Tag Archive for: AJMC

Reading Time: 2 minutes

Special issue-based publishing is an opportunity for international journals. It is also possible for an international journal belonging to UII Communications called the Asian Journal of Media and Communication or commonly abbreviated as AJMC. Special issues or special editions are journal publications that focus on a particular object of study. This specific study is essential to color the enrichment of communication thinking and media studies at the Southeast Asian level.

This special edition is a publication fronted by an editor (or a team of editors – 2 or 3 people), according to the field of study of each editor at AJMC. “Each editor can propose a special edition. With a general calculation, there are 11 editors, then AJMC can publish 11 special editions for the next six years,” said Muzayin Nazaruddin at the AJMC Editorial Meeting on September 14, 2021 via Zoom. AJMC now has internationally qualified editors and has published publications on the Scopus index. These editors come from various campuses both in Indonesia and abroad.

“The publication of this special edition is essential for setting the agenda to bring out new themes and color the study of communication and media in Indonesia, Southeast Asia, and even Asia,” said Muzayin in front of the editors. According to Muzayin, in this context, AJMC is a “long-term project,” there is greater interest, academic idealism is more important than just publication.

The process of issuing special issues also cannot be managed in a mediocre way. The processes and stages that can be carried out, for example, start from calls for abstracts (papers), invited papers, including the most important thing is making a series of workshops and talks. “These steps show that the special issue was designed from the start by AJMC. UII Communication Study Program is committed to supporting funding and other resources for the necessary processes,” said Muzayin.

Holy Rafika and Zaki Habibi, the editors at AJMC, also argue that special issues in AJMC can also not be designed but obtained through a network of editors; for example, special issues can be obtained from conference panels. With this model, it is possible to issue a particular issue with an outside ‘guest editor’.

Luthfi Adam, the journal editor from Northwestern University, argues that AJMC could regularly hold public lectures or seminar series on relevant topics. The content of the public lecture can be published. Muzayin added, or vice versa, a good article that has already been published in AJMC, the author is invited to speak at the seminar.

Zaki Habibi, Ignatius Haryanto, Lintang Ratri, and also M Heychael, the editor of AJMC, also suggested that this international journal should also publish various types of manuscripts. Research articles and conversations, for example, can be taken from a series of workshops that have been held, retrospective articles, theoretical articles, book reviews, film reviews, visual articles (photo-based), and others.

Reading Time: 2 minutes

Penerbitan berbasis special issue menjadi sebuah peluang bagi jurnal internasional. Tidak menutup kemungkinan juga bagi jurnal internasional milik Komunikasi  UII bernama Asian Journal of Media and Communication atau biasa disingkat AJMC. Special issue atau edisi khusus adalah terbitan jurnal yang fokus pada satu objek kajian khusus. Kajian khusus yang spesifik ini menjadi penting mewarnai pengayaan pemikiran komunikasi dan kajian media di level asia tenggara.

Edisi khusus ini adalah terbitan yang digawangi oleh seorang editor (atau tim editor – 2 atau 3 orang), sesuai dengan bidang kajian masing-masing editor di AJMC. “Setiap editor bisa mengusulkan special edition. Dengan perhitungan umum terdapat 11 editor, maka AJMC bisa menerbitkan 11 special edition untuk enam tahun ke depan,” papar Muzayin Nazaruddin, dalam Rapat Redaksi AJMC pada 14 September 2021 via Zoom. Kini AJMC telah memiliki editor yang berkualifikasi internasional dan telah menerbitkan publikasi di Scopus index. Para penyunting ini berasal dari beragam kampus baik di Indonesia maupun mancanegara.

“Penerbitan special edition ini sangat penting untuk “setting the agenda” untuk membawa tema-tema baru dan mewarnai kajian komunikasi dan media di Indonesia, Asia Tenggara, bahkan Asia,” ungkap Muzayin di depan para penyunting. Menurut Muzayin, dalam konteks ini, AJMC adalah “long term project”, terdapat kepentingan lebih besar, idealisme akademik yang lebih penting, daripada sekadar terbit.

Proses penerbitan special issue juga tak bisa dikeloal dengan biasa-biasa saja. Proses dan tahapan yang yang bisa dilakukan misalnya adalah misalnya mulai dari call for abstracts (papers), invited papers, termasuk yang paling penting adalah membuat seri workshop and talk. “Langkah-langkah ini menunjukkan special issue memang dirancang sejak awal oleh AJMC. Prodi Komunikasi UII berkomitmen untuk mendukung pendanaan dan sumber daya lain untuk proses-proses yang diperlukan,” papar Muzayin.

Holy Rafika dan Zaki Habibi, para penyunting di AJMC, juga berpendapat special issue dalam AJMC bisa juga tidak dirancang, namun diperoleh dengan jaringan para editor, misalnya special issue diperoleh dari panel-panel konferensi. Dengan model ini, sangat mungkin terbit special issue dengan ‘guest editor’ dari luar.

