Visiting Professor
Visiting Professor

Visiting Professor

Magister Ilmu Komunikasi UII menggelar:
International Seminar
Citizen Parliament on Media and Democracy: A Tool for Democratic Renewal

PEMBICARA:
Nico Carpentier
Extraordinary Professor in Media and Communication Studies,
Charles University, Prague, Czech Republic

Vaia Doudaki
Associate Professor, Institute of Communication Studies and Journalism,
Charles University, Prague, Czech Republic

Kamis, 24 Juli 2025
⏰ 09.30 – 12.00 WIB
Auditorium Room, Lantai 3
Fakultas Ilmu Sosial Budaya (FISB) UII
Jl. Kaliurang Km.14,5, Yogyakarta

Terbuka untuk umum!
️ Registrasi gratis: bit.ly/hadirMIKOMUII
(Batas registrasi: Selasa, 22 Juli 2025)

AI

Peran artificial intelligence (AI) dalam industri kreatif memiliki dampak yang signifikan, di media sosial para kreator berlomba-lomba menciptakan karakter-karakter animasi yang menarik perhatian publik.

Sejak awal tahun 2025, konten-konten remake animasi yang mendekati realita ramai dibuat dengan berbagai aplikasi AI. Sebut saja akun Instagram @catatanfilm yang menampilkan karakter animasi asal Malaysia, Upin & Ipin yang direkayasa seolah diperankan aktor nyata seolah tak ada cacat.

Unggahan @catatanfilm seolah memberi referensi animasi Upin & Ipin jika diadaptasi menjadi film live-action dengan aktor manusia. Menariknya kinerja AI dalam pembuatan tokoh memiliki akurasi tingga dalam menyesuaikan karakter tokoh dalam animasi buatan Les Copaque.

Hal ini membuktikan jika perkembangan AI begitu masif, karya kreatif dari tulisan, gambar, video, hingga suara mampu diwujudkan menjadi sebuah karya kompleks yang meyakinkan. Menanggapi hal itu, dosen Ilmu Komunikasi UII, Anggi Arifudin Setiadi, S.I.Kom., M.I.Kom sebagai akademisi sekaligus praktisi menyebut jika AI tak sepenuhnya menghadirkan karya yang sesuai dengan ekspektasi manusia.

Ada sisi yang tak akan terganti, mulai dari human touch hingga logika kritis. Berikut wawancara terkait AI dalam industri kreatif yang dijawab langsung oleh praktisi bidang desain dan animasi:

  1. Sebagai seorang akademisi sekaligus praktisi dalam industri kreatif (desain grafis dan animasi) bagaimana pendapat anda tentang masifnya perkembangan AI?

Terkait dengan perkembangan AI sangat cepat, kemarin habis pelatihan AI juga kan, dan itu setelah seminggu sudah ada yang namanya Google VEO 3, saya melihat itu sangat cepat sekali. Ketika saya melihat potensi itu sebenarnya kita bisa menjadikan itu sebagai referensi. Jangan sampai AI ini benar-benar mengantikan. Karena saya pernah dengar dari quotes-nya CEO Nvidia, bahwa AI itu tidak mengantikan manusia, tapi bagaimana manusia itu bisa memperkerjakan AI itu sendiri. Menurut saya di era sekarang, paling tidak kita harus tahu bagaimana kinerja AI. Walaupun di AI itu kita harus tahu terkait dengan storytelling atau promptingnya seperti apa. Karena kalau tidak tahu, ya tidak akan bisa membuat sebuah karya AI yang bagus.

  1. Bagaimana melihat peluang perkembangan AI, atau justru semakin khawatir?

Kekhawatiran itu pasti ya, beberapa kali ini saya juga sempat khawatir terkait dengan desain. Karena beberapa aplikasi besarpun sudah menggandeng AI. Tapi ternyata setelah saya dalami, untuk AI ini sebagai dalam tanda kutip “membantu”. Membantu menyelesaikan pekerjaan kita. Sehingga ketika kita menggunakan AI, kita posisikan sebagai add-on-nya. Sehingga ketika kita mengerjakan desain misalnya, ya sudah kita buatkan draft-nya seperti apa, sehingga kita paham bagaimana menggunakan AI.

Apalagi di industri sekarang tidak hanya AI berupa tulisan.  Kita bisa menggunakan gambar, gambar menjadi bergerak, gambar menjadi bergerak kemudian bisa menambahkan dan membuat musik, musik dijadikan video klip, dan segala macam. Kita bisa mengkolaborasikan itu untuk referensi. Karena feel-nya tetap dapatnya ketika kita mengerjakan sendiri, jadi sisi humanisnya itu akan berbeda sekali.

