Tag Archive for: sejarah PR

Reading Time: 2 minutes

Mengapa melacak sejarah humas itu penting? Di negara lain, sejarah humas hanya berkonteks negara masing-masing. Studi ini peminatnya banyak, buku ajar banyak ditulis, tetapi persoalan sejarah humas tak banyak. Maka saatnya kini Melacak Sejarah Public Relations di Indonesia di Forum AES.

“Beberapa buku memang sudah menulis deskripsi sejarah public relation/ PR di Indonesia, tetapi miskin konteks sosial, politik, dan budaya,” kata I Gusti Ngurah Putra, Akademisi dari Departemen Ilmu Komunikasi UGM, sebagai pembicara pada Sabtu (22/8) di Forum Amir Effendi Siregar (AES) yang disiarkan langsung Channel Uniicoms TV.

Buku-buku dari negara lain sudah membahas sejarah sesuai konteks negaranya. Misalnya, Ngurah mennyontohkan buku The Unseen Power, Public Relation: A history. Scott M. Cutlip menulis itu sampai setebal 832 halaman soal sejarah PR. Jacquie L’Etang juga menulis sejarah PR di Inggris dalam buku berjudul Public Relations in Britain.

Sedangkan di Indonesia, sejarah PR masih belum digarap serius. Menurut Ngurah, jika penulisan sejarah humas tidak dimulai, ada ketakutan sulit mengakses data dan informan.

“Informan ahli dari kalangan pelaku awal atau perintis awal humas di Indonesia tinggal sedikit. Tantangan lain adalah dokumen terkait praktek humas dan gagasan yang berkembang tidak mudah untuk diperoleh,” jelas Ngurah.

Ia memberi penanda soal siapa yang bisa dijadikan peletak awal PR di Indonesia dalam sejarah. Misalnya Prof. Alwi dahlan yang mendirikan konsultan humas di Indonesia, “lalu ada Wicaksono Noeradi, praktisi humas yang pernah sekolah di School of Journalism di Negeri Abang Sam. Lalu Amiruddin, humas PT. Astra,” imbuhnya.

Bagaimana Humas di Indonesia Mula-mula

Dalam sejarahnya, humas masa kemerdekaan dan era Soekarno lebih banyak diarahkan pada membangun semangat baru sebagai sebuah bangsa yang baru. Menurut Ngurah, PR Indonesia di awal republik ni berdiri, dijalani sebagai public diplomacy dan hubungan internasional, kata Ngurah yang menyelesaikan studi Master-nya dan mengkaji PR Indonesia di University of Canberra, Australia.

Tak hanya itu. Perusahaan minyak asing di awal tahun 1950-an seperti STANVAC, Shell, Caltex, BTM ke Indonesia sering dianggap sebagai awal munculnya Corporate PR di Indonesia, katanya. Pada saat yang hampir bersamaan, beberapa perusahaan atau lembaga negara seperti Kepolisian, RRI dan Garuda Indonesia juga mulai memiliki bagian Humas.

Di tahun 60-an, Tahun inilah yang menjadi cikal bakal berkembangnya PR di Indonesia. Istilah “purel” sebagai akronim PR makin populer daripada istilah “humas”. Lalu pada 1962, presidium Kabinet PM Juanda menginstruksikan agar setiap instansi membentuk divisi humas.

Perkembangan selanjutnya, kata Ngurah, pada era orde baru, lembaga pemerintah mulai memeiliki bagian humas. Departemen Penerangan/ Deppen juga menjalankan fungsi kehumasan untuk pemerintah.

Reading Time: 2 minutes

Why is tracking the history of public relations important? In other countries, the history of public relations only has the context of each country. This study has a lot of enthusiasts. Its also many writers write textbooks, but there are not many issues in the history of public relations.

“Some books have written descriptions of the history of public relations / PR in Indonesia. The problems are they lack social, political and cultural contexts,” said I Gusti Ngurah Putra. Ngurah is a scholar from the UGM Department of Communication Sciences. He speak on Saturday (22/8) at the Forum Amir Effendi Siregar (AES) which was broadcast live on the Uniicoms TV Channel.

Books and Reference of History of PR                                                 

Books from other countries have discussed history according to the context of their country. For example, Ngurah cited the book entitled The Unseen Power, Public Relations: A history. Scott M. Cutlip wrote it up to 832 pages in thickness about the history of PR. Jacquie L’Etang also wrote the history of public relations in England in a book entitled Public Relations in Britain.

Meanwhile,  the history of PR in Indonesia is still not seriously worked on. According to Ngurah, if the writing of public relations history does not start, there is a fear that it will be difficult to access data and informants.

