapat diakses pada laman berikut:

https://theconversation.com/studi-media-dan-komunikasi-di-indonesia-stagnan-perlu-pendekatan-baru-227325?utm_source=whatsapp&utm_medium=bylinewhatsappbutton

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Visual data

Kelas Big Data Analytics and AI pada Kamis, 25 April 2024 cukup berbeda dari biasanya. Pasalnya kelas yang biasa diampu oleh salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yakni Ratna Permata Sari, S.I.Kom, M.A, sementara diambil alih oleh Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D.

Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D adalah Rektor UII yang memiliki latar belakang keilmuan Sistem dan Teknologi Informasi. Beliau menguasai berbagai bidang termasuk mata kuliah Big Data Analytics and AI.

Dalam kesempatan itu Pak Rektor menyampaikan materi terkait Visualisasi Data kepada 44 mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi di Ruang Audio Visual.

Visualisasi Data umumnya disampaikan secara detail dalam satu semester, namun Pak Rektor meringkasnya secara padat dalam satu pertemuan 3 SKS. Salah satu poin yang mencuri perhatian siang itu terkait dengan kecohan dalam visual data.

Kecohan dalam visual data ditampilkan dengan berbagai trik agar menciptakan impresi dan persepsi berbeda. Pak Rektor menyebut kecohan ini sering dilakukan oleh media untuk tujuan tertentu.

“Banyak data di media ditampilkan dengan cara mungkin tidak salah, tapi paling tidak memberikan impresi yang bisa salah,” ujar Pak Rektor.

Pada awal pembukaan materi Pak Rektor menampilkan peta dunia, bagaimana lanskap yang selama ini diimani oleh banyak pihak ternyata tak selalu benar. Dalam peta Greenland nampak lebih luas daripada Australia namun faktanya luas Australia tiga kali lebih besar dari Greenland.

Tak hanya itu beberapa angka presentase juga bisa ditampilkan dengan berbagai bentuk diagram agar persepsi pembaca menjadi berbeda.

“Data yang sama bisa ditampilkan dengan berbeda untuk impresi yang beda. Visualisasi kalau salah tidak selalu menghantarkan pesan yang diinginkan,” tambahnya.

Tak hanya menguasai soal materi tersebut, Pak rektor ternyata juga jago dalam mendesain poster dengan cukup sederhana. Pihaknya memanfaatkan Power Point untuk menghasilkan desain yang menarik.

Skill dan pengetahuan soal Visualisasi Data ini sangat penting bagi lulusan Ilmu Komunikasi, karena berfungsi sebagai to communicate, transform data into information, to show evidence.

Pada akhir presentasi Pak Rektor menyampaikan beberapa tips bagi mahasiswa ketika membuat data visual. Pertama penting bagi penulis atau desainer agar tidak melawan convensi, tidak menampilkan data secara berlebihan agar tak menganggu fokus pembaca, dan memprioritaskan data yang paling penting dan menarik.

Kabar menariknya, Pak Rektor akan kembali mengisi pada mata kuliah ini dalam skala kelas yang lebih besar. Kelas tersebut merupakan program team teaching bersama dosen Ilmu Komunikasi UII, Ratna Permata Sari, S.I.Kom, M.A,. Bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi UII yang mengambil mata kuliah Big Data Analytics and AI masih ada kesempatan untuk bergabung. Tunggu informasi selanjutnya ya Comms.

Jurnal

Artikel ilmiah berjudul Islamic communication as an invention of modernwestern knowledge: critical analysis toward Islamic communication in Indonesia yang ditulis oleh Holy Rafika Dhona, S.I.Kom, M.A, salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) telah terbit pada Asian Journal Communication pada 23 Februari 2024.

Gagasan pada artikel tersebut mempertanyakan komunikasi Islam berakar secara murni pada agama itu sendiri. Dalam proses risetnya, penulis menganalisis wacana-wacana yang menghasilkan pengetahuan komunikasi Islam dengan metode arkeologi Foucaldian.

