Salah Satu Mahasiswa IPC Lakukan Pengabdian di Malaysia, Fokus Mengajar Anak-Anak Indonesia
Memiliki ambisi keliling ke berbagai negara, Nandita Faiza memilih bergabung International Program Communication (IPC) UII. Berbagai kesempatan terus dimanfaatkan, salah satunya program International Mobility dari FPSB.
Setelah mengikuti berbagai rangkaian seleksi, mahasiswa IPC Batch 2023 tersebut dinyatakan lolos dan melakoni pengabdian di Gombak, Kuala Lumpur, Malaysia mulai 30 Januari hingga 28 Februari 2025.
“Salah satu alasan terbesar saya memilih Prodi Ilmu Komunikasi Program Internasional karena ingin memiliki kesempatan dan peluang besar untuk mengikuti international mobility, meskipun semua mahasiswa diberi kesempatan, tetapi mahasiswa program internasional biasanya akan mendapatkan kesempatan lebih besar,” jelasnya.
Pengabdian yang dilakukannya fokus dalam bidang pendidikan. Di Gombak, Nandita ditugaskan untuk mengajar anak-anak imigran dari Indonesia. Mulai mata pelajaran umum hingga keagamaan.
Kegiatan belajar mengajar dilakukan setiap pagi hingga sore, sementara setelah sholat Maghrib dan Isya dilanjutkan belajar Al-Qur’an. Menariknya International Mobility dari FPSB kali ini bisa dikonversi setara dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Artinya, selain mengajar Nandita dan beberapa rekannya mesti melakukan beberapa program lain yang linier dengan latar belakang pendidikan masing-masing.

Kegiatan pengabdian KKN Internasional. Foto: Dok Pribadi
“Kami juga diberi kesempatan oleh pengelola sekolah untuk melaksanakan program kerja yang sudah kami rumuskan. Serunya, kami juga berkesempatan untuk explore Kuala Lumpur disetiap weekend atau hari libur yang kita miliki selama satu bulan berada di sana,” tambahnya.
Meski terlihat seru dan menyenangkan, nyatanya KKN di negeri orang memiliki berbagai tantangan. Nandita mengaku jika meski mengajar anak-anak Indonesia, kendala bahasa menjadi hal yang kerap dihadapi. Anak-anak tumbuh dan besar di Malaysia sehingga komunikasi dilakukan dengan bahasa Melayu.
“Meskipun kami mengajar anak-anak Indonesia, tetapi mereka besar dan tumbuh di Malaysia sehingga bahasa yang mereka gunakan sehari-hari merupakan bahasa melayu, tentunya kami juga harus dapat memahami apa yang mereka sampaikan,” ucap Nandita.
Kendala-kendala tersebut dianggapnya sebagai tantangan yang harus diselesaikan, berbekal skill komunikasi dan public speaking semua teratasi.
Banyak pelajaran berharga ia dapatkan, berbagai keterbatasan anak-anak imigran Indonesia di Malaysia membuka matanya untuk teguh dalam belajar.
“FPSB International Mobility 2025 program konversi KKN di Malaysia ini telah membuka banyak perspektif baru dan keteguhan belajar saya. Berdirinya sekolah belajar yang saya tempati ini merupakan hasil dari tekad warga Indonesia di Malaysia yang memperjuangkan hak ana-anak Indonesia untuk terus belajar menempuh pendidikan mereka yang berhasil memotivasi saya untuk terus berani melangkah dan belajar,” tandasnya.