  1. Lantas, artinya pentingbagi mahasiswa mengikuti perkembangan AI dalam membuat karya kreatif?

Untuk mahasiswa, saya rasa penting ya mengikuti trend itu. Karena lagi-lagi ini switching teknologi. Dulu kita belum ada smartphone, terus kita ke smartphone tiba-tiba. Tapi karena ini sangat masif AI itu kan cepat banget ya di era VUCA ini. Jadi sangat perlu kita mencoba elaborasi dengan AI sehingga teman-teman mahasiswa pun juga bisa mengkolaborasika. Misalnya teman-teman mau membuat storyboard, wah bingung nggak bisa gambar, ya sudah pakai AI saja itu juga sudah membantu. Tapi lagi-lagi ketika eksekusi, tentunya ketika kita menggunakan AI, coba deh beberapa scene misalnya itu akan berubah-ubah gambarnya tidak sesuai dengan kita.

Misalnya dari ke-actingannya, dari lighting-nya, dari cara pengambilan gambarnya itu sangat berbeda sekali. Tapi intinya buat mahasiswa, agar bisa menggunakan AI dengan baik, ya tentunya kita harus bisa berpikir kritis. Karena di AI itu tidak mungkin bisa berpikir kritis. Tentunya itu yang menjadi PR kita gitu ya. Apalagi di Ilmu Komunikasi, berpikir kritis itu sangat dibutuhkan ketika teman-teman akan menggunakan prompt untuk AI.

Lantas, bagaimana menurutmu Comms apakah kamu salah satu yang sudah mengelaborasikan AI dalam karya kreatif?

Menentukan Judul Skripsi dengan Tepat dan Fokus pada Hasil Riset

Judul pada skripsi yang baik cenderung singkat namun deskriptif. Secara umum judul merangkum ide utama pada riset yang dilakukan. Namun, apakah judul skripsi harus ditulis pada langkah pertama penyusunan proposal?

Langkah pertama dalam membuat proposal tentu menetapkan judul awal. Meski demikian judul ini bersifat sementara, masih bisa berubah seiring berjalannya proses riset. Judul awal akan membantu penulis untuk memberikan batasan kajian riset. Selanjutnya judul tetap idealnya akan ditulis paska penulisan abstrak.

Urgensi dalam menentukan judul skripsi memegang peranan yang signifikan. Apalagi jika penulis berkeinginan mempublikasikannya di jurnal. Melalui judul, editor dan reviewer akan memutuskan kelayakan riset untuk diterima atau ditolak. Dengan judul yang ringkas dan relevan akan meningkatkan sitasi pada riset yang telah dipublikasikan.

Sebagai informasi, beberapa tipe judul skripsi biasanya memiliki narasi-narasi yang berbeda. Tipe-tipe judul antara lain deskriptif atau netral, deklaratif, dan interogatif. Tipe tersebut dipilih berdasarkan kecenderungan kajian yang didalami. Meski demikian, pastikan judul mencakup semua aspek yang relevan dari studi yang dilakukan.

Karakter Judul Skripsi

  1. Subjek dan ruang lingkup studi disampaikan secara akurat
  2. Tidak menggunakan singkatan
  3. Menggunakan terminologi terkini
  4. Berisi narasi hipotesis
  5. Mengidentifikasi variabel kunci baik dependen maupun independent
  6. Ada batasan kata, 10 hingga 15 kata substansial
  7. Penulisan kapitalisasi pada setiap kata, termasuk sub judul

Cara Menentukan Judul Skripsi

Setelah mengetahui urgensi dan karakter judul skripsi, waktunya untuk mengaplikasikannya pada judul skripsi. Berikut langkah atau cara menulis judul skripsi dengan efektif:

  1. Menyampaikan Temuan Utama pada Penelitian

Pahami dan tulis fokus studi yang ditemukan serta metode yang digunakan. Lalu identifikasi satu atau dua kata kunci, gabungkan elemen tersebut.

  1. Pilih Tipe Judul

Setelah melakukan penelitian bagaimana temuan dalam riset? Temuan dalam riset memiliki peran penting terkait apa yang harus ditonjolkan, tipe apa yang tepat deskriptif (memiliki unsur pokok tema, subjek, desain, perbandingan, dan hasil), deklaratif (menyatakan temuan utama studi dalam judul itu sendiri), interogatif (judul yang mengandung pertanyaan atau pernyataan penelitian).

