Tag Archive for: Rektor UII

GLSP
Reading Time: 2 minutes

Konten lokal semestinya mendapat porsi yang layak dalam program siaran di TV maupun radio, sayangnya hal tersebut belum terwujud.

Ironi dengan persoalan tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Yogyakarta menggandeng Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar diskusi Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) di Gedung GKU UII pada 1 November 2024.

Secara khusus, isu konten lokal dibahas mendalam oleh praktisi dan akademisi. Bertajuk Konten Lokal Sebagai Medium Demokratisasi diskusi tersebut menghadirkan dua pemateri dari KPID Yogyakarta serta akademisi UII.

Rektor UII, Fathul Wahid menyambut hangat niat tersebut. Dalam sambutannya beliau memberikan statement terkait konteks informasi yang selalu mengalami pergeseran.

“Setiap zaman setiap konteks itu mempunyai tafsirannya masing-masing, apa yang kita lihat hari ini belum tentu terjadi di masa lampau. Sehingga kita harus memaknai dengan cara yang berbeda,” ujarnya.

“Dalam kehidupan kita juga sama, di sini kita bicara konten lokal yang dulu di Indonesia tahun 80an 90an tidak pernah masuk diskusi. Ketika ada undang-undang baru kita diskusikan, kemudian diperkuat dengan medium demokratisasi budaya. Banyak sekali yang harus kita tafsirkan ulang,” tambahnya.

Mendukung KPID Yogyakarta dalam mendorong media-media penyiaran dalam memberikan porsi lebih banyk pada konten lokal, Rektor UII turut melakukan penandatangan nota kesepakatan kerja sama.

Konten Lokal Sebagai Medium Demokratisasi Budaya

Menghadirkan pemateri dari Komisioner KPI, Amin Shabana dan dosen Prodi Ilmu Komunikasi UII yakni Puji Rianto keduanya menyampaikan secara detail bagaimana posisi konten lokal.

Konten lokal adalah siaran bermuatan lokal yang mencakup program siaran jurnalistik, program siaran faktual dan non faktual dalam rangka pengembangan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran setempat. 

Amin Shabana menjelaskan urgensi lokalitas konten dalam beberapa perspektif. Mulai dari Amanah regulasi, wajah daerah, potensi daerah, partisipasi kolektif, dan pemberdayaan SDM lokal.

“Demokrasi itu partisipasi, partisipasi masyarakat terkait dengan akses informasi, kebebasan berekspresi itu merupakan konteks dasar demokrasi. Termasuk di dalam sektor kebudayaan, karena sektor penyiaran merupakan multisector yang semuanya ada,” ujarnya.

“Kita dimandatkan untuk mengawal konten lokal yang sesuai dengan karakteristik daerah. Untuk program wisata budaya semestinya bukan hanya kontennya saja yang diangkat melainkan juga seumber daya penyiarnya harus mengoptimalkan daerah setempat,” tambahanya.

Sementara dari Puji Rianto, selaku akademisi sekaligus researcher menempatkan televisi lokal sebagai upaya untuk membangun cultural sphere.

Cultural sphere atau ruang budaya bpada kesenangan dan estetika, industri budaya berbiaya tinggi tapi perolehannya berpotensi zero dan di sisi lain tv lokal harus mencari profit.

“Agak ironis, kita punya kekayaan budaya yang luar biasa lebih dari 200 etnis. Problem akses, di mana kita diberi ruang di mana kita tidak diberi ruang,” ujarnya.

Beliau memberikan dua tawaran solusi yakni memperlakukan konten lokal sebagai public goods. Kedua mengupayakan regulasi terkait pendanaan khusus oleh daerah dalam produksinya.

Dalam kesempatan itu, hadir pula jajaran Komisioner KPI Bidang Kelembagaan dan Penanggung Jawab GLSP Evri Rizqi Monarshi, Ketua KPID Yogyakarta Hazwan Iskandar serta jajaran Dekan FPSB UII bersama Kaprodi Ilmu Komunikasi UII.

CCCMS 2024
Reading Time: 3 minutes

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid secara resmi membuka gelaran Conference on Communication, Culture, and media Studies (CCCMS) 2024 pada 28 Agustus 2024 di Ruang Auditorium Lantai 3 Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya.

Dalam pembukaan tersebut, Fathul Wahid menyampaikan argumennya terkait tema Hybrid yang diusung oleh Prodi Ilmu Komunikasi pada sesi 7th CCCMS 2024. Ia menyebut bahwa human are not totally independent. Pernyataan tersebut mengarah paada pemikiran Bruno Latour yang merupakan sosok filsuf, sosiolog, sekaligus antropolog asal Prancis.

