Tag Archive for: manajemen program non komersil

Reading Time: 2 minutes

Kondisi difabel masih sering dianggap sebagai hambatan untuk berkarya. Sejatinya difabel tak ubahnya kebanyakan orang, memiliki kemampuan berbeda masing-masing. Ia bukan terbatas kemampuan (dis-able). Kemampuan tiap orang dapat diasah dengan program yang akomodatif sesuai kebutuhan dan potensinya. Termasuk program pemberdayaan sosial yang selama ini rutin digelar oleh Prodi Ilmu Komunikasi UII. Seperti apakah program yang melibatkan difabel oleh Komunikasi UII?

Vadhiya Rahma dan empat kawannya dari komunikasi UII angkatan 2018 menerobos stigma difabel. Ia mempelopori pelatihan produksi karya ‘tie dye’ di Komunitas Difabelzone.id. Tujuannya mengembangkan keterampilan dan meningkatkan taraf hidup bagi difabel.

“Ternyata bukan hanya kita yang berbagi ilmu ke mereka, sebaliknya justru kita mendapatkan banyak ilmu dari mereka,” ujar Vadhiya, pada Rabu (31/03/2021), ketika hadir secara daring di diskusi bulanan Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) Nadim, Komunikasi UII. Menurutnya kondisi difabel bukanlah hambatan untuk berbisnis dan berkarya.

Stigma buruk terhadap difabel muncul karena memang masih banyak orang yang tidak mau kenal dan tidak mau tahu. Penggunaan diksi difabel pun sebenarnya belum banyak digunakan. Padahal kata ‘difabel’ (populer dikenal dari kependekan ‘different ability’), sebagai pilihan kata alternatif dibanding kata ‘disabilitas’ (disability) perlu selalu digaungkan.

Program yang ditawarkan Vadhiya dan tim tidak hanya memberikan pelatihan. Setelah hasil karya jadi, produk tie dye dipasarkan melalui media sosial. Program talkshow pun dilakukan. Talkshow bertajuk “How To Start Business in Young Age” memberikan inspirasi bisnis sekaligus upaya branding agar konten dapat menarik pembeli. Sementara itu, Vadhiya dan tim terbesit untuk melanjutkan program ini dengan skala yang lebih besar, seperti bazar online.

Program pelatihan ini juga didukung penuh oleh Komunitas Difabelzone.id yang sangat kooperatif. Disela acara, Irene Juliana salah satu pendamping komunitas Difabelzone.id menuturkan untuk tidak melihat teman-teman difabel sebagai orang yang mempunyai kemampuan terbatas, melainkan kemampuan yang berbeda. Ia juga menceritakan latar belakang berdirinya komunitas Difabelzone.id yang berdiri sejak 2016. Mulanya adalah Irene dan beberapa temannya melihat kurangnya fasilitas yang mengakomodir wirausaha difabel pada pasca program pelatihan keterampilan di salah satu yayasan difabel di Yogyakarta. Difabelzone.id menawarkan diri menjadi ruang alternatif bagi difabel untuk mandiri dan berkarya.

Di akhir acara, Vadhiya berharap program ini bisa menginspirasi siapa saja. Ia pun mengucapkan terimakasih kepada Difabelzone.id karena sudah diberi kesempatan untuk berbagi dan belajar. “Kita diterima dengan baik, makanya kita juga ingin memberikan feedback yang terbaik,” ucap Vadhiya di akhir sesi diskusi.

Reporter/ Penulis: Indria Juwita (Mahasiswa Ilmu Komunikasi UII angkatan 2017, Magang PSDMA Nadim Ilmu Komunikasi UII)

Editor: A. Pambudi W.

 

 

Reading Time: 2 minutes

Conditions with disabilities are still often seen as an obstacle to work. In fact, people with disabilities (diffable) is actually same as most people, have different abilities. They are not dis-able. Each person’s ability can be honed with an accommodating program according to their needs and potention. Including the social empowerment program that has been routinely held by the UII Department of Communication. What is the program involving the diffable by UII Communication’s students like?

Vadhiya Rahma and four of her friends from Deartment of Communication, class 2018 broke through the stigma of disabilities/ diffable person. She pioneered the production training for producing tie dye in the Difabelzone.id Community. The goal is to develop skills and improve the standard of living for diffable person.

“It turns out that not only us who share knowledge with them, on the contrary we get a lot of knowledge from them,” said Vadhiya, on Wednesday (31/03/2021), when she was present online at the monthly discussion of the Center for Alternative Media Studies and Documentation (PSDMA). Nadim, Department of Communications of UII. According to her, diffable persons are not an obstacle to doing business and working.

The bad stigma against diffables arises because there are still many people who do not want to know and do not want to know. The use of diffable diction is actually not widely used yet. Whereas the word ‘diffable’ (popularly known for its short form ‘different ability’), as an alternative word choice compared to the word ‘disability’ (dis-ability) needs to always be echoed.