  1. Tuliskan Judul dengan Menarik

Menciptakan judul yang menarik butuh pengalaman membaca, sebaiknya perbanyak membaca literatur riset-riset sebelumnya. Judul yang menarik penting dalam pencarian platform online terhadap relevansi artikel.

  1. Hindari Klaim tanpa Bukti

Alih-alih ingin menciptakan judul yang menarik, justru akan menurunkan kualitas publikasi. Setiap klaim yang ditulis harus dibuktikan dalam temuan penelitian, jika tidak akan menimbulkan ketidakpercayaan peneliti hingga institusi.

  1. Ciptakan Narasi Sederhana yang Relevan

Tulislah judul secara sderhana, hindari penggunaan jargon yang tidak mudah dipahami oleh semua kalangan. Pastikan judl ringkas dan jelas dan sertakan kata kunci relevan agar mudah dditemukan dalam mesin pencari online.

Dari penjelasan di atas judul skripsi memegang peranan penting. tidak harus memutuskan di awal, namun judul awal memiliki peran dalam batasan kajian yang akan digali.

Creativity in the Age of AI: Tools, Limits, and Ethics

Artificial Intelligence (AI) is transforming various aspects of our lives, ranging from education and healthcare to art and entertainment. In the creative media industry, in particular, AI tools such as ChatGPT, MidJourney, and Adobe Firefly are being utilized to write scripts, design visuals, and even compose music.

While these developments bring exciting opportunities, they also raise serious questions: Can machines truly replace human creativity? What makes humans still important in creative jobs? And how do we address the ethical concerns that AI raises? This article explores what AI can and cannot replace in creative media, highlighting both the positive potential and the important limits.

The Positive Side: AI as a Creative Assistant

AI can help people in creative jobs work faster and more efficiently. For example, video editors now use AI to automatically cut scenes or improve sound quality. Writers can get help generating ideas or correcting grammar. Designers can turn sketches into complete images with a few clicks. These tools save time and make the creative process smoother. In fact, AI can help people with less experience try creative work, such as making music or videos. So, AI is not always replacing humans—it often assists them, helping ideas come to life more quickly.

The Human Touch: What Machines Can’t Replace

However, even with smart tools, there are still things only humans can do. Creativity is not just about making things look good—it’s about meaning, emotion, and culture. A machine might design a logo, but it can’t understand a client’s personal story the same way a human can. Writers bring emotion from real-life experiences. Filmmakers connect with audiences because they understand pain, love, and joy. This human touch—the emotion, empathy, and imagination—is hard for machines to fully copy. AI may generate content, but it can’t create with the same depth, feeling, or purpose that a person brings.

Ethics of AI in media 

 AI can also bring risks—especially in creative jobs. One concern is copyright: Can we use AI-generated content freely? What if AI copies someone else’s style or work without permission? Another issue is job loss. If companies start using AI to replace designers, editors, or writers, what happens to young people trying to enter the industry? There’s also the danger of misinformation. AI can create fake videos or news, which is dangerous in media. Because of these risks, many experts are calling for rules and regulations. There must be clear guidelines about using AI fairly, protecting workers, and avoiding harm.

AI is a powerful tool that is already changing the creative media industry. It can help professionals be more productive and open doors for new creators. But it cannot replace the human mind—the emotions, ethics, and original thinking that fuel true creativity. To use AI well, we must combine the best of both: let machines assist, but let humans lead. As we move forward, we must also build strong rules to ensure AI is used wisely, ethically, and respectfully in the creative world.

References

How generative AI is unlocking creativity. (2024, October 17). Adobe Experience Cloud. Retrieved July 14, 2025, from https://business.adobe.com/blog/how-generative-ai-unlocking-creativity

Recommendation on the Ethics of Artificial Intelligence. (2021, 11). unesco, 1-44. https://unesdoc.unesco.org/in/documentViewer.xhtml?v=2.1.196&id=p::usmarcdef_0000381137&file=/in/rest/annotationSVC/DownloadWatermarkedAttachment/attach_import_75c9fb6b-92a6-4982-b772-79f540c9fc39%3F_%3D381137eng.pdf&updateUrl=updateUrl4945&ark=/ark:/48223

Written by: Thrya Abdulraheem Motea Al-aqab

Edited by: Meigitaria Sanita

 

Tips Menulis Latar Belakang Skripsi yang Ternyata Tidak Sulit

Langkah awal dalam memulai skripsi atau tugas akhir adalah menulis latar belakang penelitian. Namun, babak ini ternyata relatif menyita banyak waktu. Keluhan utama tentu adalah kebingungan apa yang akan dituliskan dalam latar belakang. Lantas bagaimana menulis latar belakang skripsi?