Luthfi Adam, penyunting dari Nortwestern University, berpendapat bahwa AJMC bisa secara rutin mengadakan kuliah umum atau seri seminar dengan topik yang relevan. Konten kuliah umum tersebut bisa diterbitkan. Muzayin menambahkan, atau sebaliknya, tulisan yang bagus yang sudah terbit di AJMC, penulisnya diundang untuk berbicara di seminar.

Zaki Habibi, Ignatius Haryanto, Lintang Ratri, dan juga M Heychael, pada editor AJMC ini juga menyarankan jurnal internasional ini selayaknya juga menerbitkan beragam jenis naskah. Tidak hanya artikel penelitian, tapi juga conversation, misalnya bisa diambil dari seri workshop yang sudah diadakan, retrospective article, theoretical article, book review, film review, visual article (photo-based), dan lainnya.

Reading Time: 2 minutes

Asian Journal of Media and Communication (AJMC) lahir dengan semangat mengisi kekosongan kajian komunikasi di Indonesia yang selama ini masih didominasi paradigma dan bidang kajian tertentu. Dominasi yang dimaksud, misalnya dominasi kajian public relations atau dominasi positivisme. Jika mengacu pada pembidangan dalam International Communication Association (ICA), maka akan langsung terlihat bahwa banyak sekali bidang kajian yang tidak cukup berkembang di Indonesia.

AJMC lahir dengan visi menjadi jurnal rujukan bagi kajian komunikasi dan media di Asia. “Asia” dalam AJMC bisa mengacu pada beberapa hal (terbuka untuk terus dibincangkan): Asia sebagai perspektif atau Asia sebagai wilayah kajian. Sebagai wilayah kajian, Asia bisa diperbincangkan oleh siapa saja, atau oleh orang Asia sendiri, atau akademisi Indonesia berbicara tentang Asia.

Penyegaran Visi dan positioning AJMC ini menjadi salah satu kesimpulan dalam Rapat Redaksi para editor AJMC pada 13 September 2021 via Zoom Meeting Conference Application. Hadir pada kesempatan itu para editor dari beragam kampus dan institusi baik dari Indonesia maupun Luar Indonesia.

Ada editor yang berasal dari Northwestern University (USA), Lund University (Swedia), Tartu University (Estonia), Universitas Multimedia Nusantara, UII, Universitas Diponegoro, Univ Atma Jaya Yogyakarta, Univ. Syiah Kuala, dan The Graduate Institute of International and Development Studies. Swiss. dan lembaga studi komunikasi dan media: Remotivi.

Berikut ini adalah sususan redaksi AJMC Periode 2021-2023 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Dekan FPSB UII Nomor : 12/SK-DEK/DURT/IV/2021.

  • Alfi Rahman, M.Si., Ph.D., Faculty of Social and Political Sciences of Universitas Syiah Kuala and a researcher at the Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) of Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia, Indonesia
  • Lintang Ratri Rahmiaji, Dr., M.Si., S.Sos. (Scopus ID: 57205339118) Department of Communication Science, Universitas Diponegoro, Indonesia
  • Mario Antonius Birowo, Ph.D., Department of Communication, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Indonesia, Indonesia
  • Muhammad Heychael, M.Si., Researcher of Remotivi, Center of Communication and Media Studies, Indonesia
  • Roy Thaniago, M.Sc., The Graduate Institute of International and Development Studies, Geneva, Switzerland, Switzerland
  • Zaki Habibi, Dr., Researcher at Lund University | Universitas Islam Indonesia

AJMC lahir dengan orientasi “internasional”, berbahasa Inggris, ditujukan untuk pembaca global. Oleh karena itu, tata kelola dan orientasi jurnal harus konsisten, menuju “international indexing and citation”. Dengan standar minimal tersebut, hal-hal di luarnya bisa ditoleransi (diperbaiki dalam proses editorial di AJMC). Misalnya, artikel dengan jumlah kata yang kurang atau lebih atau artikel dengan Bahasa Inggris yang belum memadai. Dengan memenuhi standar minimal tersebut, diharapkan dalam waktu dekat (beberapa tahun ke depan), AJMC bisa menjadi “benchmark” jurnal kajian komunikasi dan media di Indonesia, atau bahkan Asia Tenggara. Selain memenuhi standar minimal tersebut, untuk menjadi benchmark, AJMC harus terbit secara teratur atau tepat waktu.

—————

Ditulis oleh Muzayin Nazaruddin, Editor In Chief AJMC UII 2021-2023.

Disunting oleh A. Pambudi W

Reading Time: 3 minutes

Menjadi reviewer Jurnal punya tips yang gampang-gampang susah. Ia harus jeli memberi penilaian, sekaligus tertib prosedur Open Journal System (OJS). Jika tidak, tentu proses peningkatan mutu lewat akreditasi Arjuna terindeks di level nasional lewat indeks Sinta (Science and Technology Index) akan jauh dari capaian. Reviewer, managing editor, dan Editor in Chief menjadi garda terakhir penjaga kualitas substansi dan manajemen penerbitan jurnal sehingga menjadi terindeks Sinta.