Training and Marketing

The programs offered by Vadhiya and the team did not just provide training. After the work was finished, tie dye products marketed through social media. A program of talk show was held then. The talk show entitled “How To Start Business in Young Age” provides business inspiration as well as efforts branding so that content can attract buyers. Meanwhile, Vadhiya and her team were determined to continue this program on a larger scale, such as an online bazaar.

This training is also fully supported by the Difabelzone.id Community which is very cooperative. In between the event, Irene Juliana, one of the facilitators of the Difabelzone.id community, said not to see disabled friends as people with limited abilities, but different abilities. She also shared the background of the founding of the Difabelzone.id community which was founded in 2016.

Initially, Irene and some of her friends saw the lack of facilities to accommodate entrepreneurs with disabilities after a skills training program at one of the diffable foundations in Yogyakarta. Difabelzone.id offers itself to be an alternative space for people with disabilities to be independent and work.

At the end of the event, Vadhiya hoped that this program could inspire anyone. She also thanked Difabelzone.id because she had been given the opportunity to share and learn. “We are well received, that’s why we also want to give the best feedback,” said Vadhiya at the end of the discussion session.

Reporter / Author: Indria Juwita ( Department of Communications Student of UII, class of 2017, Internship in PSDMA Nadim, Department of  Communications of UII)

Editor: A. Pambudi W.

 

 

 

Reading Time: 2 minutes

Vadhiya Rahma Naisya mulai mengumpulkan beberapa bahan untuk besok. Dia dan lima teman lainnya sesama mahasiswa Komunikasi UII bikin gelaran pemberdayaan masyarakat di Komunitas Difabelzone, Pandak, Bantul pada Desember lalu. Meski peluh mengucur, pantang ia mengeluh. Vadhiya berprinsip, jika berbagi dapat menjadi berkah untuk sesama, tentu itu akan mendulang bahagia.

Bahan-bahan itu adalah pewarna, kain, dan beberapa alat lain untuk praktik membuat tie dye. Bagi yang belum tahu soal tie dye pasti mengernyit. Namun ternyata tie dye sudah dikenal bahkan sejak lama, terutama di jawa dengan nama jumputan. Mengajak teman-teman komunitas difabelzone membuat baju tie dye adalah keseruan tersendiri menurut Vadhiya. Betapa tidak, antusiasme dan hasil akhir yang tak terduga coraknya bikin jerih payah persiapan sana sini selama kurang lebih tiga pekan terbayar.

Meski pandemi mendera, dengan protokol kesehatan ketat, mereka merancang pelatihan pembuatan tie dye jadi semarak. Mbak Ila contohnya. Menurut penuturan Vadhiya, Mbak Ila yang difabel bisu, sangat tertarik dan aktif mengikuti petunjuk dan praktik pembuatan tie dye dari Vadhiya dan kawan-kawan. Vadhiya juga jadi belajar beragam hal, katanya. “Misal kalau Mbak Ila mau bertanya tentang teknik dan cara yang belum jelas, Vadhiya akan bertanya pada bu Irene. Dari penjelasan bu Irene, saya belajar juga soal cara berkomunikasi dengan bahasa isyarat,” papar Vadhiya.

“Rasanya dua hari pelatihan pembuatan Tie Dye masih kurang kalau ingat kebersamaan dan kekeluargaannya, bahkan kami dada-dada waktu pulang itu lama sekali,” kenang Vadhiya. “Saya senang dengan semangat dan kemauan belajarnya yang tinggi dari teman-teman difabel zone.”

Ia bersama tim melaksanakan pemberdayaan masyarakat untuk memenuhi mata kuliah Manajemen Program Komunikasi Non Komersil yang diampu oleh Puji Hariyanti, Dosen Komunikasi UII, spesialis Komunikasi Pemberdayaan. Puji bahkan mengapresiasi ide tie dye dengan komunitas difabel yang berdiri sejak 2016 ini, dan berharap dapat dilanjutkan kembali.

Bagaimana membuat pemeberdayaan masyarakat di tengah pandemi?

“Ya, go with the flow saja,” katanya. “Kami jalani seperti bermain. Nggak ada beban. Jadi meski ada yang di luar kota, kami berbagi tugas yang bisa dilakukan dari luar kota,” jelas Vadhiya. Justru ketika dibawa santai dan menaati protokol, segalanya yang di awal rasanya sulit, menjadi mudah.
“Banyak orang bilang difabel itu kekurangan, justru saya bilang bukan, yang betul adalah teman-teman difabel itu punya banyak kelebihan,” tutur Irene Juliana, pendamping Komunitas Difabel Zone.

Vadhiya mengungkapkan bahwa sebelumnya teman-teman komunitas difabelzone ini telah lama bisa membatik. Dari situ terlihat bagaimana kerapian dan ketekunan dalam berkarya mewujud. “Kami pas pulang itu rasanya pengin bisa seminggu di sana, kami belajar banyak soal berkarya,” kata Vadhiya dalam kesempatan diskusi bulanan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi dan Dokumentasi Media Alternatif (PSDMA) Nadim Komunikasi UII pada 31 Maret 2021.

 

 

Lanjutan cerita klik di sini