Latar belakang penelitian merupakan bagian awal yang menjelaskan dua hal pokok yakni alasan dan konteks penelitian. Tujuan dari penulisan latar belakang yakni memperkenalkan topik, mengidentifikasi dan menjawab masalah, hingga urgensi penelitian terhadap ilmu pengetahuan dan praktik.

Jika ingin menulis latar belakang tanpa hambatan pastikan anda memahami dengan kuat beberapa hal, antara lain topik, kata kunci, penelitian-penelitian terdahulu, serta kontribusi penelitian yang membentuk lanskap penelitian saat ini.

Pentingnya menulis latar belakang dengan kualitas baik, selain meningkatkan kualitas analisis dan temuan penelitian secara menyeluruh, juga menentukan pembaca atau dosen penguji tertarik membaca lebih dalam riset yang direncanakan.

Cara Menulis Latar Belakang dengan Efektif

Melansir dari laman researcher life, beberapa hal yang perlu diperhatikan agar proses penulisan latar belakang berjalan lancar adalah sebagai berikut:

  1. Buat pernyataan terkait tujuan yang berdampak

Proses pencarian topik penelitian harus didasari dengan tujuan dan sasaran spesifik yang ingin dicapai oleh peneliti. Sementara tujuan penelitian harus memeiliki keterkaitan yang kuat dengan rumusan masalah.

  1. Membaca dan menambahkan literatur

Demi memudahkan penulisan, buatlah ringkasan literatur atau referensi yang relevan dengan bidang penelitian. Catat beberapa kata kunci sehingga mudah menemudahkan untuk mencari referensi yang lebih akurat. Pastikan sumber kredibel.

  1. Menjelaskan kontroversi

Tidak jarang topik penelitian yang dipilih memiliki berbagai latar kontroversi. Misalnya topik penelitian melibatkan isu yang banyak dibahas karena pertimbangan etis atau politik. Jika sedang mengalami kondisi tersebut, sebaiknya tetap terbuka dan tetap membahasnya pada latar belakang secara objektif.

  1. Menulis relevansi studi

Setiap mahasiswa tentu ingin topik penelitiannya diterima oleh dosen pembimbing. Berikan penjelasan sedetail mungkin mengapa topik yang diajukan penting dan kontribusi apa yang akan anda berikan terhadap ilmu pengetahuan. Hal yang tak boleh luput adalah menjelaskan istilah dan ide yang terdengar asing menjadi lebih sederhana agar mudah dipahami publik.

  1. Menyusun kalimat dengan dengan struktur yang tepat

Setelah draft di atas selesai, mulai menulis dengan bahasa dan struktur yang tepat. Ibarat menjahit, tata bahasa perlu diperiksa agar latar belakang yang disusun menjadi informasi yang akurat. Lakukan proof read berulang.

Itulah beberapa tips yang bisa memudahkan mahasiswa dalam menulis latar belakang skripsi. Selamat mencoba Comms.

The Rise of Digital Intimacy: How Online Reactions Shape Modern Relationships

In today’s fast-paced digital world, intimacy no longer depends solely on face-to-face conversations or physical closeness. Instead, people now experience and express connection through screens which is a concept known as digital intimacy. Whether it’s liking a photo, replying to a story, or sending an emoji reaction, these small online gestures often carry deep emotional meaning. With the rise of social media platforms like Instagram, WhatsApp, and TikTok, digital intimacy is shaping how people form and maintain relationships in everyday life.

Digital intimacy refers to the closeness and emotional connection people build and feel through digital platforms. Unlike traditional intimacy, which often requires physical presence, digital intimacy can happen instantly across distances. Friends, couples, and even strangers can exchange support, affection, or humor through messages, comments, and reactions. Communication in this context becomes short, fast, and emotionally loaded even a heart emoji or a laughing response can create a sense of being seen, valued, and emotionally connected.

Communication Characteristics and Behavior

The communication in digital intimacy is often asynchronous, visual, and symbolic. People may not speak in full sentences but use images, GIFs, emojis, and voice notes to convey feelings. This non-verbal communication is quick, easy to understand, and emotionally expressive.

Behaviors often seen in digital intimacy include:

  • Regular interaction (likes, replies, shares)
  • Private messages after public engagement (like replying to a story)
  • Sending voice notes or videos to share moments
  • Checking each other’s online presence or last seen

These behaviors reflect a growing comfort in building emotional closeness without physical interaction.

