Republika, Sikap Politik, dan Trik Meliput Peristiwa Internasional
Pda 2008, Media Amerika bernama Fox pernah mewawancari media-media di Indonesia. Salah satunya Republika. Fox mewawancarai Republika terkait bagaimana media di Indonesia meliput isu-isu internasional. Banyak dugaan, banyak anggapan. Setiap media memiliki kebijakan redaksi masing-masing. Termasuk kebijakan redaksi ini sangat dipengaruhi oleh posisi politik di mana media itu berada. Indonesia sendiri memiliki keberpihakan tersendiri dalam melihat kasus-kasus internasional dan separatisme. Bagaimana media bersikap?
“Kebiasaan di republika sangat hati-hati memilih diksi, memilah-milah sumber informasi, terutama diksi,” Kata Yeyen Rostiyanti (redaktur Internasional Republika) pada Kuliah Pakar Mata Kuliah Komunikasi Politik pada Sabtu, 18 Desember 2021. Kuliah Pakar kali ini mengambil tema Kebijakan Redaksi Republika dalam Meliput Peristiwa Dunia Islam di Luar Negeri.
“Misalnya soal diksi ‘armed group hamas’ kami pilih Kelompok Hamas. Atau misal dalam invasi di gaza kita sebut Gugur. Sementara di media selain republika akan sebut itu tewas,” ungkap Yeyen menjelaskan dapur redaksi Republika. Menurut Yeyen, Itulah yang membedakan antara diksi yang tepat dan keliru. Diksi itu bisa mempengaruhi angle pula katanya. “Ini pelakunya yang mana nih yang sebetulnya juga bisa dilihat dari diksi,” papar Yeyen.
Selain bicara soal bagaimana meliput isu Palestian dan Israel, Yeyen juga menceritakan kasus-kasus peristiwa internasional di soal Uighur, Kashmir, Rohingya, Israel dan Palestina, dan soal yang tidak pernah selesai adalah soal Islamophobia (prancis, india, dll). Yeyen menceritakan bagaimana Republika lebih mengedepankan isu kemanusiaan dan HAM sebagai pijakan berpikir dan sikap politik dalam meliput. Isu HAM dan kemanusiaan lebih universal daripada memilih menilai kelompok-kelompok ini sebagai separatis atau pemberontak di suatu negara.
Yeyen mengatkaan, selama ini Republika juga berhati-hati memilih siumber berita yang dijadikan referensi penulisan berita internasional. Soal sumber berita ini sejauh ini Republika harus terbuka bahwa standar jurnalistik itu sebenarnya luar biasa bagus bersandar pada kode etik. Itulah mengapa wartawan menjadi salah satu profesi yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa yang tidak boleh dibunuh saat perang. “Misalnya, saat melakukan liputan soal palestina kita harus memahami latar belakang isunya. Kalau kita paham isunya, kita bisa memilah dan memilh sumber berita mana yang kita pilih,” katanya. Pengemasan berita internasional sangat penting mempertimbangkan angle, diksi, sumber berita, dan penulisan (kutipan, penyebutan sumber, dll).
“Beberapa kali kami memilih sumber israel, media israel bernama Hareetz, ini media israel tapi ternyata mengangkat isu palestina dan kritik pada pemerintah mereka sendiri. Seperti ini nilainya akan menjadi lebih tinggi beritanya karena itu diangkat oleh media israel sendiri dibanding kalau kita memilih sumber berita dari timur tengah yang lain ketiak mengangkat soal invasi Israel ke Palestina tahun 2021 ini,” papar Yeyen. Jadi, tidak bisa kita menerjemahkan utuh mentah-mentah semua berita dari sumber.
Yeyen sudah masuk di Republika sejak 1997. Beberapa kali ia mengikuti pelatihan jurnalistik internasional yang diadakan oleh Reuters dan juga pelatihan Global Journalism and Social media Course yang diadakan kedutaan Besar US. Yeyen juga berpengalaman melakukan interview dengan beberapa tokoh dunia. Misalnya ia pernah mewawancarai Presiden Pakistan Mamnoon Husein pada 2016 soal hubungan bilateral antara Indonesia dan Pakistan. Ia juga mewawancarai ketua palang merah internasional (ICRC/ International Committe of Red Cross) Peter Maurer tentnag harapannya pada indonesia.
“Kami melihat dari sejumlah literatur, republika yang cukup fokus tentang media islam, tak hanya soal politik. Bahkan Republika punya rubrik bernama ihram yang khusus bicara soal gaya hidup dari sudut pandang islam,” Kata Narayana Mahendra, Dosen pengampu Mata Kuliah Komunikasi Politik menjelaskan tujuannya mengundang Republika untuk mengisi kuliah pakar.
———————————————————————————————————————
Ralat:
Ralat Pertama 27 Desember 2021:
Sebelumnya tertulis:
“Misalnya soal diksi ‘armed group hamas’ kami pilih Militan Hamas. Atau misal dalam invasi di gaza kita sebut Gugur. Sementara di media selain republika akan sebut itu tewas,” Ungkap Yeyen
Atas Permintaan narasumber, Kami ralat menjadi:
“Misalnya soal diksi ‘armed group hamas’ kami pilih Kelompok Hamas. Atau misal dalam invasi di gaza kita sebut Gugur. Sementara di media selain republika akan sebut itu tewas,” Ungkap Yeyen
Mohon Maaf atas kekeliruan ini dan Terima Kasih atas masukannya.