Pengalaman Unik Alumni Ilkom UII Kuliah S2 di India, dari Adaptasi hingga Culture Shock
Pengalaman unik datang dari alumni Ilmu Komuniasi UII, Rizqiyah Yusrinawati yang kini tengah melanjutkan studi lanjut di India. Ia memilih Journalism and Mass Communication di Punjab University melalui beasiswa pemerintah India. Lebih dari tiga bulan menjalani hidup di India, Qiya membagikan cara beradaptasi hingga culture shock yang dialaminya.
Sebagai mahasiswa internasional, tentu bahasa Inggris menjadi andalannya untuk berkomunikasi. Namun, di Punjab University bahasa pengantarnya adalah bahasa Punjab. Tentu ini membuat Qiya harus berusaha lebih keras. Ia adalah satu-satunya mahasiswa internasional di kelas itu. Tak jarang ia meminta dosen untuk mengulang penjelasan dengan bahasa Inggris.
“Karena mahasiswa internasional di kelas hanya saya, maka dosen akan mengajar menggunakan Punjabi atau Hindi,” ungkap Qiya.
“Tapi kalo belum paham beliau akan menjelaskan ulang dalam bahasa Inggris,” tambahnya.
Tak hanya di kelas, bahasa Punjabi menjadi bahasa utama, termasuk saat berada berbelanja di toko, memesan ojek online dan sebagainya.
Soal makanan juga tak kalah unik, ia pernah memesan jus buah. Di tengah panasnya suhu di India, Qiya sudah membayangkan akan minum jus mangga yang menyegarkan. Sayangnya, ekspektasinya berubah, jus mangga yang dipesannya terasa asin berempah masala khas India.
“Makanan ya, paling berat (adaptasi). Di India semua penuh rempah. Tapi semakin lama mulai terbiasa Pernah coba beli jus buah kan, ternyata asin dan berempah,” ujarnya.
Bertahan hidup di India menjadi tantangan baginya, termasuk dalam mencari tempat tinggal. Hampir semua kos di India khusus mereka yang vegan, artinya tak boleh memasak apapun di dapur kecuali makanan vegan. Dan ini juga berlaku di kantin kampusnya.
Tapi, kondisi ini cukup menguntungkan bagianya. Sebagai seorang muslim tak perlu terlalu was-was dalam memilih makanan.
Di luar pengalaman-pengalaman unik itu, Qiya bersyukur cita-citanya kuliah di India terwujud. India adalah negara impiannya, sejak S1 di Ilmu Komunikasi UII ia telah meyakinkan diri untuk belajar di negara yang kaya tradisi dan budaya itu.
Sistem pendidikan di India cukup berbeda dengan Indonesia. Budaya mencatat dan mengahafal teori begitu kuat. Hal ini memaksanya beradaptasi dengan cepat dan mencari strategi yang tepat.
“Jujur disini masih kebanyakan teori, jadi dosen akan menerangkan, dan kami mencatat. Tapi ada practical class tapi tidak banyak,” ungkapnya.
“Yang bikin greget, ujiannya tulis tangan (pena biru dan banyak aturan lainnya). Kalo bisa nulisnya 4-5 halaman. Jadi tergantung seberapa banyak mahasiwa menulis. Literally 3 jam tangan tidak berhenti menulis berlembar-lembar,” tambahnya lagi.
Selain itu, mahasiswa-mahasiswa di India sangat kompetitif dan semangat belajarnya tinggi. Hal ini membuatnya terpacu untuk terus beradaptasi. Melanjutkan studi di India adalah pilihan yang telah dipertimbangkan secara matang.
Alasannya karena udah cinta banget sama India. Terlebih suka tentang art and culture. Selain itu, mempertimbangkan kemampuan diri, dari segi mental dan finansial juga. India rupees dan Indonesia rupiah gak begitu jauh, harga makanan disini juga 11 12 lah sama di Indonesia,” teranya.
Ia juga membagikan tipsnya lolos mendapatkan beasiswa, memulai dari riset universitas dan negara tujuan.
Berikut bebrapa tips yang disampaikan Rizqiyah Yusrinawati sukses meraih beasiswa S2:
- Riset kampus dan negara. Kita bakal belajar di negeri orang, gak lucu kalo tiba-tiba gak cocok sama negaranya.
- Riset jurusan tentunya.
- Cek ketersediaan beasiswa (tanpa beasiswa pun gapapa- kembali lagi sesuaikan dengan kemampuan diri).
- Cek syarat-syarat dan dokumen yang harus diunggah (baik jalur beasiswa maupun non beasiswa ya).
- TOEFL/ DET/ IELTS/ PTE atau apapun itu. Kemampuan bahasa yang diminta apa. Ada kan kampus yang mengizinkan pakai sertifikat bahasa mereka (yang nonenglish) kayak German, Jepang, Korea dkk. Tapi ENGLISH penting banget.
- Essay (personal statment) CV, resume and so on. Ini masuknya ke dokumen yang perlu diunggah ya. Tapi kayaknya tips and trick penulisannya sangat diperlukan.
- Ngobrol sama awardee beasiswa atau alumni dari uni tersebut. Jadikan mentor, minta bantuan.
- Diskusi dengan orang tua dan jangan lupa berdoa.
Itulah cerita dan pengalaman menarik dari salah satu alumni Ilmu Komunikasi, harapannya kisah suksesnya mampu meberi inspirasi ya Comms.