Fast Reactions and Their Role in Building Intimacy

One of the most effective tools in digital intimacy today is the fast reaction feature, like emoji responses to Instagram Stories. These instant reactions allow users to express feelings within seconds, without needing to type a message. This low-effort but high-impact communication makes it easier to maintain consistent contact.

For example:

  • A quick heart-eye emoji on someone’s selfie communicates admiration or affection.
  • A fire emoji can signal excitement or praise.
  • Even a laughing emoji can strengthen a bond by showing shared humor.

These reactions, though simple, often maintain an emotional presence that lets others know “I’m here, I see you, I care,” without needing deep conversations every time.

Digital intimacy has transformed how people experience closeness in the modern world. Through fast, emotionally charged interactions — especially reactions like emojis — people stay connected in ways that feel personal and meaningful. While it may not replace traditional intimacy, digital intimacy offers a new layer of connection that fits the rhythm of digital life. As technology continues to evolve, so will the ways we express love, care, and friendship — often, one tap at a time.

References

Baym. (2015). Personal connections in the digital age. williamwolff. https://williamwolff.org/wp-content/uploads/2015/08/baym-ch1-2015.pdf

Daantje Derks Agneta H Fischer Arjan E R Bos. (2008, may 04). The role of emotion in computer-mediated communication: A review. ResearchGate. file:///Users/sekprodikomip/Downloads/The_role_of_emotion_in_computer-mediated_communica.pdf

Social networking sites and our lives. (2011, June 16). Internet & Technology. Retrieved July 7, 2025, from https://www.pewinternet.org/wp-content/uploads/sites/9/media/Files/Reports/2011/PIP-Social-networking-sites-and-our-lives.pdf

Written by: Thrya Abdulraheem Motea Al-aqab

Edited by: Meigitaria Sanita

Nickel Mining in Raja Ampat: A Communication Science Perspective

Raja Ampat, located in Papua, Indonesia, is one of the planet’s richest areas for marine biodiversity. Its beautiful beaches, colorful corals, and deep-rooted local traditions have made it a destination for tourism and conservation. Yet, this area is now at the center of a growing controversy over nickel mining. The Indonesian government promotes nickel mining for its economic benefits and “downstreaming” policies (increasing domestic processing), but local communities and NGOs worry about its environmental and cultural impacts. In this article, we will explore this issue through the lens of three communication theories, which are the framing theory, agenda-setting theory, and uses and gratifications theory, to understand how media and communication can shape perceptions and policies.

Nickel Mining and Its Impact in Raja Ampat

Nickel is an essential mineral used in batteries, electronics, and stainless steel. Its demand has surged with the global shift towards electric vehicles and renewable energy technologies. The Indonesian government supports mining and processing nickel domestically (downstreaming), citing economic growth and national interests. However, in Raja Ampat, this has caused tension between economic interests and environmental and cultural heritage. Local communities and NGOs have protested, fearing that mining will damage delicate marine ecosystems and disrupt traditional ways of life.

Framing Theory: How Media Shapes the Debate

Framing theory explains how media and communication shape public understanding by highlighting certain angles and downplaying others. In the Raja Ampat debate, national media often frames nickel mining as an economic necessity, focusing on jobs and revenue generation. Meanwhile, NGOs and local media frame it as an environmental threat and a risk to cultural heritage. Framing affects how people understand the issue—those who are exposed to economic framing tend to accept mining policies, while those exposed to environmental framing oppose it.

Agenda-Setting Theory: Influencing What People Care About

Agenda-setting theory argues that the media doesn’t tell people what to think, but what to think about. In the Raja Ampat context, mainstream media often gives more space to government statements about the benefits of nickel mining, making it a priority issue in the public’s mind. Meanwhile, stories about environmental damage or the voices of indigenous communities receive less attention, causing the public to undervalue these perspectives. Understanding this theory highlights the need for balanced media coverage that includes all stakeholders.

Uses and Gratifications Theory: Understanding Stakeholder Media Usage

Uses and gratifications theory focuses on why people use media and what they gain from it. In the Raja Ampat mining debate, different groups use media for different ends:

  • Governments and companies use the media to justify policies and build legitimacy.
  • Local communities and NGOs use media platforms (such as social media) to raise awareness, mobilize support, and voice their concerns.
  • The general public chooses media that confirms their interests, making media literacy vital for understanding the complexities of the issue.