“There are only a few expert informants from the early actors or public relations pioneers in Indonesia. Another challenge is that documents related to PR practices and developing ideas are not easy to obtain,” explained Ngurah.

He gave a marker about who could be the starting point of indonensian PR in history. For example Prof. Alwi Dahlan, who founded a public relations consultant in Indonesia, “then there is Wicaksono Noeradi, a public relations practitioner who attended the School of Journalism in the United State. Then Amiruddin, PR of PT. Astra,” he added.

How Public Relations in Indonesia Early

In its history, public relations during the independence and Soekarno era were more focused in particular issues. Soekarno focused on building a new spirit as a new nation. According to Ngurah, public diplomacy is Indonesian PR focus at the beginning of the republic. It also focus on international relations, said Ngurah. Ngurah completed his Masters study and studied Indonesian PR at the University of Canberra, Australia.

Not only that. “Foreign oil companies in the early 1950s such as STANVAC, Shell, Caltex, BTM to Indonesia are often seen as the beginning of the emergence of Corporate PR in Indonesia,” he said. At about the same time, several companies or state institutions such as the Police, RRI and Garuda Indonesia also started having a Public Relations section.

In the 60s, this year was the forerunner to the development of PR in Indonesia. The term “purel” as an acronym for PR is getting more and more popular than the term “public relations”. Then in 1962, PM Juanda’s Cabinet presidium instructed each agency to form a public relations division.

Further developments, said Ngurah, during the New Order era, government agencies began to have a public relations department. The Ministry of Information / Deppen also performs a public relations function for the government.

Reading Time: 2 minutes

Tak jarang mahasiswa akan mengalami kesulitan jika mencari referensi yang berbicara tentang Manajemen Public Relation. Biasanya, mahasiswa harus merujuk referensi-referensi tentang manajemen, lalu seturut kemudian buku-buku soal public relation. Belum banyak buku rujukan atau buku ajar yang dalam satu paket berbicara soal manajemen di satu sisi, dan publik relation di sisi yang lain.

Mutia Dewi, Dosen pengampu bidang keahlian komunikasi strategis, telah menyelesaikan menyelesaikan buku ajar yang dapat dijadikan rujukan untuk mengisi minimnya referensi itu. Mulai 2019, buku itu tersedia dan dapat dikonsumsi publik. Buku ajar yang diberi tajuk Manajemen Public Relation ini tak hanya bicara soal public relation an sich melainkan juga menukik dalam berkisah tentang sejarah PR, kaitannya dengan manajemen, media relation, community relation, hingga bagaimana praktik-praktik hubungan masyarakat dengan instansi negara dan konsumen.

Seperti dalam pengantar bukunya, Mutia Dewi menulis bahwa manajemen tidak bisa dilepaskan dengan apa yang disebut PR dan komunikasi. Salah satu penopang, jika tidak mau disebut yang utama, dalam manajemen adalah pengelolaan public relation yang berdasar pada pemahaman utuh tentang konsep public relation. PR di sini dituntut menjadi pintu depan organisasi baik itu instansi pemerintah, perusahaan swasta, komunitas, bahkan media sekalipun yang bahkan tak luput dari relasi dengan publik. Jadi, dalam konteks ini, buku ini akan banyak membahas komunikasi manajerial, komunikasi dalam lingkup manajemen dan public relation.

Tak hanya itu, meski ada pembahasan soal sejarah PR, ia bukan melulu buku sejarah. Anda sebagai pembaca, utamanya pembaca pemula, akan sangat terbantu untuk memahami konsep PR dari mulanya. Anda akan diajak menyelami perjalanan PR dari waktu ke waktu, bagaimana mulanya kemunculan PR, siapa pendirinya, untuk apa dan mengapa PR hadir dalam setiap aktivitas manajerial organisasi. Mutia Dewi, yang telah lama juga mendalami kajian PR dan Komunikasi Strategis, ini menyuguhkan pada anda pula ruang lingkup kerja-kerja PR dan bagaimana proses kinerjanya jika anda pada akhirnya nanti menggeluti dunia PR, di manapun.

Maka tak berlebihan agaknya jika buku ini disebut sebagai rujukan komprehensif untuk buku ajar soal manajemen public relation yang sulit ditemukan. Komprehensifitasnya buku ini diharapkan akan menambah luas wawasan dan cakrawala mahasiswa di Prodi Ilmu Komunikasi UII. Akhirnya, menutup tulisan ini, tampaknya patut ditegaskan pesan buku ini seperti apa yang diharapkan oleh penulisnya, “Semoga dengan hadirnya buku ini, akan menambah wawasan mahasiswa PR dalam melihat dan menemukan dinamika yang menarik dalam ruang lingkup pekerjaan PR. Semoga.”