Argumen yang tertulis dalam artikel menyebutkan tradisi komunikasi Islam adalah produk dari wacana developmentalisme modern yang mendominasi di era Orde Baru (1966-1998). Sehingga mengakibatkan tradisi komunikasi Islam di Indonesia saat ini tidak mampu memberikan perspektif alternatif dalam studi komunikasi yang lebih luas.

Berdasarkan hasil risetnya, penulis menjelaskan wacana komunikasi Islam di Indonesia telah mengalami penafsiran, praktik, dan pelembagaan yang berbeda-beda, praktik, dan pelembagaan yang berbeda, sehingga menghasilkan empat tradisi yang berbeda: Islam sebagai konteks budaya komunikasi; komunikasi dakwah; Komunikasi Islam; dan komunikasi profetik.

Beberapa solusi yang ditawarkan untuk melihat kembali sejarah komunikasi Islam dalam konteks lokal tertentu dan menggunakan wacana Islam sebagai kritik terhadap segala bentuk dominasi, termasuk dominasi pengetahuan yang diistilahkan dengan Islam.

Penulis:

Holy Rafika Dhona merupakan dosen Prodi Ilmu Komunikasi yang fokus dengan klaster riset communication geography, geomedia, communication history, Foucaultian Discourse, dan matrealist approach on Communication.

Asian Journal of Communication – Routledge Taylor & Group

https://doi.org/10.1080//1080/01292986.2024.230902

Film

Film dokumenter garapan Laboran Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia berhasil lolos sebagai nominasi Megacities ShortDocs Festival di Paris, Perancis. Hope from the Edge of Town berhasil masuk dalam nominasi Best ShortDoc pada Edition 9 Selection tahun 2024.

Digawangi oleh M Iskandar, film dokumenter ini merekam soal isu lingkungan abrasi akibat perubahan iklim pantai utara Jawa. Laboran Prodi Ilmu Komunikasi itu memulai riset pada pertengahan 2023,

“Riset sudah dimulai dari pertengahan 2023 berupa penelusuran dokumen dan artikel dalam rangka mengumpulan informasi terkait isu dampak abrasi dan perubahan iklim pantai utara Jawa,” ujarnya.

Ia akhirnya bertemu beberapa subjek yang melakukan inisiatif upaya pelestarian hutan mangrove. Salah satu sosok tersebut adalah Zayid yang tergabung dalam komunitas Camar di Tambakrejo, Kecamatan Tanjung Mas, Semarang Utara.

“Riset berlanjut pada penelusuran cerita pada subjek yang berupaya menanggulangi kondisi situasi yang terdampak dengan inisiatif mereka, akhirnya ada dua pihak yang kami survei, pertama Kyai mangrove di Kawasan Pantai Mangkang Semarang, kedua sekelompok warga yang menakam dirinya Camar di kampung Tambakrejo Semarang Utara secara konsisten melakukan penanaman mangrove sejak 10 tahun lalu,” tambahnya lagi.

Sejak tahun 2023 beberapa dosen dan laboran Prodi Ilmu Komunikasi UII telah melakukan pengabdian dan pemberdayaan di sekitar Pantai Utara jawa, hal ini membawa M Iskandar consent terhadap isu abrasi yang terjadi karena perubahan iklim.

Lokasi Tambakrejo yang masuk dalam jajaran kota di Semarang Utara yang memiliki banyak tantangan dan ketimpangan baik lingkungan dan sosial.

“Ini menjadi perhatian dan consent saya dan bagian kepedulian saya pada kondisi alam Indonesia terutama pada dampak situasi global. Ternyata sudah ada dan harus disikapi. Melalui film ini saya ingin memberikan refleksi atas pengalaman kita bisa hidup untuk menghadapi situasi alam yang berubah belajar dari subjek, ini proses berbagai pandangan, pengetahuan, sikap yang perlu kita pelajari,” ujarnya.

Salah satu kru dalam pembuatan film Hope from the Edge of Town yakni Bayu Prabowo membagikan pengalamannya pada produksi selama dua bulan terakhir. Ia fokus pada perekaman suara di lokasi pengambilan film dokumenter.