The Role of Communication Science

Communication science can help address the Raja Ampat issue by:

  • Helping stakeholders understand how media framing influences public perceptions.
  • Guiding journalists to cover both economic and environmental angles, ensuring balanced agenda setting.
  • Helping NGOs and communities design media campaigns that resonate with wider audiences, making their concerns harder to ignore.
  • Fostering dialogue between government, businesses, and communities, creating spaces for inclusive conversation.

The nickel mining issue in Raja Ampat is a reminder that economic policies must be balanced with environmental and social priorities. By applying communication theories like framing, agenda setting, and uses and gratifications, we can better understand how media influences perceptions and public debate. This understanding can ultimately help create a more inclusive, transparent, and sustainable approach to resource management that respects both the land and its people.

References

Denty Piawai Nastitie. (2025, june 13). National Human Rights Commission: Nickel Mining in Raja Ampat Violates Public Rights to a Healthy Environment. kompas.id. https://www.kompas.id/artikel/en-komnas-ham-tambang-nikel-di-raja-ampat-langgar-hak-publik-atas-lingkungan-hidup-yang-sehat

Tambang di Raja Ampat Berpotensi Konflik Sumber Daya Alam. (2025, June 18). Komnas HAM. Retrieved June 30, 2025, from https://www.komnasham.go.id/komnas-ham-tambang-di-raja-ampat-berpotensi-konflik-sumber-daya-alam

Written by: Thrya Abdulraheem Motea Al-aqab

Edited by: Meigitaria Sanita

Wajah Baru Jurusan Ilmu Komunikasi UII: Launching FISB dan FP

Pengembangan organisasi terus dilakukan di Universitas Islam Indonesia (UII). Tepat di hari Rabu, 2 Juli 2025 secara resmi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) berkembang menjadi dua lembaga. Hal ini diresmikan dalam tajuk Launching Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Sosial Budaya.

Suasana haru penuh kehangatan begitu terasa, satu keluarga FPSB kini ingin bertumbuh dan berkembang semakin kuat dalam nama baru Fakultas Psikologi (FP) dan Fakultas Ilmu Sosial Budaya (FISB).

Tak hanya jajaran pengurus, mahasiswa dari dua fakultas menyambut dengan suka cita momen bersejarah di Auditorium Kahar Mudzakir.

Dekan FISB, Prof. Dr. rer. soc. Masduki, S.Ag., M.Si., M.A. menjelaskan bagaimana momen peluncuran tersebut akan menjadi sejarah nantinya. Secara administrasi terbentuknya dua fakultas tercatat pada 1 Juni 2025, lalu diluncurkan pada 2 Juli 2025.

“Hari ini peluncuran, bulan lalu pelantikan. Saya merujuk filsuf Prancis tentang eksistensi, aku ada SK maka aku ada. 1 Juni kelahiran eksistensi prosedural, lalu ada esksistensi secara substansi menurut saya hari ini,” jelasnya.

Pengembangan menjadi dua fakultas harapannya mampu memberi kontribusi yang lebih bermakna sesuai dengan tiga mantra UII yakni universitas sebagai rumah produksi pengetahuan. Kedua, Islam sebagai value dan kajian. Ketiga, Indonesia lokus atau local genius.

“Ilmu Sosial adalah lintas disiplin, visinya investasi pengetahuan karena tugas perguruan tinggi adal civil engagement,” tambahnya.

Senada dengan Prof. Masduki, Dekan Fakultas Psikologi menekankan bahwa pengembangan ini akan membawa masa depan yang lebih cemerlang.

“Sarana layanan umat kontribusi nyata, membawa keberkahan menuju masa depan yang cemerlang,” tambah Dr. Phil. Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si., Psikolog.

Analogi dari Rektor UII, Prof. Fathul Wahid menjadi ungkapan yang begitu mewakili, disebutnya tumbuhnya FP dan FISB ibarat penyangkokan. FPSB yang berakar kuat dikembangkan, dan tumbuh bersama-sama.

“Saya memilih ini sebagai penyangkokan. Ini sudah berakar, dipotong kemudian ditanam. Harapannya dua-duanyanya membesar,” jelasnya.

“Kita berharap pemekaran ini menjadi ruang tumbuh baru bagi gak Fakultas Psikologi dan FISB. Tak betul-betul berpisah, tapi pembagian peran. Perpisahan ini dianggap Sebagai peran kolaborasi. Lintas riset disiplin, bagaimana membangun diskusi, kolaborasi antar disiplin,” tandasnya.