“Jika substansi terbitan sudah tidak bisa lagi diubah, anda bisa saja menaikkan nilai kualitas jurnal dari sisi manajemen jurnal,” ungkap Prof. Rajab Ritonga, salah satu pembicara dalam Silaturahmi dan Workshop Review Jurnal pada 11 November 2020. “Jika sudah begitu, tentu tingkat indeks Sinta anda bisa saja lompat langsung ke Sinta 2,” katanya menambahkan. Acara workshop yang diadakan oleh Unit Jurnal dan Publikasi Karya Ilmiah Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia (UII) ini menghadirkan Profesor Rajab Ritonga dari Univ. Moestopo Beragama, Jakarta, sebagai pembicara kunci bersama Dr. Fuad Nashori, Associate Profesor di Jurusan Psikologi FPSB UII. Sekira lebih dari 40 pengelola jurnal baik dari Jurnal Komunikasi, Jurnal Intervensi Psikologi, Jurnal Psikologika, dan Asian Journal of Media and Communication, hadir berdiskusi dan bertukar pengalaman.

Menurut Rajab, mengatakan lewat aplikasi Zoom Meeting, Jurnal Komunikasi yang dikelola Prodi Ilmu Komunikasi UII sudah layak untuk re-akreditasi. Beberapa syarat kunci sudah terpenuhi. Sisanya tinggal membenahi di tingkat pengelolaan jurnal lewat Open Journal System (OJS). Empat syarat jurnal terakreditasi Sinta oleh Kemenristek BRIN sudah terpenuhi. Misalnya empat syarat tersebut adalah Terbit rutin lewat OJS, terbit minimal lima naskah secara konsisten selama 2 tahun berturut-turut, ada pengenal objek digital atau biasa disebut DOI (Digital Object Identifier), dan memiliki E-ISSN.

Tidak hanya itu, ada syarat lain, yaitu naskah haruslah merupakan hasil penelitian, disunting dan diulas oleh reviewer dengan baik, dan menggunakan bahasa yang baik. “Ini baru syarat dasar,” kata Rajab. Syarat lainnya adalah meningkatkan nilai Sinta dengan benahi sisi pengelolaan. Misal editor yang berasal dari beragam kampus (tidak hanya di pulau jawa), pengelola punya tulisan indeks Scopus, terbit rutin dan tidak terlambat, hingga mengelola proses kerja di OJS dengan konsisten dan rapi.

Sampai saat ini, Jurnal Komunikasi UII telah memiliki editor dari dalam dan luar UII. Jurnal ini juga telah memiliki editor dari luar pulau Jawa, yag notabene jurnal-jurnal di kampus pulau jawa masih didominasi editor dari pulau jawa sendiri. “Kalau editor dan reviewernya berasal dari kampus ang beragam, dan bekerja secara disiplin, pastinya mudah naik level,” kata Rajab. Apalagi jika ada reviewer internasional, untuk jurnal berbahas inggris (internasional).

Bagaimana Meraih Standar Jurnal dengan Level Sinta 2 sesungguhnya?

Workshop ini tak hanya menyegarkan ingatan para pengelola jurnal soal tertib pengelolaan jurnal, melainkan juga menyelaraskan standar agar mudah meraih standar indeks SINTA bahkan di SINTA 2. Rajab Ritonga yang juga adalah Assesor Akreditasi Jurnal Nasional turut berbagi dan menilai kecukupan Jurnal-jurnal di FPSB UII dengan standar KemenristekBRIN.

Beberapa pertanyaan muncul. Misalnya dari Narayana Mahendra dan Puji Rianto. Keduanya merupakan pengelola Jurnal Komunikasi UII. Narayana bertanya soal standar pengelolaan jurnal di SINTA 4 apakah berbeda dengan jurnal yang telah mencapai indeks Sinta 2? Selama ini, pengalaman pengelolaan jurnal di Jurnal Komunikasi utamanya, terkesan ketat. “Bahkan karena kita tidak sempat menyelaraskan soal Sinta itu, jadi kita menetapkan kualitas yang maksimal saja dari sisi substansi,” kata Puji Rianto menambahkan.

Menurut Fuad Nashori,tentu level Sinta suatu jurnal memengaruhi tingkat kemudahan menembus editor jurnal. Meski begitu, sah-sah saja jika pengelola jurnal memiliki standar kualitas yang tinggi. “Tentu pengelola jurnal tetap siap dengan resiko tinggi atau rendahnya atensi dan apresiasi dari penulis jika standar kualitasnya seperti itu,” jawab Fuad menutup sesi.

Rajab Ritonga juga berbagi dan menilai kualitas Jurnal Komunikasi UII. Menurutnya, kunci dari meningkatkan level jurnal menjadi Sinta 3 bahkan 2 adalah konsitensi menjaga mutu substansi naskah dan manajemen jurnal yang ketat. “Bahkan kalau beberapa orang bilang sulit mencapai Sinta 2 atau 1, anda bisa saja melakukan lompatan dengan merombak terbitan dengan bahasa inggris, mengundang penulis, reviewer dan editor dari internasional, dan konsisten, tentu anda bisa meraih scopus. Jika sudah scopus, anda bisa otomatis Sinta 1,” tantang Rajab Ritonga pada seluruh pengelola jurnal di FPSB UII.