Mengulik Pengelolaan Portal Berita Musik
Bicara soal Musik, pasti selalu seru. Musik memiliki sejarah panjang dan banyak sekali variasinya. Saking banyak penggemarnya, majalah musik berkembang dan memiliki pangsa pasarnya sendiri. Jumat, 29 Januari 2021, Karel Fahrurrozi, mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2016 membagikan risetnya tetang bagaimana pengelolaan portal media musik: Belajar dari Hookspace dan Warning Magazine.
Karel berbagi pengalaman dan hasil risetnya soal media musik ini dalam Diskusi Bulanan PSDMA Nadim Komunikasi UII. Hookspace dan Warning Magazine hidup di platform online. Kedua media ini juga karakternya berbeda. “Istilahnya kalau Hookspace ini hidangan pembuka, sedangkan Warning Magazine hidangan utama karena kontennya lebih berat,” jelas Karel dalam diskusi tersebut. Karel mengatakan bahwa Warning Magazine banyak membicarakan sosial politik, juga sastra. Sedangkan Hookspace lebih banyak ke hiburan.
Kedua portal media musik ini memiliki karakter berbeda mulai dari tema dan cara memperluas konten serta aktifitas kedua media ini juga jauh berbeda. Hookspace memperluas ranah produksinya tak semata pada konten tulisan di portalnya. Hookspace juga memproduksi konten audiovisual seperti rekaman lagu-lagu dan juga video. Mereka juga merambah sebagai Event Organizer (EO) dengan menyelenggarakan konser.
“Kalau Warning Magazine sendiri hanya sebagai media yang menyalurkan hobi mereka sendiri,” kata Karel.
Warning magz, sapaan akrab media ini, hanyalah kegiatan sampingan dari para anggotanya, meskipun sekarang banyak anggota mereka yang tidak aktif lagi.
Berbeda dengan Warning Magz, hookspace tidak membahas soal politik. Warning Magz bahkan memasukkan konten tentang solidaritas perjuangan kendeng. Misalnya berita soal Jrx dari Superman Is Dead (SID) yang menggunakan lagu-lagunya untuk advokasi seperti soal petani rembang versus semen indonesia. Pada saat yang bersamaan, lagu tersebut (sunset di tanah anarki) digunakan pemerintah untuk kampanye, “Jrx, musisi SID, sontak menolak lagunya digunakan pemerintah.”
Bentuk Partisipasi Publik
Portal berita menggunakan lini internet tentunya lebih mudah melakukan hal yang tidak bisa dilakukan media konvensional atau cetak. Contohnya soal partisipasi publik (pembaca) pada portal berita langganannya.
Jika Hookspace hidup dari banyak acara dan event organizer, yang pada akhirnya menjaring potensi keterlibatan publik lebih besar. Sedangkan Warning Magz melibatkan publik dengan sebuah bentuk dukungan finansial. Bentuk dukungan berjalan secara crowdfunding. “Ada beberapa pihak yang datang langsung ke Warning Magz. Mereka donasi untuk produksi terbitan,” kata Karel.
Warning Magz kerap menulis isu politis sebab latar belakang pengelolanya. Warning Magz ingin bahas politik yang khalayak pembacanya tertarik membaca. “Caranya dengan menggunakan suara musisi untuk menyuarakan isu politik,” papar Karel.
Sedangkan Hookspace mengelola portalnya dengan pembagian tim. Hookspace memiliki tim khusus di Jogja yang ruang lingkupnya pada proses pengelolaan konten produk jurnalistik, visual, audio visual. Sedangkan tim Jakarta adalah tim yang fokus pada pengembangan bisnis dan keuangan. Ini akhirnya berpengaruh konten. Mulanya Hookspace memuat konten opini, lalu belakangan memasukkan konten-konten hiburan.
Hookspace memproduksi konten juga dengan melakukan kerjasama dengan beberapa musisi. Misalnya melakukan wawancara langsung (live interview atau live session) dengan bintang tamu (guest star) dari event yang mereka organize. “Dalam salah satu konten, mereka juga melakukan live session dengan grup band lokal,” ungkap Karel.