Dalam kesempatan itu, Rektor UII menegaskan untuk terus mengingat garis besar dan jalan perjuangan. Bahwa kampus atau universitas adalah rumah inteletual yang memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan kebenaran melalui berbagai cara salah satunya pengembangan science. Selanjutnya tentang menyampaikan kebenaran, yakni melalui penyampaian narasi tandingan untuk mengungkap kebohongan pada publik.

Dengan pengembangan dua fakultas, kini FISB terdiri dari Jurusan Sarjana Ilmu Komunikasi, Magister Ilmu Komunikasi, Hubungan Internasional, dan Pendidikan Bahasa Inggris. Sementara pada FP terdiri dari Sarjana Psikologi, Magister Psikologi, dan Profesi Psikologi.

Cerita Alumni Ilmu Komunikasi UII Kerja Sesuai Passion hingga Liputan Sepak Bola ke Luar Negeri

Bekerja sesuai passion diyakini akan membawa kenyamanan, antusias, hingga dedikasi yang tinggi pada bidang yang digelutinya. Cerita inspiratif ini datang dari Mozaik Al Isamer, alumni Jurusan Ilmu Komunikasi UII angkatan 2013. Kecintaanya pada penulisan dan olahraga membawanya bergelut pada pekerjaan di bidang digital.

Salah satu kalimat magis yang membuka jalan lebar peluang kariernya ia bagikan dalam sesi wawancara. “Salah satu dosen pernah bilang bahwa lulusan Ilmu Komunikasi harus bisa dua dari tiga hal yakni ngomong (good communication), menulis, dan mengoperasikan alat,” ujarnya membuka sesi wawancara.

Dari pengakuan Ojik sapaan akrabnya, profesi yang dilakoninya cenderung saling berkaitan dari mulai magang hingga terjun ke dunia profesional. Baginya passion sangat penting, bahkan dengan passion ia berkesempatan untuk meliput berbagai pertandingan sepak bola hingga mancanegara.

Penasaran dengan cerita Ojik, simak wawancara berikut:

  • Pekerjaan apa yang kini digeluti, dan mengapa memilih pekerjaan tersebut?

Saya bekerja di bidang digital lebih tepatnya media olahraga. Dulu saat kuliah salah satu dosen pernah bilang bahwa lulusan Ilmu Komunikasi harus bisa dua dari tiga hal. Yang pertama ngomong, menulis, dan mengoperasikan alat. Nah ketika mengoperasikan alat devicenya agak mahal, jadi yang saya tajamkan menulis dan ngomong. Kebetulan saya suka sepak bola, setelah dikorelasikan ketemu bahawa saya suka sepak bola, bisa ngomong, dan nulis yang cocok kerja di media. Itulah kenapa saya memilih pekerjaan ini.

  • Awal mula menggeluti bidang media, apakah ada pengalaman saat kuliah?

Pertama kali magang dari promotion staff di Radio Swaragama FM Jogja, lalu lulus menjadi creative writer salah satu media online, selanjutnya pindah ke federasi bola PSSI, dan sekarang di Sport77.

  • Bagaimana awal membangun Sport77, artinya media ini dirintis dari nol?

Dari relasi teman di pekerjaan sebelumnya ada tawaran untuk membangun bersama, dibangun pada tahun 2021 mulai visi hingga roadmap. Lalu membentuk tim dan terbentuklah sport77. Inilah pentingnya membangun relasi yang kuat.

  • Pengalaman menyenangkan selama bekerja?

Bisa satu kantor dengan teman-teman satu angkatan. Karena membangun bareng-bareng kita bisa eksplor semua hal yang pengen kita lakukan dengan catatan bisa bertanggung jawab. Terus bisa ke Spanyol.

  • Dalam rangka apa datang ke Spanyol?

Ke Spanyol nonton bola, salah satu bagian dari pekerjaan. LaLiga ada representatifnya di Asia Tenggara kebetulan mereka ada campaign untuk memberangkatkan satu media. Kebetulan LaLiga kerjasama dengan TikTok. TikTok memfollow up kita sebagai salah satu media yang kerap kerjasama dan akhirnya kita yang dipilih untuk berangkat. Di Spanyol selama 7 hari di dua kota Barcelona dan Madrid untuk menonton pertandingan. Yang dipilih dari Indonesia hanya Sport77 dan satu orang.

  • Kenapa bisa dipilih, pertimbangan dari LaLiga?

