Tag Archive for: branding

Riset

Ilmu Komunikasi merupakan jurusan yang cukup populer di Indonesia, hal ini terbukti dari jumlah peminat pada Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) 2024. Data yang disebutkan oleh Databoks Katadata menempatkan jurusan Ilmu Komunikasi pada deretan tiga teratas dengan persaingan ketat di beberapa universitas.

Popularitas ini ternyata tak cukup imbang dengan ragam riset dari jurusan Ilmu Komunikasi. Salah satu konten reel Instagram milik Alwi Johan Yogatama atau @alwijo yang diunggah pada 22 Maret 2024 mendapat respons masif dari netizen.

Konten tanya jawab judul skripsi pada momen wisuda salah satu universitas ternama di Jawa Barat itu seolah mewakili riset-riset jurusan Ilmu Komunikasi, Jurnalistik, dan Media yang cenderung itu-itu saja.

Video yang telah ditonton lebih dari 900 ribu pengguna Instagram tersebut menuai komentar bernada negatif. Sebagain besar menilai jika judul tersebut terlalu mudah dan tidak berbobot.

“Pada gak berbobot ya skripsinya, Mahal2 biaya kuliah, skripsi unfaedah,” tulis akun @aa.irone.

“kok judul skripsi org kykny gmpg bgt yah,” tambah akun @diki_latu_har_hari.

“Hhmmm… Bangga kah bikin skripsi judul kek gituaan,” seru akun @kamakafi_patria.

Kelima mahasiswa dalam mahasiswa itu menyebutkan judul skripsinya adalah representasi dari sebuah film. Mulai dari anime One Piece hingga film Ngeri-ngeri Sedap yang sempat trending beberapa tahun lalu.

https://www.instagram.com/reel/C4zmeCUPDuF/?utm_source=ig_web_copy_link&igsh=MzRlODBiNWFlZA==

Merujuk pada riset The Dark Side of Communication Studies in Higher Education of Indonesia yang ditulis oleh Prof Masduki, dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) pada jurnal ASPIKOM menunjukkan iklim akademik Ilmu Komunikasi di Indonesia selama 20 tahun terakhir stagnan. Runtuhnya sistem politik otoriter Orde baru 1998 tak mengubah iklim akademik menjadi lebih bebas. Sementara inovasi cukup terbatas yakni hanya pada kurikulum atau mata kuliah tertentu.

Riset kualitatif yang dilakukan oleh 60 anggota ASPIKOM menunjukkan tiga kecenderungan antara lain pilihan minat, pilihan nomenklatur program studi atau jurusan, dan fakultas yang menaungi bidang ilmu komunikasi. Paling populer dan diminati adalah Ilmu Komunikasi yang bersifat umum dan holistik, Jurnalistik, dan Hubungan Masyarakat. Sementara riset dan minat di luar ketiganya bercorak kritis tampak rendah.

Tawaran Solusi untuk Riset Komunikasi

Menghadapi iklim akademik dan riset yang disebut itu-itu saja, Holy Rafika Dhona, S.I.Kom, M.A., salah satu dosen Ilmu Komunikasi UII menawarkan solusi yang menarik.

Artikel terbarunya yang berjudul Studi Media dan Komunikasi di Indonesia Stagnan: Perlu Pendekatan Baru pada laman The Conversation menyebut penyebab stagnansi riset komunikasi adalah liberalisasi pada tata kelola universitas. Selama ini pengetahuan komunikasi diartikan sebagai transmisi pesan dan terpusat dalam media sehingga yang dipelajari hal itu-itu saja.

Solusi yang ditawarkan agar riset komunikasi lebih beragam yakni dengan pendekatan materialis. Salah satu profesor komunikasi dari Universitas Grenoble, Prancis yakni Yves De La haye menjelaskan bahwa pendekatan ini sebagai kritik atas pandangan transmisi informasi. Komunikasi dan media tak sekadar transmisi informasi tetapi semua hal termasuk komoditas, orang, hingga ide.

Holy menyebut dengan pendekatan materialis mahasiswa dapat menangkap masalah secara riil dalam msayarakat.

Hal itu dilakukan dengan memperluas area penelitiannya pada subjek-subjek yang diabaikan dalam studi komunikasi selama ini, misalnya pedagang sayur (yang memobilisasi komoditas sayur dari desa ke kota), pedagang jajanan di sekolah-sekolah, petani, nelayan dan seterusnya.

Ia memberi contoh soal branding dalam komunikasi pariwisata, sebut saja fenomena ziarah wali dalam masyarakat Indonesia. Branding selalu mengasumsikan wisata modern dan teknologi, sementara ziarah wali terjadi karena budaya lokal. Dengan pendekatan materialis, fokus dapat dialihkan pada bunga tabur sebagai komoditas ekonomi antara pedagang kecil di tempat zirah hingga medium sakralitas.

Argumen soal pendekatan materialis dalam studi komunikasi tidak hanya menghasilkan keragaman dalam bidang riset tetapi juga sebagai jawaban mengenai fenomena komunikasi dan media bukanlah kepura-puraan yang dilontarkan James W. Carey.

Artikel selengkapnya dapat diakses pada laman berikut:

https://theconversation.com/studi-media-dan-komunikasi-di-indonesia-stagnan-perlu-pendekatan-baru-227325?utm_source=whatsapp&utm_medium=bylinewhatsappbutton

 

Penulis: Meigitaria Sanita

Branding and marketing local products are the key to successful sales during a pandemic. Covid-19 has indeed hit micro, small and medium enterprises. But other than that, collaboration is a new trick rather than getting dizzy with the competition.

“I don’t see the similarity of products as competition. I recommend diligently monitoring at distribution locations,” said Dwi. “Even though there are many similar products in distribution locations, I don’t think it’s time for competition but collaboration,” said Dwi Karti Handayani, founder of Wedang Uwuh UMKM, by June 12, 2021. The UMKM is named Den Bagus. Dwi is speaking on an online seminar on the task activity in the commercial communication project management course at the Department of Communications, UII.

Dwi Karti was a speaker in a webinar on branding and product marketing during the pandemic, together with Den Bagus and eight projects. Eight Project is one of the creations of the students of the course. They choose Eight Project as the name.

“Who knows if we can’t meet the export demand, we can fulfill it by collaborating with other similar products,” added Dwi Karti. According to Dwi Karti, “For me, it’s unique in the packaging. Then, when people have repeated orders, we will talk about customer loyalty.”

This event uses a flash sale technique. Flash Sale encourages viewers to make direct purchases while getting discounted prices.

Flash sale Den Bagus and den ayu specifically for products with specific characteristics. Call it red ginger, which has higher properties, and ginger emprit, which is spicier.

In addition, there is also a processed product that is more popular during the pandemic, namely Wedang Uwuh Jakute. Jakute is an Indonesian abbreviation of ginger turmeric, temulawak or commonly called empon-empon in Indonesia. The combination of the benefits of empon-empon.

“This is the most sought after by buyers. There are friends whose products are sought by French buyers,” said Dwi Karti. “Our products are widely known abroad. There is a noni drink. My mother used this drink to take this and her back pain recovered,” She added, giving testimony.

According to Dwi Karti, these local products are essential and of high quality. For example, the Den Ayu noni product no longer smells bad. It is packaged instantaneously. Similar products also have a special drink (Wedang) product for red rosella. “Instant packaging and wrapping, the packaging is pressed so that it is not easily damaged,” She added.