“Proses produksi kurang lebih dua bulan namun sebelumnya sudah lakukan riset. Ada pengalaman menarik soal produksi kemarin, saya fokus perekaman suara sekitar seperti bunyi kapal, langkah kaki, kicauan dan gerak gerik burung di hutan, serta gemericik air,” ujar Bayu Prabowo.

“Kisah ini penting untuk diangkat karena kehidupan di pinggir kota begitu jelas ketimpangannya bisa dilihat dari dampak alamnya. Semoga pemerintah lebih memperhatikan isu sosial dan lingkungannya,” tambahnya.

Sebagai produser, Gunawan berharap mendapat banyak kesempatan untuk berdialog dengan para penonton. Dialog-dialog ini bisa dilakukan melalu berbagai festival, salah satunya Megacities ShortDocs Film Festival yang akan digelar pada Mei 2024 di Paris, Perancis.

Tercatat sejak tahun 2014 setidaknya lebih dari 1.000 film telah terdaftar dalam Megacities ShortDocs Film Festival. Film-film tersebut mengangkat isu-isu seputar kota besar di seluruh dunia dan bertujuan untuk menciptakan kota yang lebih layak huni. Kota-kota besar adalah tempat yang penuh dengan peluang, tetapi juga memiliki banyak tantangan.

“Setiap festival memiliki kriteria dan standar terhadap film-film yang layak pada festival mereka. Festival ini fokus pada cerita-cerita yang mengungkap inisiatif-inisiatif warga dalam menyikapi situasi lingkungan dan tantangan di kota besar. Film yang dipilih yang memiliki kekuatan mengungkapkan solusi yang diberikan,” tandasnya.

Setelah itu nantinya film ini akan dipublish pada kanal YouTube Ikonisia TV karena masuk dalam program rutin Prodi Ilmu Komunikasi UII.

 

Himakom

Fikra Humam Mumbaits mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2021 terpilih sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjend) Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Himakom) UII pada pemilihan umum yang digelar pada 26 Maret 2024.

Dirinya menang telak atas perolehan suara dari lawannya Muhammad Kahfi Rizki. Tercatat Fikra raih 117 suara, sementara Kahfi berhenti diangka 45 suara. Kemenangan ini tentu menjadi harapan besar bagi seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi UII untuk menjadikan Himakom sebagai organisasi yang mencerahkan.

Dalam sesi wawancara yang dilakukan tim media sosial dan website Prodi Ilmu Komunikasi, Fikra menyebut akan memperbaiki beberapa kesalahan dan kekurangan dari Himakom sebelumnya. Lantas apa saja yang akan dilakukan Fikra?

Visi Setelah Menjadi Sekjend Himakom

Visi misi saya, visi dulu ya menjadikan Himakom sebagai wadah mahasiswa Komunikasi paling efektif, komunikatif, dan tentunya produktif.

Rencana Mengoptimalkan Peran Komunitas

Lalu untuk mendukung visi itu saya memiliki misi yang pertama mengoptimalkan kembali peran komunitas sebagai wadah dalam mengembangkan minat dan bakat mahasiswa Ilmu Komunikasi. lalu mengembangkan kepedulian sosial dan tanggung jawab mahasiswa Ilmu Komunikasi terhadap masyarakat melalui program-program pengabdian dan sosial. Terakhir mengoptimalkan kinerja Himakom dengan menerapkan budaya aktif, sistematis, dan evalutif.

Temuan Peran Himakom Belum Efektif dan Tidak Maksimal

Saya membuat visi misi itu jujur karena di Himakom itu ada tiga komisi. Saya membuat sesuai tiga komisi itu ketika nanti dijalankan akan lebih mudah. Lalu permasalahan kemarin yang sudah saya dapatkan saya sempat sebelum pemilihan itu menghubungi ketua dua komunitas, saya dapat info komunitas tidak jalan mungkin jalan tapi tidak efektif. Saya cari kenapa alasannya tidak bisa efektif bahkan ada beberapa proker komunitas yang tidak jalan karena permasalahannya itu adanya kekurangan kuantitas SDM di Himakom, jadi kita punya lima komunitas ternyata hanya memiliki 3 anggota PSDM Dimana anggota itu mengurus komunitas satu orang satu komunitas jadi sebagai penjembatan antara komunitas dengan Himakom.