Sesuai dengan Hybrid dalam tema 7th CCCMS 2024 yang fokus terhadap isu-isu dan tantangan kontemporer dalam ekosistem digital dan lingkungan, konsep yang dikemukakan Bruno Latour soal ekologi tidak hanya tentang ekosistem tetapi lebih dari itu yakni hubungan kompleks antara manusia, teknologi, dan alam.

“We are not shaping the context, but we are engaged in virtual shaping. And we as human are not totally independent because we to some extent or event to a real extent are dependent to other actors,” ujar Rektor UII.

(“Kita tidak membentuk konteks, tetapi kita terlibat dalam pembentukan virtual. Dan kita sebagai manusia tidak sepenuhnya independen karena kita dalam beberapa hal atau peristiwa bergantung pada aktor-aktor lain,”)

“When we are talking about the information system or information technology, so now we are discussing about the social materiality. So information technology is not always material only. But also social materiality we ca not detach information system or information technology from its independent existence, that to some extent will influence us. Because I do believe that material determinism is not the only way to see the reality, but we have to invite another perspective, we can call it as social determinism,”

(“Ketika kita berbicara mengenai sistem informasi atau teknologi informasi, maka sekarang kita membahas mengenai materialitas sosial. Jadi teknologi informasi tidak selalu bersifat material saja. Tapi juga materialitas sosial, kita tidak bisa melepaskan sistem informasi atau teknologi informasi dari keberadaannya yang independen, yang sedikit banyak akan mempengaruhi kita. Karena saya percaya bahwa determinisme material bukan satu-satunya cara untuk melihat realitas, tapi kita harus mengundang perspektif lain, yang kita sebut sebagai determinisme sosial,”)

Senada dengan pernyataan yang disampaikan oleh chair 7th CCCMS 2024, Muzayin Nazaruddin bahwa konferensi ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan yang kompleks antara alam, budaya, hingga fenomena hibriditas budaya masyarakat pasca kolonial.

Rektor UII juga menyampaikan kegembiraannya terkait gelaran ketujuh konferensi internasional tersebut, ia menganggap bahwa pertemuan akademik ini menjadi komitmen dan dedikasi Progam Studi Ilmu Komunikasi terhadap kajian komunikasi, media, dan budaya.

“I am delighted to welcome you all in this conference that held by my fellow department of communication Universitas Islam Indonesia, this year is the 7th edition that indicate of many things. At least, indicate of dedication of department of communication,” ungkapnya lagi.

(“Saya sangat senang menyambut Anda semua dalam konferensi yang diadakan oleh rekan-rekan Departemen Komunikasi Universitas Islam Indonesia, tahun ini merupakan edisi ke-7 yang menandakan banyak hal. Setidaknya, ini menunjukkan dedikasi departemen komunikasi,”)

Hadir pula Kaprodi Ilmu Komunikasi, Iwan Awaluddin Yusuf, yang menyambut partisipan dari berbagai negara.

“(Theme) Relevant as we navigate the evolving landscape of communication, culture, and media across a broad spectrum of challenges. From analog to digital, ecosystem, local and global environments, as well as natural and cultural practices. Today and tomorrow, we will have the privilege of engaging in a broad discussion, exploring cutting-edge research research, and exchanging ideas on a wide range of topics, spanning from a theoretical perspective on hybrid culture to empirical studies on artificial intelligence and so on,”

(“(Tema) Relevan ketika kita menavigasi lanskap komunikasi, budaya, dan media yang terus berkembang di berbagai spektrum tantangan. Dari analog ke digital, ekosistem, lingkungan lokal dan global, serta praktik-praktik alam dan budaya. Hari ini dan besok, kita akan memiliki hak istimewa untuk terlibat dalam diskusi yang luas, mengeksplorasi penelitian terkini, dan bertukar ide tentang berbagai topik, mulai dari perspektif teoretis tentang budaya hibrida hingga studi empiris tentang kecerdasan buatan dan sebagainya,”)

Konferensi internasional ini diikuti oleh akdemisi dari berbagai negara yakni Portugal, United Kingdom, Polandia, India, Taiwan, Brasil, Thailand, Jepang, Hong Kong, Italia, Pakistan, China, Malaysia, dan Singapura. Hal ini membuktikan bahwa isu-isu yang diangkat dalam konferensi ini sangat relevan dengan perkembangan zaman.

Penulis: Meigitaria Sanita