Tag Archive for: Literasi

Ask the Expert: Memilih Film yang Tepat Sesuai Usia Anak

Memilih film untuk anak wajib hukumnya untuk mempertimbangakan berbagai aspek. Cara mudahnya adalah dengan mamatuhi ketentuan usia yang tertera. Namun, tak sesederhana itu banyak hal mesti orang tua dan pendamping anak pahami.

Akhir-akhir ini sedang Virang film animasi karya anak bangsa, Jumbo kini telah ditonton lebih dari 9,8 juta kali. Nampaknya akan terus bertambah. Dalam artikel ini tidak akan mengkristisi cerita tentang apa di dalam film Jumbo sendiri, melainkan saling belajar soal literasi.

Jumbo menjadi primadona, di tengah kehausan tontonan edukatif film garapan Ryan Adriandy menjadi pelepas dahaga yang menyejukkan. Bahkan soundtracknya Selalu Ada di Nadi menjadi favorit anak-anak di sekolah.

Bersama-sama belajar literasi, apa sebaiknya yang harus dilakukan oleh orang tua, guru, pendamping, hingga pembuat film? Dalam artikel Ask the Expert edisi ketiga, dosen Ilmu Komunikasi UII, Fatma Nurainai Zahra, S.Sos., M.A. yang mendalami kajian media menyampaikan beberapa hal yang penting dalam memilih tontonan untuk anak.

Memilih Tontonan (Film) untuk Anak

  1. Apa pentingnya belajar memilih tontonan yang baik untuk anak-anak?

Anak-anak meniru apapun di sekelilingnya, kita saja ketika melakukan sesuatu anak-anak langsung mengikuti. Jadi kalau mereka melihat film sebagai tontonan itu akan menjadi tuntunan bagi mereka. Sehingga kita sebagai orang di sekelilingnya, sebagai orang tua, guru, dan lainnya punya peran penting membersamai mereka dalam memilih mana tontonan yang bisa menjadi tuntunan untuk mereka.

  1. ⁠Apakah anak hanya penonton pasif, atau mereka bisa berpikir kritis juga?

Pada dasarnya memang anak cenderung lebih pasif karena mereka akan mengikuti tanpa kemudian mempunyai kesadaran akan hal yang dia ikuti itu baik atau tidak, sesuai dengan nilai-nilai atau tidak, belum memiliki nalar yang sempurna (kritis) sehingga pendampingan dari orang tua sangat penting untuk bisa menumbuhkan nalar itu. Misalnya menemani mereka, mengajak diskusi ketika mereka mengkonsumsi sebuah film sehingga mereka bisa belajar dan menikmati secara pasif apa yang meraka tonton.

  1. ⁠Apa yang harus jadi pertimbangan saat membuat film untuk anak?

Film bagi anak tidak hanya sebagai media hiburan saja, tapi lagi-lagi menjadi media pembelajaran. Bisa mengembangkan kreativitas anak-anak, media belajar literasi, pengembangan nalar kritis, mengembangkan berbagai kemampuan diri mereka maka itu tentu harus dieseuaikan dengan fase perkembangan dan pertumbuhan anak-anak. Film bisa mengandung beberapa hal seperti nilai-nilai edukasi, nilai-nilai kebudayaan yang sesuai dengan mereka. Sehingga film bisa membersamai mereka dalam memahami dunia di sekitarnya.

  1. Apakah tontonan bisa menjadi alat belajar komunikasi untuk anak?

Bisa banget, apalagi anak-anak cenderung membayangkan yang di sekitarnya, lebih imajinatif, lebih kreatif sehingga ketika menerima pesan-pesan dari film apalagi anak yang sudah bisa menerima alur cerita panjang empat tahun ke atas itu sudah bisa memahami alur cerita panjang, sehingga ketika disampaikan lewat film pesan-pesan dan nilai yang ada di film bisa ditangkap oleh anak. Tetapi harus ada catatan ada diskusi yang dilakukan oleh anak dan orang tua, sehingga kita bisa memastikan apa yang dipahami oleh anak, apa yang diterima oleh anak dari film yang dikonsumsi. Sehingga tercipta pembelajaran yang baik, pembelajaran yang menyenangkan karena menonton film adalah sebuah memori yang menyenangkan yang akan disimpan oleh anak.

Literasi

Data yang dirilis We Are Social menunjukkan jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 139 juta identitas per Januari 2024. Akses media sosial dan internet paling dominan melalui smartphone, sementara 36,99 persen pemiliknya adalah anak-anak berusia kurang dari 15 tahun (Data BPS 2023).

Lantas dengan usia anak-anak menuju remaja, apakah mereka sudah memahami pentingnya perlindungan identitas di dunia digital?

Salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi, Puji Hariyanti berkesempatan melakukan pengabdian di MTSN 7 Pakem dengan memberikan literasi bertajuk “Lindungi Identitas Anak dengan Cakap Digital” kepada 160 siswa kelas 7. Tak dapat dipungkiri, jika hampir seluruh siswa jenjang menengah pertama memiliki smartphone pribadi. Selain berkomunikasi, smartphone juga menjadi media hiburan seperti bermain game online hingga bermedia sosial.

Literasi diawali dengan diskusi terkait kebiasaan para siswa dengan smartphone pribadinya, tak sedikit yang menyebut menggunakannya untuk bermain Mobile Legend, mengunggah konnten di TikTok dan Instagram, menonton anime serta kegiatan lainnya.

Menariknya, para siswa mengaku jika mereka tak benar-benar menggunakan identitas aslinya demi melancarkan akses terhadap aplikasi-aplikasi yang mamatok persyaratan usia di atas 17 tahun.

Mendapati hal ini, Puji Hariyanti menjelaskan risiko-risiko kebocoran identitas digital mulai dari risiko saat download aplikasi, saat upload konten, hingga bagaimana algoritma bekerja karena seluruh aktivitas online yang kita lakukan ternyata dipantau oleh platform global yang ada dalam smartphone.

“Algoritma itu mencatat apa yang kita cari di Google, kalau kalian mencari anime nanti ada rekomendasi anime juga entah di platform (media sosial) lainnya,” ujar Puji.

Sementara, beliau juga mengingatkan untuk menyimpan dengan aman data-data pribadi yang berkaitan dengan akun. Dan data apa saja yang tak boleh dibagikan di media sosial.

Diskusi semakin responsif, ketika para siswa penasaran dengan cara kerja algoritma di smartphone mereka. Sebagian dari mereka tertarik mendiskusikan bagaimana cara menghapus data yang telah mereka lakukan sebelumnya.

“Bagaimana menghapus jejak digital? Posting yang baik-baik, harus bijak apa yang kalian cari dan lakukan itu terekam,” tambahnya.

Di akhir sesi, risiko cyberbullying juga sempat dibahas. Cyberbullying adalah perilaku yang tidak baik di dunia digital, bagaimana seseorang sengaja menyakiti atau mengganggu orang lain.

“Jika identitas pribadimu bocor, mereka bisa memanfaatkannya dengan cara tidak baik misalnya mencoba melecehkan hingga melakukan penipuan,” ungkap Puji Hariyanti.

“Memanggil teman dengan kata kasar di game termasuk cyberbullying,” tambahnya.

Menutup sesi tersebut, beberapa pesan disampaikan agar para siswa aware dengan identitas pribadinya. Karena bahaya kerusakan identitas digital akan berpengaruh terhadap pendidikan dan masa depan.

“Kita hidup di dunia digital dan main HP, kalian harus hati-hati jangan mengunggah foto maupun video yang aneh-aneh (tak pantas),” tandasnya mengakhiri diskusi.