Berusaha Meperbaiki Kuantitas dan Kualitas Himakom

Mungkin di periode saya akan mencoba memperbaiki kuantitas dan kualitasnya namun jika kita tidak mendapatkan lima orang (koordinator komunitas), hanya mendapatkan tiga orang maka kita akan berusaha memperbaiki kualitas dari PSDM itu sendiri.

Lebih Dekat Dengan Mahasiswa

Lalu permasalahan yang saya temukan adalah Himakom yang kurang approach, bahkan banyak mahasiswa Ilmu Komunikasi (maba) kurang tahu bahkan ig komunikasi saja mereka enggak tahu. Ada kebingungan mungkin. Nah hal-hal kecil seperti itu yang tidak diperhatikan. Minatnya kurang, mereka tidak tahu. Mungkin itu yang nanti akan kita approach sama teman-teman anggota Himakom.

Rencana dalam bidang akademik

Kalau hal-hal akaemis kita akan terjun, terkait masalah KRS dan masalah-masalah umum.

Itulah beberapa rencana yang akan dilakukan Fikra bersama jajarannya nanti Comms, kita tunggu kabar baiknya ya.

Film songket

Film dokumentar karya salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII, Dr. Herman Felani, terpilih dalan Program Akuisisi pengetahuan Lokal Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) periode 1 tahun 2024.

Berjudul “Lahir (kembali) dari Kepunahan” film ini berkisah tentang Songket Canduang dari Agam Sumatera Barat yang pernah berjaya pada tahun 1930 dan mulai punah. Namun kini tengah diupayakan untuh hidup kembali oleh Nanda Wirawan dan Iswandi.

Menurut Dr. Herman Felani kain tenun Minangkabau ini sempat punah pada masa kolonialisme Belanda dan Jepang. Awalnya Songket Canduang dikembangkan di kaki Gunung Marapi oleh ulama Padri.

“Songket Canduang dari Agam Sumatera Barat yang dulu pernah jaya di tahun 1930an punah karena kolonialisme Belanda dan Jepang. Dulu dikembangkan di kaki Gunung Marapi di basis ulama Padri,” ujarnya.

Mengutip dari Republika, Canduang dikembangkan oleh istri Syekh Achmad Thaher yakni pendiri Pondok Pesantren Miftahul Ulumi Syari’ah (MUS). Tahun 1930an, songket ini diproduksi oleh perempuan disana. Dan benar-benar berhenti berproduksi pada tahun 1945, karena tak ada keturunan yang melanjutkannya.

“Songket ini dihidupkan kembali dari kematiannya oleh dua orang seniman Sumatera Barat Kak Nanda Wirawan dan Uda Iswandi yang terinspirasi dari orang tuanya yang merupakan tokoh budaya dan dari koleksi songket keluarga yang masih tersisa,” ujar Herman.

Film ini layak diproduksi karena hendak menunjukkan upaya dan pengorbanan yang dilakukan seniman-seniman tersebut. “Mereka rela pindah dari kota Padang ke pedesaan di wilayah Canduang. Demi meneliti dan menghasilkan kembali songket khas Canduang yang memiliki makna dan simbol harmonisme agama, alam, adat dan lingkungan,” tambahnya lagi.

Jika pada masa awal pembuatannya Songket Canduang diproduksi untuk diperjualbelikan, kini proses menghidupkan kembali terus dilakukan. Keduanya aktif memamerkan motif-motif tersebut pada event budaya dan hanya bisa dipesan bagi kolektor. Produksi tak bisa dilakukan secara masal karena keterbatasn biaya dan pengrajin.

Produksi film ini dilakukan bersama laboran dan beberapa alumni ini merupakan program rutin karya kreatif dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII.

Sebagai informasi Program Akuisisi Pengetahuan Lokal merupakan kegiatan yang dilakukan BRIN untuk mendapatkan dan mendokumentasikan berbagai konten pengetahuan lokal dalam bentuk buku dan audiovisual. Karya-karya yang terpilih akan disebarluaskan dan menjadi sumber literasi yang terbuka untuk diakses dan dimanfaatkan masyarakat.