Saya tanya ke LaLiga, kami cukup rajin untuk mengikuti campaign di TikTok, selama beberapa waktu ke belakang kita memang jalan bareng dengan TikTok meliput AFF ke Vietnam, MotoGP Mandalika dan beberapa campaign lainnya. Kebetulan di campaign ini yang pas untuk berangkat dari TikTok tentu memberi SOW kepada LaLiga. TikTok merasa yang paling capable sport77.

  • Apakah bekerja harus sesuai passion, apakah sepenting itu?

Kalau menurutku sebelum menuruti passion pastikan dapur kalian aman dulu. Ketika dapur sudah aman bisa mengejar passion dimana. Namun alangkah lebih baik jika memang passion kalian bisa jadi sumber rezeki yasudah karena yang penting adalah dapur, karena dapur adalah segalanya. Kalau hanya mikirin passion tapi dapur kalian belum keisi waktu terus berjalan, akan bersaing dengan banyak orang dan orang-orang lain stepnya sudah mulai duluan.

Itulah cerita inspiratif yang dibagikan oleh Ojik, harapannya mampu memberi motivasi bagi kalian ya Comms.

Mahasiswa Komunikasi Indonesia Hadiri Global Harmony Arab Saudi sebagai Influencer Dakwah dan Hiburan

Pengalaman meliput event internasional dirasakan oleh Harry Setya, mahasiswa Ilmu Komunikasi UII angkatan 2022. Ia diundang oleh Ministry of Media Arab Saudi untuk turut mempromosikan event bertajuk Global Harmony pada November hingga Oktober 2024 silam di Al Suwaidi Park, Riyadh.

Global Harmony adalah bagian dari visi 2030 yakni meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat hingga terwujudnya negara Arab sebagai kota wisata. Sementara negara Indonesia turut diundang untuk menampilkan berbagai parade dan kesenian di sana.

“Sebagai diperingatkan sebagai langkah untuk visi 2030 negara arab sebagai kota wisata, krmudian mencetuskan program namanya Global Harmony salah satunya negara Indonesia,” ujar Harry.

Peran Harry pada event tersebut adalah mempromosikan Global Harmony sebagai ajang kesuksesan Arab Saudi menjadi pusat wisata. Tak sendiri, Harry datang bersama 9 influencer lainnya serta media-media nasional seperti CNN, Kompas, Antara, dan lainnya.

Kesempatan tersebut ia dapatkan lewat jejaring yang dibangunnya, beberapa tahun terakhir Harry telah menggeluti pekerjaan sebagai influencer dakwah dan entertainment.

“Saya mendaftar, namun itu tidak dibuka secara masif saya ada networking,” tambahnya.

Selama tujuh hari di Arab Saudi, empat hari dialokasikan Harry untuk fokus meliput rangkaian program Global Harmony.

“Saya meliput sebagai influencer untuk mempromosikan negara Arab sebagai kota wisata,” ujarnya lagi.

Ia bertanggung jawab untuk menyusun content planning dan mewujudkannya dalam bentuk video reels di Instagram. Pengalaman ini menjadi bentuk kerja professional bagi seorang influencer. Ada target yang harus dicapai.

Beruntungnya Harry telah mendapat berbagai materi di kelas. Sebagai mahasiswa ilmu Komunikasi dengan peminatan Public Relations, baginya sudah familiar dengan konsep-konsep IMC (Integrated Marketing Communication).

“Ilmu yang dapet dari kampus, mata kuliah IMC, jelasin bagaimana caranya konten itu viral, dan apa yang harus dilakukan ketika punya sebuah syarat cara promosinya itu seperti apa. Marketing panel itu di awareness, cara biar konten viral adalah menjual cerita yaitu story telling,” ucapnya.

Baginya ini merupakan liputan internasional perdana, “pertama kali ikut meliput acara internasional, ekspektasinya disana diberi tanggung jawab kesannya bukan cuma main-main tapi ada pressure harus ini harus itu dengan kegiatan yang banyak banget. Senang karena Riyadh sangat maju dan banyak hal yang bisa dieksplor,” tandasnya.

Beberapa negara turut memeriahkan Global harmony, selain Indonesia negara-negara lain yang hadir antara lain Pakistan, Filipina, Bangladesh, India, Suriah, Lebanon, Sudan, Mesir, dan yordania.

Indonesia memiliki daya tarik yang unik, beberapa budaya dan seni ditampilkan, mulai dari tarian berbagai daerah serta parade pakaian adat Bali, Papua, Sumatera Barat, hingga Betawi. Beberapa makanan Indonesia yang bisa dicicipi pada even internasional yakni nasi padang, sate, baso aci, siomay, hingga nasi goreng.